BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Konsepsi Pemasaran Pengertian dari pemasaran menurut Philip Kotler (Kotler 2006: 6) dibagi menjadi dua aspek yaitu sosial dan manajerial. Definisi sosial lebih diarahkan pada aturan pemasaran yang digunakan dalam masyarakat, dimana seorang pemasaran menyebutkan hal itu sebagai sebuah aturan untuk ”memberikan sebuah standar hidup yang lebih tinggi”. Secara lengkap menurut aspek sosial pemasaran didefinisikan sebagai proses sosial antara individual maupun kelompok di dalam mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya melalui penciptaan (creating), penawaran (offering) dan kebebasan tukar menukar (freely exchanging) produk dan jasa satu sama lain. Sedangkan secara manajerialnya pemasaran didefinisikan sebagai ”seni menjual produk”. Namun, kita akan dikejutkan bahwa pada dasarnya bagian terpenting di dalam pemasaran adalah bukan penjualan itu sendiri. Penjualan hanya merupakan sebagian kecil dari pemasaran. Menurut The American Pemasaran Association (Boone, 1986:4), pemasaran didefinisikan sebagai proses perencanaan dan eksekusi konsep, penentuan harga (pricing), promosi (promotion), dan pendistribusian ide (ideas distribution) barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan konsumen dan tujuan perusahaan. Menurut Craven (2006: 30)
strategi pemasaran adalah sebuah proses
pengembangan strategi yang ditentukan oleh pasar, memperhatikan keadaan business
yang selalu berubah- ubah dan kebutuhan untuk meningkatkan nilai customer lebih baik lagi.
2.1.1 Definisi Pemasaran Menurut Kotler (2006: 8) ada 10 macam entity dalam pemasaran, yaitu: •
Barang (Goods), barang fisik merupakan bagian utama dari kebanyakan perusahaan-perusahaan dan pemasaran. Bukan hanya perusahaan yang memasarkan barangnya, tapi melalui internet, bahkan sampai masing- masing individu juga bisa secara efektif memasarkan barangnya.
•
Jasa (Services), berhubungan dengan kemajuan ekonomi, pertumbuhan proporsi dari aktivitas manusia berfokus kepada penyediaan jasa. Penyediaan jasa tersebut termasuk di dalamnya adalah jasa penerbangan, hotel, rental mobil, pangkas rambut, ahli kecantikan, perawatan barang, sama juga dengan profesional yang bekerja di dalam perusahaan seperti akuntan, bankir, pengacara, mekanik, dokter, programmer, dan konsultan. Banyak pasar yang menawarkan produk yang terdiri dari campuran barang dan jasa, contohnya restoran cepat saji.
•
Acara (Events), para pemasar mempromosikan event yang berdasarkan waktu, seperti pameran perdagangan terbesar, penampilan artistik, dan perayaan perusahaan. Event olah raga dunia seperti Olimpiade dan Piala Dunia juga dipromosikan dengan agresif baik kepada perusahaan maupun kepada penggemar.
•
Pengalaman (Experiences), dengan menggabungkan beberapa barang dan jasa, sebuah perusahaan dapat membuat, mementaskan, dan memasarkan pengalaman.
Walt Disney World’s Magic Kingdom menampilkan experiental pemasaran: konsumen mengunjungi kerajaan dongeng, kapal bajak laut, atau rumah hantu. Begitu juga Hard Rock Cafe, dimana konsumen dapat menikmati hidangan mereka atau melihat konser band yang sedang pentas. Pasar untuk customize experiences juga ada, contohnya menghabiskan seminggu di kamping baseball bersama beberapa mantan pemain baseball, mendaki pengunungan Himalaya, dan lain- lain. •
Orang (Persons), memasarkan seleberiti adalah sua tu bisnis besar. Sekarang ini, setiap artis besar memiliki agennya sendiri, seorang manajer pribadi, sama dengan public relation agency. Para artis, pemusik, CEO, dokter, pengacara elit dan ahli keuangan, dan profesional lainnya juga tertolong oleh pemasaran celebrity. Menurut konsultan manajemen Tom Peters, dia adalah ahli dalam self branding, dan menasihatkan setiap orang untuk menjadi sebuah ”brand”.
•
Tempat (Places), kota-kota, negara-negara, regional-regional, dan seluruh negara bertanding secara aktif untuk menarik para turis, industri, kantor pusat perusahaan, dan warga. Pemasar tempat termasuk diantaranya adalah spesialis pembangunan ekonomi, agen perumahan, bank komersil, advertising dan public relation agency.
•
Properti (Properties), properti adalah hak intangible dari kepemilikan baik untuk kepemilikan properti ataupun kepemilikan harta. Properti itu dibeli dan dijual, dan ini memerlukan pemasaran.
•
Organisasi (Organizations), organisasi secara aktif bekerja untuk membangun kekuatan, favorable, dan image yang unik di dalam pikiran setiap target publik mereka.
•
Informasi (Information), informasi dapat dihasilkan dan dipasarkan sebagai produk. Ini yang mendasari apa yang diproduksi dan didistribusikan oleh sekolah dan universitas dalam sebuah harga kepada orang tua, murid, dan komunitas.
•
Ide (Ideas), setiap market juga menawarkan ide dasar. Charles Revson dari Revlon mengamati ”Di dalam pabrik kita membuat kosmetik, di toko kita menjual harapan.” Barang dan jasa adalah suatu platform untuk mengirim beberapa ide atau benefit. Pemasar sosial selalu sibuk mempromosikan sebuah ide seperti ”Seorang teman tidak akan membiarkan temannya menyetir sambil mabuk” dan ” Sebuah pikiran adalah sebuah hal yang sangat parah untuk disiasiakan.”
2.1.2 Pemasaran Jasa Pemasaran jasa (Levitt, 1981:94-102) adalah pemasaran yang berdasarkan pada hubungan dan nilai. Pemasaran jasa bisa digunakan untuk memasarkan jasa atau produk. Pemasaran suatu bisnis jasa berbeda dari pemasaran bisnis barang. Ada beberapa perbedaan utama, diantaranya: •
Apa yang dibeli pembeli tidak berwujud
•
Jasa biasanya berdasarkan pada reputasi perorangan
•
Pembeli tidak bisa mengembalikan jasa
•
Marketing mix jasa menambahkan 3p lagi, yaitu, people, physical environment, process. Ketika suatu pasar adalah bisnis jasa, pasar tersebut harus menetapkan di dalam
pikirannya bahwa reputasi, nilai, pelaksanaan jasa (delivery) dan berkelanjutan adalah kunci untuk menjadi perusahaan yang sukses.
2.1.3.Konsepsi Pemasaran Konsep pemasaran muncul pada pertengahan 1950. Bukannya sebagai berpusat pada sebuah produk, filosofi ”membuat-dan- menjual”, perubahan bisnis kearah customercentered, filosofi ”indera dan respon”. Bukannya ”memburu”, pemasaran adalah ”gardening”. (Kotler 2006: 16) Konsep pemasaran memegang kunci untuk mencapai tuj uan organisasi yang terdiri dari menjadi lebih efektif dari pesaing dalam membuat, mengantar dan mengkomunikasikan nilai konsumen yang tinggi dari tujuan pasar yang telah dipilih.
6W DUWLQJ SRLQW ) DFW RU\
)RFXV
0 HDQV
( QGV
3 URGXFW V
6HOOLQJ SURPRWLQJ
3 URILW VW KURXJK VDO HVYRO XP H
D 7KH VHO O LQJ FRQFHSW
7DUJHW PDUNHW
&XVW RPHU QHHGV
,QW HJUDW HG PDUNHW LQJ
3 URILW VW KURXJK FXVW RPHU VDWLVIDFWLRQ
E 7KHP DUNHW LQJ FRQFHSW
Gambar 2. 1 Konsep Pemasaran
Theodore Levitt dari Harvard menggambarkan sebuah perspektif perbedaan antara konsep menjual dan konsep pemasaran. Menurutnya dalam konsep menjual lebih fokus kepada kebutuhan dari penjual sedangkan konsep pemasaran lebih fokus kepada kebutuhan dari pembeli. Konsep menjual lebih dikhususkan kepada kebutuhan penjual untuk merubah produknya menjadi uang, sedangkan konsep pemasaran lebih kepada ide untuk memuaskan kebutuhan konsumen melalui produk dan seluruh bagiannya yang diasosiasikan dengan menciptakan, mengirim, dan akhirnya mengkonsumsi produk tersebut.(Levitt, 1981) Menurut Cravens (2006: 4) konsep pemasaran telah mengajukan customer focus untuk setengah abad. Ada beberapa persamaan antara konsep pemasaran dan konsep berorientasi pada pasar, meskipun pendahulunya menyatakan penekanan fungsi pemasaran. Perbedaan terpenting adalah market orientation lebih dari sebuah filosofi sejak market orientation terdiri dari proses pengiririman nilai- nilai customers. Konsep pemasaran dimulai dari keinginan customer, menentukan mana yang perlu dipenuhi, dan melibatkan seluruh organisasi di dalam proses untuk memenuhi kebutuhan customers.
2.2 Market-Driven Strategy Menurut Cravens (2006: 2) pengertian logika dari market-driven strategy adalah pasar dan konsumen yang membentuk pasar haruslah menjadi titik awal bagi pembentukan strategi bisnis. Kunci keuntungan dari menjadi market-oriented adalah memperoleh sebuah pengertian tentang pasar dan bagaimana pasar tersebut akan berubah di masa depan. Pengetahuan ini mendukung setiap perusahaan untuk menyusun marketdriven strategy. Mengembangkan penglihatan mengenai pasar membutuhkan perolehan informasi mengenai konsumen, pesaing, dan pasar. Melihat informasi dari perpektif
bisnis secara total; menentukan fungsi bisnis bagaimana mengirim nilai konsumen yang lebih baik; dan mengambil tindakan ini untuk menyediakan value kepada konsumen.
Gambar 2. 2 Karakteristik dari Market-Driven Strategies
Organisasi yang berorientasi pada pasar menolong manajemen untuk mengenal konsumen yang kebutuhan nilainya sesuai dengan kapabilitas perusahaan yang berbedabeda. Desain dan implementasi market-driven strategy yang sukses akan memimpin kepada penampilan yang lebih baik bagi organisasi. Menjadi market-oriented menuntut perilaku etika dalam organisasi dan dengan konsumen, supplier, dan para pemegang saham. Menjadi market-oriented juga membutuhkan keterlibatan dan dukungan dari seluruh tenaga kerja. Organisasi harus memonitor secepat mungkin mengenai perubahan keingginan dan kebutuhan konsumen, menentukan perubahan-perubahan ini pada kepuasan konsumen, meningkatkan tingkat inovasi produk, dan menerapkan strategi yang membangun competitive advantage dari perusahaan.
D 7UDGLWLRQDO RUJDQL] DW LRQFKDUW
D 0RGHUQFXVW RP HURULHQW HGRUJDQL] DW LRQFKDUW
&XVW RPHUV 7RS PDQD JHPHQW
) URQW/ LQH3HRSO H 0 LGGOH0 DQDJ HPHQW
) URQW/ LQH3HRSO H
0LGGO H0 DQDJHPHQW
7RS PDQD JHPHQW
&XVW RPHUV
Gambar 2. 3 Traditional Organization Chart Versus Modern Customer-Oriented Company Organization Chart
Ada beberapa karakteristik dari market-oriented, diantaranya adalah : •
Fokus kepada konsumen (Customer Focus), ada kemiripan antara konsep pemasaran dan market-oriented, meskipun dahulu mengandung arti penekanan fungsional. Perbedaan yang paling penting adalah orientasi pasar lebih dari pada sebuah filosofi sejak market-oriented terdiri dari proses untuk mengirimkan customer value. Konsep dari Customer Focus dimulai dari kebutuhan konsumen, menentukan kebutuhan mana yang harus dipenuhi, dan melibatkan seluruh anggota organisasi dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
•
Mata-mata pesaing (Competitor Intelligence), organisasi yang berorientasi pada pasar harus mengenal pentingnya dari mengerti mengenai kondisi dan situasi pesaingnya sama seperti mengenal konsumen.
•
Koordinasi lintas fungsi (Cross –Functional Coordination), Perusahaan yang market -oriented efektif dalam menjalankan semua fungsi bisnis untuk dapat
saling bekerja bersama untuk menyediakan customer value yang lebih baik. Organisasi-organisasi yang seperti ini telah berhasil dalam menghilangkan dinding-dinding pemisah diantara fungsi- fungsi bisnis. Rekan kerja dalam crossfunctional memandu seluruh organisasi kepada penyediaan customer value yang lebih baik. •
Pengaruh kinerja (Performance Implications), Perusahaan yang berorientasi pada pasar memulai analisis strateginya dengan penetrasi pandangan terhadap pasar dan persaingan dan menampilkan kinerja perusahaan yang lebih baik .
2.3.1.Competitive Marketing Strategies Selain konsumen, pesaing juga sangat penting untuk dipelajari supaya bisa membuat suatu strategi pemasaran yang efektif. Suatu perusahaan perlu untuk mengidentifikasi strategi, tujuan, kekuatan, kelemahan dan pola reaksi pesaingnya (Kotler, 2003: 274). Bagaimana caranya untuk mengidentifikasi pesaing terdekat suatu perusahaan? Pesaing terdekat suatu perusahaan adalah perusahaan yang melayani konsumen yang sama dan menawarkan hal yang sama pula. Suatu perusahaan harus memperhatikan pesaingnya yang mungkin melakukan hal yang baru untuk memuaskan kebutuhan konsumennya. Setelah suatu perusahaan mengidentifikasikan pesaingnya, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah mempelajari karakteristik perusahaan pesaing tersebut, terutama strategi, tujuan, kekuatan, kelemahan dan pola reaksi mereka.
Untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan suatu perusahaan dan pesaingnya dapat dilakukan dengan melakukan survei terhadap konsumen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan bagaimana mereka menghubungkannya dengan apa yang ditawarkan oleh perusahaan dan juga pesaingnya. Kekuatan dan kelemahan pesaing dapat diukur dari empat area yang ditunjukkan oleh Gambar 2.4
Gambar 2. 4 Competitor Evaluation
Menurut Kotler (Kotler, 2004: 567), competitive marketing strategies adalah strategi yang menempatkan perusahaan dengan kuat terhadap pesaing-pesaingnya dan memberikan perusahaan keuntungan posisi strategik yang terkuat. Menurut Michael Porter ada beberapa dasar strategi bersaing (Kotler, 2004:574), yaitu: •
Overall cost leadership: disini perusahaan bekerja keras untuk mendapatkan biaya produksi dan biaya distribusi terendah. Biaya rendah berarti membuat harga suatu barang dan jasa menjadi lebih rendah dibanding pesaing dan memenangkan pangsa pasar yang besar.
•
Differentiation: disini perusahaan berkonsentrasi pada menciptakan suatu jenis barang dan program pemasaran yang benar-benar berbeda supaya menjadi pemimpin di dalam kelas industrinya. Kebanyakan konsumen lebih memilih untuk memiliki merek ini bila harganya tidak terlalu tinggi.
•
Focus: disini perusahaan fokus kepada usahanya untuk melayani segmen pasar yang sedikit daripada melayani pasar yang lebih besar.
•
Operational excellence: perusahaan menyediakan nilai yang lebih baik dengan memimpin diindustrinya dalam harga dan kenyamanan. Hal ini bekerja untuk menekan biaya dan untuk membuat nilai langsing dan efisien dalam sistem pengiriman.
•
Customer intimacy: perusahaan menyediakan nilai yang lebih baik dengan secara tepat membedakan pasarnya dan menyesuaikan produk dan servisnya untuk disesuaikan secara tepat dengan kebutuhan sasaran konsumen.
•
Product leadership: perusahaan menyediakan nilai yang lebih baik dengan menawarkan aliran produk atau jasa yang memimpin secara terus menerus.
2.3.2.Direct Marketing Strategies Tujuan dari direct marketing adalah untuk membuat kontak langsung dengan enduser konsumen melalui media alternatif (komputer, telpon, surat, dan kios). Banyak metode direct marketing yang tersedia, setiap metode menawarkan keuntungan dan keterbatasan masing- masing. (Cravens, 2006: 374)
Direct marketing adalah kegunaan dari saluran consumer-direct
untuk
menjangkau dan mengantarkan barang dan jasa kepada konsumen tanpa menggunakan perantara (Kotler, 2006: 558) Perluasan popularitas dari metode direct marketing dikendalikan oleh kombinasi dari (Cravens, 2006: 375): •
Socioeconomic Trends, beberapa tren memungkinkan pembelian direct marketing sangat menarik bagi banyak pembeli. Sepasang suami istri yang bekerja memiliki beban utama dalam ketidakleluasaan waktu dalam rumah tangga, jadi direct puchase via direct channel adalah sebuah cara yang sangat berguna untuk menghemat waktu.
•
Low Access Costs. Meski biaya per kontak bervariasi menurut metode direct contact, biaya para pemasar jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan penjualan kontak face-to-face.
•
Database Management, kegunaan dari komputerisasi database melonjak selama satu dekade terakhir, dijalankan oleh kecanggihan teknologi piranti lunak dan piranti keras. Ketersediaan komputerisasi database adalah sebuah penentu penting bagi keberhasilan direct marketing.
•
Value, informasi belanja yang disediakan oleh via direct marketing, nyaman, mengurangi waktu belanja, respon yang cepat, dan harga yang kompetitif memberikan pembeli sebundel value yang menarik dalam banyak situasi membeli.
2.3.3.Metode Direct Marketing Bermacam- macam metode pemasaran ditunjukan di ga mbar 2.5
Gambar 2. 5 Direct marketing Methods
•
Catalogs and Direct Mail, hubungan melalu surat dengan pembeli yang potensial bisa menghasilkan pesanan melalui telpon atau surat, atau sebagai pengganti untuk mendorong pembeli untuk mengunjungi retail outlet untuk melihat produk dan melakukan pembelian.
•
Telemarketing, bentuk direct marketing ini terdiri dari kegunaan hubungan telpon antara pembeli dan penjual untuk melakukan semua atau beberapa fungsi menjual. Telemarketing menawarkan 2 kunci keuntungan, yaitu biaya hubungan yang rendah dan akses cepat oleh pembeli dan penjual.
•
Direct Response Media, banyak perusahaan menggunakan televisi, radio, majalah, dan surat kabar untuk
memperoleh penjualan dari pembeli. Direct
response dari iklan diperoleh melalui surat, telpon, dan fax. Orang melihat iklan, memutuskan untuk membeli, dan memesan item tersebut dari organisasi yang menjualnya.
•
Electronic Shopping, electronic shopping oleh pembeli sangat cocok disaat keperluan konsumen memerlukan pembelian ulang secara rutin untuk item standar, dan akses langsung ke pembeli tidak penting.
•
Kiosk Shopping, mirip seperti konsep vending machine, kiosk menawarkan kepada pembeli kesempatan untuk membeli dari fasilitas stand yang terletak di komplek retail atau area umum (airport, mall). Kiosk juga mungkin memiliki sambungan internet. Tiket pesawat dan asuransi penerbangan sebagai contoh bagi produk yang dijual dengan menggunakan kiosk. Dalam beberapa hal, pesanan bisa ditaruh di kiosk tapi kemudian dikirim ke alamat konsumen. keuntungan bagi penjual adalah pendekatan kepada banyak orang, dan keuntungan bagi pembeli adalah dari kenyamanan belanja.
2.3.3.1. Benefit and Limitation Keuntungan dari direct marketing adalah pendekatan pemasaran dengan cara ini memungkinkan penjangkauan yang selektif dan kesempatan segmentasi.
Kebebasan
dalam mengakses konsumen diberikan melalui direct marketing. Hubungan waktu bisa diatur dan lebih personalized. Lebih penting lagi, keefektifan dari direct marketing juga bisa diukur melalui direct response. (Cravens, 2006: 377) Direct marketing juga memiliki keterbatasan. Direct marketing bisa menimbulkan image yang jelak contohnya seperti junk mail. Ketepatan dalam menargetkan konsumen hanya sejauh daftar yang digunakan untuk mengakses pembeli yang potential. Dan mungkin juga keterbatasan dalam isi di dalam direct-response advertising. Juga, waktu dalam mengirim surat dapat memakan waktu yang lebih lama. (Cravens, 2006: 377)
2.4. Segmentation, Targeting, and Positioning Seorang pemasar mungkin jarang sekali memuaskan semua orang di dalam sebuah pasar. Tidak semua orang suka sereal, kamar hotel, restoran, mobil, kursus, atau film yang sama. Oleh karena itu, pemasar mulai membagi pasar ke dalam beberapa segmen. Mereka mengenali dan membagi kelompok pembeli yang berbeda yang mungkit lebih memilih atau membutuhkan variasi barang dan jasa bercampur dengan mempelajari demografi, psikografi, dan perbedaan perilaku diantara para pembeli. Kemudian pemasar memutuskan segmen mana yang mewakilkan kesempatan terbaik—yang disebut target markets. Untuk setiap target market yang terpilih, perusahaan mengembangkan penawaran pasar. Penawaran ini ditempatkan (positioned) di dalam pikiran dari calon pembeli seperti mengirimkan beberapa keuntungan utama. (Kotler, 2006: 24)
Gambar 2. 6 Steps In Market Segmentation, Targeting and Positioning
2.4.1. Segmentasi (Segmentation) Konsumen dalam sebuah pasar adalah heterogen dan dapat dikelompokkan menjadi kelompok konsumen yang homogen dengan berbagai cara. Kelompok konsumen ini dapat dibentuk atas dasar variabel geografis (kota, negara), variabel demografis
(umur, jenis kelamin, pendapatan), variabel psikografis (gaya hidup, kepribadian), dan variabel perilaku (tingkat pemakaian). Proses untuk mengklasifikasikan konsumen ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan disebut segmentasi pasar (market segmentation). Menurut Kotler (Kotler, 2004) segmentasi pasar adalah membagi suatu pasar ke dalam kelompok pembeli yang lebih kecil dengan perbedaan kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang mungkin membutuhkan produk atau marketing mix yang terpisah. Menurut Kotler (Kotler, 2004: 239) ada empat segmentasi utama di dalam membedakan pasar, antara lain: •
Geographic Segmentation, membedakan suatu pasar ke dalam bagian geografi yang berbeda seperti negara, pemerintahan, regional, daerah, kota, atau negara tetangga.
•
Demographic Segmentation, membagi pasar ke dalam kelompok variabel berdasarkan umur, jenis kelamin, jumlah ke luarga, perputaran hidup ke luarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, dan kebangsaan.
•
Psychographic Segmentation, membagi pembeli ke dalam kelompok yang berbeda berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, atau karakteristik pribadi.
•
Behavioral Segmentation, membagi pembeli ke dalam kelompok berdasarkan pengetahuan mereka, tingkah laku, kegunaan, atau tanggapan kepada suatu produk.
2.4.2.Penentuan Sasaran (Targeting) Setelah melakukan segementasi pasar dan memisahkan konsumen dalam kelompok yang lebih kecil, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh produsen adalah mengevaluasi setiap segmen pasar yang telah terbentuk dan memilih salah satu atau lebih segmen pasar yang hendak dimasuki. Menurut Kotler (Kotler, 2004: 251) target pemasaran adalah sekelompok pembeli yang membagi kebutuhan atau karakteristik yang sama dimana perusahaan memutuskan untuk melayani. Karena para pembeli memiliki kebutuhan dan keinginan yang unik, seeorang penjual bisa secara potensial melihat setiap pembeli sebagai target market yang terpisah. Idealnya, kemudian penjual merancang suatu program pemasaran yang terpisah untuk setiap pembeli. Gambar
2.7
(undifferentiate
menunjukan marketing),
bahwa sangat
perusahaan sempit
dapat
menyasarkan
(micromarketing),
atau
sangat
luas
diantaranya
(differentiated or concetrated marketing).
Gambar 2. 7 Target Marketing Strategies
•
Undifferentiated marketing adalah suatu strategi cakupan pasar dimana perusahaan memutuskan untuk membiarkan perbedaan segmen pasar dan menuju kepada seluruh pasar dengan satu tawaran.
•
Differentiated marketing adalah suatu strategi cakupan pasar dimana perusahaan memutuskan untuk menyasarkan beberapa segmen pasar dan merancang tawaran yang berbeda untuk tiap pasarnya.
•
Concentrated marketing adalah suatu strategi cakupan pasar dimana perusahan mengarah kepada pangsa yang besar dari satu atau beberapa segmen atau celah.
•
Micromarketing adalah suatu praktek dari menyesuaikan produk dan program pemasaran kepada kebutuhan dan keinginan dari individu yang spesifik dan kelompok konsumen lokal.
2.4.3.Penentuan Posisi (Positioning) Dengan melakukan segmentasi dan menentukan target pasar dengan baik maka produsen akan mendapatkan pengertian ya ng menyeluruh tentang kebutuhan, sikap dan perilaku sang konsumen. Bila sudah dapat mengerti apa yang diinginkan oleh konsumen maka sang produsen dapat menyelaraskannya dengan kemampuannya sendiri dan menetapkan posisi produknya di pasar. Menurut (Cheverton, 2004) ada lima kesalahan dalam menentukan posisi di pasar, yaitu: 1. Positioning yang terlalu rendah, Jika tidak memiliki sesuatu yang khusus, maka akan sulit untuk mengambil tempat di dalam pikiran konsumen, tidak memberikan alasan untuk membeli, bahkan peduli. 2. Positioning yang terlalu tinggi, Bersikap terlalu spesifik. 3. Positioning yang membingungkan, Saat mencoba untuk melakukan banyak hal sekaligus maka muncul kontradiksi dan konflik. 4. Positioning yang tidak relevan, saling tidak berhubungan satu dengan yang lainnya.
5. Positioning yang meragukan, Membuat pernyataan yang tidak dapat dipercaya dan hanya mereka yang sangat mudah tertipu yang akan menjadi konsumen anda.
2.4.4.Segmentasi Pasar di Indonesia Berdasarkan Psikografis Setiap hari, ribuan produk baru diluncurkan, namun hanya sedikit sekali yang mendulang sukses, selebihnya mati muda atau merana kepanjangan. Berbagai riset pasar – mulai dari skala lokal hingga nasional – sebenarnya kerap dilakukan. Berdasarkan survey tersebut ditentukan segmentation, differentiation, targeting, positioning, dan lain sebagainya agar pasar sasaran menjadi lebih fokus. Namun produk tetap bertumpuk dan tak diminati konsumen. Hal inilah yang terus menggelitik pikiran para produsen dan pemasar. Rupanya , kebanyakan para produsen dan pemasar salah sasaran, karena hanya berkutat mengandalkan data keras berupa data demografis (usia, jenis kelamin, besar pengeluaran) semata. Dari sinilah pentingnya pendekatan psikografis, yang mencoba melihat customer insight dengan meneropong aktifitas, kepentingan dan opini (activities, interest & optional) konsumen yang melatar belakangin hidup mereka. Sesuai hasil riset, terdapat 8 cluster pelanggan yang unik dan potensial di garap, yaitu (SWA; Maret 2005: 30):
Tabel 2.1 Segmentasi Pasar di Indonesia berdasarkan Psikografis
SEGMEN
BUILDING BLOCK DESIRE
DEMOGRAFI
KARAKTERISTIK
SEGMEN
BUILDING BLOCK DESIRE
DEMOGRAFI
KARAKTERISTIK
ESTABLISHED DENFIDENT (“ORANG ALIM”) 15,2%
- Gold : mencukupi kebutuhan keluarga - Glory : Punya reputasi yang baik - Group : Diterima masyarakat
- Umumn ya lakilaki - Urban - Usia Matang - SES Tinggi - Berpendidi-kan Tinggi
- Mereka ramah dan menyukai keharmonisan di lingkungan sekitarnya. - Mereka merasa senang jika dapat menolong orang lain. - Mereka konservatif dan normatif. - Bagi mereka sangat penting untuk dihargai dan dianggap bertanggung jawab oleh lingkungannya. - Umumnya sangat percaya diri dan merasa berada pada jalur yang benar sesuai dengan yang mereka inginkan. - Kelompok ini tidak menyukai TV dan iklan.
THE OPTIMISTIC FAMILY PERSON (IBU ”PKK”) 13,5%
- Gold : Menyadari pentingnya materi tidak hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan ke luarga - Glory : Berada pada tempat yang tepat - Group : Ke luarga adalah segalanya
- Umumnya wanita - Rural - Usia Matang - SES Rendah
THE CHANGE EXPECTING LAD
- Gold : Materi hanya alat untuk mempertahankan hidup
- Umumnya lakilaki - Urban - Usia Muda - SES Rendah
- Menjalani hidup dengan bersahaja, realistik, keke luargaan dan normatif. - Wanita seperti ini menyukai memasak sebagai hobi tidak hanya sebagai satu kewajiban. - Hidupnya hanya untuk ke luarga dan orang di sekelilingnya. - Di waktu senggang, kelompok ini melakukan tidur siang, mengunjungi ke luarga, berrekreasi bersama ke luarga, window shopping dan menyukai iklan. - Hidupnya berorientasi pada teman-temannya (kelompoknya). Bagi mereka : ”All is one and one is all” - Menurut mereka, teman adalah segala-galanya. - Segmen ini tidak terlalu optimis akancu masa depan mereka namun mengharapkan perubahan. - Mereka cukup toleran terhadap seks. - Golongan ini suka menonton TV, mendengarkan musik dan mengamati iklan.
(”ANAK NONGKRONG” ) 10,5%
- Glory : Diterima dan dicintai oleh teman-temannya - Group : Temanteman adalah segalanya
SEGMEN CHEERFUL HUMANIST (”LEMBUT HATI”) 12,1%
BUILDING BLOCK DESIRE
DEMOGRAFI
- Gold : Tidak mementingkan materi
- Umumn ya perempuan - Rural - Usia Muda - SES Rendah
- Glory : Berguna bagi orang lain - Group : Berbagi kasih sayang
INTROVERT WALLFLOWER (”PASRAH”)
8,1%
- Gold : Skeptis, cenderung menerima apa adanya - Glory : Diterima, diakui oleh lingkungannya - Group : Mempunyai loyalitas tinggi pada kerabatnya
-
Perempuan Rural Usia Matang SES Rendah Berpendidikan Rendah
KARAKTERISTIK - Kelompok ini cenderung tidak suka enjadi pusat perhatian walaupun diterima di lingkungannya. - Menyukai lingkungan yang damai dan penuh harmoni. - Mereka sangat menaruh perhatian dan berempati pada lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. - Mereka merasa dihargai jika lingkungannya menerima apa yang mereka lakukan. - Kelompok ini tidak terlalu suka menonton TV dan memperhatikan iklan. - Mereka adalah tipe orang yang tidak menginginkan banyak hal dalam hidupnya atau bisa dibilang bukan tipe pemimpin. - Mereka umumnya introvert, memiliki sedikit teman, tapi sangat loyal. - Mereka tipe orang yang bjaksana, rendah hati dan pekerja keras. - Golongan ini tidak terlalu optimis akan masa depan mereka. - Memasak dan berkebun menjadi hobi mereka, selain gemar menonton TV, medengarkan musik, dan religius.
SEGMEN
BUILDING BLOCK DESIRE
DEMOGRAFI
KARAKTERISTIK
THE SAVVY CONQUEROR ATAU CITY SLICKER
- Gold : Dimanja
( ”MAIN UNTUK MENANG”) 16%
- Glory : Suka disanjung dan dipuja
- Umumnya lakilaki - Urban (Jakarta A+) - Usia Matang - SES Tinggi - Berpendidikan Tinggi
- Tujuan hidupnya adalah kejayaan dan kemakmuran. - Mereka menyenangi kompetisi dan senang dikagumi orang lain. - Mereka cenderung dominan dalam pergaulan. - Kelompok ini adalah orangorang yang senang bertindak (the man of action), menyenangi tindakan spontan, dan menantang. - Mereka suka fashion, menikmati cuisine, menyukai iklan dan politik serta pandai berfilosofi. - Mereka menyukai travelling, penikmat makanan di luar rumah, menyenangi iklan dan politik. - Kelompok yang sangat memuja materi dan ingin bisa tampil dalam Majalah Tatler. - Mereka kerap tampil di berbagai acara informal untuk menambah dan membina jaringan/networking. - Bagi mereka, berteman adalah investasi. - Kelompok ini menunggu terjadinya perubahan di Indonesia. - Mereka mengikuti fashion, menyukai iklan dan mengamati bidang-bidang lain seperti lingkungan, sejarah dan ilmu -ilmu sosial. - Golomgan individu yang suka diperhatikan seperti halnya seorang bintang. - Mereka suka bergaul, suka pamer, dan menyenangi aktivitas di luar rumah seperti pesta dan kumpul-kumpul. - Mereka menyukai hal-hal baru yang sedang menjadi trend seperti fashion, gadget dan hal-hal baru lain. - Kelompok ini sangat menikmati h idup.
oleh materi dan barang-barang yang dipunyai
- Group : Mempunyai loyalitas tinggi pada kerabatnya
THE NETWORKIN PLEASURE SEEKER ( ”GaulGlam”) 11%
- Gold : Materi modal kebahagiaan. - Glory : Sangat diterima oleh lingkungan pergaulannya.
- Umumnya perempuan - Urban (Jakarta A+) - SES Tinggi - Berpendidikan rata-rata
- Group : Relasi dan kerabatnya adalah pendukung sukses.
THE SPONTANEUOUS FUN-LOVING (”BINTANG PANGGUNG”) 13,6%
- Gold : Materi sebagai alat untuk memenuhi tuntutan gaya hidup - Glory : Suka disanjung dan dipuja - Group : Kelompoknya menjadi ”alat” untuk mencapai kepopuleran
- Umumnya lakilaki - Urban - Usia Matang - SES Tinggi
2.5. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran yang sudah dibidik (Kotler, 2004:56). Alat-alat pemasaran itu terdiri dari 4 variabel yang kemudian disebut dengan 4P dari pemasaran, yaitu produk (product), harga (price), promosi (promotion), dan tempat (place).
Gambar 2. 8 The 4Ps Component of the Marketing Mix
2.5.1.Produk (Product) Sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan keinginan konsumen. Produk yang ditawarkan dapat berbentuk barang jadi, jasa pelayanan, properti, dan informasi. Produk yang ditawarkan harus memperhatikan
dari segi kualitas, manfaat, desain, jaminan, siklus kehidupan produk, dan pengembangan produk baru. (Kotler, 2004: 276)
2.5.2.Harga (Price) Jumlah uang yang harus dibayar konsumen kepada pihak produsen untuk mendapatkan sebuah produk. Dalam hal ini, penentuan harga dipengaruhi oleh banyak faktor, oleh karena itu diperlukan analisis pasar pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Harga cenderung mudah berubah karena harga dipengaruhi oleh faktor pasar dan kondisi ekonomi yang terjadi pada saat itu. (Kotler, 2004: 56)
2.5.3.Tempat (Place) Berbagai upaya dari perusahaan agar produknya mudah terjangkau dan selalu tersedia bagi pasar yang telah ditentukan sesuai dengan tempat dan waktu yang diinginkan oleh konsumen. (Kotler, 2004: 56)
2.5.4.Promosi (Promotion) Kegiatan dari perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya pada pasar yang telah ditentukan dengan tujuan untuk meyakinkan calon konsumen untuk menggunakan produk tersebut. (Kotler, 2004: 56)
Gambar 2. 9 Marketing Mix Strategy (Kotler, 2006: 19)
2.6. Relationship Marketing Menurut Gummesson (2002: 3) definisi dari relationship marketing adalah pemasaran yang berdasarkan pada interaksi di dalam hubungan jaringan. Konsep RM menyebarkan cepat bagaikan api pada tahun 1990an. Dalam kebangkitannya diikuti oleh 1to1, kemudian Customer Relationship Management (CRM). Kedua konsep terakhir mewakilkan dasar pemikiran yang sama. Sekarang, CRM adalah istilah yang paling sering digunakan, tetapi pada tahun 1998 CRM hanya satu dari beberapa istilah yang disingkat yang berjuang untuk mendapatkan perhatian. RM adalah arti umumnya, penibanan konsep. CRM dan 1to1 tidak berhubungan dengan jaringan tetapi fokus kepada konsumen—interaksi supplier. Definisi CRM menurut Gummesson (2002: 3) adalah nilai dan strategi dari hubungan pemasaran—dengan penekanan khusus pada hubungan konsumen—berubah kepada aplikasi praktis.
Gambar 2.10 The basic pemasaran relationship (Gummesson, 2002: 4)
2.7. Merek (Brand) Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek sebagai sebuah nama, tanda, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual ataupun sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa kompetitor lainnya (Kotler, 2006: 256). Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah ”tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa”. Sebuah merek yang baik akan membuat konsumen merasa senang dengan pilihan yang telah dibuatnya, untuk membeli dan menggunakannya. Sebuah merek yang baik akan selalu berada dalam benak konsumen sehingga membuat konsumen selalu teringat merek tersebut ketika hendak membutuhkan sebuah produk ataupun jasa. Merek mempunyai peranan yang penting untuk mengidentifikasikan sebuah produk, pengertian yang salah dari konsumen terhadap sebuah merek akan berakibat fatal dan menyebabkan konsumen tidak dapat menangkap nilai dan tujuan dari merek yang ada.
Andreas Buchholz dan Wolfram Wordermann (2000) dalam bukunya ”What Makes Winning Brands Different” mengatakan bahwa merek yang menang dalam pasaran adalah merek yang selalu melekat dalam pikiran konsumen dan akan membuat konsumen tersebut termotivasi untuk memilikinya yang kemudian lebih dikenal dengan teori Buchhloz-Wordermann (B|W method, 2000). Dalam tujuannya agar sebuah merek dapat melekat dalam pikiran konsumen metode B|W terbagi atas lima hukum universal yang dapat diterapkan dalam semua lini produk dan pelayanan yang ada: 1. Keunggulan dan Janji (Benefit & Promises) Konsumen lebih memilih merek dari produk yang dapat menawarkan nilai lebih atau keunggulan dibanding dengan produk lain. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Benefit & Promises: a. Mengarahkan kepada kepentingan hidup konsumen b. Menghilangkan ancaman pada konsumen c. Memberikan semangat kepada konsumen d. Mencari nilai lebih yang terdapat dalam merek e. Membuat merek sebagai pemicu dalam pikiran konsumen 2. Norma dan Nilai (Norm & Values) Konsumen lebih memilih merek yang dapat memecahkan, mencegah masalah dan gejolak antara norma-norma dan nilai- nilai yang dipercaya. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Norm & Values: a. Menghilangkan rasa bersalah b. Memberikan rasa bangga kepada konsumen
c. Memaparkan ketidak konsistenan d. Menghilangkan rasa tabu 3. Persepsi dan Program (Perception & Program) Konsumen lebih memilih sebuah merek karena persepsi dan kebiasaan yang diarahkan pada me rek tersebut sebagai suatu pilihan yang logis. Persepsi yang baik akan tercipta bila konsumen mempunyai penilaian yang bagus terhadap merek tersebut. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Perception & Program: a. Membuat batasan wilayah b. Masuk ke pasar lain c. Memposisikan merek d. Membalikkan kekurangan e. Menciptakan kembali suatu kebiasaan 4. Identitas dan Ekspresi Diri (Identity & Self Expression) Konsumen lebih memilih merek yang dapat mengekspresikan karakter dan identitas yang ingin mereka miliki. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Identity & Self Expression: a. Menunjukkan karakter b. Mendukung suatu ideologi c. Menciptakan rasa kekeluargaan d. Menciptakan rasa kepahlawanan e. Ekspresi pesan pribadi 5. Cinta dan Emosi (Love & Emotion)
Konsumen lebih memilih sebuah produk atau pelayanan tertentu karena mereka mencintai mereknya. Loyalitas merupakan loncatan dari rasa suka ke rasa cinta, bila konsumen hanya menyukai merek anda maka bukan tidak mungkin mereka akan pindah begitu merek lain memberikan diskon. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Love & Emotion: a. Menjadi teman b. Pencabangan ke dalam emosi c. Membina rasa rindu d. Membangkitkan rasa empati
Gambar 2. 10 The Buchholz – Wordermann
2.7.1.Manfaat Merek Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai (Keller, 2003): •
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.
•
Bentuk proteksi hukun terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak- hak properti intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dan meraup manfaat dari aset bernilai tersebut.
•
Signal tingkat kualitas bagi para konsumen yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability dan security permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.
•
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.
•
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas konsumen, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
•
Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Vasquez, et al. (2002), misalnya, mengklasifikasikan dimensi manfaat atau utilitas merek ke dalam sembilan kategori; utilitas fungsional produk, pilihan (choice), inovasi, trusworthiness, emosional, estetis, novelty, identifikasi sosial, dan identifikasi personal. Keller (2003) mengemukakan 7 manfaat pokok merek bagi konsumen, yaitu sebagai : •
Identifikasi sumber produk
•
Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor atau distributor tertentu
•
Pengurang resiko
•
Penekan biaya pencarian internal dan eksternal
•
Janji atau ikatan khusus dengan produsen
•
Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
•
Signal kualitas
2.8. Brand Equity Ditinjau dari perspektif pemasaran, brand equity dirumuskan sebagai ”the added value with which a brand endows a product” (Farquhar,1989), ”The value of a brand as a signal to consumers” (Erdem & Swait, 1998), ”The set of associations and behaviors on the part of a brand’s customers, channel members and parent corporation that permits the brand to earn greater volume or greater margins than it could without the brand name and that gives the brand a strong, sustainable, and differentiated competitive advantage” (Marketing Science Institute, dikutip dalam Srivastava & Shocker, 1991),
salah satu definisi brand equity yang paling banyak dikutip adalah definisi versi David A. Aaker (1991) yang menyatakan bahwa brand equity adalah ”serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau konsumen perusahaan tersebut”. Definisi Aaker menyiratkan bahwa brand equity bisa bernilai bagi perusahaan (Company-based brand equity) dan bagi konsumen (Customer-based brand euqity). Sejauh ini terdapat dua model brand equity mapan dalam aliran psikologi kognitif yaitu model Aaker (1991, 1995; Aaker &Joachimsthaler, 2000) dan model Keller (1993, 2003). Dalam model Aaker brand equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan brand equity ke dalam empat dimensi: brand awareness, perceived quality, brand associations, dan brand loyalty.
Gambar 2. 11 How Brand Equity Generates Value
2.8.1.Customer-Based Brand Equity (CBBE) Model CBBE mengaju kepada brand equity melalui perspektif dari konsumer— apakah itu bisa dari individu maupun organisasi. Pengenalan akan kebutuhan dan keinginan dari konsumer dan membuat produk atau program untuk memuaskan mereka adalah tujuan hati setiap pemasaran yang sukses. Dalam hal tertentu, dua dasar pertanyaan penting yang dihadapi oleh para pemasar adalah apa arti brand yang beda bagi konsumer? Dan bagaimana sebuah pengetahuan konsumen tentang brand mempengaruhi respon mereka terhadap aktifitas pemasaran? Dasar dari model CBBE adalah kekuatan dari sebuah brand bersandar pada apa yang konsumen telah belajar, rasa, lihat, dan dengar tentang suatu brand sebagai satu
hasil dari pengalaman seumur hidup. Dengan kata lain kekuatan sebuah brand bersandar pada apa yang menetap di dalam pikiran konsumen.
Gambar 2. 12 Customer-Based Brand Equity
2.8.2.Brand Awareness Brand awareness (Aaker, 2003: 67) terdiri dari brand recognation dan brand recall perfomance. Brand recognation berhubungan dengan kemampuan konsumen untuk menegaskan ingatan pertama ketika diberikan sebuah gerakan atau is yarat atau petunjuk. Brand recall (Aaker, 2003: 67) berhubungan dengan kemampuan konsumen untuk mendapatkan suatu brand dari ingatan mereka ketika diberikan petunjuk melalui kategori produk, kebutuhan yang dipenuhi oleh kategori tersebut, atau suatu pembelian atau kegunaan sebagai pentunjuk atau isyarat. Brand awareness membutuhkan jangkauan kontinum dari perasaan yang tak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam
suatu kelompok produk. Kontinum ini dapat terwakili dalam tingkatan brand awareness yang berbeda yang dapat digambarkan dalam piramida berikut ini :
Gambar 2. 13 ”Piramida Brand Awareness”
Menurut Aaker (1996), pengukuran tingkat brand awareness dapat didasarkan kepada pengertian-pengertian dari brand awareness yang mencakup tingkatan brand awareness yaitu Top Of Mind (puncak ingatan), Brand Recall (pengingatan kembali merek), dan Brand Recognition (pengenalan merek). Informasi mengenai tingkatan brand awareness dapat diperoleh denga n menggunakan kuesioner.
1. Top of Mind Top of mind adalah merek yang pertama kali diingat oleh responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentang suatu produk tertentu.
2. Brand Recall Brand recall adalah pengingatan kembali merek mencerminkan merek- merek apa saja yang diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Brand recall menggunakan multi respond questions yang artinya responden memberikan jawaban tanpa dibantu. 3. Brand Recognition Brand recognition adalah penguk uran tingkat kesadaran responden dimana konsumen mulai mengenal suatu merek tersebut. Hal ini penting pada saat konsumen memilih suatu merek saat melakukan pembelian. 4. Brand Unaware Merupakan tingkat paling rendah di dalam piramida brand awareness dimana konsumen sama sekali tidak menyadari akan adanya suatu merek. Awareness diukur berdasarkan cara-cara yang berbeda dimana konsumen mengingat suatu merek, dimulai dari recognition hingga proses recall pada benak utama ke yang dominan. Bagaimanapun juga menurut psikolog dan ahli ekonomi proses recognition dan recall lebih dari sekadar tanda-tanda dalam mengingat suatu merek. Dikarenakan konsumen setiap hari dicekoki dengan begitu banyaknya pesan pemasaran, tantangan untuk memantapkan recall dan recognition secara ekonomis patut diperhatikan.
2.8.3.Brand Image Sebuah brand image yang positif dibuat oleh program pemasaran yang berhubungan kuat dengan asosiasi yang favorit dan unik terhadap suatu brand di dalam
ingatan. Brand image didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap suatu brand dan diukur sesuai dengan brand association yang terdapat didapat benak konsumen. Untuk mengukur suatu brand image, kita dapat menggunakan dan mengadopsi dari brand association yang sudah ada maupun mulai dari awal dengan menimbulkan brand association dan kemudian mengukur kekuatan dari asosiasi tersebut. (Keller, 2003: 70)
2.8.4.Brand Association Pengertian brand association adalah kesan yang muncul dalam benak konsumen terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001). Asosiasi ini meliputi atribut yang melekat pada produk tersebut, selebritis (duta produk), atau simbol-simbol yang tertentu yang melambangkan produk tersebut. Berbagai asosiasi yang saling berhubungan akan menimbulkan sebuah kesan dalam benak konsumen yang biasanya sering disebut dengan brand image dan semakin banyak asosiasi yang terlibat dan berhubungan dalam merek tersebut maka akan semakin kuat brand image dari merek sebuah produk tersebut. Asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut: 1. Atribut produk Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. 2. Atribut tak berwujud
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang obyektif. 3. Manfaat bagi konsumen Manfaat bagi konsumen dapat dibagi dua, yaitu manfaat rasional dan manfaat psikologis. Manfaat rasional berkaitan dengan atribut produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Sedangkan manfaat psikologis seringkali merupakan konsekuensi ekstrem dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. 4. Harga relatif Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
5. Penggunaan / aplikasi Pendekatan ini dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu aplikasi tertentu. 6. Konsumen Pendekatan ini dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna dan atau konsumen dari produk tersebut. 7. Artis atau orang terkenal
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi yang kuat yang dimiliki oleh orang terkenal tersebut ke dalam merek tersebut. 8. Gaya hidup atau kepribadian Asosiasi sebuah merek dapat diilhami oleh asosiasi para konsumen merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteris tik gaya hidup yang hampir sama. 9. Kelas produk Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. 10. Pesaing Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.
11. Negara atau wilayah geografis Sebuah negara dapat dijadikan simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Menurut David A. Aaker dalam bukunya ”Building Strong Brand” di dalam mengelola brand equity bahwa brand equity didukung sebagian besar oleh asosiasi yang dibuat oleh kons umer. Asosiasi ini bisa berupa atribut produk, selebriti, atau simbolsimbol tertentu. Brand association dijalankan oleh brand identity. Kunci untuk
membangun brand yang kuat adalah dengan membangun dan mengimplementasikan brand identity.
2.8.5.Brand Identity Identitas seseorang bertugas untuk memberikan arah, maksud, dan arti dari orang tersebut. Brand identity juga memberikan arah, maksud, dan arti dari sebuah brand. Ini adalah sentral dari sebuah brand’s strategic vision dan penggerak dari salah satu dari empat dimensi prinsipal dari Brand Equity: Asosiasi, yang mana adalah hati dan jiwa dari sebuah brand. Brand Identity adalah kumpulan yang unik dari sebuah brand associations dimana strategi dari suatu brand diharapkan untuk menciptakan atau merawat. (Aaker, 1996: 68)
2.8.6. Brand Audit Untuk belajar mengetahui apa yang konsumen tahu mengenai sebuah brand dan produk agar perusahaan dapat menginformasikan keputusan strategic positioning. Para pemasar pertama kali harus melakukan
sebuah brand audit untuk menggambarkan
struktur pengetahuan konsumer. Brand Audit (Keller, 2003) adalah pemeriksaan mengenai pengertian akan sebuah brand dalam hal sumber dari brand equity-nya. Sedangkan, menurut Kotler (Kotler, 2006: 271) brand audit adalah tugas yang berfokus pada customer yang melibatkan serangkaian prosedur untuk menilai kesehatan dari suatu brand, mengungkap sumber brand equity-nya, dan menyarankan cara untuk meningkatkan dan mengungkit equity-nya. Dari sisi lain sebuah brand audit lebih dari sisi luar, adalah pemeriksaan pemfokusan kepada konsumen yang melibatkan serangkain prosedur untuk menentukan
nilai kesehatan dari sebuah brand, membuka sumber dari brand equity, dan menyarankan cara untuk mengembangkan dan mengungkit equity dari sebuah brand. Brand audit membutuhkan pengertian mengenai sumber suatu brand equity dari perpektif perusahaan dan konsumen. Dari perspektif perusahaan, sangat penting untuk mengerti secara tepat apakah barang dan jasa yang sudah ditawarkan kepada konsumen dan bagaimana barang dan jasa tersebut dipasarkan dan diberi merek. Dari perspektif konsumen, sangat penting untuk menggali lebih dalam ke dalam pikiran konsumen dan mendapatkan persepsi mereka dan percaya kepada pengertian sebenarnya mengenai suatu brand dan produk. Brand audit juga bisa digunakan untuk menyusun arah strategi untuk suatu brand. Brand audit terdiri dari 2 langkah, yaitu :
•
Brand Inventory Tujuan dari brand inventory (Keller, 2003) adalah untuk menyediakan gambaran pengertian saat ini tentang bagaimana semua barang dan jasa dijual oleh perusahaan itu dipasarkan dan diberi merek. Menggambarkan setiap produk atau jasa membutuhkan semua asosiasi dari brand element yang diidentifikasi dan juga mendukung program pemasaran.
•
Brand Exploratory Meskipun gambaran sebagian dari sebuah brand seperti yang diperlihatkan oleh brand inventory sangat berguna, persepsi konsumen yang
sesungguhnya belum tentu terlihat dari persepsi konsumen yang direncanakan oleh program pemasaran. Jadi, langkah kedua dari brand audit adalah untuk menyediakan informasi detil mengenai apa yang konsumer pikir mengenai sebuah brand dengan menggunakan pengertian brand exploratory. Brand exploratory (Keller, 2003) adalah sebuah riset yang mengarah pada pengertian tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konsumer mengenai suatu brand dan sesuai dengan kategori produknya dalam rangka untuk mengidentifikasi sumber dari brand equity-nya.