perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori 1. Jabatan Notaris Dan Kewenangannya Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris a. Sejarah Notaris Seorang Notaris dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.11 Kata Notaris berasal dari kata "nota literaria" yaitu tanda tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan nara sumber. Tanda atau karakter yang dimaksud adalah tanda yang dipakai dalam penulisan cepat (stenografie).12 Kemudian dalam abad ke-lima dan ke-enam sebutan Notarius (Notarii) itu diberikan kepada penulis (sekretaris) pribadi dari Raja (Kaizer), sedangkan pada akhir abad ke-lima sebutan tersebut diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang melaksanakan pekerjaan adminstratif.13 Pejabat-pejabat yang dinamakan Notarii ini merupakan pejabat-pejabat yang menjalankan tugas untuk pemerintah dan tidak melayani publik (umum); yang melayani publik dinamakan “Tabelliones”. Mereka menjalankan pekerjaan sebagai penulis untuk publik yang membutuhkan keahliannya.14 Pada awalnya jabatan Notaris hakikatnya adalah sebagai pejabat umum (private notary) yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk 11
Tan Thong Kie, op. cit., hlm. 157. G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, hlm. 41. 13 R.Soegondo Notodisoerjo, op.cit., hlm. 13. 14 Ibid., hlm. 14. 12
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan kepastian hubungan hukum keperdataan. Jadi, sepanjang alat bukti otentik tetap diperlukan oleh sistem hukum negara maka jabatan Notaris akan tetap diperlukan eksistensinya di tengah masyarakat. Notaris seperti yang dikenal di zaman “Republik der Verenigde Nederlanden” mulai masuk di Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya “Oost Ind. Compagnie” di Indonesia.15 Tanggal 27 Agustus 1620, yaitu beberapa bulan setelah dijadikannya Jacatra sebagai ibukota (tanggal 4 Maret 1621 dinamakan “Batavia”), Melchior Kerchem, Sekretaris dari “College van Schepenen” di Jacatra, diangkat sebagai Notaris pertama di Indonesia. Di dalam akta pengangkatan Melchior Kerchem sebagai Notaris sekaligus secara singkat dimuat suatu instruksi yang menguraikan bidang pekerjaan dan wewenangnya, yakni untuk menjalankan tugas jabatannya di kota Jacatra untuk kepentingan publik. Kepadanya ditugaskan untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai dengan sumpah setia yang diucapkannya pada waktu pengangkatannya di hadapan Baljuw di Kasteel Batavia (yang sekarang dikenal sebagai gedung Departemen Keuangan – Lapangan Banteng), dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya, sesuai dengan bunyinya instruksi itu.16 Pada tanggal 16 Juni 1625, setelah jabatan “Notaris publik” dipisahkan dari jabatan “secretaries van den gerechte” dengan surat keputusan Gubernur Jenderal tanggal 12 November 1620, maka dikeluarkanlah instruksi pertama untuk para notaris di Indonesia, yang hanya berisikan 10 pasal, di antaranya ketentuan bahwa para notaris terlebih dahulu diuji dan diambil sumpahnya. Sejak masuknya notariat di Indonesia sampai tahun 1822, notariat ini hanya diatur oleh 2 buah reglemen yang agak terperinci, yakni dari tahun 15 16
G.H.S. Lumban Tobing, op. cit., hlm. 15. Ibid., hlm. 15.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
1625 dan 1765. Di dalam tahun 1822 (Stb. No. 11) dikeluarkan “Instructie voor de notarissen in Indonesia” yang terdiri dari 34 pasal.17 Pada tahun 1860 diundangkanlah suatu peraturan mengenai Notaris yang dimaksudkan sebagai pengganti peraturan-peraturan yang lama, yaitu PJN (Notaris Reglement) yang diundangkan pada 26 Januari 1860 dalam Staatblad Nomor 3 dan mulai berlaku pada 1 Juli 1860. Inilah yang menjadi dasar yang kuat bagi pelembagaan notaris di Indonesia. Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pada tanggal 6 Oktober 2004, maka Pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi:18 1) Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101; 2) Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris; 3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700); 4) Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan 5) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/ Janji Jabatan Notaris. Ditegaskan dalam Penjelasan Undang-Undang Jabatan Notaris bagian Umum, Undang-Undang Jabatan Notaris merupakanpembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undangundang yang mengatur tentang jabatan Notaris sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara 17 18
Ibid., hlm. 19. Pasal 91 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Repubik Indonesia. Dengan demikian Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan satu-satunya undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, dan berdasarkan Pasal 92 Undang-Undang Jabatan Notaris, dinyatakan Undang-Undang tersebut Iangsung berlaku, yaitu mulai tanggal 6 Oktober 2004. Pada tanggal 15 Januari 2014, Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presdiden akhirnya mengesahkan perubahan dari undang-undang jabatan Notaris tersebut, yakni melalui Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam undang-undang tersebut terdapat beberapa perubahan pasal dan penambahan ketentuan-ketentuan akan tetapi tidak merubah secara substansi Undang-Undang Jabatan Notaris sebelumnya. b. Jabatan Notaris Pengertian dari Notaris dapat dilihat di berbagai peraturan perundangundangan di Indonesia, yakni pada Statsblad Nomor 3 Tahun 1860 tentang Peraturan Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Istilah Pejabat Umum merupakan terjemahan dari istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan Pasal 1868 Burgelijk Wetboek(BW). Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan bahwa : De notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd, om authentieke akten op te maken alle handelinggen, overeenkomsten en beschikkingen, waarven eene algemeene verordening gebiedt of de belangghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift bkijken zal, daarvan de dagteekening te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvan grossen, afschriften en uittreksels uit te geven; alles voorhebehouden is. (Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain).19 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undangundang lainnya. Defenisi yang diberikan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris ini merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh Notaris. Artinya Notaris memliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta otentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh Undang-Undang Jabatan Notaris maupun undang-undang yang lain20, akan tetapi Undang-Undang tersebut pada 15 Januari 2014 telah diubah dengan Undang-Undang baru, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Pengertian Notaris termuat dalam Pasal 1 angka 1, ditegaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Tidak terdapat perubahan yang signifikan antara ketiga peraturan perundang-undangan tersebut, secara garis besar memberikan pengertian Notaris dalam konteks yang sama. Pejabat umum adalah seseorang yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena ia ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan dari pemerintah. Dalam jabatannya tersimpul suatu sifat atau ciri khas yang membedakannya dan jabatan19
Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Jabatan Publik, PT Refika Aditama,Bandung, 2009, hlm. 26-27. 20 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia persfektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 14.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
jabatan lainnya dalam masyarakat. Sebagai pejabat umum, Notaris diangkat oleh Menteri untuk melaksanakan sebagian fungsi publik dari negara dan bekerja untuk pelayanan kepentingan umum khususnya dalam bidang hukum perdata, walaupun Notaris bukan merupakan pegawai negeri yang menerima gaji dari Negara. Pelayanan kepentingan umum tersebut adalah dalam arti bidang pelayanan pembuatan akta dan tugas-tugas lain yang dibebankan kepada Notaris, yang melekat pada predikat sebagai pejabat umum dalam ruang lingkup tugas dan kewenangan Notaris. Akta Notaris yang diterbitkan oleh Notaris memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Notaris adalah kepanjangan tangan dari Negara, dimana Notaris menunaikan sebagian tugas negara di bidang hukum perdata.21 Adapun syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi seorang Notaris sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-Undang Jabatan Notaris adalah sebagai berikut : a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun; d. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter dan psikiater; e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris; dan h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
21
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Editor Anke Dwi Saputra, Jati Diri NotarisIndonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa yang Akan Datang , PT. Gramedia, Jakarta, 2008, hlm. 229.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Setelah memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Notaris maka Notaris tersebut berkewajiban mengucapkan sumpah/janji sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang Jabatan Notaris yakni pengucapan sumpah/janji jabatan Notaris dilakukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan Notaris. Ketentuan umum dalam Undang-Undang Jabatan Notaris selain menjelaskan mengenai pengertian Notaris juga menjelaskan pengertian mengenai pejabat sementara Notaris dan Notaris pengganti. Adapun pengertian Pejabat Sementara Notaris menurut Pasal 1 angka 2 UndangUndang Jabatan Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia, sedangkan Notaris Pengganti menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Jabatan Notaris adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Notaris pengganti sifatnya hanya sementara saja, sehingga dapat disebut menjalankan tugas jabatan Notaris dari Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatan sebagai Notaris. Ketentuan pasal ini untuk menjaga kesinambungan jabatan Notaris sepanjang kewenangan Notaris masih melekat pada Notaris yang digantikan.22 Notaris sebagai salah satu pejabat umum mempunyai peranan penting dalam menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum melalui akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapannya, mengingat akta autentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat.
22
Habib Adjie, op.cit, hlm. 43.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Notaris merupakan pengemban profesi luhur yang memiliki 3 (tiga) ciriciri pokok. Pertama, bekerja secara bertanggung jawab, dapat dilihat dari mutu dan dampak pekerjaan. Kedua, menciptakan keadilan, dalam arti tidak memihak dan bekerja dengan tidak melanggar hak pihak manapun. Ketiga, bekerja tanpa pamrih demi kepentingan klien dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat sesama anggota profesi dan organisasi profesinya.23 Notaris dituntut untuk dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan etika yang sudah disepakati bersama dalam bentuk kode etik. Kode etik ini membatasi tindak tanduk para Notaris dalam menjalankan praktiknya tidak bertindak sewenang-wenang. Kode Etik Notaris Bab I Pasal 1 Ketentuan Umum menjelaskan bahwa kode etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang selanjutnya akan disebut “perkumpulan” berdasarkan keputusan kongres perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Ikatan Notaris Indonesia (INI) merupakan satu-satunya organisasi pemersatu bagi setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan Notaris di Indonesia yang diakui oleh pemerintah. Ikatan Notaris Indonesia (INI) merupakan perkumpulan bagi para Notaris yang legal dan telah berbadan hukum, yang telah mendapat pengesahan dari Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1022.HT.01.06 Tahun 23
Lanny Kusumawati, Http//Adln.Lib.unair.ac.id, Tanggung Jawab Jabatan Notaris. diakses tanggal 20 Mei 2015.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
1995,24 oleh karena itu merupakan Organisasi Notaris sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Jabatan Notaris. Khusus untuk Organisasi Ikatan Notaris Indonesia diberlakukan pula kode etik Notaris yang diputuskan dalam Kongres INI pada tanggal 27 Januari 2005 di Bandung. Kode etik ini berfungsi untuk mengatur etika dan perilaku Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya. c. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Notaris Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris dapat dilihat bahwa pasal tersebut mengatur kewenangan Notaris secara umum, bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik. Sedangkan kewenangan yang lain dari seorang Notaris diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris, yang menjelaskan sebagai berikut : 1) Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangandan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula : a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b) Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
24
Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta, 2013, hlm. 157.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
c) Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g) Membuat akta risalah lelang. 3) Selain kewenangan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dari pasal tersebut cukup jelas diuraikan apa saja yang menjadi kewenangan seorang Notaris. Sedangkan kewenangan lain yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan selain Undang-Undang Jabatan Notaris. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai kewenangan Notaris yang dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang dinyatakan sebagai berikut : Pasal 7 (1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Kewenangan seorang Notaris sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah membuat akta pendirian Perseroan Terbatas. Selain berwenang untuk membuat akta pendirian Perseroan Terbatas, Notaris juga berwenang untuk membuat perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas, Risalah Rapat Umum Pemegang Saham baik yang berbentuk Berita Acara maupun Pernyataan Keputusan Rapat. Dalam membuat akta-akta tersebut sebagai tanggung jawab commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
terhadap profesinya, Notaris seharusnya selalu aktif memberikan nasihat/penyuluhan hukum terhadap akta yang akan dibuat oleh penghadap. Kewenangan Notaris juga ditentukan didalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Didalam Pasal 5 ayat (1) UndangUndang Jaminan Fidusia dinyatakan sebagai berikut : Pasal 5 1. Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia Notaris berwenang untuk membuat akta Jaminan Fidusia pada setiap benda yang dibebani dengan jaminan fidusia. Selain berwenang membuat akta Jaminan Fidusia, Notaris juga berwenang untuk melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Kewenangan Notaris yang lain adalah membuat akta pendiriam koperasi, akta perubahan anggaran dasar dan akta-akta lain yang berkaitan dengan kegiatan perkoperasian. Kewenangan ini diatur didalam UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan diatur pula pada Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004. Selain wewenang diatas tersebut, G.H.S. Lumban Tobing juga memberikan penjelasan mengenai wewenang notaris yang meliputi 4 hal : 1) Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu. Maksudnya adalah bahwa tidak semua akta dapat dibuat oleh Notaris. Akta yang dapat dibuat oleh Notaris hanya akta-akta tertentu yang ditugaskan atau dikecualikan kepada Notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan. 2) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat; maksudnya Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Misalnya dalam Pasal 52 UUJN ditentukan bahwa Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/ suami, orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
bawah dan/ atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut menyebabkan akta Notaris tidak lagi berkedudukan sebagai akta otentik, tetapi hanya sebagai akta di bawah tangan. 3) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta dibuat.Maksudnya bagi setiap Notaris ditentukan wilayah jabatan sesuai dengantempat kedudukannya. Untuk itu Notaris hanya berwenang membuat akta yangberada di dalam wilayah jabatannya. Akta yang dibuat di luar wilayahjabatannya hanya berkedudukan seperti akta di bawah tangan. 4) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Maksudnya adalah Notaris tidak boleh membuat akta selama masih cuti ataudipecat dari jabatannya, demikian pula Notaris tidak berwenang membuat aktasebelum memperoleh Surat Pengangkatan (SK) dan sebelum melakukansumpah jabatan25. Seorang Notaris dapat menolak untuk membuat dokumen atau akta otentik yang diminta oleh para pihak selama adanya alasan kuat atas terjadinya penolakan tersebut. Misalnya saja dalam pembuatan akta perjanjian sewa menyewa tanah pihak yang menyewakan bukanlah pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat tanah atau ahli warisnya, dan tidak memiliki surat kuasa yang membuktikanbahwa ia mendapat kuasa untuk menyewakan tanah tersebut. Dalam pembuatan akta, Notaris berkewajiban pula untuk menjaga kerahasiaan dari akta yang dibuat oleh para pihak, kecuali diperintahkan lain oleh undang-undang lain bahwa Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan berkaitan dengan akta tersebut (hak ingkar).26 Selain kewenangan tersebut diatas, dalam menjalankan tugas jabatan sebagai seorang Notaris mempunyai kewajiban dan larangan yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Kewajiban Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris yakni : 25 26
G.H.S. Lumban Tobing, op. cit., hlm. 49. Ketut Mita Arshanti, op.cit., hlm. 54.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
a) bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b) membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; c) melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; d) mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; e) memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; f) merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; g) menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; h) membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; i) membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; j) mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; k) mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; l) mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; m) membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan n) menerima magang calon Notaris. Larangan bagi notaris dalam menjalankan tugas jabatannya diatur pada Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, yang berbunyi sebagai berikut : a) menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b) meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; c) merangkap sebagai pegawai negeri; d) merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e) merangkap jabatan sebagai advokat; f) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badanusaha swasta; g) merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan; h) menjadi Notaris Pengganti; atau i) melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
2. Tanda Tangan Dan Sidik Jari Dalam Minuta Akta Notaris Tanda tangan merupakan suatu perbuatan yang sangat lazim dilakukan pada kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam melakukan perbuatan hukum dihadapan Notaris. Tanda tangan sendiri penting keberadaan dalam pembuatan akta otentik. Dalam pembuatan akta otentik dihadapan Notaris pembubuhan tanda tangan yang dilakukan oleh para pihak berarti orang yang menandatangani mengetahui dan menyetujui isi dari akta tersebut, sehingga dengan demikian orang tersebut terikat dengan isi dari akta tersebut. Indonesia sendiri sudah memiliki pengaturan hukum yang mengatur tentang tanda tangan. Pada mulanya tanda tangan diatur dalam Reglement of Het Notaris Ambt In Indonesia atau Peraturan Jabatan Notaris (PJN). Pasal 28 ayat (3) PJN menentukan bahwa semua akta notaris harus ditandatangani oleh masing-masing penghadap, segera setelah selesai pembacaan akta itu. Akta itu juga harus ditanda tangani oleh saksi intrumentair dan oleh Notaris sendiri. Biasanya tanda tangan di dalam akta notaris tidak dapat dibaca, namun tanda tangan tersebut tetap dianggap sah apabila tanda tangan tersebut benar yang dipergunakan oleh dan berasal dari yang bersangkutan sebagaimana yang disebutkan Notaris dalam akta. Menurut ketentuan dalam hukum pembuktian acara perdata, pemuatan suatu tanda tangan dijadikan suatu persyaratan mutlak agar surat tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti. Suatu akta baru dapat dikatakan sebagai akta otentik jika suatu tulisan itu memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa yang ditandatangani27. Tentang syarat-syarat penanda tanganan diatur dalam Pasal 1 Ordonansi 1867 Nomor 29 yang menegaskan ketentuan tentang kekuatan pembuktian dari tulisan-tulisan dibawah tangan dari orang-orang Indonesia atau yang disamakan dengan
27
Subekti, Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramitha, Jakarta, 2005, hlm. 89.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
mereka. Pentingnya tanda tangan tersebut adalah sebagai syarat mutlak, agar tulisan yang hendak dijadikan surat itu ditandatangani oleh para pihak yang terlibat dalam pembuatannya. Lebih tegas lagi bahwa suatu surat atau tulisan yang memuat pernyataan atau kesepakatan yang jelas dan terang tetapi tidak ditandatangani, ditinjau dari segi hukum pembuktian, tidak sempurna sebagai surat atau akta sehingga tidak sah dipergunakan sebagai alat bukti tulisan. Bahkan surat akta yang dikategorikan sebagai akta dibawah tangan jika hendak
dijadikan
sebagai
alat
bukti
dalam
persidangan
kekuatan
tandatanganlah yang melekat dalam perjanjian tersebut hingga dapat ditingkatkan akta dibawah tangan kekuatan pembuktiannya juga mengikat bagi para pihak. Tanpa melepaskan pembuktian bagi hakim untuk menilai pengakuan atas keaslian tandatangan salah satu pihak itu. Syarat penandatanganan juga ditegaskan dalam Pasal 1869-1874 KUHPerdata atau Pasal 1 Ordonansi 1867 Nomor 2928. Fungsi tanda tangan dalam surat adalah untuk memastikan identifikasi atau menentukan kebenaran ciri-ciri penandatangan29, sekaligus untuk menjamin keberadaan isi yang tercantum dalam surat tersebut. Berdasarkan praktik dalam kebiasaan untuk melahirkan perjanjian melalui putusan HIR yang dikemukakan oleh Pitlo, terdapat berbagai bentuk tanda tangan yang dibenarkan oleh hukum antara lain : a) Menuliskan nama penandatangan dengan atau tanpa menambah nama kecil; b) Tanda tangan dengan cara menuliskan nama kecil saja dianggap cukup; c) Ditulis tangan oleh penandatangan, tidak dibenarkan dengan stempel huruf cetak; d) Dibenarkan mencantumkan kopi tanda tangan si penandatangan dengan syarat : orang yang mencantumkan kopi itu, berwenang untuk itu, dalam hal ini orang itu sendiri, atau orang yang mendapat kuasa atau mandat dan pemilik tanda tangan; 28
http//trimulyahati.blogspot.com/2013/12/30-Catatan-Kuliah-TRI-MULYAHATI,SH,MKn.htm [21 Oktober 2014 pukul 18.30 WIB]. 29 Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 38.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
e) Dapat juga mencantumkan tanda tangan dengan memeprgunakan karbon30. Menurut De Joncheere membahas bentuk-bentuk tanda tangan sebagai berikut : a) Tanda tangan tersebut dibuat oleh seseorang secara menulis perlahan lahan, seolah-olah dilukiskan atau berupa coretan. b) Tanda tangan dibuat dengan mesin cetak, termasuk stempel tanda tangan. c) Tanda tangan yang dibuat klise (misalnya tanda tangan di uang kertas). d) Tanda tangan yang dibuat melalui bantuan orang lain.31 Sementara itu yang tidak termasuk atau tidak diakui keabsahannya sebagai suatu tanda tangan adalah :32 a) Hanya berupa huruf atau abjad Misalnya, hanya terdiri dari huruf A atau Z dalam bentuk kapital atau huruf kecil, karena hal itu dianggap bukan inisial atau identitas nama penandatangan. b) Tanda silang atau garis lurus Bentuk seperti ini pun, tidak sah sebagai tanda tangan, karena tidak mampu memberi identitas yang jelas kepada penandatangan. c) Stempel dengan huruf cetak Bentuk ini dianggap tidak memenuhi syarat formil tanda tangan karena tidak dituliskan dengan tangan sendiri oleh penandatangan. Dengan stempel, secara formil bukan tulis tangan (handschrift) yang disebut Pasal 1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. d) Ketikan dengan komputer Seperti yang dijelaskan, Pasal 1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidak mengenal tanda tangan dalam bentuk ketikan komputer. 30
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 561. Tan Thong Kie, op.cit., hlm. 190. 32 Ibid., hlm. 562. 31
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Dengan demikian tulisan atau akta yang dibubuhi tanda tangan dalam bentuk ketikan komputer tidak sah. Selain dengan tanda tangan, cap jempol tangan atau yang lebih dikenal dengan sidik jari dapat digunakan sebagai penegasan identitas para pihak yang melakukan perjanjian. Penggunaan cap jempol pada praktek kenotariatan juga dilakukan apabila para pihak tidak dapat membubuhkan tanda tangan dalam akta otentik. Penggunaan cap jempol ini sendiri telah digunakan sejak jaman sebelum kemerdekaan, ini dikarenakan banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak dapat baca tulis dikarenakan selama masa penjajahan sampai kemerdekaan mereka tidak mendapatkan pendidikan yang layak, sedangkan pada saat itu kebutuhan terhadap alat bukti tertulis sudah menjadi suatu hal yang lazim dipergunakan sehingga satu satunya cara untuk membuat perjanjian tersebut sah adalah dengan menggunakan cap ibu jari/jempol tangan kiri. Cap jempol sendiri sangat jarang dibahas dalam literatur-literatur. Cap jempol atau juga dikenal dengan sidik jari merupakan garis pada kulit jari-jari yang tidak akan berubah dalam jangka waktu apapun dan antara orang yang satu dengan yang lainnya pastinya memiliki cap jempol yang berbeda.33 Sidik jari merupakan struktur genetika dalam bentuk rangka yang sangat detail dan tanda yang melekat pada diri manusia yang tidak dapat dihapus atau diubah. Sidik jari dapat diibaratkan sebagai barcode diri manusia yang menandakan tidak ada pribadi sama.34 Goerge Wilton pada tulisannya Fingerprint and Identification Magazine terbitan Desember 1962 menjelaskan bagaimana cara sidik jari dapat digunakan untuk memastikan identifikasi penjahat. Selain itu seorang ahli dari Inggris, Henry Faulds yang telah menarik perhatian umum dengan gambar gambarnya (papillary ridge design) dalam suatu sidik jari yang dapat mengidentifikasi orang-orang yang berbeda. 33 34
Ketut Mitha Arshanti, op.cit., hlm. 78. Ifa H. Misbach, Dahsyatnya Sidik Jari Menguak Bakat dan Potensi untuk Merancang Masa Depan Melalui Fingerprint Analysis, Visimedia, Jakarta, 2010, hlm. 47.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Salah satunya diterbitkan foto sidik jari seseorang pada tahun 1905 dan pada tahun 1962, kedua sidik jari tersebut sama persis dan tidak berubah.35 Ini membuktikan bahwa sidik jari seseorang tidak akan berubah dari waktu ke waktu walaupun itu terlampau puluhan tahun lamanya. Sidik jari menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah rekaman jari atau cap jempol. Sidik jari adalah hasil reproduksi dari tapak jari baik yang sengaja diambil dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena tersentuh kulit telapak tangan ataupun kaki36. Kulit telapak adalah kulit pada bagian telapak tangan mulai dari pangkal pergelangan sampai kesemua ujung jari dan kulit bagian dari telapak kaki mulai dari tumit sampai ke ujung jari yang mana pada daerah tersebut terdapat garis halus menonjol yang keluar satu sama lain yang dipisahkan oleh celah/alur yang membentuk lukisan tertentu. Kulit tapak terdiri dari 2 lapisan : a) Lapisan dermal adalah kulit jangat/kulit yang sebenarnya. Kulit inilah yang menentukan garis yang ada pada permukaan kulit telapak. b) Lapisan epidermal adalah lapisan kulit luar/garis papilar. Garis inilah yang menjadi perhatian kita untuk menentukan bentuk pokok perumusan dan perbandingan sidik jari. Jenis sidik jari dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a) Visible impression adalah sidik jari yang dapat langsung dilihat tanpa menggunakan alat bantu; b) Laten impression adalah sidik jari yang biasanya tidak dapat dilihat langsung tetapi harus dengan menggunakan beberapa cara pengembangan terlebih dahulu supaya dapat nampak lebih jelas;
35 36
Tan Thong Kie, op.cit., hlm. 195. http://id.wikipedia.org/wiki/Sidik_jari., diunduh pada tanggal 20 Maret 2015 Pukul 15.30 WIB.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
c) Plastic impression adalah sidik jari yang berbekas pada benda yang lunak seperti sabun, gemuk, permen, coklat37. Sidik jari dalam prakteknya digunakan untuk identifikasi karena tidak ada 2 manusia yang memiliki sidik jari yang sama. Ilmu yang mempelajari tentang sidik jari dikenal dengan daktiloskopi. Daktiloskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identitas orang dengan cara mengamati garis yang terdapat pada guratan jari tangan dan jari kaki. Ada tiga dalil atau aksioma yang melandasi daktiloskopi (ilmu sidik jari), yaitu: a) Sidik jari setiap orang tidak sama. b) Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup. c) Sidik jari dapat dirumuskan dan diklasifikasikan secara matematis. Ketiga dalil yang telah dicetuskan oleh Sir Francois Galton (1822-1916) didasarkan pada hasil penelitian terhadap beribu-ribu sidik jari manusia yang telah diteliti. Ada beberapa metode pendeteksi atau pengenalan sidik jari laten yang dikenal sejauh ini, antara lain adalah38 : a) Bubuk dan selotip Ini mungkin adalah metode yang paling dikenal secara luas. Sejumlah bubuk yang biasanya mengandung alumunium atau karbon ditebarkan di atas bidang atau benda dengan sidik jari laten (bekas sidik jari). Hasil cetakan kemudian diangkat menggunakan selotip. Meski sudah ada pemindai sidik jari yang lebih canggih—dengan bantuan sinar maka sidik jari langsung terbaca— bubuk sidik jari masih tetap digunakan. Selain praktis, di beberapa daerah belum ada alat pemindai elektronis. Bubuk sidik jari itu diimpor dari Jepang dan AS. Mabes Polri meminta Puslit 37
http://beritahariankita-daktiloskopi.blogspot.co.id/, diunduh pada tanggal 8 Oktober 2015 Pukul 14.00 WIB. 38 http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/04/daktiloskopi-dan-teknologi-pengenalan-sidik-jari, diunduh pada tanggal 8 Oktober 2015 Pukul 14.30 WIB.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Kimia LIPI untuk mengembangkan bubuk sidik jari teknologi nano. Sebenarnya Polri melalui Laboratorium Daktiloskopi Pusat Identifikasi Markas Besar Kepolisian RI sudah mengembangkan bubuk sidik jari. Hanya saja hasilnya belum bagus. b) Sikat Magna Sikat bermagnet yang akan menarik serbuk besi. Penggunaannya mirip bubuk, tapi ini dengan serbuk besi dan magnet. c) Metode uap cyanoacrylate Metode ini pertama kali digunakan oleh Kepolisian Jepang tahun 1978. Cyanoacrylate bereaksi dengan asam amino, asam lemak, dan protein yang terkandung dalam sidik jari dan juga kelembapan udara yang membuat sidik jari nampak. d) Ninhydrin Metode ini juga umum digunakan. Memanfaatkan bahan kimia ninhydrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) yang akan bereaksi dengan asam amino dalam sidik jari membentuk warna ungu atau pink. e) Uap yodium Kristal yodium diletakkan di gelas tabung lalu ditiup hingga berubah menjadi gas. Gas ini kemudian dikenakan ke sidik jari laten dan akan Ada tiga bentuk sidik jari yaitu busur (arch), sangkuatn (loop), dan lingkaran (whorl). Bentuk pokok tersebut terbagi lagi menjadi beberapa sub-group yaitu bentuk busur terbagi menjadi plain arch dan tented arch, bentuk sangkutan terbagi menjadi Ulnar loop dan Radial loop, sedangkan bentuk lingkaran terbagi menjadi Plain whorl, Central pocket loop whorl, Double loop whorl dan Accidental whorl. Perbedaan utama dari ketiga bentuk pokok tersebut terletak pada keberadaan core dan delta pada lukisan sidik jarinya. menampilkan sidik jari, cuma hanya sesaat. Dalam menetukan atau mengidentifikasi sidik jari menggunakan suatu rumus. Rumus sidik jari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
merupakan salah satu cara identifikasi. Dalam dunia kepolisian, rumus jari digunakan sebagai cara untuk menidentifikasi seseorang. Karena sidik jari merupakan bentuk yang unik dan berbeda pada setiap orang, maka rumus sidik jari pun akan berbeda pada tiap orang. Perumusan sidik jari (classification formula) merupakan pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom kartu sidik jari yang menunjukkan interprestasi mengenai bentuk pokok, jumlah bilangan garis, bentuk loop, dan jalannya garis. Bidang hukum sidik jari ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diatur dalam Pasal 1874 ayat (2) yang menyatakan sebagai berikut : Dengan penandatanganan sepucuk tulisan dibawah tangan dipersamakan suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seseorang notaris atu pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang, dari mana ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pegawai tadi. Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa selain tanda tangan, cap tangan/sidik jari jempol juga dapat dijadikan sebagai penegasan identitas para pihak yang melakukan perjanjian. Akan tetapi penggunaan cap jempol tidak semudah dalam penggunaan tanda tangan pada sebuah akta. Oleh karena itu untuk sah dan sempurna nya cap jempol harus memenuhi beberapa syarat, antara lain sebagai berikut : a) Dilegalisir oleh pejabat yang berwenang; b) Dilegalisir diberi tanggal; c) Pernyataan
dari
pejabat
yang
melegalisir,
bahwa
orang
yang
membubuhkan cap jempol benar-benar dikenal atau diperkenalkan kepadanya; d) Isi akta telah dibacakan atau dijelaskan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
e) Pembubuhan cap jempol harus dilakukan dihadapan pejabat tersebut39. Selain itu pengaturan cap jempol serupa dengan Pasal diatas diatur juga dalam Rechtsgeling Buitengeswesten 286 ayat 2 dan 3. Pada Pasal 156 Reglement op de Rechtsvondering disebutkan sebagai berikut : Apabila para pihak tidak mencapai persetujuan mengenai tanda tanda yang dibandingkan satu sama lain, maka hakim tidak akan menerima tanda tanda lain dari pada : (1) akta-akta autentik; (2) dan seterusnya; (3) sidik jari, yang harus dibubuhkan oleh pihak itu di hadapan dan atas petunjuk dari hakim atau hakim komisaris. Sidik jari yang melekat pada masing-masing individu memiliki beberapa keunikan karakteristik yaitu sebagai berikut: a) Sidik jari bersifat spesifik untuk setiap orang, dimana tidak ada pola sidik jari yang sama antara satu individu dengan individu lainnya hal ini bahkan terjadi pada anak kembar identik. b) Sidik jari bersifat permanen, tidak pernah berubah sepanjang hayat dari sejak lahir hingga akhir hayat pola sidik jari seseorang tetap sama. Walaupun terdapat perubahan pada bentuk tubuh manusia, namun pola sidik jari atau alur-alur papilar tidak akan berubah. Pola sidik jari dapat berubah hanya dikarenakan terbakar, jari terpotong atau rusak sedemikian parah sehingga alur papilar menjadi berubah. c) Pola sidik jari mudah untuk diklasifikasi, dimana terdapat pola pola tertentu yang memudahkan apabila ada keperluan dengan sidik jari tersebut.40 Kekuatan sidik jari rupanya lebih rumit agar mendapat kekuatan hukum yang sempurna. Padahal jika ditinjau dari segi kepastian hukum, sidik 39
Widyatmoko, “Analisis Kritis Membedah Ketentuan Undang-Undang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN)”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Surakarta, 16 Januari 2014, hlm. 24. 40 Ifa H. Misbach, op.cit., hlm. 47-48
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
jari lebih mendekati kepastian hukumnya daripada tanda tangan. Dari sejumlah penelitian yang dilakukan oleh para ahli, menyatakan bahwa sidik jari setiap orang itu berbeda dengan orang lain. Dapat diartikan bahwa jika ada niat jahat untuk memalsukan sidik jari sangat kecil kemungkinan. Berbeda halnya dengan tanda tangan yang mudah untuk dipalsukan. Agar akta otentik tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, maka akta
tersebut harus ditandatangani. Untuk urutan
penandatanganan akta telah diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Jabatan Notaris, yang berbunyi sebagai berikut : (1) Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya. (2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta. (3) Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi. (4) Pembacaan,
penerjemahan
atau
penjelasan,
dan
penandatanganan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalam Pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta. (5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Dalam praktik kenotariatan cap jempol sebagai salah satu bagian dari sidik jari sering digunakan apabila pihak yang hadir tidak dapat membubuhkan tanda tangannya dalam akta otentik dikarenakan alasan-alasan tertentu, hal ini dimaksudkan untuk membedakan akta yang satu dengan akta yang lainnya. Berkaitan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
tersebut juga menimbulkan kewajiban baru bagi Notaris dalam menjalankan Tugas Jabatannya. Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris yang menyatakan Notaris berkewajiban untuk melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari pada minuta akta. Dengan demikian semestinya untuk sidik jari penghadap dibubuhkan pada lembar terpisah dan dilekatkan pada minuta akta, bukan dibubuhkan langsung pada minuta akta tersebut, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih belum ada keseragaman antara satu Notaris dengan Notaris lainnya, karena aturan pelaksanaannya juga belum dibuat. 3. Otentisitas Akta dan Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Akta otentik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buku IV tentang Pembuktian, yang memuat hukum Pembuktian. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Dari ketentuan pasal tersebut bahwa akta yang dibuat oleh Notaris berkedudukan sebagai akta otentik apabila dibuat menurut bentuk dan tata cara yang ditentukan oleh Undang-Undang, dalam hal ini Undang-Undang Jabatan Notaris. Ada 3 unsur esensialia agar terpenuhinya suatu akta menjadi akta otentik : a. Didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang; b. Dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang; c. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di tempat dimana akta itu dibuat41. Karakteristik yuridis akta Notaris, yaitu : a. Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris; 41
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola,Surabaya , 2003, hlm. 148.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
b. Akta Notaris dibuat karena ada permintaan dari para pihak, dan bukan keinginan Notaris; c. Meskipun dalam akta Notaris tercantum nama Notaris, tapi dalam hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau penghadap yang tercantum namanya dalam akta; d. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapa pun terikat dengan akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain tercantum dalam akta tersebut; e. Pembatalan daya ikat akta Notaris hanya dapat dilakukan atas kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam akta. Jika ada yang tidak setuju, maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke pengadilan umum agar akta yang bersangkutan tidak mengikat lagi dengan alasan-alasan tertentu yang dapat dibuktikan.42 Ketentuan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa akta otentik dibuat dalam bentuk yang ditentukan undangundang. Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris juga adalah akta otentik karena dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh UndangUndang Jabatan Notaris, yang diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris. Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan tentang bentuk dan sifat akta sebagai berikut : (1) Setiap akta terdiri atas: a. awal akta atau kepala akta; b. badan akta; dan c. akhir atau penutup akta. (2) Awal akta atau kepala akta memuat: a. judul akta; b. nomor akta; c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. (3) Badan akta memuat:
42
Habib Adjie, op.cit., hlm. 135.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
a. anama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. (4) Akhir atau penutup akta memuat: a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada; c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya. (5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya Dilihat dari syarat-syarat tersebut di atas akta notaris merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan dan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak terpenuhi dan prosedur yang tidak terpenuhi tersebut dapat dibuktikan maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang dibawah tangan. Akta Notaris sebagai suatu akta otentik terbagi lagi menjadi 2 bentuk yaitu sebagai berikut: a. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten). Akta pejabat/akta relaas merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang/para commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
pihak yang namanya diterangkan didalam akta tersebut. Ciri khas dalam akta ini adalah tidak adanya komparisi dan Notaris bertanggung jawab penuh atas pembuatan akta.43 Dalam pembuatan akta pejabat/akta relaas tidak menjadi masalah apakah orang-orang yang hadir tersebut menolak untuk menandatangani akta itu, misalnya dalam pembuatan Akta Berita Acara Rapat Para Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas. Apabila orang-orang yang hadir dalam rapat telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka Notaris cukup menerangkan di dalam akta bahwa para pemegang saham
atau peserta rapat yang hadir telah
meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta tersebut dan akta tersebut tetap merupakan suatu akta otentik. b. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta partij Akta partij adalah akta yang dibuat dihadapan para pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas pada akta ini adalah adanya komparisi yang menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat akta.44 Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris, yaitu membuat akta secara umum, dengan batasan sepanjang : a. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undangundang; b. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentikmengenai semua perbuatan, perjanijan, dan ketetapan yang diharuskanoleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan; c. Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingansiapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan; 43 44
Habib Adjie, op.cit., hlm. 109. Habib Adjie, loc.cit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
d. Berwenang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengantempat kedudukan dan wilayah jabatan Notaris; e. Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini Notaris harus menjaminkepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam akta45. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian46. Berkaitan dengan hal tersebut maka nilai pembuktian akta otentik dapat dibagi menjadi 3, yakni kekuatan pembuktian secara lahiriah, secara formal, dan secara material. Berikut ini diuraikan secara satu persatu. a. Kekuatan Pembuktian Secara Lahiriah Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik47. Dengan kekuatan pembuktian lahiriah ini dimaksudkan kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini menurut Pasal 1875 Kitab UndangUndang Hukum Perdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat dibawah tangan, akta yang dibuat dibawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari orang, terhadap siapa akta itu dipergunakan. Apabila yang menandatangani mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu atau apabila itu dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan48. Pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan sebagai berikut :
45
Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Jabatan Publik, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 56. 46 ibid., hlm. 72. 47 ibid. 48 G.H.S. Lumban Tobing, op.cit., hlm. 48
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang -orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu. Sementara pada Pasal 1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan terlebih dahulu akta dibawah tangan, yang menyatakan sebagai berikut : Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum. Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan. Pegawai ini harus membuktikan tulisan tersebut. Dengan undang-undang dapat diadakan aturan -aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud. Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian lahiriah ini, yang merupakan pembuktian lengkap dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya, maka”akta partij” dan ”akta pejabat” dalam hal ini adalah sama. Sesuatu akta yang diluar kelihatannya sebagai akta otentik, berlaku sebagai akta otentik bagi setiap orang, tanda tangan dari pejabat yang bersangkutan (Notaris) diterima sebagai sah. Pembuktian sebaliknya, artinya bukti bahwa tanda
tangan
itu
tidak
sah,
hanya
dapat
diadakan
melalui
“valsheidsprocedure” menurut Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana hanya diperkenankan pembuktian dengan surat-surat (bescheiden), saksi-saksi (getuigen), persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Jadi dalam hal ini (yakni pembuktian sebaliknya terhadap kekuatan pembuktian lahiriah melalui “valsheidsprocedure” ), yang menjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
persoalan bukan isi dari akta itu ataupun wewenang dari pejabat itu, akan tetapi semata-mata mengenai tanda tangan dari pejabat itu. b. Kekuatan Pembuktian Secara Formal Pembuktian secara formal, digunakan untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, pukul (waktu) menghadap, dan para
pihak
yang
menghadap,
paraf
dan
tanda
tangan
para
pihak/penghadap, saksi, dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada akta pihak). Pada saat aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan aspek formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris. Selain itu juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata lain, pihak
yang
mempermasalahkan
akta
tersebut
harus
melakukan
pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun49. Siapapun boleh untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris. Pengingkaran atau penyangkalan tersebut dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan 49
Habib Adjie,.op.cit, hlm. 73.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
bahwa aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan. c. Kekuatan Pembuktian Material Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata demikian. Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/diantara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka50. Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek yang tidak benar, maka akta itu hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan51. 4. Teori Penerapan Hukum Setiap penelitian tidak akan pernah meninggalkan teori-teori yang mendukung atau relevan dengan topik tulisan yang bersangkutan. Teori ini 50 51
ibid, hlm. 74. ibid., hlm. 74
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
bermanfaat untuk memberikan dukungan analisis terhadap topik yang sedang dikaji. Disamping itu teori dapat memberikan bekal kepada kita apabila akan mengemukakan hipotesis dalm tulisannya.52 Pada dasarnya manusia senantiasa menginginkan ketertiban dan keteraturan, itulah sebabnya dikehendaki adanya peraturan-peraturan hukum
yang dapat dijadikan
patokan/pedoman dalam kehidupan bersama sehingga masing-masing anggota masyarakat akan tahu hak dan kewajibannya, tahu mana yang patut dilakukan serta tahu perbuatan-perbuatan mana yang harus ditinggalkan. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta ketertiban dan keteraturan itu53. Secara garis besar adanya ketertiban itu dipenuhi oleh adanya peraturan tata tertib, ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan tata tertib ini dalam kaidah atau norma yang tertuang posisinya di dalam masyarakat sebagai norma hukum. Dengan adanya tatanan norma tersebut, maka posisi yang paling ditekankan adalah norma hukum, meskipun norma lain tidak kalah penting perannya dalam kehidupan masyarakat. Norma lain yang juga penting ditegakkan dalam kehidupan masyarakat adalah norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Dalam studi ilmu hukum, kebanyakan orang terutama para sarjana hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pandangan Lawrence Marie Friedman. Menurut Friedman sistem hukum mencakup tiga komponen yakni struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. Sistem hukum bila ditinjau dari strukturnya, lebih mengarah pada lembaga-lembaga seperti eksekutif legislatif dan yudikatif, bagaimana lembaga tersebut menjalankan fungsinya. Komponen struktur adalah kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap 52
Mukti Fajar ND., Yulianto Achmad., Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2010,hlm. 144 53 Rusli Muhammad, Lembaga Pengadilan Indonesia Beserta Putusan Kontroversial. UII Press,Yogyakarta,2013, hlm. 17
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
penggarapan bahan hukum secara teratur54. Bila ditinjau dari substansinya, sistem hukum diarahkan pada pengertian mengenai ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia, yaitu peraturan-peraturan, norma-norma, dan pola perilaku masyarakat dalam sebuah sistem. Substansi juga diartikan produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu, meliputi keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Dilanjutkan bahwa substansi mencakup living law (hukum yang hidup) dan bukan hanya aturanaturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law books. Sedangkan bila ditinjau dari budayanya, lebih mengarah pada sikap masyarakat, kepercayaan masyarakat, nilai-nilai yang dianut masyarakat dan ide-ide atau pengharapan mereka terhadap hukum dan sistem hukum. Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan yang adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhan-kebutuhan manusia yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini apat dijawab dengan menggunakan pengetahuan rasional, yang merupakan sebuah pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional dan oleh sebab itu bersifat subjektif55. Hans Kelsen dalam teori hukum murni menjelaskan bahwa hukum adalah terdiri dari sistem norma dan mempunyai hirarki dimana norma yang lebih bawah harus mengacu pada norma yang lebih atas dan norma tertinggi disebut norma dasar (basic norm).56 Berkaitan dengan teori-teori tersebut, dalam penelitan ini penulis ingin meneliti suatu 54
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT.Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 30 55 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm. 34-35 56 Mukti Fajar ND., Yulianto Achmad,op.cit., hlm. 137
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
implementasi dari suatu norma yang telah dipositifkan menjadi suatu peraturan perundang-undangan, yakni tentang pelaksanaan pembubuhan sidik jari penghadap pada minuta akta sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris. Untuk
mengetahui
tentang
pelaksanaannya
maka
penulis
menggunakan teori Lawrence M. Friedman tentang sistem hukum. Sistem hukum adalah kesatuan dari peraturan-peraturan primer dan peraturanperaturan sekunder. Peraturan primer dapat dikatakan suatu norma untuk mengatur perilaku, sedangkan peraturan sekunder adalah norma mengenai bagaimana cara memberlakukan peraturan-peraturan primer tersebut.57 Dalam hal ini penulis ingin meneliti tentang pemberlakuan dari norma tentang pelekatan sidik jari penghadap sebagaimana diatur pada pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris.
57
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, terjemahan oleh M.Khozim, Nusamedia, Bandung, 2009, hlm. 16
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
B. Penelitian Yang Relevan Penelitian Hukum yang sejenis juga telah dilakukan oleh : Ringkasan Isi No. Penulis
Judul Yosrill A.
1.
Yosrill A., SH (2006)
Aspek Hukum Pembubuhan Cap Ibu Jari/ Cap Jempol Dalam Pembuatan Akta Otentik
Agustinus Danan
Pembubuhan cap ibu Kedudukan jari/cap jempol tidak pembubuhan cap pernah secara tegas jempol/cap ibu jari pada diatur dalam penelitian yang peraturan sebelumnya adalah perundang-undangan sama dengan namun dalam tandatangan pada prakteknya sering minuta akta. disamaartikan Pembubuhan cap jempol dikarenakan dengan penghadap tidak dapat penandatanganan. membubuhkan Dan dilihat dari akibat hukum yang tandatangannya pada ditimbulkan, maka minuta akta yang tindakan disebabkan oleh hal pembubuhan sidik tertentu yang harus jari dapat diartikan diterangkan Notaris sama dengan tanda pada akhir/penutup tangan, sehingga aktanya. Jadi dapat perlu dibuatkan dikatakan pembubuhan peraturan yang cap jempol mempunyai mengatur tentang hal kedudukan yang sama tersebut. dengan tandatangan. Sedangkan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pembubuhan atau pelekatan sidik jari penghadap untuk memenuhi kewajiban yang baru dari seorang Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Sekalipun penghadap sudah membubuhkan sidik jarinya jika tidak bisa tandatangan, kewajiban pelekatan sidik jari penghadap ini tetap harus dilaksankan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Adanya pelekatan sidik jari penghadap ini berfungsi sebagai perlindungan hukum bagi Notaris terhadap tindakan penyangkalan tandatangan yang dilakukan oleh penghadap itu sendiri dan juga berfungsi sebagai bukti tambahan bagi Notaris bahwa penghadap benar-benar berhadapan dengan Notaris untuk membuat suatu perjanjian. Ringkasan Isi No. Penulis 2.
I Made Mulya wan Subawa (2013)
Judul
Fungsi Notaris Dalam Menjamin Keabsahan Surat Kuasa Khusus Gugatan Pengadilan Yang Dibubuhi
I Made Mulyawan S.
Agustinus Danan
Pembubuhan cap Kedudukan jempol dalam pembubuhan cap jempol/cap ibu jari pada peraturan perundang-undangan penelitian yang yang ada tidak sebelumnya adalah pernah diatur secara sama dengan tegas namun dalam tandatangan pada prakteknya sering minuta akta. diartikan sama Pembubuhan cap dengan jempol dikarenakan penandatanganan. penghadap tidak dapat Apabila surat kuasa membubuhkan khusus untuk tandatangannya pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
bertindak di minuta akta yang disebabkan oleh hal pengadilan Jempol Sebagai tertentu yang harus berbentuk akta di diterangkan Notaris bawah tangan yang Pengganti pada akhir/penutup dibubuhi cap jempol, Tanda Tangan aktanya. Jadi dapat maka akta tersebut dikatakan pembubuhan harus dilegalisasi, cap jempol mempunyai Waarmerking yang kedudukan yang sama biasa dilakukan dengan tandatangan. dalam praktek Sedangkan yang dikaji peradilan terhadap dalam penelitian ini akta yang bercap adalah pembubuhan jempol bermakna atau pelekatan sidik jari sama dengan penghadap untuk registrasi yaitu memenuhi kewajiban memberi kepastian tanggal (date yang baru dari seorang certain) pendaftaran Notaris sebagaimana di Notaris, sehingga diatur dalam Pasal 16 kurang tepat jika ayat (1) huruf c diterapkan pada Undang-Undang penghadap yang buta Jabatan Notaris. huruf. Sedangkan Sekalipun penghadap legalisasi sudah membubuhkan memberikan sidik jarinya jika tidak kepastian tanda bisa tandatangan, tangan, tanggal, dan kewajiban pelekatan isi akta, serta sidik jari penghadap ini mendapatkan tetap harus dilaksankan penjelasan dari sesuai dengan ketentuan seorang notaris undang-undang. mengenai isi dan Adanya pelekatan sidik maksud dari surat jari penghadap ini kuasa khusus berfungsi sebagai tersebut dibuat. perlindungan hukum Dengan demikian bagi Notaris terhadap maka akta itu tindakan penyangkalan mempunyai tandatangan yang kekuatan dilakukan oleh pembuktian yang penghadap itu sendiri sempurna. Ketentuan dan juga berfungsi ini harus dipertegas sebagai bukti tambahan Dengan Cap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
dalam UUJN sebagai panduan bagi para notaris dalam menangani klien yang tidak mampu membubuhkan tanda tangannya karena mengalami buta huruf
bagi Notaris bahwa penghadap benar-benar berhadapan dengan Notaris untuk membuat suatu perjanjian.
Ringkasan Isi No. Penulis
Judul Ketut Mita A.
3.
Ketut Kekuatan Mita Hukum Cap Arishan ti Jempol Sebagai (2014) Tanda Tangan Dalam Akta Notaris
Agustinus Danan
Pengaturan hukum Kedudukan cap jempol sebagai pembubuhan cap suatu tanda tangan jempol/cap ibu jari pada dalam akta notaris penelitian yang sampai saat ini sebelumnya adalah belum tegas diatur sama dengan dalam Undangtandatangan pada Undang Nomor 30 minuta akta. Tahun 2004 (UUJN) Pembubuhan cap maupun dalam jempol dikarenakan Undang-Undang penghadap tidak dapat Nomor 2 Tahun membubuhkan 2014 tentang tandatangannya pada Perubahan atas minuta akta yang Undang-Undang disebabkan oleh hal Nomor 30 Tahun tertentu yang harus 2004 (UU Perubahan diterangkan Notaris Atas UUJN) pada akhir/penutup khususnya pada aktanya. Jadi dapat Pasal 44. Suatu dikatakan pembubuhan perjanjian yang cap jempol mempunyai dibuat dalam bentuk kedudukan yang sama akta notaris yang dengan tandatangan. menggunakan cap Sedangkan yang dikaji jempol sah menurut dalam penelitian ini hukum, sepanjang adalah pembubuhan telah dibuat dengan atau pelekatan sidik jari maemenuhi penghadap untuk ketentuan Pasal 1320 memenuhi kewajiban commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
KUH Perdata dan yang baru dari seorang akta notaris tersebut Notaris sebagaimana adalah sah sebagai diatur dalam Pasal 16 akta otentik apabila ayat (1) huruf c dalam proses Undang-Undang dibuatnya akta Jabatan Notaris. tersebut telah Sekalipun penghadap memenuhi ketentuan sudah membubuhkan Pasal 1868 KUH sidik jarinya jika tidak Perdata, dan bisa tandatangan, Undang-Undang kewajiban pelekatan Nomor 30 Tahun sidik jari penghadap ini 2004 tentang Jabatan tetap harus dilaksankan Notaris juncto sesuai dengan ketentuan Undang-Undang undang-undang. Nomor 2 Tahun Adanya pelekatan sidik 2014 tentang jari penghadap ini Perubahan atas berfungsi sebagai Undang-Undang perlindungan hukum Nomor 30 Tahun bagi Notaris terhadap 2004 tentang Jabatan tindakan penyangkalan Notaris. tandatangan yang dilakukan oleh penghadap itu sendiri dan juga berfungsi sebagai bukti tambahan bagi Notaris bahwa penghadap benar-benar berhadapan dengan Notaris untuk membuat suatu perjanjian. Gambar 1. Tabel Penelitian Yang Relevan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
C. Kerangka Berpikir Subjek Hukum Notaris
Akta Otentik Subjek Hukum Pasal 38 Bentuk dan sifat akta otentik
Tanda tangan/ Sidik Jari
Pasal 16 ayat (1) huruf c Kewajiban Melekatkan Sidik Jari Penghadap Pada Minuta Akta
Sistematika Pelekatan Sidik Jari
Perlindungan Hukum Terhadap Notaris
Teori Hukum : 1.Teori Hukum Murni (Hans Kelsen) 2.Teori Sistem Hukum (Lawrence M. Friedman)
Kekuatan sidik jari pada minuta akta notaris
Gambar 2. Kerangka Berpikir. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Keterangan : Dari bagan di atas, penulis ingin menyampaikan alur berpikir dalam melakukan penelitian ini. Berawal dari kehendak subjek hukum yang biasanya disebut para pihak yang hendak menuangkan kesepakatan-kesepakatannya ke dalam sebuah perjanjian dengan bentuk akta otentik. Dimana akta otentik tersebut dibuat dihadapan atau oleh Notaris. Kewenangan untuk membuat akta otentik ada pada seorang Notaris, sebagaimana dinyatakan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris bukan sebagai pihak dalam akta tersebut akan tetapi sebagai pejabat umum yang berwenang menuangkan kehendak para pihak kedalam suatu akta otentik. Sementara itu, untuk menuangkan kehendak para pihak tersebut kedalam suatu akta otentik, Notaris harus memperhatikan ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris. Pasal tersebut menjelaskan mengenai bentuk dan sifat akta sebagai syarat akta tersebut dapat dikategorikan sebagai akta otentik. Agar suatu akta otentik tersebut bernilai sah dan dapat dijadikan sebagai alat bukti maka perlu ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi, dan Notaris. Dalam hal para pihak tidak dapat membubuhkan tanda tangan maka dapat membubuhkan cap ibu jari sebagaimana diatur pada Pasal 44 UndangUndang Jabatan Notaris. Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut membawa perubahan terhadap kewajiban seorang notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris dijelaskan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya Notaris wajib melekatkan surat, dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta. Dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pada permasalahan pelekatan sidik jari sebagaimana yang diatur didalam Pasal 16 ayat (1) huruf c UndangUndang Jabatan Notaris. Karena hal tersebut merupakan aturan yang baru dan belum ada pedoman pengaturan pelaksanaan tentang pelekatan sidik jari tersebut. Semua Notaris harus melaksanakan ketentuan tersebut, oleh karena itu penulis ingin mengetahui bagaimana sistematika pelekatan sidik jari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
penghadap yang dilakukan oleh Notaris. Kemudian pengaruh dari sidik jari penghadap tersebut terhadap kekuatan pembuktian akta notaris. Apakah tanpa dilekatkannya sidik jari penghadap tersebut akta notaris dari akta otentik menjadi akta dibawah tangan. Dalam hal kewajiban tidak dilaksanakan maka akan ada sanksi yang akan dikenakan. Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris menjelaskan mengenai kewajiban dari seorang Notaris. Begitu pula dalam hal pelekatan sidik jari tersebut merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang Notaris. Tentunya akan ada sanksi bagi Notaris yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut.
commit to user