29
BAB II LANDASAN TEORI
II. A. KEPERCAYAAN (TRUST) II. A.1. Definisi Kepercayaan (Trust) Kepercayaan (trust) menggambarkan tindak keyakinan seseorang kepada orang lain untuk melakukan sesuatu dalam cara-cara yang wajar dan dapat diprediksi (Luhman, 1979). Tingkat kepercayaan atau rasa saling percaya diyakini berbeda sesuai tugas, situasi dan orangnya. Hal ini sesuai dengan konsep dasar mengenai kepercayaan dan kecurigaan yang dikembangkan dalam penelitian Kee & Knox (1970). Kepercayaan (trust) adalah suatu keadaan psikologis berupa keinginan untuk menerima kerentanan berdasarkan pengharapan yang positif terhadap keinginan ataupun tujuan dari perilaku orang lain (Rousseau, 2007). Rotter (1967) mendefinisikan kepercayaan (trust) adalah keyakinan bahwa kata atau janji seseorang dapat dipercaya dan seseorang akan memenuhi kewajibannya dalam sebuah hubungan pertukaran. Morgan dan Hunt (1994) mendefinisikan bahwa kepercayaan (trust) akan terjadi apabila seseorang memiliki kepercayaan diri dalam sebuah pertukaran dengan mitra yang memiliki integritas dan dapat dipercaya. Mayer et al. (1995) mendefinisikan kepercayaan (trust) adalah kemauan seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain berdasarkan pada harapan bahwa
Universitas Sumatera Utara
30
orang lain akan melakukan tindakan tertentu pada orang yang mempercayainya, tanpa tergantung pada kemampuannya untuk mengawasi dan mengendalikannya. Kepercayaan (trust) juga merupakan suatu pilihan yang didasarkan pada persepsi bahwa pilihannya akan membuatnya untung, akan tetapi tidak selalu begitu. Terkadang pilihan tersebut akan membuatnya rugi. Keuntungan dan kerugian tersebut adalah tergantung pada orang yang dipercaya dan ada kemungkinan bahwa kerugian yang diperoleh lebih besar dari pada keuntungan, dan sebaliknya ada juga kemungkinan bahwa keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada kerugian (Deutsch dalam Johnson & Johson, 2000). Johnson dan Johnson (2000) berpendapat bahwa kepercayaan (trust) adalah adanya keyakinan bahwa anggota lain akan memberikan keuntungan dan terbentuk melalui sikap terbuka, menerima, mendukung, berbagi, dan kerja sama di antara anggota kelompok. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dinyatakan bahwa kepercayaan (trust) adalah keyakinan seseorang terhadap orang lain untuk melakukan sesuatu dan memenuhi kewajibannya dengan cara-cara yang wajar dan sesuai dengan yang diharapkan.
II. A. 2. Aspek-Aspek Kepercayaan (Trust) Johnson dan Johnson (2000) mengemukakan bahwa kepercayaan (trust) terdiri dari 5 (lima) aspek, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
31
a.
Keterbukaan (Openness) Keterbukaan meliputi kesediaan individu untuk berbagi informasi, ide,
pemikiran, perasaan, pendapat, dan reaksi terhadap hal yang sedang dialami. b. Berbagi (Sharing) Berbagi berarti kesediaan individu untuk membagikan kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya kepada orang lain untuk membantu pencapaian tujuan bersama. c. Penerimaan (Acceptance) Penerimaan berarti melakukan komunikasi dengan orang lain dan menghargai pendapat orang lain tersebut tentang suatu hal yang sedang dibicarakan. d. Dukungan (Support) Dukungan meliputi komunikasi yang dilakukan individu dengan orang lain sehingga orang lain mengenal kelebihannya dan percaya bahwa orang lain tersebut mampu mengatur secara produktif situasi di mana mereka berada. e. Bekerjasama (Cooperative Intentions) Bekerja sama meliputi harapan individu untuk bisa bersikap kooperatif dan bahwa orang lain juga akan bersikap kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. II. A. 3. Membangun Kepercayaan (Trust) Johnson & Johnson (2000) menyatakan bahwa menerima dan mendukung kontribusi orang lain tidak berarti kita harus setuju dengan segala sesuatu yang mereka katakan. Kita bisa mengungkapkan rasa menerima dan mendukung atas
Universitas Sumatera Utara
32
keterbukaan dan sharing dari anggota lain dan saat yang sama mengungkapkan ide dan pandangan yang berbeda. Kunci untuk membangun dan mempertahankan trust adalah menjadi trustworthy. Semakin acceptance dan supportive seseorang terhadap orang lain, maka orang lain akan semakin dapat mengemukakan pemikiranpemikirannya, ide-ide, teori-teori, kesimpulan-kesimpulan, perasaan dan reaksinya. Jika seseorang dalam merespon keterbukaan orang lain bersifat trustworthy, maka semakin dalam dan personal pemikiran yang akan dibagikan orang lain. Jika seseorang ingin meningkatkan trust, maka perlu ditingkatkan trustworthiness. Johnson & Johnson (1997) menyatakan bahwa untuk dapat bekerja secara efektif dan mencapai hasil maksimal, setiap individu harus mengembangkan hubungan kepercayaan (trust) yang saling menguntungkan. Kepercayaan (trust) dibangun melalui tahap-tahap trust dan trustworthy. Misalnya jika seseorang (A) mengambil resiko untuk membuka diri, dia mungkin akan mendapat konfirmasi atau tidak, tergantung pada apakah rekan kerjanya (B) merespon dengan penerimaan ataupun penolakan. Jika rekan kerjanya (B) mengambil resiko dengan menerima, mendukung atau kooperatif, dia juga akan mendapat konfirmasi ataupun tidak, tergantung apakah individu tadi (A) tertutup atau terbuka. Menurut Johnson & Johnson (1997), untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan, setiap anggota dalam kelompok diharapkan dapat saling mengemukakan ide-ide, pemikiran, kesimpulan, perasaan dan reaksi sesuai dengan situasi. Sekali mereka melakukannya, anggota kelompok lain akan merespon dengan penerimaan, dukungan dan sifat yang kooperatif. Jika anggota kelompok menyatakan
Universitas Sumatera Utara
33
pendapatnya dan tidak menerima penerimaan yang dibutuhkannya, mereka mungkin akan menarik diri dari kelompok tersebut. Jika mereka diterima, mereka akan tetap mengambil resiko dengan berani terbuka sehingga dapat mengembangkan hubungannya dengan anggota kelompok yang lain. Interpersonal trust dibangun dengan resiko dan konfirmasi serta dihancurkan dengan resiko dan diskonfirmasi. Tanpa resiko tidak akan ada kepercayaan (trust). Langkah dalam membangun kepercayaan (trust) menurut Johnson & Johnson (1997) adalah sebagai berikut : 1. Individu A mengambil resiko dengan mengemukakan pemikirannya, info, kesimpulan, perasaan dan reaksi terhadap suatu situasi kepada individu B. 2. Individu B mengkomunikasikan acceptance, support dan cooperativeness terhadap individu A. Cara lain mengembangkan kepercayaan (trust) adalah : 1. Individu B mengkomunikasikan acceptance, support dan cooperativeness terhadap individu A. 2. Individu A merespon dengan mengemukakan pemikirannya, informasi, kesimpulan, perasaan dan reaksi terhadap situasi kepada individu B.
II. A. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan (Trust) Menurut Mayer (1995) trustee (penerima kepercayaan)akan dapat dipercaya jika memiliki tiga unsur, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
34
1. Kemampuan (Ability) Ability adalah sekumpulan ketrampilan, kompetensi dan karakteristik yang membuat
seseorang
atau
sekelompok
orang
memiliki
kemampuan
untuk
memengaruhi pihak lain dalam sebuah bidang tertentu. Trustor menjadi percaya kepada trustee karena berkaitan dengan kemampuan trustee dalam bidang tertentu. 2. Benevolence Benevolence adalah tingkatan seberapa jauh trustee dipersepsikan akan berbuat baik kepada trustor tanpa adanya motif keuntungan bagi trustee. Trustee dipersepsikan tetap akan berbuat baik walau saat trustee tidak mendapatkan reward. 3. Integritas Integritas secara sederhana bermakna kesesuaian antara ucapan dan perbuatan seseorang. Hubungan antara integritas dan kepercayaan (trust) juga melibatkan adanya kesamaan pandangan terhadap prinsip-prinsip tertentu antara trustor dan trustee. Jika trustee memiliki perbedaan prinsip maka trustor akan menganggap trustee tidak memiliki integritas dalam pencapaian keinginan trustor. Beberapa hal lain yang memengaruhi tingkat integritas adalah pengakuan dari pihak lain, keyakinan bahwa trustee bersikap adil, dan segala hal yang memengaruhi persepsi integritas trustor kepada trustee. Mayer (1995) menyebutkan bahwa ada dua unsur yang harus ada pada diri trustor (pemberi Kepercayaan) agar trustor mau memberikan kepercayaan (trust) kepada trustee. Unsur tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
35
a) Ability adalah kemampuan mengetahui apakah trustee memiliki skill dan kemampuan yang dapat membuat tujuan atau keingninan trustor tercapai. b) Benevolence adalah kemampuan mempersepsikan bahwa trustee akan menggunakan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki untuk mewujudkan keinginan atau kepentingan trustor. Individu mengembangkan harapannya mengenai tingkat bagaimana seseorang dapat kepercayaan (trust) kepada orang lain, bergantung pada faktor-faktor dibawah ini (Lewicki, dalam Deutsch dan Coleman, 2006): a. Predisposisi Kepribadian (Personality Presdiposition) Penelitian menunjukkan bahwa individu berbeda di dalam predisposisi mereka untuk percaya kepada orang lain. Semakin tinggi tingkat individu dalam predisposisi untuk percaya, semakin besar harapan untuk dipercaya oleh orang lain. b. Reputasi dan Stereotip (Reputation and Stereotype) Meskipun individu tidak memiliki pengalaman langsung dengan orang lain, harapan individu dapat terbentuk melalui apa yang dipelajari dari teman ataupun dari apa yang telah didengar. Reputasi orang lain biasanya membentuk harapan yang kuat yang membawa individu untuk melihat elemen untuk trust dan distrust serta membawa pada pendekatan pada hubungan untuk saling percaya.
Universitas Sumatera Utara
36
c. Pengalaman Aktual (Actual Experience) Pada kebanyakan orang, individu membangun faset dari pengalaman untuk berbicara, bekerja, berkoordinasi, dan berkomunikasi. Beberapa dari faset tersebut sangat kuat di dalam kepercayaan (trust), dan sebagian mungkin kuat pada distrust. Sepanjang berjalannya waktu, baik elemen trust maupun distrust memulai untuk mendominasi pengalaman, untuk menstabilkan dan secara mudah mendefinisikan sebuah hubungan. Ketika polanya sudah stabil, individu cenderung untuk menggeneralisasikan sebuah hubungan dan menggambarkannya dengan tinggi atau rendahnya trust atau distrust. d. Orientasi Psikologis (Psychological Orientation) Deutsch (dalam Deutsch dan Coleman, 2006) menyatakan bahwa individu membangun dan mempertahankan hubungan sosial berdasarkan orientasi psikologisnya. Orientasi ini dipengaruhi oleh hubungan yang terbentuk dan sebaliknya. Dalam artian, agar orientasinya tetap konsisten, maka individu akan mencari hubungan yang sesuai dengan jiwa mereka.
II. A. 5. Cara Meningkatkan Kepercayaan (Trust) Menurut Robbins (2001), terdapat 8 (delapan) cara untuk meningkatkan kepercayaan (trust), diantaranya: a. Bersikap terbuka Bersikap terbuka akan membuat orang lain percaya terhadap kita. Bersikap terbuka yang dimaksud dalam hal ini adalah bersikap terbuka terhadap
Universitas Sumatera Utara
37
informasi yang dimiliki, memberitahu secara rasional bagaimana suatu keputusan dibuat dan berterus terang dalam menyatakan masalah yang sedang dihadapi. b. Bersikap adil Sebelum membuat suatu keputusan, harus mempertimbangkan bagaimana orang lain akan menilai objektivitas dan keadilan keputusan kita.
c. Menyatakan perasaan dengan terus terang Menyatakan perasaan yang sebenarnya tanpa memandang jabatan atau posisi kita dalam suatu organisasi akan membuat orang lain lebih menghargai kita, karena semua orang adalah manusia yang memiliki masalah dan perasaan. d. Memberitahukan hal yang sebenarnya Bersikap jujur berarti kita bisa dipercaya. Apabila kejujuran merupakan hal yang penting dalam membangun kepercayaan (trust), maka kita harus menjunjung tinggi kejujuran. e. Menunjukkan konsistensi Semua orang menginginkan sesuatu yang bisa diprediksi. Ketidakjujuran terjadi karena kita tidak mampu memprediksi sikap orang tersebut. Pikirkanlah tentang nilai dan kepercayaan yang dimiliki, kemudian biarkan nilai dan kepercayaan tersebut menjadi panduan dalam mengambil tindakan. Apabila telah diperoleh suatu tujuan yang jelas, maka sikap yang dimiliki juga bisa diprediksi.
Universitas Sumatera Utara
38
f. Menepati janji Salah satu dari aspek kepercayaan (trust) adalah orang tersebut bisa diharapkan, tapi tepatilah setiap komitmen dan janji yang telah diucapkan. g. Bersikap percaya diri Setiap orang akan mempercayai orang yang bijaksana dan bisa dipercaya. Apabila kita memberitahukan suatu rahasia kepada orang lain, maka orang lain juga akan meragukan kita, dan tidak akan memberitahu rahasianya kepada kita karena kita dianggap sebagai orang yang tidak bisa dipercaya. h. Menunjukkan kompetensi Salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan (trust) adalah dengan membuat orang lain menghargai dan mengagumi kita. Sehingga kita harus mengembangkan kompetensi kita dalam hal komunikasi, negoisasi, dan kemampuan interpersonal lainnya.
Johnson & Johnson (2000) mengemukakan bahwa ciri-ciri individu dengan level
kepercayaan
(trust)
tinggi
adalah
cenderung
lebih
terbuka
dalam
mengekspresikan pikiran, perasaan, reaksi, pendapat, informasi, dan ide-ide yang dimilikinya. Sedangkan ciri-ciri individu dengan level kepercayaan (trust) yang rendah adalah cenderung melakukan penolakan dan tidak jujur dalam melakukan komunikasi dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
39
II. B. Pengertian dan Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling. II. B. 1. Pengertian Bimbingan. Surya (1988) mengungkapkan bahwa bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari yang pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: (a) mengenal diri sendiri dan lingkungannya, (b) menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, (c) mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri, dan (e) mewujudkan diri (Prayitno, dalam Sukardi & Kusmawati, 2008). Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).
Universitas Sumatera Utara
40
1. Pengertian Konseling. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal-balik antara dua orang individu, dimana guru BK berusaha membantu siswa untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang (Natawidjaja, dalam Sukardi & Kusmawati, 2008). Surya (1988) mengungkapkan bahwa konseling itu merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada siswa supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk dimamfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Dalam pembentukan konsep diri ini berarti bahwa dia memperoleh konsep yang sewajarnya mengenai: (a) dirinya sendiri, (b) orang lain, (c) pendapat orang lain tentang dirinya, (d) tujuan-tujuan yang hendak dicapainya, dan (e) kepercayaan. Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh guru BK kepada siswa yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh siswa (Prayitno, 1997). Dengan demikian, pengertian konseling adalah upaya bantuan yang diberikan kepada siswa yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh siswa.
2. Sasaran bimbingan dan konseling. Menurut Sukardi & Kusmawati (2008), pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, bertujuan agar siswa secara individual mencapai perkembangan optimal
Universitas Sumatera Utara
41
melalui kemampuan pengungkapan-pengenalan penerimaan diri dan lingkungan, pengambilan keputusan, pengarahan diri, dan perwujudan diri.
3. Jenis-jenis Bimbingan dan Konseling Ditinjau dari masalah yang dihadapi para siswa, bimbingan dan konseling di sekolah mencakup 4 bidang berikut: (1) bimbingan pribadi, (2) bimbingan social, (3) bimbingan belajar, (4) bimbingan karir.
4. Fungsi Bimbingan dan Konseling. Menurut Sukardi & Kusmawati (2008), pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah: (a) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik. Pemahaman ini meliputi: (1) pemahaman diri peserta didik, terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing dan konseling (konselor). (2) pemahaman tentang lingkungan peserta didik (termasuk didalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing (konselor) (3) pemahaman tentang lingkungan “yang lebih luas” (termasuk didalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai), terutam oleh peserta didik.
Universitas Sumatera Utara
42
(b) Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
tercegahnya
atau
terhindarnya
peserta
didik
dari
berbagai
permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. (c) Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. (d) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbangan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangankannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
5. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling. Penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip bimbingan, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan. Menurut Sukardi & Kusmawati (2008), asas-asas bimbingan dan konseling yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Kerahasiaan. Segala sesuatu yang dibicarakan peserta didik kepada pembimbing tidak boleh disampaikan kepada orang lain. Asas kerahasiaan
Universitas Sumatera Utara
43
merupakan kunci keberhasilan bimbingan dan konseling karena akan mendasari kepercayaan peserta didik kepada pembimbing. 2) Kesukarelaan. Pelaksanan bimbingan dan konseling berlangsung atas dasar kesukarelaan dari kedua belah pihak, baik dari peserta didik maupun pembimbing 3) Keterbukaan. Bimbingan dan konseling dapat berhasil dengan baik jika peserta didik yang bermasalah mau menyampaikan masalah yang dihadapi kepada pembimbing dan pembimbing bersedia membantunya. 4) Kekinian. Masalah yang ditangani oleh bimbingan dan konseling adalah masalah sekarang walaupun ada kaitannya dengan masalah yang lampau dan yang akan datang. Selain itu juga hendaknya pembimbing sesegera mungkin menangani masalah peserta didik. 5) Kemandirian. Bimbingan dan konseling membantu agar peserta didik dapat mandiri atau tidak tergantung baik kepada pembimbing dan orang lain. 6) Kegiatan. Bimbingan dan konseling harus dapat membantu membangkitkan peserta didik agar berusaha melakukan kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. 7) Kedinamisan. Bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu terjadinya perubahan yang lebih baik dan mampu kearah pembaharuan pada diri peserta didik.
Universitas Sumatera Utara
44
8) Keterpaduan. Bimbingan dan konseling hendaknya dapat memadukan berbagai aspek kepribadian peserta didik dan proses layanan yang dilakukan. 9) Kenormatifan. Usaha bimbingan dan konseling harus sesuai dengan normanorma yang berlaku, baik norma agama, norma adat, norma hukum atau negara, norma ilmu, dan norma kebiasaan sehari-hari. 10) Keahlian. Bimbingan dan konseling adalah layanan profesional sehingga perlu dilakukan oleh ahli yang khusus dididik untuk melakukan tugas ini. 11) Alih tangan. Bila usaha yang dilakukan telah optimal tetapi belum berhasil atau masalahnya di luar kewenangannya, maka penanganannya dapat dialihtangankan pihak lain yang berwenang. 12) Tutwuri
handayani.
Bimbingan
dan
konseling
hendaknya
secara
keseluruhan dapat memberikan rasa aman, mengembangkan keteladanan, memberi rangsangan dan dorongan serta kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju sesuai dengan potensinya.
6. Jenis-jenis Layanan Bimbingan dan Konseling. Menurut Prayitno (dalam Sukardi & Kusmawati, 2008), jenis-jenis layanan yang ada dalam bimbingan dan konseling antara lain sebagai berikut: a) Layanan
orientasi,
yaitu
layanan
bimbingan
dan
konseling
yang
memungkinkan peserta didik (klien) memahami lingkunganya seperti sekolah
Universitas Sumatera Utara
45
yang baru dimasukinya. Layanan orientasi ini ditujukan kepada siswa baru dan untuk pihak lain tertutama orang tua atau wali siswa guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri siswa terutama terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasukinya. b) Layanan
informasi,
yaitu
layanan
bimbingan
dan
konseling
yang
memungkinkan peserta didik (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti: informasi pendidikan, informasi karier), yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik (klien). Layanan ini bertujuan untuk membekali individu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk dirinya. c) Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya: penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar dan lainnya) yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat serta kondisi pribadi. d) Layanan pembelajaran, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mengembangkan diri dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya. e) Layanan konseling perorangan, layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapat layanan langsung tatap muka
Universitas Sumatera Utara
46
(secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialaminya. f) Layanan bimbingan kelompok, layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari berbagai narasumber tertentu (terutama dari guru pembimbing) dan membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu guna menunjang pemahaman kehidupannya sehari-hari atau perkembangannya dalam kehidupan sehari-hari. g) Layanan konseling kelompok, layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk membahas dan mengentaskan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok.
7. Peranan Guru dalam Bimbingan dan Konseling Menurut Uno (2007) menyatakan bahwa guru dalam bimbingan dan konseling dituntut untuk mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan instruksional akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal approach) dalam setiap proses bimbingan dan konseling berlangsung. Dengan pendekatan pribadi semacam ini guru BK akan secara langsung mengenal dan memahami peserta didiknya secara lebih mendalam sehingga dapat membantu dalam keseluruhan proses belajarnya dan guru BK diharapkan akan dapat merespons segala masalah tingkah
Universitas Sumatera Utara
47
laku yang terjadi dalam proses pembelajaran. Oleh karna itu guru BK harus dipersiapkan agar: a) Dapat menolong peserta didik (siswa) memecahkan masalah-masalah yang timbul antara peserta didik (siswa) dengan orang tuanya. b) Bisa memperoleh keahlian dalam membina hubungannya yang manusiawi dan dapat mempersiapkan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain.
8. Kompetensi Guru BK Sesuai rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (Depdiknas, 2008), kompetensi guru BK tersebut adalah: a) Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani b) Mengusai landasan teoritik bimbingan dan konseling c) Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan d) Mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan Kesemua kompetensi di atas dijadikan sebagai standard kompetensi bagi guru BK di Indonesia. Bentuk kompetensi tersebut disusun sedemikian rupa agar profesi guru BK (bimbingan dan konseling) dapat terjaga baik mutu, teknis dan hasilnya. Seorang yang akan menjadi seorang guru BK diharuskan sudah memenuhi syarat dan mencapai tingkat kompetensi sesuai yang ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
48
C. Kepercayaan (Trust) Siswa terhadap Guru BK Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pada hakikatnya adalah memberi bimbingan kepada individu atau sekelompok individu agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kegiatan bimbingan dan konseling memiliki beberapa asas, salah satunya adalah asas keterbukaan. Keterbukaan (openness) merupakan salah satu aspek dari kepercayaan (trust) dan dalam proses bimbingan dan konseling sangat dituntut terciptanya kepercayaan (trust) antara guru BK dan siswa (Priyatno, 1999). Moran & Hoy (2000) menunjukkan bahwa kepercayaan memfasilitasi kerjasama dan meningkatkan kohesivitas kelompok, kepemimpinan sekolah yang efektif, dan prestasi siswa. Selain itu kepercayaan dibangun secara dinamis yang berubah dari waktu ke waktu dan adanya hubungan saling percaya serta berkontribusi pada iklim sekolah yang positif, komunikasi yang produktif, peningkatan belajar siswa, dan efektivitas sekolah secara keseluruhan. Menurut Mayer (1995), trustee akan dapat dipercaya jika
memiliki tiga
unsur, yaitu: kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity). Ketiga unsur ini juga menentukan tinggi dan rendahnya trust siswa terhadap Guru BK. Sebagai aturan umum, semakin tinggi trust seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, maka semakin besar kecenderungannya untuk benarbenar melakukan perilaku tersebut. Menurut Sukardi (2002), bimbingan dan konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dan
Universitas Sumatera Utara
49
klien yang berisi usaha yang laras, unik, human (manusiawi) yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan siswa dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan baik dan lancar serta sesuai dengan tujuan jika tercipta kepercayaan (trust) antara konselor dengan klien. Apabila kepercayaan (trust) tidak terbangun, proses BK (Bimbingan dan Konseling) akan sia-sia dan akan merugikan pihak klien karena permasalahan yang dihadapinya tidak akan dapat terselesaikan. Menurut teori yang dikemukakan oleh Johnson & Johnson (2000) bahwa kepercayaan (trust) seorang individu terhadap orang lain dapat ditunjukkan melalui kesediaan individu tersebut untuk mengungkapkan perasaannya, untuk menerima keadaan orang lain, untuk berbagi pendapat dan sumber daya lainnya, untuk memberi dukungan, serta untuk bekerja sama dengan orang lain. Johnson & Johnson (2000) lebih lanjut menyatakan bahwa menerima dan mendukung kontribusi orang lain tidak berarti kita harus setuju dengan segala sesuatu yang mereka katakan. Kita bisa mengungkapkan rasa menerima dan mendukung atas keterbukaan dan sharing dari anggota lain dan saat yang sama mengungkapkan ide dan pandangan yang berbeda. Kunci untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan (trust) adalah menjadi trustworthy. Semakin acceptance dan supportive seseorang terhadap orang lain, maka orang lain akan semakin dapat mengemukakan pemikiran-pemikirannya, ide-ide, teori-teori, kesimpulan-kesimpulan, perasaan dan
Universitas Sumatera Utara
50
reaksinya. Jika seseorang dalam merespon keterbukaan orang lain bersifat trustworthy, maka semakin dalam dan personal pemikiran yang akan dibagikan orang lain. Jika seseorang ingin meningkatkan kepercayaan (trust), maka perlu ditingkatkan trustworthiness. Keterampilan utama yang penting dalam mengkomunikasikan acceptance, support, dan cooperativeness melibatkan pengekspresian kehangatan, pengertian yang akurat, dan keinginan untuk bekerja sama. Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa ekspresi semacam itu dapat meningkatkan kepercayaan (trust) dalam suatu hubungan, meskipun individu terlibat dalam konflik yang tidak terselesaikan (Johnson & Johnson, 2000).
Universitas Sumatera Utara