BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi CRM Para ahli CRM, para “guru” yang bekerja pada CRMGuru.com, mendefinisikan CRM sebagai: “Customer Relationship Management (CRM) adalah sebuah strategi bisnis untuk memilih dan menangani pelanggan untuk mengoptimalkan nilai-nilai jangka panjang. CRM membutukan filosopi bisnis yang berorientasi pelanggan dan budaya perusahaan untuk mendukung proses marketing, sales dan service secara efektif.”
Gambar 2.1 Piramida CRM (Copyright 2000, Front Line Solutions, Inc. All Rights Reserved) Gambar 2.1 menunjukkan bahwa CRM harus dimulai dari sebuah strategi bisnis, yang kemudian membawa perubahan ke dalam organisasi dan proses-proses bisnis, yang kemudian didukung dengan teknologi informasi. Kebalikan dari piramida ini tidak akan bisa berjalan. Sebuah perusahaan tidak dapat secara otomatis mengubah strategi bisnisnya dengan cara mengimplementasikan teknologi informasi terlebih dahulu. Kenyataannya, kebanyakan proyek yang lebih berfokus ke teknologi daripada tujuan bisnis, berakhir dengan kegagalan. Namun, bisnis yang bersifat customer-centric bisa meraih keuntungan besar dengan menggunakan teknologi CRM. Secara garis besar, isi dari CRM dapat dibagi menjadi 3 kategori: 1. Sales force automation (SFA), adalah bagian CRM yang berfungsi untuk mengotomatisasi tenaga sales milik perusahaan. Bagian ini mencakup
kemampuan untuk melacak lead, penanganan kesempatan, penanganan kontrak dan baru-baru ini mencakup aspek-aspek dari partner relationship management. 2. Customer service and support, adalah bagian CRM yang membantu perusahaan dalam melayani pelanggannya. Bagian ini mencakup call center, online help, helpdesk, dan juga expert knowledge-based system untuk solusi permasalahan. 3. Marketing automation, adalah bagian CRM yang berfungsi untuk mengotomatisasi tenaga marketing. Bagian ini mencakup banyak fitur, diantaranya sistem penjawab email secara otomatis, alat untuk melakukan/penanganan kampanye marketing, penanganan survei, penanganan dan distribusi materi-materi marketing (mencakup yang online dan hard copy), dan lain-lain.
2.2 Tipe-tipe Teknologi CRM Menurut definisi dari META Group, CRM terbagi menjadi 3 segment: operational, analytical, dan collaborative. Operational CRM adalah aplikasi CRM yang berhadapan dengan pelanggan – otomasi tenaga penjualan, otomasi bagian marketing, dan juga frontoffice. Segment analytic mencakup penyimpanan data seperti pengetahuan tentang pelanggan yang dapat digunakan oleh aplikasi-aplikasi yang memakai algoritma untuk mengolah data tersebut dan menampilkannya dalam form yang berguna bagi penggunanya. Collaborative CRM mencakup cara-cara berhubungan dengan pelanggan (semua peralatan komunikasi yang dapat digunakan untuk berinteraksi dengan pelanggan seperti email, telephone, fax, website, dan lain-lain. Namun dalam penerapannya, seringkali terjadi percampuran antara aplikasi CRM analytical dengan yang bertipe operational dan collaborative. 1. Operational CRM. Adalah segment CRM yang mirip dengan ERP. CRM ini berisikan fungsi-fungsi yang seperti jasa pelayanan pelanggan, penanganan pembelian, faktur, ataupun otomasi marketing dan sales. Kebanyakan CRM yang beredar pada saat ini merupakan operational CRM. Biasanya operational CRM disertai dengan fitur yang berupa kemampuan untuk mengintegrasikan dirinya dengan fungsi-fungsi finansial dan sumber daya manusia dari aplikasi ERP seperti PeopleSoft dan SAP. Dengan adanya integrasi ini, maka fungsi keseluruhan dari penanganan lead hingga pelacakan pembelian dapat diimplementasikan, walaupun seringkali tidak berjalan lancar. Faktanya, persentase kegagalan proyek CRM, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai organisasi, berkisar antara 55 hingga 75 persen. Salah satu alasan kegagalan proyek tersebut, yang terkadang juga tetap menjadi sumber masalah walaupun implementasi tersebut berhasil, adalah ketidakmampuan CRM dalam berintegrasi dengan sistem-sistem lain. 2. Analytical CRM. Analytical CRM adalah CRM yang mengambil, menyimpan, membilah, memroses, melakukan interpretasi dan membuat laporan dari data pelanggan. Perusahaan-perusahaan seperti MicroStrategy telah mengembangkan aplikasiaplikasi yang dapat mengambil data-data pelanggan dari berbagai sumber dan
menyimpannya ke dalam sebuah pusat penyimpanan data pelanggan lalu menggunakan ratusan algoritma untuk menganalisa ataupun menginterpretasikan data-data sebagaimana dibutuhkan. Kegunaan aplikasi ini tidak hanya terbatas pada algoritma-algoritma dan penyimpanan datanya, namun juga dalam kemampuannya untuk melakukan personalisasi secara individual terhadap respon penggunaan data. 3. Collaborative CRM. Merupakan pusat komunikasi yang menyediakan jalur-jalur menuju pelanggan dan vendor. Collaborative CRM dapat berupa sebuah portal, sebuah aplikasi partner relationship management (PRM), ataupun sebuah pusat interaksi pelanggan (Customer Interaction Center/CIC). Collaborative CRM juga dapat berarti jalur-jalur komunikasi, seperti website atau email, aplikasi voice ataupun snail mail.
2.3 Komponen-komponen dalam Teknologi CRM Selain tipe-tipe CRM yang tersedia, pengguna CRM juga perlu melihat komponenkomponen yang membangun CRM tersebut. Apa perbedaannya? Andaikata operational, analytical, dan collaborative CRM merupakan model-model mobil, maka komponenkomponennya adalah barang-barang yang membangun mobil tersebut, seperti mesin, jok, setir, body, dan lain-lain. 1. CRM Engine Merupakan pusat penyimpanan data pelanggan. Gudang data (data warehouse) adalah tempat dimana semua data tentang pelanggan disimpan. Ini bisa mencakup hal-hal mendasar seperti nama, alamat, nomor telepon, dan tanggal lahir. Engine yang canggih bahkan dapat menyimpan informasi yang lebih rumit seperti berapa kali pelanggan mengakses website, apa saja yang dilakukan oleh pelanggan pada website tersebut, termasuk berapa banyak waktu yang dibutuhkan pelanggan sebelum akhirnya dia memutuskan untuk membeli salah satu produk. Di dalam engine juga terdapat data historik pembelian yang telah dilakukan oleh pelanggan. Tujuan utama dari sebuah tempat pengumpulan data terpusat untuk seluruh informasi individual pelanggan adalah agar sebuah gambaran pelanggan secara keseluruhan dapat dibuat untuk departemen-departemen dalam perusahaan yang perlu mengetahui tentang data yang tersimpan dalam gudang CRM. Salah satu contoh engine CRM adalah fitur personalisasi pada situs amazon.com. Engine menyimpan buku-buku yang pernah dibeli oleh pelanggan, atau bahkan halamanhalaman situs yang pernah diakses oleh pelanggan tersebut. Pada saat pelanggan tersebut kembali ke amazon.com, situs dapat langsung membawa pelanggan pada halaman-halaman yang mengandung buku-buku yang menarik bagi pelanggan tersebut. 2. Front-Office Solutions
Merupakan kesatuan aplikasi-aplikasi yang berjalan diatas gudang data pelanggan. Front-Office bisa berupa aplikasi-aplikasi otomasi tenaga penjualan, otomasi pemasaran, ataupun aplikasi customer support. Hal yang perlu diingat disini adalah bahwa analisis, laporan dan akses mudah terhadap informasi merupakan inti dari solusi-solusi ini. Dalam lingkungan client/server, dan sekarang dalam lingkungan internet, front-office menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pegawai perusahaan untuk memutuskan apa langkah yang harus ditempuh selanjutnya – baik itu berupa penutupan kesempatan penjualan ataupun pemecahan permasalahan pelanggan. Aplikasi-aplikasi yang lebih spesifik menyediakan sebuah bagian swalayan untuk pelanggan. Misalnya, ketika seorang pelanggan masuk ke Amazon.com dengan menggunakan ID dan passwordnya, pelanggan tersebut akan mendapatkan rekomendasi-rekomendasi yang didasarkan pada algoritma-algoritma analisis yang komplex, untuk menerjemahkan keingginan pelanggan tersebut. Amazon.com memberikan sentuhan kemanusiaan ke dalam situsnya. Semua terjadi secara otomatis. Bagian swalayannya adalah kemampuan pelanggan tersebut untuk bertindak terhadap rekomendasi tersebut (yaitu membelinya). 3. Enterprise Application Integrations (EAIs) untuk CRM Komponen-komponen ini berada diantara front-office dan back-office. Mereka juga biasanya terdapat diantara sistem CRM yang baru ter-install dengan sistemsistem lama yang sudah dimiliki oleh perusahaan. Komponen-komponen ini memungkinkan aplikasi CRM untuk berkomunikasi dengan aplikasi lainnya. Komponen ini terdiri dari code, connectors dan bridges yang secara keseluruhan disebut sebagai EAI (dulunya dikenal sebagai middleware). EAI menyediakan cara untuk mengirimkan pesan dan pemetaan data sehingga memungkinkan sebuah sistem untuk berkomunikasi dengan sistem yang sama sekali berbeda, tanpa perlu memperhatikan formatnya. Dengan berpindahnya teknologi menuju internet, diharapkan Extensible Markup Language (XML) dapat menjadi format universal yang digunakan oleh suatu sistem untuk berkomunikasi dengan sistem lainnya. Isu utama dari konektor-konektor EAI selalu berupa harga yang harus dibayar. Sebagai contohnya konektor yang dapat menghubungkan Siebel dengan SAP harganya bekisar puluhan, atau bahkan ratusan ribu dolar. Untung saja, baru-baru ini perusahaan-perusahaan third party seperti Scribe Systems telah mengembangkan konektor dan interface yang sangat efektif dengan harga sangat murah untuk memungkinkan terjadinya interaksi multi-sistem. 4. Back-Office Komponen-komponen back-office biasanya berupa algoritma-algoritma yang digunakan untuk menganalisa data pelanggan. Biasanya mereka terintegrasi dengan bagian awal dari elemen-elemen lain dari CRM. Kenyataannya, komponen analisis sekarang menjadi bagian dari beberapa aplikasi CRM multifungsi seperti PeopleSoft CRM 8.0. Jadi selagi operasi dari algoritma
analisis sedang berjalan di belakang, mereka memiliki visibilitas yang jelas dan berbeda di dalam operasional aplikasi-aplikasi yang diakses dalam real-time.
2.4 Fase-fase Pendukung CRM Ada tiga buah fase yang mendukung fokusnya CRM:
Retention
Enhancement
Acquisition
Gambar 2.2 Tiga fase pendukung CRM Sumber Kotler,P.,1997 Fase pertama adalah retention. Fase ini berupa cara mengidentifikasi pelanggan yang bernilai dan yang tidak terlalu bernilai. Singkatnya, perusahaan membagi pelangganpelanggannya yang ada berdasarkan kontribusi mereka terhadap perusahaan dan membangun sebuah strategi untuk setiap segmentnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan pengetahuan dari interaksi-interaksi yang telah dilakukan antara perusahaan dan pelanggan pada masa lalu. Setiap segment diberi perhatian khusus berdasarkan karakteristik mereka, memberikan prioritas dan sumber daya yang lebih banyak pada segment yang paling menguntungkan, membuat sebuah strategi pemasaran untuk mengamankan segment yang memiliki resiko tinggi terebut oleh saingan, melepaskan segment yang tidak menguntungkan, dan masih banyak tindakan lainnya. Dengan melakukan demikian, setiap segment pelanggan bisa mendapatkan perlakukan khusus atau strategi khusus berdasarkan kebutuhan mereka dan seubah perusahaan dapat menangani pelanggan-pelanggannya dengan lebih efektif. Fase kedua adalah enchancement. Fase ini berupa bagaimana cara perusahaan membina hubungan dengan pelanggan yang sudah ada, membuat hubungan menjadi lebih berarti akan mendatangkan lebih banyak pendapatan dan keuntungan bagi perusahaan. Fase ini dapat dicapai dengan cara menjual lebih banyak produk, biasanya dalam bentuk crosssell dan up-sale, mendidik pelanggan tentang bagaimana cara mempergunakan jasa perusahaan secara lebih efisien, peningkatan keuntungan dengan menyesuaikan tingkat harga, dan sebagainya. Biasanya perusahaan lebih sering mempergunakan metode crosssell dan up-sell karena mereka memiliki dampak langsung terhadap pendapatan. Dyche telah mendefinisikan cross-sell sebagai “sebuah tindakan menjual produk ke seorang pelanggan sebagai hasil dari pembelian yang lain”. Sementara disisi lain, up-sell berarti
memperdagangkan atau menukar produk standar dengan produk yang lebih baik atau lebih mahal. Fase ketiga adalah acquisition. Fase ini mencakup penyesuaian atau personalisasi produk-produk yang ada berdasarkan kebutuhan pelanggan, membangun jasa dan dukungan yang baik untuk relasi jangka panjang dengan pelanggan.