BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Energi Biogas 2.1.1 Sejarah Biogas Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar pertama di benua Eropa dan setelah tahun 1875, dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Tahun 1884 Pasteour melakukan penelitian tentang biogas menggunakan kotoran hewan dan penelitian tersebut menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini . Sejak tahun 1975, instalasi biogas mulai diperkenalkan di Cina. Cina memiliki biogas dengan skala rumah tangga dan telah dimanfaatkan oleh sepertiga rumah tangga di pedesaan hingga saat ini. Tahun 1992, sekitar lima juta rumah tangga menggunakan instalasi biogas sehingga biogas merupakan bahan bakar utama penduduk Cina. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian. Tahun 1981 mulai dikembangkan instalasi biogas di India. Pengembangan instalasi biogas yang dilakukan oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional melalui program “The National Project on Biogas Development” dengan melakukan riset terhadap pengembangan model instalasi biogas. Reaktor biogas yang digunakan sama dengan reaktor biogas yang dikembangkan di Cina yaitu menggunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Teknologi biogas mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970-an. Pada awalnya teknik pengolahan limbah dengan instalasi biogas dikembangkan di wilayah pedesaan karena banyaknya hewan ternak yang di pelihara di daerah tersebut, tetapi saat ini teknologi biogas ini sudah mulai diterapkan di wilayah perkotaan. Pada tahun 1981, pengembangan instalasi biogas di Indonesia dikembangkan melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari Food and Agriculture Organization (FAO) dengan dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Sehingga mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah
4
tangga) dengan konstruksi sederhana yang terbuat dari plastik secara siap pasang dan dengan harga yang relatif murah.
2.1.2 Definisi Biogas Biogas merupakan salah satu bahan bakar alternatif terbarukan yang populer saat ini, sumber energi yang dapat diterapkan di banyak aplikasi yang berbeda. Biogas didefinisikan sebagai campuran gas yang mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun pada umumnya hanya bahan organik (padat, cair) seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana karena lebih mudah dalam proses fermentasi. Biogas memiliki kandungan utama gas metana (CH4) yang mudah terbakar dan juga mengandung unsur yang tidak mudah terbakar seperti karbon dioksida (CO2). Selain CH4 dan CO2, biogas juga mengandung beberapa kandungan lainnya seperti uap air (H2O), oksigen (O2), nitrogen (N2), amoniak (NH3), hidrogen (H2), dan Hidrogen Sulfida (H2S) dalam jumlah persentase yang kecil. Kandungan gas yang di hasilkan dalam biogas dapat digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari, berikut ini adalah gambar penggunaan biogas untuk berbagai aplikasi. Cukup untuk memasak 3 jenis masakan bagi 1 keluarga beranggotakan 4 orang
Dapat membangkitkan 1,25 kWh listrik
1 m3 biogas
Dapat menyalakan lampu kaus/ petromaks setara 60 watt selama 7 jam
Dapat menyalakan mesin 2 PK selama 1 jam
Gambar 2.1 Penggunaan Biogas Untuk Berbagai Aplikasi
5
2.1.3 Proses Pembentukan Biogas Proses pembentukan biogas dilakukan secara fermentasi yaitu proses terbentuknya gas metana dalam kondisi kedap udara dengan bantuan bakteri anaerob di dalam suatu digester. Komponen biogas yang paling banyak di hasilkan adalah gas metana dan selanjutnya karbondioksida yang volumenya jauh lebih besar di bandingkan dengan kandungan lain seperti hidrogen (H2), nitrogen (N2), hidrogen sulfida (H2S) dan oksigen (O2). Biogas dapat dihasilkan setelah hari ke 4 sesudah digester terisi penuh, dan mencapai puncaknya pada hari ke 20–25. Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas yaitu: 1. Kelompok bakteri fermentatif, yaitu: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae, 2. Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Desulfovibrio, 3. Kelompok bakteri metana, yaitu Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Sedangkan ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu: 1. Psicrophilic (suhu 40 – 200C) 2. Mesophilic (suhu 20 – 400C) 3. Thermophilic (suhu 40 – 600C) Maka dari itu untuk negara tropis seperti di Indonesia, digunakan unheated digester (digester tanpa pemanasan) pada kondisi temperatur tanah 20 – 400C dan umumnya di kubur di bawah tanah karena temperatur di bawah tanah lebih stabil dibandingkan di permukaan. Berikut merupakan diagram fase dalam pembentukan biogas. Material organik Fase input Biogas
Fase produksi
Pembuangan
Fase output
Gambar 2.2 Fase Pembentukan Biogas
6
2.1.4 Kandungan Biogas Komposisi kandungan biogas yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Komposisi biogas yang paling utama dan paling banyak adalah gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2) dengan sedikit hidrogen sulfida (H2S). Komponen lainnya yang ditemukan dalam kisaran konsentrasi kecil antara lain Uap Air (H2O), Amoniak (NH3), gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon monoksida (CO2) dan gas oksigen (O2). Berikut merupakan persentase jumlah kandungan biogas dapat dilihat pada table 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Biogas
Komponen
Simbol Kimia
Konsentrasi ( Vol,-%)
Metana
CH4
50 – 75
Karbon Dioksida
CO2
25 – 45
Uap Air
H2O
2 (200C) – 7(400C)
Oksigen
O2
<2
Nitrogen
N2
<2
Amoniak
NH3
<1
Hidrogen
H2
<1
Hidrogen Sulfida
H2S
<1
Sumber : (Teodorita dkk ,2008)
Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Selain itu rasio C/N sangat berpengaruh pada produksi gas metan dalam proses produksi biogas. Rasio C-N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar Nitrogen (N) dalam satuan bahan. Apabila imbangan C/N tinggi pada bahan organik akan mengakibatkan produksi metan yang rendah, sedangkan apabila imbangan C/N sangat rendah maka nitrogen akan bebas dan berakumulasi dalam bentuk amoniak sehingga menyebabkan bau busuk yang berlebihan. Karena itu di perlukan rasio C/N yang sesuai berkisar 25-30 untuk mendapatkan kandungan metana yang tinggi pada pembentukan biogas. Berikut merupakan tabel rasio C/N dari beberapa bahan organik.
7
Tabel 2.2 Rasio C/N dari Beberapa Bahan Organik
Bahan
Rasio C/N
Kotoran bebek
8
Kotoran manusia
8
Kotoran ayam
10
Kotoran kambing
12
Kotoran babi
18
Kotoran domba
19
Kotoran kerbau/sapi
24
Eceng gondok
25
Kotoran gajah
43
Batang jagung
60
Jerami padi
70
Jerami gandum
90
Serbuk gergaji
Di atas 200
Sumber : (Wahyuni, 2011)
Maka dari itu kandungan metana (CH4) merupakan kandungan yang terpenting dari biogas karena kandungan ini yang paling bermanfaat sebagai sumber energi, dimana kandungan yang lainnya akan memberikan pengaruh terhadap banyak hal dalam aplikasinya seperti ditunjukan pada table 2.3.
Table 2.3 Efek Kandungan Biogas
Komponen
Konten
Efek
CO2
25 – 50%
Meningkatkan anti – ketukan mesin
dari volume
Penyebab
korosi
(rendahnya
konsentrasi asam karbon). Jika gas dalam kondisi lembab. Kerusakan sel bahan bakar alkali
8
Tabel 2.3 Lanjutan
H2S
0 – 0.5%
Efek korosif dalam sistem peralatan
dari volume
dan perpipaan, serta banyak komponen mesin
lainnya.
Oleh
karena
itu
menetapkan batas atas 0,05 % dari volume. Emisi SO2 setelah pembakar atau emisi H2S dengan pembakaran tidak sempurna batas maksimum 0,1% dari volume NH3
0 – 0.05%
Emisi setelah proses pembakar bahan
dari volume
bakar. Meningkatkan anti - ketukan mesin
H2O
1 – 5%
Penyebab korosi pada sistem peralatan
dari volume
dan perpipaan Kerusakan instrumen kondensat Resiko pembekuan sistem perpipaan dan nozel
0 – 5%
Menurunkan nilai kalor
dari volume.
Meningkatkan anti – ketukan mesin
Debu
>5 µm
Tersumbtanya nozzel
Siloxanes
0 – 50 mg m3
Membuat suara mesin kasar
N2
Sumber : (Deublein dan Steinhauser, 2008)
2.1.5 Karakteristik Kandungan Biogas a. Gas Metana (CH4) Sifat fisika metana sebagai berikut : Berat molekul
: 16,04 gram/mol
Densitas
: 7,2 x 10-4 gram/ml (pada 1 atm dan 0oC)
Titik didih
: -161,4 oC
Titik leleh
: -182,6 oC
9
Nilai kalor CH4
: 13.279,302 Kkal/kg
Nilai kalor biogas
: 6.720 – 9660 Kkal/kg
b. Karbon dioksida (CO2) Sifat fisika karbon dioksida sebagai berikut : Berat molekul
: 44,01 gram/mol
Densitas
: 1,98 x 10-3 gram/ml (pada 1 atm dan 0oC)
Titik leleh
: -55,6 oC (pada tekanan 5,2 atm)
Titik didih
: -78,5 oC
c. Nitrogen (N) Sifat fisika nitrogen sebagai berikut : Berat molekul
: 28,02 gram/mol
Densitas
: 1,25 x 10-3 gram/ml (pada 1 atm dan 0oC)
Titik didih
: -195,8 oC
Titik leleh
: -209,86 oC
d. Hidrogen (H2) Sifat fisika Hidrogen sebagai berikut : Berat molekul
: 2,016 gr/mol
Densitas
: 8,97 x 10-5 gram/ml (pada 1 atm dan 0oC)
Titik leleh
: -259,1 0C
Titik didih
: -252,7 0C
e. Karbon monoksida (CO) Sifat fisika karbon monoksida sebagai berikut : Berat molekul
: 28,01 gr/mol
Titik didih
: -108,6 0 C
Titik leleh
: 46,30C
f. Oksigen (O2) Sifat fisika oksigen sebagai berikut : Berat molekul
: 16 gr/mol
Temperatur kritis
: -1180C
Tekanan kritis
: 49,7 atm
Titik didih
: -1830C
Titik beku
: -218,40C
10
Densitas
: 1,43 x 10-3 gr/ml
g. Hidrogen sulfide (H2S) Sifat fisika hidrogen sulfida sebagai berikut : Berat molekul
: 34,08 gram/mol
Titik didih
: -59,6 oC
Titik leleh
: -82,9 oC
(Wibawa, 2012)
2.1.6 Nilai Kalor Biogas Biogas menpunyai nilai kalor yang cukup tinggi, besarnya antara 590 – 700 K.cal/m3. Nilai kalor biogas yang paling tinggi bersumber dari gas metana plus sedikit dari H2 serta CO, sedang karbon dioksida dan gas nitrogen tak berkontribusi apa-apa dalam soal nilai kalor dalam biogas. Nilai kalor biogas itu kalah oleh gas alam (967 K.cal/m3). Setiap kubik biogas setara dengan setengah kilogram gas alam cair (liquid petroleum gas), setengah liter bensin dan setengah liter minyak diesel. Biogas pun sanggup membangkitkan tenaga listrik sebesar 1,25 – 1,50 kilo watt hour (kwh). Nilai kalor yang cukup tinggi ini di pengaruhi oleh nilai metana pada biogas. Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu: Menghilangkan hidrogen sulphur (H2S), kandungan air (H2O) dan karbon dioksida (CO2). Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen yaitu sulphur dioksida atau sulphur trioksida (SO2 atau SO3), senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan membentuk Sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Parameter yang kedua adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida (CO2) yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat menimbukan korosif.
11
2.1.7 Kelebihan dan Kegunaan Biogas Biogas memiliki banyak kelebihan di bandingkan dengan bahan bakar yang lain. Nilai kalori dari 1 m3 biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan karena 1 m3 biogas setara dengan 0,46 kg elpiji, 0,62 liter minyak tanah, 0,52 liter minyak solar, 0,80 liter bensin, 3,50 kg kayu bakar. Selain itu ada juga beberapa manfaat energi biogas itu sendiri yaitu: a. Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi pengganti bahan bakar fosil sehingga akan menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi lainnya. b. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya di atmosfer akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan mengurangi gas metana di udara. c. Limbah berupa sampah, kotoran hewan dan kotoran manusia merupakan material yang tidak bermanfaaat, bahkan bisa mengakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi anaerobik digestion akan meminimalkan efek tersebut dan meningkatkan nilai manfaat dari limbah. d. Selain keuntungan energi yang didapat dari proses anaerobik digestion dengan menghasilkan biogas, produk samping seperti sludg. Material ini diperoleh dari sisa proses anaerobik digestion yang berupa padat dan cair. Masing-masing dapat digunakan sebagai pupuk berupa pupuk cair dan pupuk padat.
2.1.8 Permasalahan Biogas Permasalahan yang sering muncul pada biogas ini ialah komposisi kandungan biogas itu sendiri, karena selain menghasilkan metana, biogas juga menghasilkan beberapa kandungan yang tidak diinginkan. Untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal, maka perlu dilakukan proses pemurnian atau penyaringan pada biogas itu sendiri. Beberapa gas yang tidak menguntungkan antara lain : 1) Gas Karbon dioksida (CO2) Gas CO2 dalam biogas perlu dihilangkan karena gas tersebut dapat mengurangi nilai kalor pembakaran biogas. Selain itu, kandungan gas karbon dioksida (CO2) dalam biogas cukup besar yaitu sekitar 25 – 45 % sehingga nilai
12
kalor pembakaran biogas akan berkurang cukup besar. Nilai kalor pembakaran gas metana murni pada tekanan 1 atm dan temperatur 15,5
o
C yaitu 9100 kkal /m3
(12.740 kkal/kg). Sedangkan nilai kalor pembakaran biogas sekitar 4.800 – 6.900 kkal/m3 (6.720 – 9660 kkal/kg). Tingginya kandungan CO2 dalam biogas menyebabkan nilai kalor pembakaran turun menjadi sebesar 4.301,63 – 6.213,47 kkal/m3 (6.022,28 – 8.698,85 kkal/kg) dari nilai pembakaran CH4 murni sebasar 9.559,18 kkal/m3 (13.382,85 kkal/kg) (Wibawa,2012). 2) Gas Hidrogen Sulfida (H2S) Konsentrasi gas hidrogen sulfida dalam biogas relativ kecil ± 0,1 – 2%. Gas ini bersifat korosif sehingga konsentrasi yang besar dalam biogas dapat menyebabkan korosi pada ruang pembakaran. Selain itu, gas ini mempunyai bau yang tidak sedap, bersifat racun dan hasil pembakarannya menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2).
2.2 Teknik Absorbsi 2.2.1 Pengertian Absorbsi Absorbsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan sebuah larutan yang di sebut absorben. Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada absorbsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorbsi kimia). Karena keduanya sering muncul bersamaan dalam suatu proses maka ada yang menyebut
sorbsi, baik adsorbsi sebagai sorbsi, namun unit
operasinya dikenal sebagai absorbsi. Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan dilarutkan lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi. Maka dari itulah teknik absorbsi ini di pilih sebagai teknik untuk pemisahan kandungan CO2 dalam biogas.
2.2.2 Sistem Pembilasan ( Scrubbing System ) Sistem pembilasan adalah teknik didasarkan pada efek fisik gas melarutkan dalam cairan. Pembilasan dengan air dapat digunakan untuk menghilangkan CO2 dari biogas karena komponen ini lebih mudah larut dalam air dari pada CH4. Proses absorbsi adalah proses fisika murni dalam pembilasan pada tekanan tinggi, gas
13
memasuki pembilasan di bawah tekanan tinggi. Kemudian, cairan disemprotkan dari bagian atas kolom sehingga mengalir turun berlawanan dengan laju gas. Untuk memastikan permukaan transfer tinggi untuk kontak gas cair, kolom dapat diisi dengan bahan tambahan. Setelah langkah pengeringan, kemurnian metana yang diperoleh dapat mencapai 98% menggunakan proses ini. a. Sistem pembilasan tunggal Dalam sistem pembilasan tunggal cairan setelah mengalami pembilasan tidak bisa digunakan lagi atau dengan kata lain hanya digunakan sekali. Keuntungan dari jenis Sistem pembilasan tunggal adalah bahwa tidak ada kontaminasi cairan dengan CO2. Hal ini mampu memberikan total jumlah CO2 terserap secara maksimum. Kerugian teknik ini adalah memerlukan cairan dalam jumlah yang cukup besar dalam proses pembilasan. b. Pembilasan regenerative Dalam pembilasan regenerative, cairan yang digunakan untuk
pembilasan
dapat digunakan ulang. Keuntungan utama dari teknik ini adalah bahwa total jumlah cairan yang dibutuhkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan sistem pembilasan tunggal sedangkan kerugian teknik ini ialah persentase kontaminasi terhadap kandungan CO2 semakin besar sehingga kemurnian kandungan metana dalam pemurnian biogas kurang baik.
2.2.3 Klasifikasi Absorbsi Klasifikasi absorbsi dapat di bedakan menjadi dua jenis yaitu absorbsi fisika dan absorbsi kimia. a. Absorbsi fisika yaitu terutama terjadi adanya gaya van der walls dan berlangsung bolak-balik. Ketika gaya tarik-menarik molekul antara zat terlarut dengan absorben lebih besar
dari gaya tarik-menarik zat terlarut
dengan pelarut, maka zat terlarut
akan terabsorbsi diatas permukaan
absorben. b. Absorbsi kimia yaitu reaksi kimia yang terjadi antara zat padat dengan absorbat larut dan reaksi ini tidak berlangsung bolak-balik. Proses absorbsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan dan
14
menempel pada permukaan zat absorben akibat sifat kimia dan fisika. Pada proses absorbsi terhadap air mempunyai empat tahapan antara lain: 1. Transfer
molekul-molekul
absorbad
menuju
lapisan
film
yang
mengelilingi absorben. 2. Difusi absorbad melalui lapisan film (film diffusin process). 3. Difusi absorbad melalui kapiler atau pori-pori dalam absorben (pore diffusion). 4. Absorbsi absorbat pada dinding kapiler atau permukaan absorben (proses absorbsi sebenarnya) Bahan penyerap merupakan suatu padatan yang mempunyai sifat mengikat molekul pada permukaannya dan sifat ini menonjol pada padatan yang berpori-pori. Semakin halus atau kecil ukuran partikel absorben, semakin luas permukaannya dan daya serap semakin besar. Beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh zat penyerap yaitu: -
Mempunyai luas permukaan yang besar.
-
Berpori-pori
-
Aktif dan murni
-
Tidak bereaksi dengan zat yang akan diserap.
2.3 Pemisahan CO2 dari Biogas Menggunakan Jenis Absorben Ca(OH)2 dan K2CO3. 2.3.1 Karakteristik Absorben yang di Gunakan 1. Kalsium Hidroksida Kalsium hidroksida adalah senyawa dengan rumus Ca(OH) 2. Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih dan juga dihasilkan melalui hasil reaksi CaCl2 dengan larutan natrium hidroksida. Larutan Ca(OH) 2 sering di sebut air kapur yang merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan Ca(OH) 2 akan bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan logam dengan adanya air. Senyawa ini umumnya digunakan dalam pembuatan semen bangunan, paving blok, cairan pengecoran, pestisida, dll. Ca(OH)2 dipilih sebagai absorben karena mampu menyerap kandungan CO2 apabila di kontakkan secara langsung.
15
2. Kalium karbonat Kalium karbonat atau nama lain Potassium Carbonate adalah senyawa dengan rumus kimia K2CO3. Kalium karbonat berbentuk serbuk atau granular BJ:2,9 dan akan mudah larut dalam satu bagian air dingin, 0,7 bagian air mendidih tetapi senyawa ini tidak dapat larut di dalam alkohol. Senyawa ini merupakan larutan basa kuat yang dapat menyebabkan iritasi dan dapat membakar kulit. Kalium karbonat ini umumnya di gunakan pada pembuatan sabun, gelas, garam-garam, dan kalium yang lain. Selain itu kalium karbonat dimanfaatkan dalam proses ukiran,seni pahat batu,perusahaan kulit,sampo,dan untuk mengeluarkan air dari cairan organik pada kimia analisis. Kalium karbonat ini di pilih dalam proses absorbsi karena dapat menyerap kandungan CO2 dalam jumlah yang cukup tinggi.
2.3.2 Alat Pemasukan Biogas dan Larutan Pembilas Cara pemasukan biogas dan pembilasan ke dalam tabung adalah dengan menggunakan bantuan kompresor dan pompa. Kompresor fungsinya untuk mengalirkan biogas dari penyimpanan sementara biogas (plastik polyteline) kedalam tabung untuk mengalami proses pembilasan, sedangkan pompa akan meningkatkan tekanan absorben sehingga absorben yang keluar dari spuyer akan terbentuk spray. Besarnya laju aliran biogas dan pembilasan dapat ditentungan dengan pesrsamaan berikut : Q = V. A
(2.1)
Dimana : A = 1/4 . π. . D2 Besar kecilnya diameter pipa (D) akan mempengaruhi kecepatan (V) dimana dapat dilihat dalam persamaan berikut : 𝐴 = 𝑄. 𝑉 1 4
. 𝜋. 𝐷2 = 𝑄 . 𝑉
𝐷= √
4.𝑉.𝑄 𝜋
(2.2)
Dimana : Q : Kapasitas pompa/kompresor ( liter/det ) V : Laju kecepatan fluida ( m/det ) A : Luas permukana pipa ( m2 )
16
D : Diameter pipa ( m ) Untuk menentukan tekanan hydrostatis pada kolom absorbsi dapat menggunakan prinsip dasar tekanan pada suatu bejana.
P0
P0
P0
P2
Hhf f
Hf
P3 P1
Gambar : 2.3 Kesetimbangan Tekanan Kolom Absorbsi
Dari gambar 2.3 dapat ditentukan besarnya P1, P2, dan P3. P1 = P0 + 𝜌.g.Hf
(2.3)
P2 = P0 + 𝜌.g.Hf Pada P2, besarnya Hf = 0, maka : P2 = P0
(2.4)
P3 = P0 + 𝜌.g.hf
(2.5)
Dimana : P0
: Tekanan atmosfer ( bar )
P1
: Tekanan fluida pada pipa ( bar )
P2
: Tekanan fluida pada pipa ( bar )
P3
: Tekanan fluida pada pipa ( bar )
𝜌
: Massa jenis fluida ( kg/m3 )
g
: Gravitasi ( m/s2 )
Hf dan hf
: Tinggi fluida ( m )
17
2.3.3 Absorbsi CO2 Dengan Absorben Absorbsi CO2 pada suatu senyawa merupakan proses penyerapan kandungan CO2 pada senyawa tersebut. Dimana dalam hal ini digunakan absorben Ca(OH) 2 dan K2CO3 yang masing-masing di larutkan dengan H2O. Reaksi terbentuknya absorben dan proses absorbsi dapat dirumuskan sebagai berikut : Reaksi penguraian absorben kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) : Ca + H2O → Ca(OH)2...........................................................(2.6) Ca(OH)2 + H2O → Ca + 2OH + H2O.................................(2.7) Reaksi proses absorbsi CO2 pada absorben kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) : Ca(OH)2 + CO2 → CaCO3 + H2O.........................................(2.8) Reaksi penguraian absorben kalium karbonat (K2CO3): K2CO3 + H2O → 2KOH + CO2............................................(2.9) Reaksi proses absorbsi CO2 pada absorben kalium karbonat (K2CO3): K2CO3 + CO2 → 2KCO + O3................................................(2.10) Setelah mengalami proses pembilasan, biogas yang kandungan CO2nya sudah terabsorbsi akan memiliki kelembaban yang lebih. Untuk menetukan kelembaban tersebut dapat ditentukan dengan persamaan berikut : μh = (t1 - t2) / (t1 - tw) 100%...........................................................(2.11) Dimana : μh = Kelembaban dari sistem pembilasan (%) t1 = Temperatur bola kering pada saluran biogas masuk (oC) t2 = Temperatur bola basah pada saluran biogas masuk (oC) tw = Temperatur bola kering pada saluran biogas keluar (oC)
Dimana kelembaban tersebut di hitung dari temperatur biogas sebelum di absorbsi dan setelah di absorbsi.
18