BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Marketing Menurut Kotler ( 2003, p. 10 ), marketing adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertemukan produk yang bernilai dengan pihak lain. Inti dari konsep marketing adalah kebutuhan, keinginan, dan permintaan; penawaran ( produk, jasa, dan pengalaman ) ; nilai dan kepuasan ; pertukaran ; transaksi, dan hubungan; dan pasar.
Menurut Joewono ( 2008 ), Marketing adalah sebuah proses yang mengawali terbentuknya barang dan jasa, yang diikuti dengan proses produksi, penetapan harga, promosi, dan distribusinya ke customer. Pada perusahaan besar, fungsi dasar marketing merupakan awal dari diproduksinya sebuah produk, yaitu meliputi riset pasar dan pengembangan produk, design, serta proses uji coba.
10
11
Needs, wants, and demands
Exchange, transactions, and relationship
Marketing Offers (product, services, and experiences)
Markets
Value and satisfaction
Gambar 2. 1 Konsep Inti Marketing Sumber : Kotler dan Armstrong, 2004, p. 6
2.2
Direct Selling Menurut Sotya ( 2007 ), Direct Selling / penjualan langsung adalah penjualan barang atau jasa tertentu kepada customer dengan cara tatap muka di luar lokasi eceran tetap oleh jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh mitra usaha dan bekerja berdasarkan komisi penjualan, bonus penjualan, dan iuran keanggotaan yang wajar. Direct selling terbagi menjadi, dua jenis, yaitu: 1. Single Level Marketing ( Pemasaran Satu Tingkat ), yang maksudnya adalah metode pemasaran barang atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana
12
mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang atau jasa yang dilakukannya sendiri. 2. Multi Level Marketing ( Pemasaran Multi Tingkat ), yang maksudnya adalah metode pemasaran barang atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran yang terbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang atau jasa yang dilakukannya sendiri dan dari anggota jaringan di dalam kelompoknya.
2.3
Multi Level Marketing Menurut MLM Leaders ( 2007, p. 20 ), Multi Level Marketing ( MLM ) adalah metode pendistribusian barang atau jasa dengan sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk jaringan. Dimana para distributornya akan mendapatkan pendapatan dari penjualan langsung yang dilakukan sendiri dan pendapatan dari total omzet jaringan atau kelompok dari organisasi yang telah dibangunnya. Menurut Odop ( 2007, p. 20 ), Multi Level Marketing atau yang sering disingkat MLM merupakan sebuah cara memasarkan produk dari produsen ke customer melalui agen atau distributor tunggal mandiri. Agen atau distributor mandiri ini mendapatkan kompensasi bonus yang diberikan oleh perusahaan atas jasanya menjual dan memperkenalkan produk.
13
Sedangkan menurut Poe ( 2000, p. 3 ), pemasaran sistem jaringan ( MLM ) adalah suatu sistem yang memungkinkan para wiraniaga bekerja dari rumah, merekrut wiraniaga lain, dan memperoleh komisi dari hasil penjualan yang dilakukan wiraniaga yang telah direkrutnya ( dan juga dari wiraniaga yang kemudian direkrut oleh wiraniaga yang baru direkrut tadi dan seterusnya).
2.3.1 Sejarah MLM Menurut Nayasi ( 2008 ), Multi Level Marketing ( MLM ) ditemukan oleh dua orang profesor pemasaran dari Chicago pada tahun 1940-an. Produk pertama yang dijual adalah vitamin dan makanan tambahan Nutrilite. Saat itu Nutrilite Products Inc merupakan salah satu perusahaan di Amerika yang dikenal telah menggunakan metode penjualan secara bertingkat. Dengan modal awal yang relatif tidak besar, seorang tenaga penjual bisa mendapatkan penghasilan melalui dua cara. Pertama, keuntungan diperoleh dari setiap program makanan tambahan yang berhasil dijual ke konsumen. Kedua, dalam bentuk potongan harga dari jumlah produk yang berhasil dijual oleh distributor yang direkrut dan dilatih oleh seorang tenaga penjual dari perusahaan. Rancangan penjualan perusahaan itu menarik perhatian Rich De Vos dan Jay Van Andel pemuda dari Michigan ini kemudian memutuskan bergabung sebagai tenaga penjual. Hasilnya, dalam kurun waktu sembilan tahun mereka tidak hanya menikmati keuntungan dari menjual produk
14
Nutrilite, tapi yang paling melekat dalam benak mereka adalah kehebatan konsep penjualannya. Suatu konsep yang merupakan dasar dari terbentuknya Amway Corporation di kemudian hari. Pada pertengahan tahun 1950, organisasi dalam perusahaan Nutrilite mengalami guncangan. Momentum ini merupakan awal berdirinya Amway pada tahun 1959. Amway didirikan oleh Rich De Vos dan Jay Van Andel, berdasarkan suatu keyakinan, bahwa kesuksesan memasarkan suatu produk adalah menjualnya secara langsung kepada pelanggan. Berdasarkan pengalaman berharga yang diperoleh dari Nutrilite, mereka memulai usaha yang sederhana dengan menempati sebuah gudang di kota Michigan dengan produk awal LOC ( Liquid Organic Cleaner ), suatu cairan pembersih biodegradable yang aman untuk lingkungan. Usaha ini kemudian berkembang menjadi Amway Corporation, sebuah perusahaan yang berskala internasional di 80 negara dan teritori. MLM sendiri mulai tumbuh di luar Amerika Serikat pada tahun 1960an. Dan dalam waktu singkat, berkembang pesat sebagai bagian yang terpenting dari industri penjualan langsung. Selama puluhan tahun MLM terbukti merupakan cara yang sangat sukses memberikan penghasilan yang layak kepada pelanggan secara langsung. Kesuksesan ini terlihat nyata ketika pada tahun 1972 Amway membeli Nutrilite Inc yang memproduksi vitamin dan makanan tambahan bermutu. Seperti halnya semua bentuk penjualan langsung, metode ini membawa manfaat yang luar biasa bagi pasar dengan memberikan kesempatan kepada ribuan orang yang mungkin terabaikan atau
15
tidak terserap di pasar tenaga kerja. MLM merupakan yang cukup sederhana dan tidak mahal bagi siapa saja yang ingin belajar tentang dasar bisnis dan manajemen penjualan.
2.3.2 Evolusi MLM Pemasaran sistem jaringan telah berlangsung melalui perubahanperubahan yang besar dalam sejarahnya sepanjang lima puluh tahun. Menurut Poe ( 2000, p. 16 ), evolusi MLM terbagi menjadi empat tahap, yaitu: 1. Gelombang 1 ( 1945 – 1979 ) – Tahap bawah tanah Gelombang 1 merupakan tahap industri Wild West, ketika skema piramida berkembang pesat bersama perusahaan-perusahaan yang resmi dan pihak pemerintah yang menetapkan tata niaga sesuai dengan perkembangannya. 2. Gelombang 2 ( 1980 – 1989 ) – Tahap pembiakan Gelombang 2 dimulai ketika teknologi PC membuka peluang untuk menjalankan sebuah perusahaan pemasaran sistem jaringan melalui komputer dan jumlah pemula di bidang MLM mulai meroket. 3. Gelombang 3 ( 1990 – 1999 ) – Tahap pasar massal Teknologi baru seperti fasilitas fax-on-demand, pemancar satelit, rekaman video, panggilan telepon tiga jalur, program kirim dan antar, nomor telepon 0800 bebas pulsa, yang mulai membantu
16
otomatisasi
bisnis
sehingga
mempermudah
para
pemimpin
pemasaran sistem jaringan menuju sukses. 4. Gelombang 4 ( 2000 dan selanjutnya ) – Tahap universal Gelombang
4
melanjutkan
proses
otomatisasi
dan
juga
memperkenalkan rencana kompensasi yang lebih mudah, yang membuat bisnis semakin mudah diakses oleh para pelaku bisnis sistem jaringan maupun yang bekerja secara paruh waktu.
2.3.3 Karakteristik Bisnis MLM Menurut MLM Leaders ( 2007, p. 4 ), beberapa karakteristik dari bisnis MLM : 1. Modal Rendah Modal yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis MLM tidaklah tinggi, hanya berkisar pada puluhan ribu rupiah. Rendahnya modal awal ini disebabkan karena : a. Sebagai distributor / agen, perusahaan MLM tidak harus menyediakan tempat seperti ketika membuka toko atau kantor, untuk jenis usaha lainnya. Seseorang bisa menggunakan rumah sebagai tempat usaha. Bahkan, ada perusahaan MLM yang menyediakan tempat / kantor sebagai pusat kegiatan para agen / distributornya. b. Sebagai distributor / agen tidak perlu memiliki persediaan / stok barang yang banyak cukup hanya sebagai contoh produk saja.
17
Kalaupun ingin memiliki persediaan produk, persediaan itu hanya bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan transaksi. Ketika terjadi transaksi di rumah konsumen atau prospek, tidak perlu membuang waktu untuk perjalanan pulang pergi dari rumah konsumen ke kantor perwakilan perusahaan hanya untuk membeli satu atau dua produk. Persediaan atau stok barang yang besar dilakukan oleh pihak perusahaan, ataupun pihak yang telah ditunjuk oleh perusahaan sebagai perwakilan di wilayah tersebut. Hal inilah yang membuat distributor / agen sebuah perusahaan MLM tidak membutuhkan modal yang besar. c. Sebagai distributor / agen tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menggaji
manajemen.
Perusahaan
MLM
biasanya
telah
menyiapkan manajemen untuk menangani bidang administrasi serta seluruh kegiatan operasional lainnya. Dengan demikian, para distributor / agen cukup hanya memfokuskan diri pada bidang pemasaran dan pembentukan jaringan rekan kerja ( networking ). Selain itu, modal awal yang dikeluarkan sebenarnya hanya digunakan untuk mengganti biaya cetak dari:
Lembaran brosur yang mengulas tentang profil perusahaan
Lembaran brosur yang berisi keterangan mengenai produk produk yang dimiliki perusahaan.
18
Lembaran informasi yang berisi rencana bisnis perusahaan. Informasi yang diberikan meliputi jumlah pendapatan yang bisa diterima, cara memperoleh pendapatan yang lebih besar lagi, serta langkah-langkah, atau persyaratan yang harus dipenuhi baik dalam volume penjualan maupun banyaknya jumlah rekan kerja yang berhasil dibentuk.
2. Pengarahan dan Bimbingan Bisnis MLM menjadi sebuah bisnis dambaan. Setiap orang yang ingin memiliki sebuah bisnis pasti menginginkan adanya bimbingan dari seseorang yang lebih memiliki pengalaman dalam bisnis, atau usaha tersebut. Dalam bisnis MLM, setiap orang akan mendapatkan bimbingan yang berasal dari upline dan support system. Tidak adanya pengarahan dan bimbingan akan mempersulit, bahkan menghambat seseorang dalam membangun sebuah bisnis. 3. Resiko kecil Bisnis MLM memiliki resiko yang sangat kecil, bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada. Kecilnya resiko dalam bisnis ini disebabkan oleh : a. Modal usaha yang kecil. Ketika terjadi sesuatu yang sangat buruk, dan seseorang harus berhenti menjalankan bisnis ini, orang itu tidak akan kehilangan modal atau uang dalam jumlah besar. Bandingkan dengan kerugian yang dialami
19
ketika seseorang berhenti menjalankan bisnis lain yang dibuka dan dijalankan sendiri. b. Sistem transaksi cash and carry. Semua pembayaran dilakukan secara tunai oleh setiap rekan kerja. Hal ini membuat seseorang yang menjalankan bisnis ini tidak memiliki piutang tak tertagih, seperti yang biasanya ada pada bidang bisnis lainnya. c. Tanggung jawab terpisah. Masing-masing orang memiliki tanggung jawab dan kewajiban sendiri-sendiri. 4. Pendapatan tidak terbatas / besar Bisnis jaringan adalah sebuah bisnis yang memiliki potensi pendapatan yang sangat besar, bahkan bisa dikatakan tidak terbatas. Hal ini disebabkan karena dalam jaringan bisnis seseorang tidak ada pembatasan jumlah rekan kerja yang boleh dimiliki. 5. Perluasan wilayah / ekspansi usaha Ekspansi usaha adalah salah satu cara untuk memperbesar pendapatan dan juga memperkecil resiko kehilangan pendapatan. Perluasan wilayah menjadi satu hal yang penting untuk dilakukan karena kita tidak pernah tahu kapan akan terjadi sesuatu pada salah satu wilayah usaha kita. Hal-hal yang bisa terjadi pada sebuah wilayah: a. Bencana alam b. Kerusuhan
20
c. Keadaan ekonomi yang memburuk d. Perubahan kebijakan e. Kestabilan keamanan dan politik satu wilayah yang bisa berubah sewaktu-waktu Kemudahan dalam melakukan perluasan wilayah bisnis MLM disebabkan oleh: 1. Kegiatan bisnis MLM tidak membutuhkan tempat, atau outlet khusus. Kegiatan dari bisnis ini bisa dilakukan dimana saja, bahkan di rumah sekalipun. 2. Perluasan wilayah bisnis tidak membutuhkan persediaan barang yang terlalu banyak. 3. Perluasan wilayah bisnis tidak membutuhkan pengurusan ijin untuk menjalankan usaha. 4. Distributor
MLM
tidak
membutuhkan
karyawan
untuk
menjalankan usahanya. 5. Rekan kerja yang dibutuhkan pada suatu wilayah baru bisa dibentuk dari siapapun, bahkan orang yang baru dikenal di wilayah tersebut.
21
2.3.4 Alasan Pendistribusian Secara MLM Menurut Prana ( 2007 ), ada beberapa alasan mengapa perusahaan memilih MLM untuk mendistribusikan produknya, diantaranya : 1. Biaya overhead distribusi yang rendah Typical distribusi melalui retail melibatkan serangkaian regional, negara, kota, dan retailer lokal untuk mendistribusikan barang barang. Masing - masing perlu mendapatkan keuntungan dan melakukan mark up harga dari barang. Jalur distribusi non MLM : Manufacturer -> transporter -> wholesaler -> retailer -> advertisers -> customers Jalur distribusi MLM : Manufacturer -> representative -> customer 2. Tim sales dan marketing yang termotivasi Ada banyak sekali produk yang membanjiri pasaran. Dibutuhkan dana marketing yang besar untuk bisa memperoleh tempat di customer. Dengan menggunakan konsep MLM, maka peranan marketing dilakukan oleh customer. Selain itu banyak produk yang membutuhkan penjelasan yang rinci dibandingkan dengan yang dapat dilakukan pada iklan TV selama 30 detik.
22
2.3.5 Sistem Konsep Kerja MLM Menurut Priyadi ( 2006 ), Kunci dari sistem konsep MLM adalah kelompok distributor. Pada MLM yang baik, kelompok distributor ini secara keseluruhan tidak merugi. Materi yang masuk ke kelompok distributor ini haruslah lebih besar daripada materi yang keluar meninggalkan kelompok ini. Untuk mengetahuinya harus memilah - milah jenis - jenis transaksi dari sudut pandang kelompok distributor. 1. Produsen mengirim produk ke distributor a. Produk untuk dikonsumsi distributor sendiri b. Produk untuk dikonsumsi konsumen di luar distributor 2. Distributor mengirim produk ke konsumen 3. Konsumen membayar harga produk ke distributor 4. Distributor membayar harga produk ke produsen. a. Harga produk untuk dikonsumsi distributor sendiri b. Harga produk untuk dikonsumsi konsumen di luar distributor 5. Sumber daya yang harus dikeluarkan distributor sebagai konsekuensi menjalankan tugas sebagai distributor 6. Perpindahan dana akibat proses perekrutan a. Dana yang diterima oleh distributor sebagai konsekuensi memiliki downline b. Dana yang disetor oleh distributor sebagai konsekuensi memiliki upline.
23
Poin 1b dan poin 2 saling mengeliminasi. Poin 3 lebih besar daripada poin 4b, selisihnya adalah profit bagi distributor secara keseluruhan. Poin 1a dan 4a dapat disatukan sebagai transaksi jual beli antara produsen dan distributor, produsen mendapatkan uang harga produk dari distributor, sedangkan distributor tidak mendapatkan profit, tetapi mendapatkan manfaat dari produk. Poin 6a dan 6b saling mengeliminasi. Setelah mengeliminasi faktor-faktor yang saling berlawanan, hasilnya adalah seperti di bawah ini : 1. Transaksi jual beli antara produsen dan distributor ( Poin 1a dan 4a). Produk dipakai oleh distributor sendiri. 2. Konsumen
mengirim
dana
sebagai
keuntungan
kotor
ke
distributor, jika distributor menjual produk ke konsumen di luar distributor ( Poin 3 dan 4b ) 3. Sumber daya yang harus dikeluarkan distributor sebagai konsekuensi menjalankan tugas sebagai distributor. Transaksi di atas sudah melalui proses generalisasi. Bisa saja seorang distributor menerima bonus dari produsen, dari upline-nya, dari upline uplinenya. Tetapi pada dasarnya uang yang diterima berasal dari keuntungan hasil penjualan produk ke kelompok masyarakat nondistributor. Sedangkan bonus yang diterima akibat merekrut seorang distributor akan saling menghilangkan dengan dana yang disetorkan oleh distributor baru tersebut. Dengan demikian, satu-satunya sumber keuntungan yang didapatkan oleh kelompok distributor secara kolektif adalah jika mereka menjual produk
24
ke masyarakat yang tidak bergabung dalam kelompok distributor. Pendapatan kelompok distributor secara keseluruhan menjadi positif seandainya poin 2 > poin 3.
2.3.6 Tipe-Tipe Distributor MLM Menurut Odop ( 2007, p. 75 ), tipe-tipe distributor MLM dibagi menjadi lima, yaitu : 1. Pedagang Multi Level Orang-orang ini memiliki pengalaman yang sarat tentang pahit manisnya berbisnis jaringan, namun kiprah mereka penuh dengan intrik dan trik jitu dalam membangun bisnis. Di tangan mereka, sebuah organisasi jaringan bisa berkembang pesat, bisa juga mati dalam waktu yang singkat. Pedagang multi level tidak pernah mau tahu apa akibat dari intrik bisnis yang mereka lakukan terhadap distributor lini bawah. Masalah apakah member lini bawah menjerit karena kerugian investasi, para pedagang MLM tidak akan ambil pusing. Tingkat keahlian pedagang MLM di atas rata-rata, namun mereka tidak memiliki kredibilitas sebagai seorang pebisnis jaringan sejati yang mengutamakan pelayanan kepada anggota lini bawah. Para pelaku jenis ini adalah yang paling berbahaya bagi masa depan member jaringan MLM. Kebanyakan para pedagang ini ditunjang oleh perusahaan-perusahaan MLM yang tidak bonafit. Akibatnya, banyak MLM baru hanya menjadi MLM musiman.
25
2. Pemain Multi Level Pemain MLM bukan menjadi pemimpin sejati dalam bisnis, tetapi mereka akan mencari kesempatan yang lebih menguntungkan dengan berpindah ke perusahaan baru. Yang tidak baiknya terkadang mereka menghancurkan perusahaan sebelumnya dengan pemberitaan yang buruk demi memindahkan organisasi lini bawahnya untuk ikut berkiprah di perusahaan di mana sekarang bernaung. 3. Pemimpin Multi Level Kelompok ini terdiri dari orang-orang distributor inti yang bekerja dengan dedikasi dan etos profesionalisme luar biasa. Mereka memiliki jiwa kepemimpinan hebat, kemauan yang kuat, serta berorientasi jangka panjang. Para pemimpin MLM ini adalah orangorang yang memiliki integritas tinggi, mau melayani member-nya. Sukses sejati bagi mereka adalah sukses dari semua kesuksesan yang ditawarkan bisnis MLM, pure success yang terdiri dari finansial, spiritual, dan waktu. Tidak peduli sesulit apapun badai yang menimpa bisnis, mereka tetap berjalan terus memperbaiki lagi membangun titik distribusi yang lebih kuat, membangun fondasi bisnis dari para leader-leader lini bawah yang bisa diandalkan. Mereka adalah orang yang telah terbukti mampu menjadi inspirator bagi seluruh member-nya.
26
4. Pengguna Produk Orang-orang ini tidak tertarik menjalankan bisnis dengan serius. Ketika mereka mau, mereka akan jalan sesuai iramanya. Bagi mereka yang penting manfaat dan kegunaan produk, bukan potensi bisnis dan pendidikan sumber daya manusia. Setengah dari para member perusahaan MLM adalah orang-orang dengan tipikal bisnis model ini. Tipe pengguna produk adalah orang-orang baik hati yang lebih suka berjualan karena memanfaatkan kegunaan produk yang mereka nilai sangat berguna bagi orang lain. 5. Masuk Langsung Mati Kelompok yang telah bergabung, besoknya mengundurkan diri, alias “Masuk Langsung Mati”. Orang-orang ini bergabung sebentar, menginvestasikan modalnya dan mendapatkan produk, tanpa melihat manfaat dan keunggulan produk tanpa melihat kemungkinan peluang, tanpa ingin mengembangkan diri di bisnis MLM dan besoknya mengundurkan diri. Mereka tidak sempat berkarya, tidak sempat melakukan apa-apa.
2.3.7 Istilah dalam Dunia MLM Berikut ini isitilah-istilah yang sering digunakan dalam bisnis Multi Level Marketing:
27
A. Upline Menurut MLM Leaders ( 2007, p. 7 ), Upline, yaitu rekan kerja yang telah mengajak seseorang untuk menekuni usaha MLM. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki, mereka dapat mengarahkan, membimbing, serta mendampingi seseorang saat menjalankan bisnis ini. B. Downline Menurut MLM Leaders ( 2007, p. 196 ), Downline adalah semua jaringan di bawah upline. Ini termasuk orang yang upline sponsori sendiri dan orang yang disponsori. C. Crossline / Sideline Menurut Supiansyah ( 2007 ), Crossline atau sideline adalah apabila antara mitra yang satu dengan mitra yang lain tidak berada dalam satu garis jaringan ( network family ) atau dengan kata lain berada di luar jaringannya. D. Support System Menurut MLM Leaders ( 2007, p. 7 ), Support system adalah sebuah organisasi yang menyediakan berbagai sistem pendidikan untuk distributor dalam sebuah MLM. Biasanya perusahaan MLM hanya menyediakan produk atau jasa yang akan dipasarkan dan juga bonus yang akan dibayarkan
kepada distributor. Support system yang
menyediakan pendidikan dan alat penunjang yang memudahkan distributor dalam menjalankan bisnis MLM-nya.
28
2.4
Sistem Konsep Piramida Menurut MLM Leaders ( 2007, p. 201 ), Sistem konsep piramida adalah suatu sistem yang menawarkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan sedikit usaha. Sistem semacam ini sudah ada di Taiwan, AS, Malaysia dan di negara-negara lain, tetapi karena banyaknya pengaduan dari para distributornya maka saat ini sistem ini diawasi secara ketat oleh pemerintah karena dianggap merugikan dan meresahkan masyarakat luas. Dan saat ini sudah banyak perusahaan yang menggunakan sistem konsep piramida ini tutup. Dengan sistem konsep piramida, keuntungan dari seorang anggota biasanya murni diperoleh dari hasil merekrut anggota lain. Jika anggota tidak melakukan perekrutan, maka dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mendapat keuntungan. Kebanyakan bisnis MLM dengan sistem konsep piramida tidak menjual produk, tetapi ada beberapa yang menggunakan produk hanya sebagai kedok saja. Anggota yang berada pada tingkat bawah atau dekat dengan tingkat paling bawah sudah dapat dipastikan akan merugi.
2.5
Perbedaan Sistem Konsep Piramida dengan MLM Multi Level Marketing ( MLM ) memiliki struktur mirip dengan sistem konsep piramida dimana seseorang anggota berusaha merekrut orang lain untuk menjadi anggota. Perbedaannya, pada MLM ada produk yang diperjualbelikan. Keuntungan didapatkan jika seseorang anggota atau
29
downline-nya melakukan penjualan produk. Artinya, walaupun anggota berada pada tingkat paling bawah, potensi untuk mendapatkan keuntungan masih terbuka. Priyadi ( 2006 ). Menurut Pranadjaja ( 2005 ), Perbedaan sistem konsep piramida dengan sistem konsep MLM yang murni : 1. Bisnis MLM yang benar mempunyai produk yang akan dibeli customer bahkan oleh mereka yang memilih tidak bergabung ke perusahaan MLM tersebut. 2. Sistem konsep piramida biasanya memberlakukan biaya registrasi yang tinggi untuk menjadi sumber bonus utama bagi upline. MLM yang legal hanya mempunyai biaya registrasi yang rendah untuk starter kit, manual. 3. Sistem konsep piramida memberikan janji - janji penghasilan yang tidak masuk akal. MLM yang benar akan menyatakan bahwa seseorang membangun penghasilan berdasarkan kerja keras dan dedikasi. 4. Jika perusahaan mempunyai produk dan jasa yang bagus dan bonus berasal dari pembelian produk dan jasa tersebut ( baik itu dari pembelian berulang atau penjualan ke customer baru ), maka sistem tersebut bukan menggunakan sistem konsep piramida
30
2.6
Sikap dan Perilaku Customer
2.6.1 Sikap Sikap merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan seorang customer dalam membeli suatu produk. Oleh karena itu, informasi mengenai bagaimana terbentuknya sikap itu dan bagaimana dapat mengubahnya supaya customer bersikap positif terhadap produknya dan kemudian memutuskan untuk membeli merupakan informasi yang sangat penting bagi seorang pemasar. Menurut Hair et al. ( 2006, p. 391 ), sikap adalah suatu reaksi konstan yang dimiliki seseorang, baik reaksi positif maupun negatif terhadap suatu objek, ide, atau informasi tertentu. Untuk dapat mengetahui sikap seorang customer, maka seseorang harus memahami terlebih dahulu komponen yang membentuk sikap, diantaranya : 1. Cognitive Component Cognitive
Component
merupakan
bagian
dari
sikap
yang
mengambarkan kepercayaan, persepsi, dan pengetahuan yang dimiliki seseorang terhadap objek tertentu. Misalnya Adi yakin bahwa vitamin C dapat mencegah sariawan. 2. Affective Component Affective
Component
merupakan
bagian
dari
sikap
yang
menggambarkan perasaan emosional suatu subjek terhadap objek. Misalnya Adi suka terhadap vitamin C.
31
3. Conative Component Conative Component sering kali mengacu pada behavioral component. Komponen ini merupakan kecenderungan yang timbul dalam diri seseorang untuk merespon terhadap suatu objek.
Ketiga komponen tersebut berada dalam suatu hubungan yang konsisten. Sebelum suka atau tidak suka ( affective ) terhadap suatu objek, tentu seseorang harus tahu dan yakin lebih dahulu ( cognitif ). Seseorang membeli suatu produk ( conative ), tentu karena suka ( afektif ), kecuali dalam keadaan terpaksa. Pada teori paling baru menganggap bahwa sikap memiliki sifat
multidimensi,
bukan
unidimensi.
Pendekatannya
juga
bersifat
multiatribut. Artinya sikap terhadap suatu objek sikap didasarkan pada penilaian seseorang terhadap atribut-atribut yang berkaitan dengan objek sikap tersebut. Penilaian yang dimaksud menyangkut dua hal, yaitu keyakinan ( belief ) bahwa suatu objek memiliki atribut tertentu. Sedangkan penilaian kedua menyangkut evaluasi terhadap atribut tersebut. Pendekatan ini dipakai pada model Fishbein. ( Simamora, 2004, p. 155 ). Proposisi kunci dalam teori Fishbein adalah bahwa evaluasi terhadap kepercayaan utama menghasilkan sikap keseluruhan. Secara sederhana, seseorang cenderung menyukai objek yang dikaitkan dengan ciri ”baik” dan tidak menyukai objek yang mereka percaya memiliki ciri ”buruk”. Model sikap multiatribut ini menerangkan proses integrasi yang mengkombinasikan pengetahuan produk ( evaluasi dan kekuatan kepercayaan
32
utama ) untuk membentuk evaluasi atau sikap yang menyeluruh. Akan tetapi model
Fishbein
tidak
menyatakan
bahwa
konsumen
sebenarnya
menjumlahkan hasil dari kekuatan kepercayaan dan evaluasi ketika membentuk sikap terhadap objek. Model Fishbein mencoba memperkirakan sikap yang dihasilkan oleh proses integrasi dan tidak ditujukan untuk menjelaskan operasi kognitif sebenarnya yang mengintegrasikan pengetahuan. Model sikap multiatribut adalah alat yang sangat berguna untuk mempelajari proses pembentukan sikap dan memperkirakan sikap. Dua elemen utama model multiatribut Fishbein adalah kekuatan dan evaluasi dari kepercayaan utama. Kekuatan kepercayaan adalah kemungkinan yang diyakini dari hubungan antara suatu objek dan ciri-ciri-nya yang relevan. Kekuatan kepercayaan konsumen biasanya dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dengan suatu objek. Kepercayaan akan ciri atau konsekuensi produk cenderung lebih kuat ketika didasarkan pada pengalaman nyata penggunaan suatu produk. Dalam menggunakan model ini, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan atribut objek sikap. Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah perusahaan MLM secara umum. Dari objek penelitian tersebut kemudian harus ditentukan atribut objek secara umum. Untuk menentukan atribut ini digunakan Group Interview. Langkah selanjutnya adalah menganalisis dimensi evaluatif yang berhubungan dengan setiap atribut ( ei ).
33
Untuk mengintepretasikan hasil perhitungan dari rumus di atas, dapat dilakukan dengan menggunakan skala interval, yang rumusnya adalah ( Simamora, 2004, p. 202 ) : Skala Interval = {a ( m – n ) } / b dimana : a = Jumlah atribut m = Skor tertinggi yang mungkin terjadi n = Skor terendah yang mungkin terjadi b = Jumlah skala penilaian yang ingin dibentuk Dengan rumus tersebut, maka pertama kali harus ditentukan terlebih dahulu jumlah skala yang akan digunakan dalam interpretasi. Berikut ini skala yang biasa digunakan : Table 2.1 Jumlah Skala Sumber : Simamora ( 2004, p. 203 ) Jumlah Skala
Kategori
Dua
Positif, negatif
Tiga
Positif, netral, negatif
Empat
Sangat positif, positif, negatif, sangat negatif
Lima
Sangat positif, positif, netral, negatif, negatif, sangat negatif
34
Gambar 2.2 Tiga Komponen Sikap Sumber : Hair et al. ( 2006, p. 416 )
2.6.1.1
Karakteristik Sikap Menurut Simamora ( 2004, p. 156 ), sikap memiliki beberapa
karakteristik penting, yaitu objek, arah, tingkat dan intensitas, resistansi, persistansi, keyakinan, serta kepemilikan struktur dan sifat. a. Objek Sikap memang harus memiliki objek. Mengungkapkan perasaan juga perlu objek. Objek sikap bisa abstrak bisa pula nyata. Yang abstrak, misalnya adalah ide. Objek sikap bisa juga individual atau sekumpulan.
35
b. Arah Dimensi ini berkaitan dengan kecenderungan sikap, apakah positif, netral ataukah negatif. c. Ekstremitas Dimensi ini merupakan intensitas ke arah positif atau negatif. Dimensi ini didasari oleh asumsi bahwa perasaan suka atau tidak suka memiliki tingkatan - tingkatan. d. Resistensi Resistensi merupakan tingkat kekuatan sikap untuk tidak berubah. Sikap memiliki perbedaan konsistensi. Ada yang mudah berubah ( tidak konsisten ) ada yang sulit berubah ( konsisten ). e. Persistensi Dimensi ini berkaitan dengan perubahan sikap secara gradual yang disebabkan oleh waktu. f. Keyakinan Tingkat keyakinan ( confidence ) berkaitan dengan seberapa yakin seseorang akan kebenaran sikapnya. Dimensi ini dekat hubungannya dengan perilaku. Suatu sikap yang diikuti oleh keyakinan tinggi, selain lebih sulit berubah, juga besar kemungkinannya diwujudkan dalam perilaku. Misalnya seseorang yang menderita kanker karena merokok. Setelah sembuh, sikap negatifnya terhadap kebiasaan merokok semakin kuat. Dia yakin betul dengan sikapnya karena sudah mengalami sendiri dampak negaitif dari kebiasaan merokok.
36
Dalam perilakunya, kemungkinan besar dia tidak akan membeli rokok lagi.
2.6.1.2
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Menurut Simamora ( 2004, p. 185 ), pembentukan sikap dipengaruhi
secara berarti oleh pengalaman pribadi, pengaruh keluarga atau kawan, pemasaran langsung ( direct marketing ) dan media massa.
Pengalaman Pembentukan sikap terutama dipengaruhi oleh pengalaman konsumen terhadap produk. Persoalan yang dihadapi oleh banyak
produk
adalah
bagaimana
agar
konsumen
mau
mencobanya. Sebagus apapun produk jika tidak pernah dicoba, konsumen sulit untuk membentuk sikap terhadap produk tersebut Karena itulah banyak perusahaan yang membagi - bagikan sampel. Sikap terhadap produk tidak hanya berkenaan dengan produk itu sendiri, akan tetapi juga faktor lainnya yang berinteraksi dengan konsumen dalam proses memperoleh ( membeli ) produk, seperti pramuniaga, toko, lingkungan sekitar, dll. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mengevaluasi kontak langsung dengan produk dan aspek lain yang terkait, yaitu :
37
Kebutuhan Sikap setiap orang berbeda sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing.
Persepsi selektif Setiap orang mengintepretasikan realitas yang dihadapi berdasarkan persepsi masing-masing. Dengan persepsi yang berbeda, tentu sikap juga berbeda.
Kepribadian Ini adalah faktor lain yang berkenaan dengan bagaimana orang-orang mengolah pengalaman langsung mereka dengan objek. Seberapa agresif atau pasif, introvert dan ekstrovert
seseorang
mempengaruhi
sikap
yang
terbentuk.
Pengaruh Keluarga dan Kawan Keluarga adalah faktor penting dalam pembentukan kepribadian dan selanjutnya pembentukan sikap seseorang. Dalam keluarga itulah, seseorang membentuk nilai-nilai dasar dan keyakinannya. Selain keluarga, hubungan dengan teman dan orang-orang lain di sekitarnya, berpengaruh
terutama dalam
orang-orang pembentukan
yang
dikagumi
kepribadian
dan
juga sikap
seseorang. Karenanya pemasar sering kali memilih orang yang terkenal atau yang dikagumi segmen sasarannya untuk mengubah sikap atau meyakinkan mereka agar tetap bersikap
38
positif terhadap produknya. Penggunaan selebriti yang terkenal ataupun tokoh yang meyakinkan dimaksudkan untuk mengubah sikap ini.
Direct Marketing Pemasaran
langsung
adalah
metode
promosi
yang
mengkombinasikan semua metode promosi dan diarahkan langsung kepada pelanggannya. Para pelanggannya adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan khas dan jumlahnya sedikit ( niche market ). Para pemasar menyesuaikan produk dengan kebutuhan pelanggan yang unik, maka pelanggan membentuk sikap favorable terhadap produk.
Media Massa Media massa merupakan sumber informasi utama pada saat ini. Setiap hari media massa memaparkan ide, produk, opini dan iklan. Banyak orang membentuk sikap hanya berdasarkan informasi yang diperoleh melalui media massa saat ini.
39
Gambar 2.3 Sistem Pembentukan Sikap Sumber : Simamora, 2004, p. 187
Semua uraian tentang pembentukan dan perubahan sikap tersebut dilandaskan pada pandangan bahwa customer membentuk sikapnya dahulu baru kemudian diikuti dengan tindakan atau perilaku. Namun ada juga pandangan lain yang mendahulukan perilaku ketimbang sikap. Pandangan seperti ini tampak dalam teori berikut : 1. Cognitive Dissonance Theory Menurut teori ini ketidaknyamanan atau dissonance terjadi apabila seorang customer memperoleh informasi baru yang bertentangan dengan apa yang diyakini atau sikapnya yang terdahulu. Cognitive dissonance sering terjadi sesudah pembelian dilakukan. Hal itu berarti bahwa perilaku ( membeli ) telah mendahului sikap ( tidak puas - tidak suka ). Sikap negatif sebagai akibat perilaku terjadi
40
karena adanya pendapat yang bertentangan dengan keyakinan sebelum membeli. 2. Attribution Theory Teori ini menjelaskan bagaimana customer mencari penyebab dari berbagai peristiwa, baik yang ditimbulkan oleh perilakunya sendiri maupun
perilaku
orang
lain.
Jadi,
attribution
theory
menggambarkan pembentukan dan perubahan perilaku sebagai hasil interpretasi orang yang bersangkutan terhadap perilaku dari pengalamannya sendiri.
Menurut Sofa ( 2008 ), perkembangan teori tentang sikap sudah sangat maju. Sikap juga dapat digambarkan dalam bentuk model. Model tradisional menggambarkan pengaruh informasi dari lingkungan luar pribadi seseorang, dimana informasi tersebut akan diolah dengan menggunakan elemen internal dari seseorang, untuk menghasilkan sikap terhadap objek. Model analisis konsumen menyebutkan bahwa sikap terdiri dari komponen perasaan ( affect ) dan kognitif, perilaku, serta lingkungan. Sikap yang terbentuk biasanya didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi. Sikap juga dapat terbentuk berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Kelompok juga menjadi sumber pembentukan sikap yang cukup berpengaruh. Alur pembentukan sikap dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut, kemudian dievaluasi berdasarkan
41
kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu. Sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat ini. Hasil akhirnya adalah terbentuknya sikap dari individu terhadap suatu objek ( produk, jasa, atau hal lainnya ). Tingkat komitmen dari pembentukan sikap beragam, mulai dari compliance, identification, sampai kepada internalization. Dalam prinsip konsistensi sikap, terdapat harmoni antara pemikiran, perasaan, dan perbuatan,
yang
cenderung
menimbulkan
usaha
untuk
menciptakan
keseimbangan antara ketiganya. Strategi perubahan sikap dapat dilakukan baik terhadap produk dengan keterlibatan tinggi, maupun untuk produk dengan tingkat keterlibatan rendah. Usaha mengarahkan audiens untuk produk dengan keterlibatan rendah ditempuh dengan mentransformasi situasi ke arah keterlibatan customer yang tinggi. Adapun strategi perubahan sikap customer terhadap produk atau jasa tertentu dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi persuasif, yang mengikuti alur proses komunikasi yang efektif. Pemasar harus mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengoptimalkan penggunaan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi dan dapat menyebabkan perubahan sikap dari penerima pesan atau konsumen. Faktor sumber, pesan, dan penerima pesan dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan sikap dan tentunya perubahan perilaku positif dari customer yang diharapkan oleh
42
pemasar. Menurut Prasetijo ( 2005, p. 119 ), ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengubah sikap negatif dari seorang customer, diantaranya : 1. Mengubah fungsi motivasi dasar dengan cara menumbuhkan secara
kuat
kebutuhan-kebutuhan
baru.
Motivasi
untuk
mempertahankan sikap harus menjadi dasar perubahan sikap. Bila motivasi ini hilang karena tidak lagi bisa memuaskan kebutuhan atau sudah memuaskan kebutuhan, maka akan timbul frustasi yang akan menimbulkan perubahan sikap. Pendekatan ini dikenal sebagai functional approach dimana sikap dikelompokan ke dalam empat fungsi. 2. Menautkan produk dengan suatu kelompok atau peristiwa tertentu, karena sikap paling tidak sebagian mempunyai hubungan dengan atau juga ditentukan oleh suatu kelompok tertentu atau peristiwa tertentu. Maka pemasar menggunakan kelompok tertentu yang ditautkan ke produknya supaya calon customer dapat terpengaruh dan mengubah sikapnya. Ada beberapa produk yang memuat pernyataan bahwa dengan membeli produk tersebut customer telah melakukan amal untuk membantu korban peristiwa tertentu. 3. Menghubungkan sikap yang sudah ada dengan sikap-sikap yang berlawanan. Menurut ahli-ahli psikologi, orang yang normal cenderung berusaha mencari konsistensi, keseimbangan, atau harmoni dalam hidupnya. Apabila customer disadarkan melalui iklan atau promosi yang lain bahwa sikapnya terhadap produk atau
43
brand tertentu tidak sejalan dengan sikap lainnya yang mendasar, dia akan mengubah evaluasinya terhadap produk / brand tersebut. 4. Mengubah komponen-komponen dari model multiatribut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
Mengubah relative evaluation of attributes
Mengubah brand belief.
Menambah dan menggabung suatu atribut
Menambah overall brand rating
Mengubah keyakinan terhadap competitor’s brands
2.6.2 Perilaku Sedangkan pengertian perilaku customer menurut Sastradipoera ( 2003, p. 62 ), terbagi menjadi beberapa definisi, diantaranya : 1. Perilaku customer adalah proses dimana para individu menetapkan jawaban atas pertanyaan: perlukah, apakah, kapankah, dimanakah, bagaimanakah, dan dari siapakah membeli barang atau jasa. 2. Perilaku customer merupakan perilaku yang melibatkan diri dalam perencanaan pembelian dan penggunaan barang atau jasa. 3. Perilaku customer adalah setiap tanggapan yang dilakukan oleh customer 4. Perilaku customer tampak sebagai gerakan atau kompleks gerakan customer yang merupakan bagian dari pola relasi keseluruhan.
44
Biasanya proses pengambilan keputusan seorang customer akan melalui tahapan-tahapan seperti berikut : 1. Langkah pertama : mengenal kebutuhan. Dalam langkah ini customer melihat, merasakan, dan menanggapi selisih antara produk yang diinginkan dan situasi yang sebenarnya. 2. Langkah kedua : mencari informasi. Dalam langkah ini customer berupaya untuk mendapatkan informasi yang ada dalam ingatan ( memori ) dalam benaknya ( yang antara lain diperoleh dari proses belajar dari masa lalu ) dan informasi eksternal yang diperoleh dari luar dirinya, seperti kawan - kawan, anggota keluarga, desas desus, kabar angin, dan media massa. 3. Langkah ketiga : menilai alternatif - alternatif. Ketika telah melewati langkah kedua dan memasuki langkah ketiga, customer akan mempertimbangkan dan mengevaluasi setiap pilihannya yang berkaitan dengan kegunaan yang diharapkannya. Pada langkah ini, customer mungkin dipengaruhi oleh daya beli yang dimilikinya, lingkungan, sikap, hasil pembelajaran dari masa lalu, dan sejumlah variabel subjektif dan objektif lainnya. Dari orang ke orang mungkin berbeda. 4. Langkah keempat : membeli. Dalam langkah ini terjadi tindakan yang sangat kritis karena harus membuat keputusan membeli, menunda pembelian, atau bahkan tidak membeli. Proses apapun yang terjadi, customer memilih satu alternatif dan mengorbankan
45
alternatif lain. Bagi penjual pun tentu saja, langkah konsumen yang keempat ini sama krusialnya. Langkah ini menentukan keberhasilan si penjual tersebut. 5. Langkah kelima : menilai akibat keputusan. Pada tahapan akhir ini customer
akan
mengevaluasi
apakah
keputusannya
dapat
memenuhi harapannya atau tidak. Jika memenuhi harapannya ( artinya keputusannya sesuai dengan harapannya ) maka customer akan merasa puas dengan keputusannya itu. Sebaliknya, jika ada harapan
yang
tidak
terpenuhi
oleh
keputusannya,
maka
ketidakpuasanlah yang akan terjadi. Ketidakpuasan customer menunjukkan
kesenjangan
antara
harapan
dan
keputusan
pembeliannya.
Menurut Hamidah ( 2004 ) ada tiga faktor yang mempengaruhi pilihan customer, diantaranya : 1. Customer Individu Pilihan merek dipengaruhi oleh :
Kebutuhan customer
Persepsi atas karakteristik merek
Sikap kearah pilihan
Demografi customer
Gaya hidup
Karakteristik personalia
46
2. Pengaruh Lingkungan Lingkungan pembelian customer ditunjukan oleh :
Budaya ( Norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan )
Kelas sosial ( Keleluasaan grup sosial ekonomi atas harta milik customer )
Grup tatap muka ( teman, anggota keluarga, dan grup referensi )
Faktor menentukan yang situasional ( situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan kalangan usaha )
47
Individual Family Friends Social Class Selected Subcultures One’s Own Culture Other Cultures
Gambar 2.4 Major Consumer Reference Groups Sumber: Schiffman dan Kanuk ( 2007, p. 303 )
3. Marketing Strategy Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi customer. Variabelvariabelnya adalah :
Barang
Harga
Periklanan
48
Distribusi yang mendorong customer dalam proses pengambilan keputusan.
Ketika customer telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada customer individu. Selama evaluasi, customer akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi, evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalaman konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah customer akan membeli merek yang sama lagi.
49
Gambar 2.5 Model Consumer Decision Making Sumber: Schiffman dan Kanuk ( 2007, p. 16 )
50
Dalam model Consumer Decision Making di atas, terdiri dari tiga proses, yaitu ( Schiffman dan Kanuk, 2007, p. 512 ): 1. Input Komponen input dalam model tersebut melibatkan pengaruh eksternal yang memberikan sumber informasi mengenai produk dan pengaruh nilai produk, sikap, dan perilaku. Faktor utama dalam proses input ini adalah kegiatan marketing mix dalam suatu organisasi yang mencoba untuk mengkomunikasikan keuntungan dari produk dan servis kepada potensial customer dan pengaruh sociocultural yang mempengaruhi keputusan customer untuk membeli. 2. Proses Komponen proses ini lebih mengutamakan mengenai bagaimana customer membuat keputusan. Proses ini berhubungan dengan faktor psychological yang berhubungan dengan pengaruh internal ( motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap ) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan customer. Komponen proses ini terdiri dari tiga unsur, yaitu : a. Need recognition Hal ini seperti ketika customer menemui permasalahan ataupun kebutuhan baru yang harus dipenuhi.
51
b. Prepurchase search Prepurchase search dimulai ketika customer merasa bahwa kebutuhannya perlu untuk dipenuhi, sehingga perlu dilakukan pembelian dan konsumsi produk. Pengalaman masa lalu dengan informasi yang ada akan menentukan pilihan customer. c. Evaluation of alternatives Ketika melakukan evaluasi alternatif, customer cenderung menggunakan dua jenis informasi, yaitu daftar dari merek ( model ) yang akan dipilih dan kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi masing-masing merek ( model ). Karakteristik dari masing – masing individu juga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. 3. Output Komponen output lebih menekankan pada dua hal, yaitu : perilaku membeli dan perilaku setelah pembelian. Tujuan dari kedua hal tersebut adalah untuk meningkatkan kepuasan customer dari kegiatan pembelian yang telah dilakukan. Purchase Behavior Tipe pembelian terbagi menjadi tiga jenis, yaitu : a. Trial purchase Ketika customer membeli produk untuk pertama kalinya dan membeli dalam jumlah kecil dari biasanya, aktivitas pembelian tersebut dapat digolongkan sebagai trial.
52
b. Repeat purchase Saat suatu merek baru keluar dan telah melewati tahapan trial dan merek tersebut ternyata dinilai lebih baik dari merek lain, maka customer akan cenderung melakukan pembelian secara berulang. Perilaku repeat purchase ini erat kaitannya dengan konsep brand loyalty, dimana sebagian besar perusahaan mencoba untuk memperkuat faktor ini karena dapat membuat stabilitas dalam pasar. c. Long term commitment purchases. Kegiatan repeat purchase suatu produk dalam jangka waktu yang relatif lama. Postpurchase Evaluation Ketika Customer menggunakan produk, selama trial purchase, mereka mengevaluasi performance produk apakah sesuai dengan ekspektasi mereka. Ada tiga kemungkinan dari hasil evaluasi tersebut : a. Performance
sesuai
dengan
ekspektasi,
hal
ini
menyebabkan respon yang netral. b. Performance melebihi ekspektasi yang dikenal sebagai positive disconfirmation of expectations. ( menghasilkan kepuasan )
53
c. Performance di bawah ekspektasi yang menyebabkan negative
disconfirmation
of
expectations
dan
ketidakpuasan. Ekspektasi customer dan kepuasan sangatlah erat kaitannya. Customer cenderung untuk menilai pengalamannya apakah sesuai dengan ekspektasi. Hal ini masuk dalam evaluasi postpurchase. Komponen terpenting dari evaluasi postpurchase ini adalah mengurangi ketidakpastian dan keraguan dari customer dalam melakukan pemilihan.
Menurut Arifin ( 2007 ), ada beberapa karakteristik konsumen Indonesia, yaitu: 1. Memori pendek ( short term perspective ) 2. Tidak berencana ( dominated by unplanned behavior ) 3. Suka berkumpul ( like to socialize ) 4. Low Technology ( not adaptive to high technology ) 5. Berorientasi pada konteks ( context, not content oriented ) 6. Suka produk luar negri ( receptive to COO effect ) 7. Beragama ( religious ) 8. Gengsi ( putting prestige as important motive ) 9. Budaya lokal ( strong in subculture ) 10. Kurang peduli lingkungan ( low consciousness towards environment ).
54
2.7
Customer Learning Menurut Hamidah ( 2004 ), konsep pembelajaran dibutuhkan untuk memahami kebiasaan customer. Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang berasal dari pengalaman masa lalu. Ada dua aliran pemikir terhadap pemahaman proses pembelajaran customer : 1. Pembelajaran perilaku Menitikberatkan pada dorongan pengaruh perilaku atau perilaku itu sendiri. 2. Pembelajaran kognitif Menitikberatkan pada pemecahan masalah dan menekankan juga pada
variabel
pemikiran
customer
yang
mempengaruhi
pembelajaran. Dalam kelompok perilaku dikembangkan dua teori pembelajaran, perbedaan
terjadi
pada
“classical
conditioning”
dan
“instrumental
conditioning”. Pada classical conditioning menerangkan perilaku berdasar pada pendirian hubungan tertutup antara dorongan primer dan dorongan sekunder. Sedangkan instrumental conditioning memandang perilaku sebagai fungsi dari tindakan customer. Kepuasan mengarahkan pada kemungkinan melakukan pembelian. Pembelajaran mengarahkan pada pembelian yang berulang dan kebiasaan. Dalam model yang menggambarkan perilaku kebiasaan pembeli, pengarahan kebutuhan mengarah langsung pada perhatian
55
membeli, pembelian selanjutnya, dan evaluasi sesudah pembelian. Proses pencarian informasi dan evaluasi merek sangat sedikit. Kebiasaan menggambarkan dua fungsi penting, yaitu penurunan resiko untuk pembelian dengan tingkat keterlibatan yang tinggi dan penghematan waktu serta energi untuk produk dengan tingkat keterlibatan yang rendah. Kebiasaan sering mengarah kepada kesetiaan merek yaitu pada pembelian yang berulang berdasarkan pada kesesuaian merek. Teori pembelajaran yang berbeda menjabarkan dua pandangan yang berbeda terhadap kesetiaan merek. Pendekatan instrumental conditioning menunjukkan bahwa pembelian yang konsisten terhadap suatu merek mencerminkan komitmen terhadap suatu merek. Tetapi sebagian loyalitas mencerminkan pembelian yang berulang adalah bukan karena komitmen dengan merek tetapi merupakan proses inertia. Kelompok kognitif percaya bahwa perilaku saja tidak cukup sebagai ukuran loyalitas, diperlukan komitmen sikap terhadap suatu merek.
2.8
Respon Customer Menurut Schiffman dan Kanuk ( 2007, p. 193 ), Respon adalah bagaimana seseorang menanggapi / bereaksi terhadap suatu stimuli atau bagaimana seseorang berperilaku. Respon memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku, dimana respon terhadap merek sering mempengaruhi apakah customer akan membeli atau tidak. Respon positif terhadap merek tertentu akan memungkinkan customer melakukan pembelian terhadap merek
56
itu, dan sebaliknya respon negatif akan menghalangi customer dalam melakukan pembelian. Respon merupakan predisposisi ( keadaan mudah terpengaruh ) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Implikasi pemasaran dari hubungan respon dan perilaku berkaitan dengan pengukuran komponen-komponen kognitif ( berpikir ) dan afektif ( perasaan ) dari respon customer, hasil pengukuran dapat didayagunakan untuk meramalkan perilaku. Perilaku customer juga dapat dipengaruhi melalui komponen kognitif dan afektif.
2.9
Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler dan Amstrong ( 2001, p. 298 ), kepuasan pelanggan adalah sejauh mana kinerja yang diberikan oleh sebuah produk sepadan dengan harapan pembeli. Setelah membeli produk, seorang customer bisa puas bisa juga tidak puas dan akan terlibat dalam perilaku pasca pembelian yang tetap menarik bagi seorang pemasaran. Perilaku pasca pembelian merupakan tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana customer mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan. Customer mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman, dan sumber lainnya. Jika penjual melebih-lebihkan kinerja produk, harapan customer tidak akan terpenuhi, dan hasilnya adalah
57
ketidakpuasan. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan customer. Hal ini menunjukkan bahwa penjual harus membuat pernyataan yang jujur mengenai kinerja produknya sehingga pembeli akan merasa puas. Kepuasan customer penting karena penjualan perusahaan berasal dari dua kelompok dasar, yaitu pelanggan baru dan pelanggan yang kembali membeli. Biasanya, biaya yang digunakan untuk menarik pelanggan baru lebih besar daripada biaya untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada, dan cara terbaik untuk mempertahankan pelanggan adalah dengan membuat mereka tetap puas. Pelanggan yang puas akan kembali membeli produk, memuji produk yang dibelinya di hadapan orang lain, sedikit menaruh perhatian pada merek dan iklan pesaing, dan membeli produk lain dari perusahaan yang sama.
2.10 Loyalitas Pelanggan Menurut Kincaid ( 2003, p. 9 ), loyalitas merupakan emosi, kelakuan yang timbul dari pengalaman positif yang pernah dihadapi. Sedangkan loyalitas pelanggan adalah kelakuan customer dalam membeli suatu produk dimana keputusan tersebut diputuskan secara rasional. Loyalitas merupakan bagian terpenting dalam ekuitas suatu merek. Oleh karena itu, perusahaan berusaha terus – menerus meningkatkan dan
58
mempertahankan loyalitas customer terhadap merek-nya. Cara untuk meningkatkan dan mempertahankan loyalitas merek adalah : 1. Menghargai hak pelanggan Perusahaan harus menawarkan produk yang sesuai dengan harapan customer agar mereka tidak memiliki alasan untuk pindah dan loyal ke merek lain. 2. Tetap dekat dengan pelanggan Jika selalu menjalin hubungan dengan customer, maka perusahaan dapat mengetahui segala sesuatu yang diharapkan customer dari produk-nya. 3. Mengukur kepuasan pelanggan Survei yang dilakukan secara berkala tentang kepuasan customer sangat bermanfaat untuk memahami perasaan customer terhadap produk. Survei harus dilakukan secara komprehensif agar perusahaan dapat mengetahui perkembangan kepuasan customer dari waktu ke waktu. Dengan demikian, perusahaan dapat mengubah dan menyesuaikan produk-nya.
2.11 Customer Relationship Management ( CRM ) Menurut
Hair et al ( 2006, p. 112 ), Customer Relationship
Management merupakan suatu strategi yang digunakan untuk mengatur hubungan dengan customer melalui integrasi informasi yang berhubungan
59
dengan customer dalam suatu perusahaan sehingga dapat meningkatkan kepuasan customer dan mempertahankan customer agar tetap loyal terhadap perusahaan.
2.12 Riset Pemasaran Menurut Pendi ( 2008 ), riset pemasaran adalah kegiatan penelitian di bidang pemasaran yang dilakukan secara sistematis dari perumusan masalah, perumusan tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi hasil penelitian. Seluruhnya itu ditujukan untuk masukan bagi pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset pemasaran ini dapat dipakai untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar. Menurut Rangkuti ( 1997 ), proses riset pemasaran merupakan serangkaian kegiatan atau tahap yang dilakukan dalam melaksanakan riset pemasaran. Kegiatan ini meliputi : Tahap 1 : DEFINISI MASALAH Pada tahap ini yang harus dilakukan dalam proses riset pemasaran adalah merumuskan masalah, menentukan tujuan penelitian, merumuskan latar belakang yang sesuai, informasi apa saja yang diperlukan, bagaimana informasi tersebut dipergunakan untuk pengambilan keputusan. Tahap ini meliputi juga rencana wawancara dengan pengambilan keputusan, industry
60
expert, analisis data sekunder, atau melaksanakan kegiatan riset yang bersifat kualitatif ( group interview ). Tahap
2
:
MERUMUSKAN
PENGEMBANGAN
KERANGKA
PENDEKATAN
UNTUK
TEORI
DAN
PEMECAHAN
MASALAH Pada tahap ini dilakukan kegiatan formulasi lebih terperinci dari tujuan penelitian dan kerangka teori, model analisis yang akan dipergunakan, research questions, hipotesis, identifikasi karakteristik atau faktor yang mempengaruhi desain penelitian. Tahap 3 : FORMULASI DESAIN RISET Pada tahap ini dibuat kerangka untuk melaksanakan penelitian. Di dalamnya termuat secara rinci prosedur untuk pengumpulan data, cara menguji hipotesis, kemungkinan jawaban terhadap research questions, sampai dengan model analisis yang dipergunakan. Kegiatan yang dilakukan adalah : 1. Analisis data sekunder 2. Penelitian kualitatif 3. Metode pengumpulan data kuantitatif ( survey, observation, dan eksperimentasi ) 4. Definisi informasi yang dibutuhkan 5. Cara pengukuran ( skala ) 6. Desain kuisioner 7. Proses pengambilan sampel dan sampel size 8. Rencana analisis data
61
Tipe riset desain ini berhubungan dengan tingkat analisis yang direncanakan oleh peneliti terhadap data yang dikumpulkannya.
Desain Riset
Riset Eksplorasi
Riset Konklusif
Riset Deskriptif
Riset Kausal
Desain Cross Sectional
Desain Longitudinal
Single Cross-Sect
Multiple Cross - Sect
Gambar 2.6 Tipe Desain Riset Sumber : Rangkuti, 1997, p. 15 TAHAP 4 : KEGIATAN LAPANGAN DAN PENGUMPULAN DATA Setelah ditentukan model yang dipakai untuk pengumpulan data, dilakukan kegiatan pengumpulan data baik primer maupun sekunder. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara personal interviewing atau wawancara pribadi ( di rumah, di kantor ) dengan menggunakan wawancara langsung, telepon, atau surat. Kesemuanya bertujuan untuk meminimalkan kesalahan pengumpulan data ( data collection errors ). Sedangkan untuk mendapatkan data sekunder dapat digunakan fasilitas
62
internet, perpustakaan, publikasi lembaga-lembaga statistik, majalah, dan sebagainya. Tahap 5 : PERSIAPAN DAN ANALISIS DATA Persiapan data meliputi editing, coding, transkrip, dan verifikasi. Masing-masing kuisioner atau hasil observasi diedit dan dikoding. Kemudian data tersebut ditranskrip atau dimasukkan ke dalam komputer. Selanjutnya dilaksanakan verifikasi atau pengecekan kembali apakah data yang asli sudah benar terekam dan sesuai dengan rencana metode analisis yang telah disusun. Tahap 6 : PEMBUATAN LAPORAN DAN PRESENTASI Hasil penelitian harus didokumentasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian, dengan sistematika yang teratur mulai dari identifikasi masalah, pendekatan yang dipergunakan, desain penelitian, pengumpulan data, analisis data, serta temuan-temuan yang diperoleh. Semua itu disajikan untuk proses pengambilan keputusan. Akhirnya diperlukan presentasi untuk menjelaskan apa - apa yang sudah dilakukan dengan menampilkan dalam bentuk tabel, diagram, gambar sehingga manajemen dapat memahami secara jelas.