BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Keselamatan Kerja Keselamatan Kerja yang merupakan bagian dari K3 merupakan salah satu cara perusahaan untuk melindungi para karyawan/pekerjanya dari bahaya kecelakaan kerja selama bekerja. Terkadang pelaksanaan keselamatan kerja kurang diperhatikan dalam kinerja karyawan sehingga hal ini akan mengganggu produktifitas kerja dari karyawan. Jika keselamatan kerja diterapkan dan dilaksanakan dengan baik dan tepat maka akan tumbuh hasil kinerja yang memuaskan karena karyawan merasa di perhatikan terhadap keselamatannya. Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik (Agus: 1989 pada Catarina Cori Pradnya Paramita; 2012). Keselamatan kerja merupakan prosedur dalam bekerja yang dibuat dalam upaya mencegah terjadinya potensipotensi kecelakaan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Sehingga, keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan (Malthis dan Jackson; 2002 pada pada Catarina Cori Pradnya Paramita; 2012). 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Menurut Zohreh Molamohamadi dan Napsiah ismail, dalam jurnalnya menguraikan pengertian mengenai keselamatan sebagai berikut: Occupational safety and health is defined by the International Occupational Hygiene Association (IOHA) as the science of anticipation, recognition, evaluation and control of hazards of workplace that may endanger or threaten the employees‟ health and well being, all along with considering the possible influences on the environment. Menurut Suma’mur (1993) pada Catarina Cori Pradnya Paramita (2012), tujuan dari keselamatan kerja adalah: (a) Setiap pegawai dapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja; (b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya; (c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya; (d) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai; (e) Agar meningkat kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja; (f) Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan lingkungan kerja; dan (g) Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Dalam Pasal 86 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada andri Saputra (2014) juga mengatur mengenai pentingnya pelaksanaan program keselamatan kerja, yang isinya sebagai berikut: 1)
Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a) Keselamatan & kesehatan kerja; b) Moral & kesusilaan; c) Perlakuan yang sesuai dengan harkat & martabat manusia;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
d) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3. 2)
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang menjaga karyawan agar
selalu dalam keadaan selamat dalam bekerja sehingga terhindar dari kecelakaan kerja yang tidak diinginkan terjadi. Serta perusahaan yang membuat program keselamatan kerja yang dipatuhi oleh seluruh karyawan sampai pada pimpinannya. Tenaga kerja yang sehat akan bekerja dengan produktif, sehingga harapan terjadinya peningkatan produktifitas kerja karyawan. Melihat hal tersebut, maka dengan program keselamatan kerja yang dijalankan, produktifitas kerja karyawan menjadi penting untuk dikaji, dalam tujuannya mencapai visi dan misi perusahaan. Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000:161) pada Muhammad Busyairi Ahmad safar dan Ayu Oktaviani (2014). Pada umumnya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia yaitu tindakan tidak aman dari manusia seperti sengaja melanggar peraturan keselamatan kerja yang diwajibkan, kurang terampilnya pekerja itu sendiri. Sedangkan dari faktor lingkungan yaitu keadaan tidak aman dari lingkungan kerja yang menyangkut antara lain peralatan atau mesin-mesin.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Randall dan Jackson (2009) mengatakan, apabila perusahaan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang. 2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen. 3. Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi. 4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuaan klaim. 5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan rasa kepemilikan. 6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra perusahaan. 7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial Modjo (2007) menjelaskan mengenai manfaat penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain: 1. Pengurangan absentisme. Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera atau sakit akibat kerja pun semakin berkurang. 2. Pengurangan biaya klaim kesehatan. Karyawan yang bekerja pada perusahaan
yang
benar–benar
memperhatikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kesehatan
dan
12
keselamatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami cedera dan sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan/kesehatan dari mereka. 3. Pengurangan turnover pekerja. Perusahaan yang menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa pihak manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjadi merasa lebih bahagia dan tidak mau keluar dari pekerjaannya. 4. Peningkatan produktivitas. Dari hasil penelitian yang ada memberikan gambaran bahwa baik secara individu maupun bersama–sama penerapan program keseloamtan dan kesehatan kerja memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas kerja. 2.1.1 Alasan Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Nedinma et al. (2014) kesehatan dan keselamtan kerja sangat perlu diperhatikan
karena
merupakan
daerah
interdisipliner
yang
melibatkan
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja kepada karyawan di suatu perusahaan dan hal-hal yang mungkin terkena dampak langsung maupun secara tidak langsung oleh kegiatan di tempat bekerja. Seorang ahli dalam bidang keselamatan kerja Willie Hammer, mengatakan bahwa program keselamatan kerja diadakan karena tiga alasan yang penting yaitu : 1. Alasan berdasarkan perikemanusiaan Para
manajer
mengadakan
pencegahan
kecelakaan
atas
dasar
perikemanusiaan yang sesungguhnya. Para manajer melakukan demikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan pekerja yang menderita luka-luka serta keluarganya sering diberi penjelasan mengenai akibat kecelakaan 2. Alasan berdasarkan undang-undang Alasan mengadakan program keselamatan dan kesehatan kerja ini berdarkan undang-undang. Karena pada saat ini di Amerika Serikat terdapat undang-undang federal, undang-undang kotapraja tentang keselamatan dan kesehatan kerja, dan bagi mereka yang melanggarnya dijatuhkan denda. 3. Alasan Ekonomi Alasan Ekonomi menjadi kesadaran akan keselamatan kerja, karena biaya kecelakaan dapat sanagat besar bagi perusahaan 2.1.2 Tujuan Keselamatan Kerja Tujuan dari manajemen keselamatan kerja adalah upaya dalam melakukan pencegahan terhadap kecelakaan maupun kerugian perusahaan dengan cara merealisasikan setiap fungsi manajemen dalam melaksanakan kegiatan yang dibatasi oleh sumber yang dimiliki. Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Paramita dan Wijayanto (2012): 1. Setiap pegawai dapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai. 5. Agar meningkat kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan lingkungan kerja. 7. Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Faktor yang dilakukan perusahaan untuk mencegah kecelakaan (Silalahi, 1995) adalah: 1. Faktor subtitusi yaitu penggantian bahan yang berbahaya. 2. Pengendalian teknis termasuk ventilasi, penerangan dan perlengkapan. 3. Penyempurnaan ergonomic (penyesuaian dengan bentuk alat dan bahan yang tersedia). 4. Pengawasan atas kebiasaan. 5. Penyesuaian volume produksi dengan jam proses kerja; dan Adanya Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam perusahaan. Menurut Suma’mur (1996) kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan: 1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan mengenai kondisikondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervise medis, PPPK dan pemeriksaan kesehatan. 2. Standarisasi, yaitu penetapan-penetapan standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
syarat keselamatan, jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktekpraktek keselamatan dan kesehatan umum, atau alat-alat pelindung diri. 3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan. 4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alatalat pelindung diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain yang paling tepat untuk tambang- tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya. 5. Riset medis, penelitian tentang efek-efek fisiologi dan patologis faktorfaktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan fisik yang menyebabkan kecelakaan. 6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. 7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai apa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebabnya. 8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dan kurikulum teknik. 9. Latihan-latihan, yaitu praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru dalam hal keselamatan kerja. 10. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. 12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Di perusahaan kecelakaan- kecelakaan sering terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan. 2.1.3 Syarat Keselamatan Kerja Pada dasarnya syarat-syarat keselamatan kerja seperti tersebut pada Pasal (1) UU Keselamatan Kerja dimaksud untuk (Tarwaka, 2008): a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan. b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. c. Memberi kesempatan atau jalan penyelamatan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang membahayakan. d. Memberi pertolongan pada kecelakaan. e. Memberi alat pelindung diri pada para pekerja. f. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembahan, debu, kotoran, asap, uap, gas, aliran udara cuaca, sinar radiasi, kebisingan dan getaran. g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik, fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan, memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
h. Menyelenggarakan suhu kan kelembahan udara yang baik. i. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup. j. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. k. Menerapkan ergonomi di tempat kerja. l. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang dan barang. m. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang. o. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. p. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 2.1.4 Jenis Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak dengan suatu zat atau sumber energi. Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu (Tarwaka, 2008): a. Kecelakaan industri yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya potensi bahaya yang melekat pada bagian tersebut. b. Kecelakaan dalam perjalanan yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja. 2.1.5 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja Kerugian akibat kecelakaan dikategorikan atas kerugian langsung (direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung misalnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
cedera pada tenaga kerja dan kerusakan pada sarana produksi (Ramli, 2010). Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga sering disebut juga sebagai kerugian tersembunyi (hidden cost) misalnya kerugian akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau ganti rugi, dampak sosial, citra dan kepercayaan kosumen (Ramli: 2010). a. Kerugian Langsung Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi. Adapun kerugian tersebut sebagai berikut (Ramli: 2010): 1.
Biaya pengobatan.
2.
Kerusakan sarana produksi.
b. Kerugian Tidak Langsung Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian tidak langsung antara lain sebagai berikut (Ramli: 2010): 1.
Kerugian jam kerja.
2.
Kerugian produksi.
3.
Kerugian sosial.
4.
Citra dan kepercayaan konsumen.
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja adalah sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
1.
Bagi Karyawan. Kecelakaan dari tempat kerja yang ditimbulkan dapat berakibat fatal pada tenaga kerja itu sendiri, misalnya kematian, cacat, cidera serta penderitaan bagi keluarga itu sendiri.
2.
Perusahaan Sedangkan akibat yang diperolah dari pihak perusahaan seperti memberikan biaya pengobatan bagi si korban, biaya ganti rugi, terjadinya kerusakan peralatan, terganggunya proses produksi, serta turunnya produktifitas kerja dan sebagainya.
3.
Masyarakat Bagi pihak masyarakat akibat terjadinya kecelakaan kerja seperti terjadinya kerusakan lingkungan.
2.1.6 Faktor Keselamatan Kerja Faktor Keselamatan Kerja menurut Syafi’ i (2008:36) pada Arif Choirul (2016: 7), menyebutkan faktor dari keselamatan kerja adalah Lingkungan kerja secara fisik yang terbagi menjadi: 1. Penempatan benda atau barang sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan atau mencelakakan orang – orang yang berada ditempat kerja atau sekitarnya. Penempatan dapat pula dilakukan dengan diberi tanda, batas – batas dan peringatan yang cukup. 2. Perlindungan para pegawai atau pekerja yang melayani alat – alat kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan, dengan cara memberikan alat perlindungan yang sesuai dan baik. Perlengkapan perlindungan misalnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
helm pengaman (helm safet), rompi keselamaatan (safety vest), sepatu keselamatan (safety boots), masker, penutup telinga dan sebagainya. 3. Penyediaan perlengkapan yang mampu untuk digunakan sebagai alat pencegahan pertolongan dan perlindungan. Perlengkapan pencegahan misalnya: pintu/terowongan darurat, pertololongan apabila terjadi kecelakaan seperti: tabung oksigen, mobil ambulan dan sebagainya. Selain faktor keselamatan kerja, pencegahan dari terjadinya kecelakaan dalam kaitannya dengan masalah keselamatan kerja harus bertitik tolak pada konsep sebab akibat kecelakaan, yaitu dengan mengendalikan sebab dan mengurangi akibat kecelakaan. Upaya pencegahan ini berdasarkan dengan fakta bahwa kecelakaan akan terjadi jika adanya potensi bahaya yang tidak dapat terkendali dan penanganan bahaya akan lebih mudah bila dilakukan sejak awal. Demikian pula terhadap akibat yang terjadi dapat ditekan seminimal mungkin. Berdasarkan prinsip pencegahan kecelakaan tersebut maka fungsi dasar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja memegang peranan penting terhadap upaya pengendalian kecelakaan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Dalam jurnalnya Ruby Melody Agbola (2014), menguraikan bahwa tingkat keselamatan kerja berkaitan dengan kinerja perusahaan sehingga pengendalian resiko dapat di awasi, sebagaimana dituliskan sebagai berikut:“Goetzel et al. (2007), and Pronovost et al. (2009) all found employee safety and security at work to be directly related to organisational performance. Waring (1996) observed that “risk control implementation would be difficult if not impossible to achieve without appropriate monitoring of progress and outcomes”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Dalam jurnal yang ditulis oleh Dr. Gabriel Dwomoh, Eric Edwin Owusu dan Mabel Addo (2013), menurut “Lamm, Massey and Perry (2007) who are of the view that a clear occupational health and safety policy plays an important role in reducing accidents and injuries at work. A good practice of OHS management in an organization should demonstrate better task performance and citizenship behaviour which at the end of the day increases productivity. Sehingga dari uraian tersebut diatas, dilakukan upaya-upaya untuk pencegahan kecelakaan yang terjadi dalam perusahaan sehingga dicapai tujuan dari keselamatan kerjanya dan produktifitas perusahaan bisa meningkat, diantaranya sebagai berikut: 1.
Peraturan Perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai
kondisi-kondisi
kerja
pada
umumnya,
perencanaan,
konstruksi, perawatan, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, mengawasi (supervise) medis dan pemeriksaan kesehatan. 2.
Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan kesehatan umum, atau alat-alat pelindung diri.
3.
Pengawasan,
yaitu pengawasan tentang dipatuhinya
ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan. 4.
Penilitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
pelindung diri, penilitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelitian tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya. 5.
Riset Medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan pantologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan- keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6.
Penelitian Psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7.
Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dan apa sebab-sebabnya
8.
Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dan kurikulum teknis, sekolah-sekolah perniagaaan atau kursus-kursus pertukangan.
9.
Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru, dalam keselamatan kerja.
10. Pengarahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat. 11. Asuransi, yaitu intensif financial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan , jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. 12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya usaha pencegahan kecelakaan kerja. Pada perusahaanlah kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
pada suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan. 2.1.7 Dasar Hukum Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun Undang – undang Tentang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33, yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 januari 1951, kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan kecelakaan tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya arti penting keselamatan kerja di dalam perusahaan. Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebutlah yang menjadi pijakan utama dalam menafsirkan aturan dalam menentukan seperti apa ataupun bagaimana program K3 tersebut harus diterapkan (Ibrahim, 2010) menjelaskan, sumber – sumber hukum yang menjadi dasar penerapan program K3 di Indonesia adalah sebagai berikut: 1.
Undang–undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2.
Undang–undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
4.
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
5.
Peraturan Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
6.
Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2.2. Produktifitas Kerja 2.2.1
Pengertian Produktifitas Kerja Menurut Teguh dan Rosidah (2003:199) pada Muhammad Busyairi, Ahmad
safar dan Ayu Oktaviani (2014), produktifitas dapat diartikan sebagai kemampuan seperangkat
sumber-sumber
ekonomi
untuk
menghasilkan
sesuatu
atau
perbandingan antara pengorbanan (Input) dengan penghasilan (Output) yang tidak terlepas dengan efisiensi dan efektivitas. Menurut Timpe (2002:130) pada Muhammad Busyairi Ahmad safar dan Ayu Oktaviani (2014), yang dimaksud dengan produktifitas ialah terdapatnya korelasi terbalik antara masukan dan pengeluaran. Sehingga dapat di artikan sebagai berikut pekerjaan dikatakan produktif jika inputan dalam suatu pekerjaan sedikit yang diproses namun menghasilkan outputan yang yang besar dan banyak. Menurut Sedarmayanti (2001) pada Moch Yanuar (2013) menyatakan bahwa pengertian produktifitas adalah “Productivity is the mental attitude (attitude of mind) who has a passion to make improvements to repair.” Sehingga dalam peningkatan produktifitas dilandasi semangat untuk melakukan perbaikan yang semakin baik dari sebelumnya, serta dalam produktifitas dapat diukur tingkat kerja dari perrforma yang dilakukan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi dalam bentuk memberikan produktifitas kerja yang maksimal. Produktifitas kerja karyawan bagi suatu perusahaan sangatlah penting sebagai alat pengukur keberhasilan dalam menjalankan usaha. Karena semakin tinggi produktifitas kerja karyawan dalam perusahaan, berarti laba perusahaan dan produktifitas akan meningkat. Konsep produktifitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Pengkajian masalah produktifitas dari dimensi individu tidak lain melihat produktifitas terutama dalam hubungannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu. Dalam konteks ini esensi pengertian produktifitas adalah sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini (Kusnendi, 2003:8.4). Muchdarsyah Sinungan (2005: 64) juga mengisyaratkan dua kelompok syarat bagi produktifitas perorangan yang tinggi: 1) Kelompok pertama a) Tingkat pendidikan dan keahlian b) Jenis teknologi dan hasil produksi c) Kondisi kerja d) Kesehatan, kemampuan fisik dan mental 2) Kelompok kedua a) Sikap mental (terhadap tugas), teman sejawat dan pengawas b) Keaneka ragam tugas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
c) Sistem insentif (sistem upah dan bonus) d) Kepuasan kerja Sementara itu ditinjau dari dimensi keorganisasian, konsep produktifitas secara keseluruhan merupakan dimensi lain dari pada upaya mencapai kualitas dan kuantitas suatu proses kegiatan berkenaan dengan bahasan ilmu ekonomi. Oleh karena itu, selalu berorientasi kepada bagaimana berpikir dan bertindak untuk mendayagunakan sumber masukan agar mendapat keluaran yang optimum. Dengan demikian konsep produktifitas dalam pandangan ini selalu ditempatkan pada kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (output) (Kusnendi, 2003: 8.4). Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa produktifitas kerja adalah kemampuan menghasilkan barang dan jasa dari berbagai sumberdaya atau faktor produksi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan dalam suatu perusahaan. 2.2.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktifitas Kerja Dalam upaya meningkatkan produktifitas kerja karyawan di suatu
perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas kerja karyawan tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktifitas kerja karyawan baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan. Menurut Pandji Anoraga (2005: 56-60), ada 10 faktor yang sangat diinginkan oleh para karyawan untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
yaitu: (1) pekerjaan yang menarik, (2) upah yang baik, (3) keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, (4) etos kerja dan (5) lingkungan atau sarana kerja yang baik, (6) promosi dan perkembangan diri mereka sejalan dengan perkembangan perusahaan, (7) merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, (8) pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, (9) kesetiaan pimpinan pada diri sipekerja, (10) Disiplin kerja yang keras. Menurut Kaming dalam Wulfram I Ervianto (2005) faktor yang mempengaruhi produktivitas proyek diklasifikasikan menjadi empat kategori utama, yaitu: (1) Metode dan teknologi, terdiri atas faktor: desain rekayasa, metode konstruksi, urutan kerja, pengukuran kerja. (2) Manajemen lapangan, terdiri atas faktor: perencanaan dan penjadwalan, tata letak lapangan, komunikasi lapangan, manajemen material, manajemen peralatan, manajemen tenaga kerja. (3) Lingkungan kerja, terdiri atas faktor: keselamatan kerja, lingkungan fisik, kualitas pengawasan, keamanan kerja, latihan kerja, partisipasi. (4) Faktor manusia, tingkat upah pekerja, kepuasan kerja, pembagian keuntungan, hubungan kerja mandor-pekerja. Menurut Payaman J. Simanjutak (1985: 30), faktor yang mempengaruhi produktifitas kerja karyawan perusahaan dapat digolongkan pada dua kelompok, yaitu: 1) Yang menyangkut kualitas dan kemampuan fisik karyawan yang meliputi: tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik karyawan 2) Sarana pendukung, meliputi: a) Lingkungan kerja, meliputi: produksi, sarana dan peralatan produksi, tingkat keselamatan, dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
kesejahteraan kerja. b) Kesejahteraan karyawan, meliputi: Manajemen dan hubungan industri. Keselamatan Kerja
Produktifitas Kerja Karyawan
Gambar 2.1 Hubungan Keselamatan Kerja terhadap Produktifitas kerja. Sedangkan menurut Muchdarsyah (dalam Yuli Tri Cahyono dan Lestiyana Indira M, 2007: 227) menyebutkan bahwa yang dapat mempengaruhi produktifitas kerja adalah sebagai berikut: 1) Tenaga kerja Kenaikan sumbangan tenaga kerja pada produktifitas adalah karena adanya tenaga kerja yang lebih sehat, lebih terdidik dan lebih giat. Produktifitas dapat meningkat karena hari kerja yang lebih pendek. Imbalan dari pengawas dapat mendorong karyawan lebih giat dalam mencapai prestasi. Dengan demikian jelas bahwa tenaga kerja berperan penting dalam produktifitas. 2) Seni serta ilmu manajemen Manajemen adalah faktor produksi dan sumberdaya ekonomi, sedangkan seni adalah pengetahuan manajemen yang memberikan kemungkinan
peningkatan
produktifitas.
Manajemen
termasuk
perbaikan melalui penerapan teknologi dan pemanfaatan pengetahuan yang memerl ukan pendidikan dan penelitian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
3) Modal Modal merupakan landasan gerak suatu usaha perusahaan, karena dengan modal perusahaan dapat menyediakan peralatan bagi manusia yaitu untuk membantu melakukan pekerjaan dalam meningkatkan produktifitas kerja. Fasilitas yang memadai akan membuat semangat kerja bertambah secara tidak langsung produktifitas kerja dapat meningkat. Menurut Simungan (2005:15) pada Yeti Oktafiani (2016), produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut : 1.
Kemauan kerja adalah dorongan yang ada dalam diri tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Kemauan kerja dari seorang karyawan dapat dilihat dari besarnya kontribusi yang diberikan kepada perusahaan, yaitu dengan bekerja sungguh-sungguh, adanya kesadaran dari dalam diri karyawan untuk mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dan mengikuti setiap kegiatan yang diadakan perusahaan.
2.
Kemampuan kerja, Pekerjaan yang dilakukan harus sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan. Produktivitas akan meningkat, bila karyawan mampu menjalankan pekerjaan mereka dengan baik. Hal ini juga harus didukung oleh keterampilan kerja karyawan. Kemampuan kerja karyawan dapat dilihat dari datang ketempat kerja tepat waktu dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
3.
Lingkungan kerja mendukung pekerjaan yang dilakukan karyawan. Adanya tanda peringatan dan tanda bahaya di tempat kerja membuat karyawan bekerja dengan lebih berhati-hati karena lingkungan kerja yang aman dan sehat akan meningkatkan motivasi kerja karyawan, sehingga produktivitas kerja akan meningkat.
4.
Kompensasi adalah suatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa yang telah diberikan pada perusahaan. Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
5.
Jaminan sosial yang memadai. Adanya jaminan sosial yang diberikan perusahaan membuat karyawan bekerja lebih produktif karena karyawan merasa perusahaan sangat memperhatikan keselamatan dn kesehatannya sewaktu bekerja.
6.
Hubungan kerja yang harmonis, hubungan kerja yang terjalin baik antara atasan, bawahan dan rekan kerja sangat penting untuk menciptakan situasi kerja yang nyaman.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan kondisi utama karyawan yang semakin penting dan menentukan tingkat produktifitas karyawan yaitu pendidikan dan pelatihan, motivasi, disiplin, ketrampilan, tingkat penghasilan, lingkungan dan iklim kerja, penguasaan peralatan. Dengan harapan agar karyawan semakin gairah dan mempunyai semangat dalam bekerja dan akhirnya dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktifitas kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
2.2.3 Pengukuran Produktifitas Kerja Untuk mengetahui produktifitas kerja dari setiap karyawan maka perlu dilakukan sebuah pengukuran produktifitas kerja. Pengukuran produktifitas tenaga kerja menurut sistem pemasukan fisik per orang atau per jam kerja orang ialah diterima secara luas, dengan menggunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengukuran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang bekerja menurut pelaksanakan standar (Muchdarsyah Sinungan, 2005: 262 dalam jurnal GD. Wayan Darmadi). Menurut Henry Simamora (2004: 612) faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran produktifitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu: 1) Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau ditetapkan oleh perusahan. 2) Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. 3) Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu sampai menjadi output. Menurut Ramazan Kaynak dkk menyebutkan bahwa “One of the major problems of manufacture companies is focusing on improving worker productivity as a measure of job performance” yaitu salah satu ukuran performa baik pekerja salah satunya dengan mengukur produktifitas pekerjanya. Salah satu pendekatan untuk mengetahui tingkat produktivitas tenaga kerja adalah dengan menggunakaan metode yang mengklasifikasikan aktifitas pekerja. Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan dengan metode produtivity rating, dimana aktivitas pekerja diklasifikasikan dalam 3 hal yaitu Essential contributory work, Effective work (pekerjaan efektif), dan Not Useful (pekerjaan tidak efektif). a. Essential contributory work, yaitu pekerjaan yang tidak secara langsung, namun bagian dari penyelesaian pekerjaan. Misalnya : -
Menunggu tukang yang lain dengan tidak bekerja.
-
Mengangkut peralatan yang berhunungan dengan pekerjaan
-
Membaca gambar proyek.
-
Menerima instruksi pekerjaan.
-
Mendiskusikan pekerjaan
b. Pekerjaan effektif (effective work), yaitu disaat pekerja melakukan pekerjaannya dizona pekerjaan c. Pekerjaan tidak efektif (not useful), yaitu kegiatan selain diatas yang tidak menunjang penyelesaian pekerjaan. Seperti meninggalkan zona pengerjaan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
berjalan dizona pengerjaan dengan tangan kosong dan mengobrol sesame pekerja sehingga tidak maksimalnya bekerja. Sehingga faktor utilitas pekerja (LUR) dapat dihitung : 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =
1 4
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 + 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑟𝑎𝑙
Dimana pengamatan total adalah waktu efektif ditambah dengan waktu kontribusi ditambah waktu tidak efektif. Mengukur produktifitas kerja menurut dimensi organisasi menurut Alan Thomas (dalam Kusnendi, 2003: 8.5) yang secara matematis hubungannya diformulasikan sebagai berikut: Dimana O adalah output, sedangkan I adalah sejumlah input yang dipergunakan dalam mencapai output tertentu. Dengan kata lain formula diatas dapat diperjelas kepada formula yang lebih dipahami, yakni sebagai berikut: 𝑃=
𝑂 𝐼
Dimana: P
= Produktifitas;
O
= Output;
I
= Input
Dalam Muchdarsyah Sinungan (2003: 23) secara umum pengukuran produktifitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda. 1)
Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan
secara
historis
yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tidak
menunjukan
apakah
34
pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya. 2)
Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukan pencapaian relatif.
3)
Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.
Untuk menyusun perbandingan-perbandingan ini perlu juga dalam mempertimbangkan tingkatan daftar susunan dan perbandingan pengukuran produktifitas. Paling sedikit ada dua jenis tingkat perbandingan yang berbeda, yakni produktifitas total dan produktifitas parsial. Pengukuran produktifitas kerja ini mempunyai peranan penting untuk mengetahui produktifitas kerja dari para karyawan sehingga dapat diketahui sejauh mana produktifitas yang dapat dicapai oleh karyawan. Selain itu pengukuran produktifitas juga dapat digunakan sebagai pedoman bagi para manajer untuk meningkatkan produktifitas kerja sesuai dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan. 2.2.4 Manfaat dari Penilaian Produktifitas Kerja Menurut Muchdarsyah Sinungan (2005: 126) manfaat dari pengukuran produktifitas kerja adalah sebagai beikut: 1) Umpan balik pelaksanaan kerja untuk memperbaiki produktifitas kerja karyawan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
2) Evaluasi produktifitas kerja digunakan untuk penyelesaian misalnya: pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya. 3) Untuk keputusan-keputusan penetapan, misalnya: promosi, transfer dan demosi. 4) Untuk kebutuhan latihan dan pengembangan. 5) Untuk perencanaan dan pengembangan karier. 6) Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan proses staffing. 7) Untuk mengetahui ketidak akuratan informal. 8) Untuk memberikan kesempatan kerja yang adil. 2.2.5 Indikator Produktifitas Kerja Seperti dijelaskan Simamora (2004: 612) faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran produktifitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu. Dalam penelitian ini peneliti mengukur produktifitas kerja dengan menggunakan indikator-indikator dibawah ini: 1) Kuantitas kerja 2) Kualitas kerja 3) Ketepatan waktu 2.2.6 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang produktivitas yang didukung ataupun dengan pengaruh dari Keselamatan kerja maupun kesehatan kerja telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, beberapa diantaranya diuraikan dalam tabel sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metode
Impact of
Menunjukkan ada
occupational health
1
Gabriel
and safety policies on
Dwomoh. Dr,
employees’
Eric Edwin &
performance in the
Owusu Mabel
Ghana’s timber
Addo, 2013
industry: Evidence
Hasil
pengaruh yang Metode
signifikan antara
Kuantitatif
keselamatan kerja
dengan Pearson
karyawan dan
Correllation
kesehatan kerja karyawan terhadap
from Lumber and
kinerja karyawan
Logs Limited Menngunakan
2
The Influence of
Squares
Moch Yanuar
Reliatation Safety
Methode, dan
Rezkyan N,
and Healthy Work to
analisa
Peningkatan prosedur
Darwadi dan
Work Productivity
pelaksanaan
k3, manajemen resiko
Riska Yuliana,
Employees at PT
OHS
dan job performance
2013
PLN (Persero) Jawa
(occupational
Barat and Banten
health and safety)
Effects of
Memberikan
Occupational Health
3
and Safety Practices
Menggunakan
Ramazan
on Organizational
Descriptive
Kaynak, dkk,
Commitment, Work
reseach design,
2016.
Alienation, and Job
dengan metode
Performance: Using
sampling
the PLS-SEM Approach
http://digilib.mercubuana.ac.id/
lingkungan yang sehat dari kecelakaan kerja menjadi ukuran keselamatan pegawai, sehingga pekerjaan menjadi efisiensi terhadap kecelakaan.
37
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (lanjutan) No
4
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metode
Hasil
Impact of Health and
Menggunkan
Safety Management
metode teknik
Peningkatan peraturan
Ruby Melody
on Employee Safety
sampling,
dan penerapan H&S
Agbola, 2012
at the Ghana Ports
dengan
dalam melakukan
and Harbour
instrument
pekerjaan.
Authority
wawancara
The Relationship between Zohreh 5
Molamohamadi & Napsiah Ismail, 2014
Occupational Safety, Health, and Environment, and Sustainable Development: A
Menggunkan metode pengumpulan data secara
Peningkatan edukasi dalam penerapan K3
sample
Review and Critique PENGARUH
Menunjukkan ada
KESELAMATAN DAN KESEHATAN - Henry Bagus 6
KERJA
Setiawan
TERHADAP
- Heru Susilo
KINERJA
- M. Faisal Riza
KARYAWAN
(2014)
(Survei Pada
pengaruh yang Metode
signifikan secara
Kuantitatif
parsial dari variabel
dengan analisis
keselamatan kerja
regresi linier
karyawan (X1) dan
berganda
kesehatan kerja
Karyawan PT. PINDAD (Persero) Malang)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
karyawan (X2) terhadap kinerja karyawan (Y)
38
2.2.7 Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini peneliti merumuskan kerangka pemikiran dalam menanggapi masalah dan penelitian yang akan dlakukan. Kerangka penelitian tersebut yaitu sebagai berikut: Indikasi tingkat kecelakan proyek yang rentan
Perbaikan penerapan standarisasi keselamatan dan pengawasan kerja
Pelaksanaan prosedur program keselamatan kerja
- Peningkatan kenyamanan (rasa aman dan nyaman) -berkurangnya tingkat kecelakaan
Meningkat produktifitas kerja karyawan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/