BAB II LANDASAN TEORI A. Perkembangan Seni Patung Patung adalah benda tiga dimensi yang terbuat dari bahan tertentu, dan dengan tujuan tertentu. Untuk lebih memperjelas arti patung itu sendiri ada beberapa pengertian patung yang layak untuk diketahui. “Patung adalah seni menciptakan suatu bentuk dalam wujud tiga dimensi atau bentuk relief,teknik dan bahan yang digunakan , teknik memahat pada kayu, marmer atau gading; teknik permodelan ( modeling ) dengan menggunakan tanah liat, lilin dsb; teknik cor” ( Essential Encyclopedia philep’s, 1997 : 561 ). Adapun pengertian lain dari patung yaitu, “…tiruan bentuk orang, hewan dsb dibuat ( di pahat dsb ) dari batu, kayu dsb” ( Kamus Besar Bahasa Indonesia/ 1996 ). Pengertian patung bila disimpulkan yaitu, sebuah benda berbentuk tiga dimensi merupakan karya buatan manusia yang digunakan untuk tujuan tertentu. Sejak zaman dahulu hasil-hasil karya patung ini sudah banyak di buat dengan berbagai bentuk dan medianya. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan manusia pada saat itu pada bentuk patung tersebut dijadikan sebagai perlambangan untuk digunakan dalam kegiatan kepercayaan yang sifatnya sakral sebagai media/ alat untuk pelaksanaan kegiatan upacaraupacara ritual atau untuk pemujaan terhadap roh-roh nenek moyangnya. Pada zaman dahulu orang membuat patung-patung dan ditempatkan
11
disekitar tempat tinggal mereka, hal tersebut dilakukan sebagai upaya tolak bala terhadap musibah seperti banjir, wabah penyakit, hama tanaman, gempa bumi dan gejala-gejala alam lainnya yang mengancam kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya. Walaupun patung-patung yang dibuat pada zaman prasejarah memiliki nilai estetika tetapi mereka tidak terlalu memperhatikan hal tersebut. Yang mereka pikirkan, hanya bagaimana supaya patung mereka diterima oleh roh-roh nenek moyang atau tuhan yang mereka percaya, dan menjadikan hidup mereka sejahtera. Seperti yang dikemukakan Soedarso (1992:4) “…patung-patung prasejarah kurang berurusan dengan segi estetika karena urusan pokoknya adalah simbolisme”. Dengan masuknya agama Hindu dan Budha menambah wawasan dan kekayaan seni budaya di Indonesia. Isme-isme dulu yang bersifat animisme dan dinamisme tumbuh berkembang menjadi kepercayaan yang bersifat religi. Kepercayaan religi tersebut bisa dirasakan dalam karyakarya seni seperti candi,pura, patung (arca), dolmen, menhir dll. Patung Hindu dan Budha di Indonesia sangat dipengaruhi oleh seni patung India yang diadopsi dari pengaruh kebudayaan Yunani. Soedarso (1992: 4) mengemukakan “ pada awal abad masehi pengaruh dari India berdatangan ke Indonesia dan bertemulah sebuah kebudayaan yang relatif sudah sangat maju itu dengan kebudayaan Indonesia Prasejarah”. Adanya percampuran kebudayaan tersebut karena bangsa Indonesia sendiri memiliki kemauan dan terbuka terhadap pengaruh kebudayaan dari luar. Seperti yang 12
dikatakan Bosch (Soedarso, 1992: 4) ‘…hal itu antara lain disebabkan kiarena adanya inisiatif bangsa Indonesia sendiri untuk mendatangkan pengaruh India tersebut sehingga tentunya mereka dapat pula mengatur seberapa banyak pengaruh itu diperlukan’. Dengan perkembangan pengetahuan yang semakin maju dan teknologi yang modern, merubah sikap dan pandangan manusia terhadap alam dan lingkungannya. Perubahan ini juga berpengaruh terhadap para pematung yang semula dijadikan perlambangan bersifat sakral menjadi perlambangan melaui ungkapan patungnya. Selain itu fungsi patung pun mengalami perkembangan nilai, dari magis menjadi patung yang dibuat dan digunakan untuk tujuan kepercayaan, keindahan, perlambangan, ekspresif, hiasan, mainan, atau untuk diperjual belikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini But Muchtar (1992: 39) mengungkapkan: “Perkembangan seni patung dunia abad ke-20 diramaikan oleh manifestasi-manefestasi yang timbul tenggelam secara cepat. Seirama dengan sains dan teknologi yang melangkah semakin cepat maka seni rupa seperti berlari dan menari di celah-celah itu”. Berhubunga dengan hal ini juga Henry Morre (1968: 17) mengungkapkan: “To-day, individualism leads to loneliness and despair. Man no longer feels at one with the world, he is no longer sufficient unto himself, he has no ties but does not know what to do with his freedom, and moreover he is threatened by the progress of technology and automation”.
13
Dalam arti, sekarang-sekarang ini individu cenderung kesepian dan kecewa, manusia tidak lagi merasa bersatu dengan dunia, manusia tidak lagi merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dia tidak memilki ikatan tapi tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan dengan kebebasannya, dan manusia terancam oleh kemajuan teknologi dan otomatisasi. B. Patung Sebagai Sarana Bermain dan Belajar Anak-anak Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa seiring dengan perkembangan zaman fungsi patung pun mengalami perkembangan, dari nilai magis menjadi nilai estetis, sosial, komersial dan sebagainya. Dalam hal ini, But Muchtar (1992: 22) mengemukakan “..dalam abad ke-20 ini dimana kehidupan semakin ditentukan oleh sains dan teknologi, maka terasan sekali bahwa rasio yang dihadirkan oleh seniman semakin berkembang dengan rasa”. Seni patung memilki kelebihan dari seni lukis dan seni grafis. Karena patung memiliki bentuk tiga dimensi yang secara fisik bisa diraba dan memiliki kedalaman bentuk. Seperti yang dikemukakan But Muchtar (1992: 23) bahwa: “Pada seni patung, bentuk disebabkan karena ada volume, padat atau hampa. Ia dapat dilihat dari segala sudut. Keadaan ini membuat seni patung memiliki serba muka (multi surface): muka belakang-sampingatas-bawah, atau dapat pula dikatakan semua adalah muka, semua adalah belakang, semua adalah samping, semua adalah atas, semua adalah bawah. Dengan demikian maka bentuk pada seni patung merupakan unsur estetis yang paling utama, paling kompleks”. Selain itu Henry Moore (1968: 15) mengungkapakan, “The understanding of three dimensional form involves all points of view about form-space,
14
interior and exterior form, pressure from within; they are all one and the same big problem, they are all mixed up with the human thing,…”. Dalam arti, pemahaman terhadap bentuk tiga dimensi melibatkan semua cara pandang tentang bentuk-ruangan, bentuk eksterior dan interior, tekanan dari dalam; ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan dan ketiganya sama-sama masalah yang besar dan ketiga hal diatas bersatu padu dengan hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Plato (But Muchtar, 1992: 31) mengatakan “…bentuk itu mutlak karena dibuat manusia dngan tujuan menciptakan sesuatu yang mutlak indah dengan perhitungan proporsi; sedang bentuk alam adalah relative karena keindahannya terbentuk oleh proses alami yang tidak pasti”. Dilihat dari segi fungsi, salah satunya adalah patung yang memiliki fungsi sosial. Patung yang berfungsi sosial diantaranya yaitu patung monumental, patung yang bersifat hiasan, patung yang bersifat sakral, patung yang berfungsi sebagai media pembelajaran dll.
Patung yang
bersifat monumental dibuat untuk menghargai jasa seseorang, kelompok, atau masyarakat tertentu. Misalnya, di kota Bandung ada patung badak putih, patung Juanda, patung Persib, patung Husen, patung sepatu Cibaduyut, patung Ikan Mas, patung tentara pelajar, patung Laswi, patung Maung dll. Adapun patung yang bersifat hiasan, di kota Bandung ini contohnya patung yang ada di Cihampelas, yang kebanyakan adalah patung super hero, seperi, Batman, Superman, Spiderman, Ultraman dll. Patung patung tersebut dibuat hanya sebagai elemen dekoratif di sebuah
15
pusat perbelanjaan/ mall, dibuat agar banyak pengunjung tertarik sehingga mengunjungi tempat tersebut. Patung yang bersifat keagamaan atau sakral contohnya patung Yesus, patung Budha, patung dewa-dewa dsb. Penelitian ini membahas patung yang memiliki fungsi sebagai sarana bermain dan belajar anak, atau bisa disebut media pembelajaran anak, khusunya anak prasekolah. Salah satu lembaga yang menyediakan sarana jenis patung tesebut adalah sekolah taman kanak-kanak TK. Ukuran patung tersebut biasanya disesuaikan dengan karakter fisik anak-anak. Penyesuaian bentuk tersebut dimaksudkan agar anak dapat mengeksplorasi patung tersebut. Ketika anak-anak sedang bermain dengan patung tersebut mereka tidak hanya mendapatkan pengalaman optis tetapi juga mendapatkan pengalaman mental. Hal tersebut tidak hanya berdampak pada kesenangan anak tetapi juga berdampak pada perkembangan mental dan psikologis anak. Ketika anak berusaha untuk menaiki patung tersebut secara tidak langsung mereka sedang menguji nyali mereka, dalam hal ini anak
mendapatkan
tantangan
untuk
mendapatkan
sesuatu
yang
dikehendakinya. But Muchtar (1992: 23) mengatakan: “Dimensi ketiga yang dalam bahasa asing disebut depth bukan saja sesuatu pengalaman optis, tetapi juga pengalaman mental, dan karena pengalaman tersebut tidak saja statis tetapi juga dinamis, maka seolah kita berada dalam suatu gerakan, sehingga terjadi pula pengalaman kinetis”. Selain itu Graham Collier ( Muchtar, 1992:23) mengatakan ‘We obvious live our live in depth. We move and end weconstantly exist in
16
space’. Dalam arti, manusia senantiasa hidup dalam suatu kedalaman, dan senantiasa berada dan bergerak dalam ruang. Dalam hal cara bagaimana anak mengetahui sesuatu, Piaget (1962) menjelaskan, ‘…adalah melalui pengetahuan fisik, yaitu mengetahui sifat fisik dari suatu benda’ (Soemiarti, 2003: 12). Menurut Piaget (1962) dalam hal bentuk bermain dengan benda ada tiga tipe yaitu, bermain praktis, bermain simbolik, dan permainan dengan dengan peraturan-peraturan. Patung yang dijadikan sarana bermain anak termasuk kedalam bentuk bermain praktis. Adapun pengertian bermain praktis menurut Piaget (1962) yaitu: ‘Bermain praktis, adalah
bentuk
bermain,
dimana
pelakunya
melakukan
berbagai
kemungkinan mengeksplorasi objek yang dipergunakan’ (Soemiarti, 2003: 106). Sebelum anak bermain dengan patung tersebut pasti mereka melihat dulu sebelum menyentuhnya. Sebelum anak-anak menyentuh patung tersebut mereka mengalami tiga tahapan, dalam hal ini Suwaji Bastomi (Rasjoyo, 1994: 72) menjelaskan: a. Tahapan Fisis: yaitu tahapan yang bermuara pada proses melihat. Indra penglihatan disini bertugas menerima b. Tahapan Fisiologis: yaitu tahap penyampaian rangsang yang diterima indera penglihatan terus ke otak. c. Tahapan Psikologis: yaitu tahapan pada saat rangsang yang telah sampai ke otak berubah menjadi reaksi. Saat anak-anak bersentuhan dengan patung tersebut, itulah kelanjutan dari reaksi yang ditimbulakan dari ketertarikan. Bentuk patung yang memilki fungsi sebagai sarana bermain biasanya mempunyai daya tarik tersendiri ketika anak-anak melihatnya. Ketika anak-anak melihat
17
patung tersebut mereka cenderung memilki keinginan untuk bermain dengan patung tersebut, hal tersebut timbul salah satunya sebagai akibat dari keingintahuan curiosity. Dari keingintahuan tersebut mereka mewujudkannya dengan bermain dengan patung tersebut, permainan tersebut bisa dalam bentuk meraba setiap bagian dari patung tersebut, medudukinya dsb. Yang berhubungan dengan hal tersebut But Muchtar (1992: 24) mengemukakan, “Makna dan kekuatan patung terletak pada vitalitas yang dipancarkan, yang diimajinasikan oleh bentuk patung itu sendiri”. Eksistensi patung sebagai sarana bermain dan belajar anak di lembaga taman kanak-kanak atau play group merupakan salah satu wujud pendidikan seni rupa untuk anak prasekolah. Karena seni yang dijadikan media pendidikan memiliki faedah pendidikann seni, sebagaimana dikemukakan Vincent Lanier (Ganda Prawira, 2007: 41) yaitu, a. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan individu, b. Memberikan pengalaman yang berharga (pengalaman estetik), c. Sebagai bagian yang penting dari kebudayaan. Pendidikan tidak hanya didapat dari manusia ataupun alam tetapi pendidikan bisa juga didapatkan dari benda, dalam hal ini patung. Seperti yang dikemukakan Jean-Jacques Rousseau (Soemiarti, 2003: 4) dalam bukunya Emile: ‘Segala yang tidak ada sejak seseorang dilahirkan dan dibutuhkan pada saat perkembangannya akan diperolehnya dalam pendidikan. Pendidikan tersebut akan didapat dari alam, manusia atau dari
18
benda’. Selain itu, pendidikan seni pada anak prasekolah diharapkan dapat menyeimbangkan kepribadian anak baik secara intelektual maupun emosional. Seperti yang dikemukakan Ganda Prawira (2007: 93) bahwa, “misi pendidikan seni yang utama adalah mengembangkan kepekaan rasa, dengan tujuan agar terbentuk manusia yang memilki kepribadian yang seimbang secara jasmani-rohani, mental-spriritual, dan intelektualemosional”.
Gambar 2.1 “Draved Reclining Mother and Baby” (diambil dari http://www.kew.org/henry-moore/explore/)
Sarana bermain anak berbentuk patung yang ada di TK ditempatkan di halaman sekolah, penempatan itu memungkinkan anak dapat bereksplorasi dengan bebas. Henry Moore mengatakan, ‘Sculpture is an art of the open air’ (Tn.2009). Dalam arti patung adalah seni yang [ditampilkan] di ruang terbuka. ‘Moore wanted his art to be seen outdoor, in basic setting that would bring out its kinship with the mineral fundaments of the earth itself’ (Tn.2009).Dalam arti Moore mengiginkan
19
karya seninya ditampikan di luar ruangan dalam seting yang natural sehingga akan menimbulkan kesan kekerabatan atau kekeluargaan dengan elemen bumi itu sendiri.
Gambar 2.2 Patung Henry Moore di San Diego dan Taman Bielefeld Jerman Diambil dari “http://www.kew.org/henry-moore/explore/” (2010).
Patung Henry Moore yang ada di San Diego dan taman Bielefeld di Jerman sering dipakai bermain anak-anak. Seperti yang diinginkan Henry Moore karya seninya menimbulkan kesan kekerabatan dan kekeluargaan dengan elemen bumi itu sendiri termasuk manusia.
20
Patung sebagai sarana bermain dan belajar anak, memenuhi prinsip-prinsip pokok pembelajaran anak prasekolah. Seperti, prinsip memperkenalkan dunia dengan seni dan keindahan serta prinsip bermain sambil belajar. Prinsip memperkenalkan dunia dengan seni dan keindahan merupakan prinsip pertama dan utama dalam pembelajaran anak prasekolah. Sedangkan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain merupakan metode yang terbaik dalam pembelajaran anak prasekolah. Sebagaimana diketahui, dunia anak adalah dunia bermain. Rohidi (Ganda Prawira, 2007: 41) menjelaskan “…Seni juga pada dasarnya adalah permainan yang memberikan kesenangan batin (rohani), baik bagi yang berkarya seni maupun bagi yang menikmatinya”. C. Warna Visual pada Patung Sebagai Sarana Bermain dan Belajar Anak Warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenainya. Warna visual adalah warna yang bisa kita saksikan lewat penglihatan mata kita. Seperi yang dikemukakan oleh Dr. Chirtine Ladd-Franklin ( Maitland Graves, 1952: 69), ‘…theorizes that the simplest eyes-such as those of then jllyfish and starfish-see only black, white,and grays; a more complex eyes sees yellow and blue in additional to the achromatic colour or neutral…’. Dalam arti bahwa mata yang paling sederhana seperti yang dimiliki ubur-ubur, dan bintang laut hanya dapat melihat warna hitam, putih dan abu-abu, mata yang kompleks dapat melihat warna kuning, biru, dan warna akromatik. Patung yang memiliki fungsi sebagai sarana bermain dan belajar anak, selain memiliki bentuk yang yang
21
menarik juga memliki warna yang menarik pula. Karena warna bisa mempengaruhi suasana hati anak, senada dengan yang dikemukakan Maitland Graves, (1952: 78), “It is a well-know fact that color can affect us powerfully and induce definite mood”. Dalam arti warna itu bisa sangat mempengaruhi kita dan menyebabkan suasana hati tertentu. Hal tersebut dimaksudkan agar anak tertarik dan dapat juga menambah imajinasi anak. Warna-warna yang terdapat pada patung tersebut biasanya memilki warna yang ceria dan hangat seperti, warna merah, kuning hijau dsb. Pemilihan jenis warna yang ceria diharapkan selain menambah imajinasi dan ketertarikan juga menambah suasana yang hangat ketika anak sedang bermain dengan patung tersebut. Seperti
yang
dikatakan
Dedy
Suardi
(2000:
V),
“Warna
dapat
menyumbangkan rasa indah ke dalam batin kita”. Selain itu Suardi (2000: 18) mengemukakan, “bumi tanpa warna bagai nasi tanpa garam!”. Maitland Graves (1952: 79) juga mengemukakan, “It has been proved that most persons have the same reactions to color”. Dalam arti, telah terbukti bahwa kebanyakan orang memilki reaksi terhadap warna. Suatu benda yang diberi warna bisa menampilkan keindahan dan kejelasan benda tersebut. Begitupun patung yang diberi warna bisa memperindah dan memperjelas patung tersebut. Karena fungsi patung tersebut sebagai media bermain anak sehingga patung tersebut diberi warna yang menarik. Karena warna merupakan salah satu bentuk visual yang dicintai dan disukai anak. patung yang memilki visual yang baik akan menambah pengalaman pengindraannya, dari pengalaman tersebut akan tampak pada tingkah laku
22
anak. Seperti yang dikemukakan seorang filosofi dari Inggris John Locke (1632-1704)
bahwa,
‘…pengalaman
anak
yang
diperoleh
melalui
pengindraannya, akan menentukan apa yang akan dipelajarinya dan konsekuensinya adalah apa yang tampak pada tingkah laku anak’ (Soemiarti, 2003: 49). Patung tersebut diberi warna bukan sekedar untuk membuat patung tersebut lebih menarik tetapi lebih supaya anak lebih tertarik terhadap patung tersebut. Seperti pendapat pakar peneliti warna ‘warna bukanlah kwalitas objek, namun lebih merupakan persepsi subjek’ (Suardi, 2000: 18). Selain itu Suardi (2000: 19) mengungkapkan, “..warna masih merupakan teka-teki yang penuh misteri, yang tak sekedar bernilai fisikal, namun juga bernilai kejiwaan”. “jika seekor banteng mengamuk menyeruduk tatkala melihat kain merah seorang Matador dengan galaknya, belum tentu disebabkan karena si banteng melihat merahnya kain. Kain tampak merah, berkat getar 5000 Angstrom yang memancar dari permukaan kain yang dilambaikan sang Matador” (Suardi, 2000: 18). Sehubungan dengan warna yang mempengaruhi reaksi emosional, dalam hal ini Maitland Graves (1952: 79) mengemukakan, “…ideas or experiences associated with a particular color can modify the emotional reaction to a considerable extent…”. Dalam arti, ide-ide atau pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan warna tertentu bisa memodifikasi reaksi emosional sampai tingkat tertentu. Dari situ bisa diambil kesimpulan bahwa warna yang
23
terdapat pada jenis patung sebagai sarana bermain dan belajar anak memiliki emphasis yang tampil mengundang perhatian, khusunya anak-anak. Warna-warna yang ditampilkan dalam patung yang memiliki fungsi sebagai sarana bermain anak cenderung tidak menggunakan warna yang bersebrangan, seperti warna ungu dan kuning. Tetapi lebih kepada susunan warna yang harmonis, seperti warna merah dan orange, biru dan hijau, atau warna-warna lain yang memberikan kesan hangat dan akrab. Maitland Graves (1952: 79) mengatakan, “The warm colors, yellow, orange, and red, are positive and aggressive, restless, or stimulating as compared to the cool violets, blues, and greens, which are negative, aloof, and retiring, tranquil or serene”. Dalam arti, warna yang hangat seperti kuning , orange, dan merah menandakan hal yang positif dan agresif, resah atau bersifat menstimulus jika dibandingkan dengan warna-warna seperti ungu, biru dan hijau yang menandakan negatif, acuh tak acuh, dan malu-malu, tenang atau tentram. Salah satu contoh pewarnaan pada patung yang berfungsi sebagai sarana bermain dan belajar anak adalah warna hijau, kuning atau orange. Dalam segi efek emosional pada anak warna hijau bisa memberikan kesan tenang dan tentram. Seperti yang dikemukakan oleh Maitland Graves (1952: 85) bahwa, “Green is relatively neutral in its emotional effect, tending to be more passive than active. For this reason it is often considered the most restful of colors. The word “green” is deverived from the Aryan ghra, meaning to grow”. Dalam arti, warna hijau relatif netral dalam efek emosionalnya, cenderung lebih pasif ketimbang aktif oleh karena itu dianggap paling menenangkan,
24
warna hijau berasal dari bahasa Aryan ghra, yang berarti tumbuh. Selain itu warna hijau melambangkan kesegaran dan ketidakdewasaan sehingga cocok untuk emosional anak-anak prasekolah. Dalam hal ini Maitland Graves (1952: 85) mengatakan, “In ordinary usage “green” expresses ireshness, raw, callow, youth, and immaturity”. Dalam arti, dalam penggunaan sehari-hari warna hijau melambangkan kesegaran, liar, semangat jiwa muda dan ketidakmapanan atau ketidakdewasaan. Sedangkan untuk warna kuning dan merah itu sendiri salah satunya adalah warna yang menandakan keramaian anak, sehinga patung yang berfungsi sebagai sarana bermain dan belajar anak jika diwarnai dengan warna kuning dapat menambah rasa senang dalam kegiatan bermain anak. Seperti yang dikatakan Maitland Graves (1952: 83), “Yellow and red are the popular colors, the colors of the crowd of children…”. Dalam arti, warna kuning dan merah merupakan warna yang terkenal yang menandakan keramaian anak. Untuk warna-warna Psychedelic jarang ditampilkan dalam patung tersebut, karena biasanya warna tersebut digandrungi oleh orang dewasa yang memilki daya khayal dan jiwa berontak. Seperti yang dikemukakan Suardi (2000:27), “Warna-warna Psychedelic adalah susunan warna yang merangsang jiwa sebagaimana musik hard-rock yang memberikan pukulan-pukulan keras pada nurani pendengarnya”. Warna-warna pada patung yang memiliki fungsi sebagai sarana bermain anak rata-rata memiliki warna yang hangat dan akrab. Jika patung yang diberi warna tersebut terkena cahaya, maka cahaya tersebut akan memantul atau
25
berefleksi. Refleksi pada patung yang memiliki warna yang terang akan lebih berefleksi ketimbang patung yang diberi warna yang cenderung gelap. D. Ukuran Patung dengan Perkembangan Fisik Anak Prasekolah Patung yang berfungsi sebagai sarana bermain dan belajar anak memiliki bentuk dan ukuran yang beragam. Sebaiknya pemilihan jenis patung yang berfungsi sebagai sarana bermain dan belajar anak disesuaikan dengan kondisi fisik anak, dalam hal ini khususnya anak-anak sekolah taman kanak-kanak. Pemilihan jenis patung sebaiknya memilki bentuk yang menarik dan dapat memperkaya imajinasi anak, selain itu bentuk patung jangan melampaui jangkauan anak-anak. Karena hal tersebut bisa membahayakan anak-anak ketika sedang bermain, misalnya anak-anak terjatuh ketika sedang bermain. Tinggi boleh saja, karena hal tersebut bisa menumbuhkan mental anak dan keberanian pada anak. Tetapi hal tersebut harus diperkirakan, ketika anak jatuh tidak akan mengalami cedera yang serius. Seperti anak usia tiga tahun, rata-rata memilki tinggi sekitar 80-90 cm, dan beratnya sekitar 10-13 kg; sedangkan pada usia lima tahun, tingginya sudah mencapai 100-110 cm. pada anak usia 5-6 tahun tulang kakinya tumbuh dengan cepat sehingga anak pada masa ini lebih sering bermain fisik seperti: berlari, lompat-lompat, naik turun tangga dsb. Dalam hal ciri fisik anak prasekolah khususnya usia 3-6 tahun Snowman (Soemiarti, 2003: 32) mengemukakan: ‘Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah menguasai (control) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Beriakan kesempatan kepada anak untuk lari, memanjat dan melompat.
26
Usahakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan anak dan selalu di bawah pengawasan guru’. Selain itu hendaknya ketika anak sedang bermain secara fisik misalnya: berlari , memanjat, melompat dsb, selalu dalam pengawasan guru. Karena biarpun anak dalam usia prasekolah memilki tubuh yang lentur tetapi memliki tengkorak kepala yang lunak. Seperti yang dikemukakan Snowman (Soemiarti, 2003: 32), ‘Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak anak masih lunak (soft)…’. Anak pada usia prasekolah memilki keterampilan motorik kasar dan motorik halus yang sangat pesat kemajuannya. Hal tersebut karena perkembangan otak anak khususnya pada anak usia lima dan enam tahun sangat cepat. Seperti yang dikemukakan Syamsu Yusuf (2006: 163): “Pertumbuhan otak pada lima tahun sudah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa, dan 90% pada usia enam tahun. Pada usia ini juga terjadinya pertumbuhan”myelinization” (lapisan urat syaraf dalam otak yang terdiri dari bahan penyekat berwarna putih, myelin) secara sempurna. Lapisan syaraf ini membantu transmisi impul-impul syaraf secara cepat, yang memungkinkan pengontrolan terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih seksama dan efisien”. Keterampilan motorik kasar adalah koordinasi sebagian besar otot tubuh misalnya melompat, main jungkat jungkit dan berlari. Biasanya keterampilan motorik halus ini dimiliki oleh laki-laki dan sebaliknya keterampilan motorik halus biasanya dimilki olaeh perempuan. Seperti yang diungkapkan oleh Snowman (Soemiarti, 2003: 33) yaitu: ‘Walaupun anak lelaki lebih besar, dan anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaliknya jangan mengeritik anak lelaki apabila tidak terampil. Jauhkan sikap membandingkan lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi keterampilan seperti apa yang tersebut diatas’.
27
E. Perkembangan Bermain Penyesuaian pribadi dan soial anak memang sangat penting tetapi perlakuan terhadap anak dalam prosesnya harus adil dan disesuaikan. Adil dengan pengertian menempatkan sesuatu pada proporsinya yang tepat, dengan ini dunia anak adalah dunia bermain, jangan pernah melepaskan sesuatu yang seharusnya dimiliki anak. Tindakan
tersebut
dapat
mengakibatkan
penyimpangan-penyimpangan psikologis seperti stress, putus asa, penyendiri, dan kadang nekad melakukan hal-hal yang berbahaya. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut yaitu dengan memberikan sesuatu yang seharusnya dimiliki anak, yaitu dengan bermain. Dengan bermain anak akan memperoleh perasaan senang dan dapat meredakan ketegangan. Seperti yang dikemukakan oleh Syamsu Yusuf, (2006: 172 ) Secara psikologis dan pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak, diantaranya: a. anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga atau berkatarsis (peredaan ketegangan), b. anak dapat mengembangkan sekap percaya diri, tanggung jawab, dan kooperatif (mau bekerja sama), c. anak dapat mengembangkan daya fantasi, atau kreativitas ( terutama permainan fiksi dan konstruksi, d. anak dapat mengenal aturan, atau norma yang berlaku dalam kelompok serta belajar untuk menaatinya, Khususnya anak prasekolah, terdapat beberapa macam permainan anak (Abu Ahmadi, 1977), yaitu sebagai berikut: a. Permainan Fungsi ( permainan gerak ), seperti meloncat-loncat, naik dan turun tangga, berlari-larian, bermain tali dan bermain bola. b. Permainan Fiksi atau Apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau dongeng, melihat gambar, dan melihat orang melukis. c. Permainan Membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat, membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat
28
gerobak dari kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-rumahan dari potongan kayu (plastik) dan membuat senjata dari daun pisang. d. Permainan Prestasi, seperti sepak bola, bola voli, tenis meja, dan bola basket. 1. Arti Bermain Bermain memilki arti yang tersendiri dari pada bekerja ataupun semacamnya. Bermain dilkukan hanya untuk bersenang-senang tanpa paksaan ataupun tekanan. Di bawah ini akan diungkapkan pengertianpengertian dari bermain itu sendiri. “Bermain adalah melakukan sesuatu untuk bersenang-senang atau berbuat sesuatu dengan bersenang-senang saja…” ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996: 614 ). “Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir” ( B. Hurlock, 1978: 320). Piaget menjelaskan bahwa, ‘…bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional’ ( B. Hurlock, 1978: 320). Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah, ‘kegiatan yang tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar’ ( B. Hurlock, 1978: 320). Berdasarkan kategorinya bermain dibagi atas aktif dan bermain pasif atau hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan timbul berdasarkan apa yang dilakukan individu seperti berlari, membuat sesuatu, memainkan sesuatu dsb. Bermain aktif membutuhkan eneri yang banyak dibandingkan dengan bermain pasif (hiburan) dan tentu saja faktor kesehatan sangat berpengaruh. Sedangkan bermain pasif (hiburan) kesenangan di dapatkan
29
dari kegiatan orang lain seperti menonton televise, menonton sepakbola secara langsung dilapangan, bermain video game dll. Walaupun bermain begitu mudah untuk diamati tetapi dalam beberapa situasi, sulit dibedakan antara bermain dan bekerja. Sehingga perlu adanya batasan tertentu untuk membedakan antara bermain dan bekerja. Schwartzman (1978) mengemukakan suatu batasan bermain sebagai berikut: ‘Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura; bermain bukan sesuatu yang sungguh-sungguh; bermain bukan suatu kegiatan yang produktif; dan sebagainya…bekerja pun dapat diartikan bermain sementara kadang-kadang bermain dapat dialami sebagai bekerja; demikian pula anak yang sedang bermain dapat membentuk dunianya sehingga seringkali dianggap nyata, sungguh-sungguh, produktif dan menyerupai kehidupan yang sebenarnya’.
2. Karakteristik Permainan Anak Permainan
pada
anak
memiliki
karakteristik
tertentu
yang
membedakannya dengan permainan orang dewasa. Karakteriristik tersebut diuraikan berikut ini ( B. Hurlock, 1978: 322-326). a. Bermain Dipengaruhi Tradisi Bermain dipengaruhi tradisi bersifat turun-temurun dalam artian permainan sudah dilakukan oleh anak-anak pada generasi sebelumnya. Permainan petak umpet, perang-perangan, membuat gerobak dari kulit jeruk, bermain kelereng merupakan contoh dari permainan yang dipengaruhi tradisi.
30
b. Bermain Mengikuti Pola Perkembangan Yang dapat diramalkan Permainan ini bersifat populer universal dan dapat diramalkan. Berbagai permainan juga mengikuti pola yang dapat diramalkan. Misalnya, permainan dengan balok kayu dilaporkan melalui empat tahapan yang berbeda. Pertama, anak lebih banyak memegang, menjelajah, membawa balok dan menumpukannya dalam bentuk tidak teratur; kedua, mereka membangun deretan dan menara; ketiga, mereka mengembangkan teknik untuk membangun rancangan yang lebih rumit; dan keempat, mereka mendramatisir dan menghasilkan struktur yang sebenarnya. c. Ragam Kegiatan Permainan Menurun dengan Bertambahya Usia Dengan bertambahnya usia kegiatan permainan yang dilakukan anak akan berkurang secara bertahap. Misalnya, anak taman kanakkanak kurang berminat pada mainan balok, karena bahan lainnya seperti cat air, lilin, crayon dan kapur memberi sejumlah besar ragam kegiatan yang menarik. d. Bermain menjadi Semakin Sosial dengan Meningkatnya Usia ketika masih bayi permainananya akan lebih menyendiri ketimbang sosial.Dengan bertambahnya usia maka jumlah hubungan sosial pun akan bertambah, sehingga kualitas permainan mereka menjadi lebih sosial.
31
e. Jumlah Teman Bermain Menurun dengan Bertambahnya Usia Anak kecil akan bermain dengan siapa saja yang mau bermain dengannya. Jika mereka melihat anak yang sedang bermain dengan cara yang lebih menarik, mereka akan beralih dari teman yang lama ke teman yang baru. Jika anak menjadi anggota gang, mereka ingin bermain dengan kelompok kecil yang terpilih. Hal tersebut menunjukan penurunan jumlah teman bermain anak. f. Bermain Semakin Lebih Sesuai dengan Jenis Kelamin ketika anak memasuki usia prasekolah mereka menjauhkan diri dari semua kegiatan bermain yang dianggap tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. Biasanya anak laki-laki tidak akan bermain dengan beberapa mainan yang biasa diamainkan oleh perempuan, kecuali mereka ingin mendapatkan ejekan. Begitu pun dengan perempuan dipengaruhi oleh tekanan sosial untuk bermain dengan cara yang sesuai dengan jenis kelaminnya. g. Permainan Masa Kanak-kanak Berubah dari Tidak Formal menjadi Formal Biasanya anak kecil bermain dengan apa saja yang mereka sukai, tanpa memperhatikan waktu dan tempat. Mereka tidak membutuhkan peralatan atau pakaian khusus untuk bermain. Secara bertahap bermain menjadi semakin formal. Sebagai contoh, pada tahap usia gang, anak merasa perlu adanya pakaian, peralatan, dan tempat khusus untuk
32
bermain, perjanjian diadakan untuk bertemu dan bermain pada waktu dan tempat tertentu. h. Bermain Secara Fisik Kurang Aktif dengan Bertambahnya Usia Selama tiga tahun pertama di sekolah anak-anak tidak begitu memperhatikan apakah terus-menerus bermain dan berhenti bila mereka lelah. Dari kelas empat dan seterusnya, terdapat peningkatan bertahap dalam jumlah waktu yang dihabiskan untuk membaca, ke bioskop, menonton televisi, dan menonton pertandingan olah raga. Perhatian dalam permainan aktif mencapai titik rendahnya selama masa puber awal. Pada waktu ini, anak-anak menarik diri dari bermain aktif melainkan menghabiskan sedikit waktu untuk membaca, bermain di rumah, atau menonton televisi. Waktu bermainnya dihabiskan dengan melamun, suatu bentuk bermain yang membutuhkan tenaga yang minimum. i. Bermain dapat Diramalkan dari Penyesuaian Anak Jenis permainan yang dilakukan anak-anak, variasi kegiatan bermain, dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain secara keseluruhan merupakan petunjuk penyesuaian pribadi dan sosial anak. Sebagai contoh, anak yang terutama melakukan permainan sendiri pada usia di mana teman sebayanya bermain dengan anak lain biasanya sangat buruk penyesuaiannya, seperti yang terlihat dari kurangnya penerimaan oleh anggota kelompok teman sebayanya.
33
j. Terdapat Variasi yang Jelas dalam Permainan Anak Walaupun semua anak melalui tahapan bermain yang serupa dan dapat diramalkan, tidak semua anak bermain bermain dengan cara yang sama. Variasi dalam permainan anak dapat ditelusuri pada sejumlah
factor.
Seperti,
kesehatan,
perkembangan
motorik,
intelegensi, jenis kelamin, lingkungan, status sosial ekonomi, jumlah waktu bebas, dan peralatan bermai. F. Metode pembelajaran Bermain Metode yang digunakan guru/pengajar dalam pembelajaran banyak ragamnya. Dalam metode pembelajaran yang ideal setidaknya ada empat teknik yang tepat untuk diterapkan pada anak usia prasekolah, empat teknik tersebut adalah: a. Metode bermain b. Metode cerita c. Metode menyanyi d. Metode klasik Metode
yang
digunakan
dalam
pembelajaran
sebaiknya
jangan
menggunakan satu metode saja. Selain itu metode pendidikan yang digunakan guru/pengajar sebaiknya disesuaikan dengan usia dan tabiat anak. Seperti yang dikatakan Imam Al-Ghazali ‘…tidak menganjurkan penggunaan satu metode saja dalam menghadapi permasalahan akhlak serta pelaksanaan pendidikan anak’ (Syamsu Yusuf, 2006: 11).
34
Dalam hal patung yang memilki fungsi sebagai sarana bermain dan belajar anak, sudah barang tentu metode yang digunakan adalah metode bermain. Metode bermain adalah metode yang menerapkan permainan atau mainan dalam hal ini patung sebagai wahana pembelajaran siswa. Khususnya untuk anak prasekolah, berdasarkan penelusuran dan pengamatan di lapangan metode ini lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode-metode yang lain. Dalam hal bermain Jasa Ungguh Muliawan (2009: 254) menjelaskan: “Bagi seorang anak, mainan atau bermain adalah wahana belajar mendewasakan diri dengan cara menyenangkan. Hal ini juga dapat menjaga stabilitas emosional anak, mengenal dunia yang lebih luas. Tanpa bermain, proses tumbuh kembang anak akan terganggu, bahkan mungkin dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan kejiwaan”. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan betapa berharganya bermain bagi anak-anak khususnya anak prasekolah. Dari metode bermain memilki banyak manfaat dan nilai positif. Diantaranya yaitu dapat memiliki manfaat motorik, manfaat kognitif, dan manfaat keseimbangan. Manfaat motorik yaitu manfaat yang berhubungan dengan nilai-nilai positif mainan yang terjadi pada fisik jasmaniah anak. Manfaat kognitif yaitu manfaat mainan yang berhubungan dengan perkembangan psikologis anak. Dan, manfaat keseimbangan yaitu suatu jenis mainan bagi tumbuh kembang anak, adalah manfaat mainan yang berfungsi melatih dan mengembangkan perpaduan antara nilai-nilai positif dan negatif dari suatu mainan.
35
G. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1. Arti Penting Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan anak prasekolah (pre-school), taman bermain (play group), atau taman kanak-kanak (kinder garten) merupakan pendidikan anak usia dini (PAUD) yang diberikan kepada anak usia 2-6 tahun. Menurut Biechler dan Snowman (Soemiarti, 2003: 19), ‘Yang dimaksud anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun’. Di Indonesia anak usia 2-3 tahun biasanya mengikuti program penitipan anak play Group sedangkan anak usia 4-5 tahun mereka mengikuti taman kanakkanak (kinder garten). Pengertian anak prasekolah sebenarnya masih kabur, dalam hal ini masih banyak pengertian yang simapang siur. Tiap orang banyak mengartikan pengertian anak prasekolah yang bermacam-macam, sehingga dari situ perlu adanya batasan-batasan tentang pengertian anak prasekolah tersebut. Batasan yang dipergunakan oleh The National Association for The Education of Young Children (NAEYC) (Soemiarti, 2003: 43), dari para ahli pada umumnya adalah sebagai berikut: a. Yang dimaksud dengan “Early Childhood” (anak masa awal) adalah anak yang sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun. Hal tersebut merupakan pengertian yang baku yang dipergunakan untuk merujuk anak yang belum mencapai usia sekolah dan masyarakat menggunakannya bagi berbagai tipe prasekolah (preschool). b. Early Childhood Setting (tatanan anak masa awal) menunjukan pelayanan untuk anak sejak lahir sampai dengan delapan tahun di suatu pusat penyelenggaraan, rumah, atau institusi, seperti Kinder garten, sekolah dasar dan program rekreasi yang menggunakan waktu atau penuh waktu.
36
c. Early Childhood Education (pendidikan awal masa anak) terdiri dari pelayanan yang diberikan dalam tatanan awal masa anak. Biasanya oleh para pendidik anak usia dini (young children) digunakan istilah early childhood (anak masa awal) dan early childhood education (pendidikan anak masa awal) dianggap sama atau sinonim. Menurut
Erik
Erikson
yang
membicarakan
perkembangan
kepribadian seseorang dengan titik berat pada perkembangan psikososial mengemukakan: ‘Tahapan 0-1 tahun, berada pada masa oralsensorik dengan krisis emosi antara ‘trust versus mistrust’, tahapan 3-6 tahun, mereka berada dalam tahapan dengan krisis ‘autonomy versus shame & doubt’ (2-3 tahun), ‘initiative versus guilt’ (4-5 tahun) dan tahapan usia 6-11 tahun mengalami krisis ‘industry versus inferiority’ (Soemiarti, 2003: 19). Secara kelembagaan taman kanak-kanak memili peraturan pemerintah (PP) seperti dibawah ini: Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1990_“Penyelenggaraan pendidikan taman kanak-kanak dimaksudkan untuk membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya”__maka berarti pendidikan taman kanak-kanak, dalam hal ini, berfungsi sebatas mempersiapkan peserta didik untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dan persiapan mental yang diperlukan untuk mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih utama (Ungguh Muliawan, 2009: 15). Dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12 Ayat (2) menyebutkan ‘Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah’, adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan, dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mengkin dan seumur hidup. Taman kanak-kanak, kelompok bermain, dan penitipan anak dari segi pendidikan dan kesejahteraan harus diperhatikan. Untuk itu pemerintah, dalam hal segi pendidikan pembinaannya menjadi tanggung jawab
37
Mendikbud, sedangkan dalam hal pembinaan kesejahteraan menjadi tanggung jawab menteri sosial. Pendidikan pada anak prasekolah dalam hal ini taman kanak-kanak bukan untuk memperoleh gelar ataupun status pendidikan, karena hal itu bukan penjadi prioritas utama. Pendidikan taman kanak-kanak merupakan persiapan untuk ke jenjang selanjutnya, yaitu sekolah dasar. Seperti yang dikemukakan Jasa Ungguh Muliawan (2009: 16) bahwa, “…pendidikan taman kanak-kanak memilki peran, fungsi, dan posisi sentral dalam proses peletakan dasar-dasar sikap, prilaku, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta anak untuk hidup dan kehidupannya di kemudian hari”. Untuk mempersiapkan anak melangkah ke jenjang selanjutnya, perlu dikembangkan keterampilan baik motorik kasar maupun motorik halusnya. Persiapan tersebut yaitu dengan motivasi dan bermain. Soemiarti (2003: 50) menjelaskan, “Anak yang siap belajar adalah melalui motivasi dan bermain “. Pendidikan anak pada masa usia dini berfungsi untuk membantu dan mengarahkan proses tumbuh kembang anak agar lebih terarah dan terpadu. Adapun orientasi pokok pendidikan taman kanak-kanak seperti yang di kemukakan Ungguh Muliawan, (2009: 16), yaitu: a. b.
melatih kemampuan adaptasi belajar anak sejak awal; meningkatkan kemampuan komunikasi verbal (tingkah laku/ perbuatan) maupun non-verbal (komunikasi lisan); c. mengenalkan anak pada lingkungan dunia sekitar, seperti orang, benda, tumbuhan, hewan; serta
38
d. memberikan dasar-dasar pembelajaran berikutnya, seperti mengingat, membaca, menulis, dan menghitug sederhana. Pada proses pembelajarannya tidak mengenal istialh-istialah pemaksaan, tekanan ataupun ancaman yang mengganggu kejiwaan anak. dalam hal ini sengaja direkayasa supaya anak-anak merasa nyaman, tenang, serta mampu mengekspresikan dirinya secara lebih bertanggung jawab. Dalam hal ini peran guru/ pengajar sangat dibutuhkan untuk mengawasi dan mendidik anak secara optimal. Barbara Newman (1978) mengemukakan beberapa pandangan mengenai anak, yaitu: ‘Pandangan lain terhadap anak adalah, sebagai tanaman yang tumbuh. Peran pendidik atau orang tua adalah sebagai tukang kebun, sedangkan sekolah merupakan rumah kaca dimana anak tumbuh dan matang sesuai dengan pola pertumbuhannya yang wajar’ (Soemiarti, 2003: 49). 2. Kurikulum untuk Pendidikan Prasekolah Taman kanak-kanak dan kelompok bermain memiliki kurikulum, metode, dan orientasi pembelajaran yang berbeda. Kurikulum kelompok bermain hampir sepenuhnya berorientsi pada pemenuhan kasih sayang kepada anak dengan cara bermain dan mainan. Sedangkan di dalam taman kanak-kanak, telah ada kurikulum-kurikulum edukatif yang terencana, seperti, menggambar, berhitung, membaca, bahkan menulis. Hanya saja metode yang digunakan lebih diutamakan berbentuk nyanyian, cerita, maupun permainan-permainan tertentu. Dari segi kelembagaan, taman kanak-kanak memiliki status hukum sesuai peraturan pemerintah (PP) No.
39
27 Tahun 1990, sedangkan untuk play group, sampai saat ini belum secara spesifik masuk di dalamnya. “Yang dimaksud dengan kurikulum adalah suatu perencanaan pengalaman belajar secara tertulis” (Soemiarti, 2003: 53). Sedangkan menurut Jasa Ungguh Muliawan (2009: 199), “Kurikulum, menurut pengertiannya, adalah sekumpulan mata pelajaran atau studi ilmu yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa”. Dengan kata lain kurikulum merupakan objek utama dalam proses pembelajaran, sehingga proses belajar akan menjadi terarah dan sistematis. Kurikulum yang berlaku pada taman kanak-kanak saat ini adalah kurikulum yang mengacu pada ketetapan kurikulum pendidikan nasional dan kurikulum berbasis kompetensi 2004. Kurikulum pada sekolah taman kanak-kanak memiliki ruang lingkup atau uraian tentang komponenkomponennya. Di dalam kurikulum pendidikan nasional (Ungguh Muliawan (2009: 202), ruang lingkup kurikulum meliputi enam aspek perkembangan, yaitu: a. b. c. d. e. f.
Moral dan nilai-nilai keagamaan, Sosial, emosional, dan kemandirian, Kemampuan berbahasa, Kognitif, Fisik/ motorik, dan Seni
Secara global ruang lingkup kurikulum terbagi kedalam dua kelompok. Yang pertama adalah kelompok pembiasaan, dan yang ke dua adalah kelompok kemampuan dasar. Ungguh Muliawan (2009: 204-206)
40
menjelaskan pengembangan pembentukan prilaku melalui pembiasaan meliputi: 1).
2).
Pengembangan moral dan nilai-nilai agama. Dari program pengembangan moral dan nilai-nilai agama, diharapkan akan meningkatkan ketakwaan anak terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam rangka meletakan dasar agar anak menjadi warga negara yang baik. Pengembangan sosial, emosional, dan kemandirian. Program pengembangan sosial dan kemandirian dimaksudkan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar, dapat berinteraksi dengan sesamnya maupun dengan orang dewasa dengan baik, serta dapat menolong dirinya dalam rangka kecakapan hidup.
Selanjutnya, kelompok kedua yaitu bidang pengembangan kemampuan dasar. Bidang pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi: 1).
2).
3)
4).
Kemampuan berbahasa. Pengembangan ini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif, dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia Kognitif. Pengembangan ini bertujuan mengembangkan kemampuan berfikir anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta memiliki kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokan, serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berfikir teliti. Fisik/ motorik. Pengembangan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola,mengontrol gerakan tubuh, dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat, sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat, dan terampil. Seni. Pengembangan ini bertujuan agar anak dapat dan mampu menciptakan sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya, mengembangkan kepekaan, dan dapat menghargai karya yang kreatif. Patung sebagai sarana bermain dan belajar anak sejalan dengan
dengan aspek-aspek Kurikulum Pendidikan Nasional anak usia dini. Khususnya pada aspek kognitif, fisik/ motorik dan Seni. Pada aspek kognitif, patung bisa dijadikan pengenalan akan sesuatu, sehingga
41
pengetahuan dan pengalaman anak akan bertambah. Karena arti kognisi sendiri adalah pengenalan akan sesuatu. Karena anak prasekolah lebih cenderung memahami akan sesuatu yang kongkret, sedangkan patung merupakan wujud tiga dimensi yang kongkret. Dalam aspek fisik/ motorik, patung yang memilki fungsi sebagai sarana bermain dan belajar anak dapat membantu perkembangan fisik anak. karena aspek fisik/ motorik kurikulum pendidikan nasional khususnya pada tingkat taman kanakkanak adalah aspek yang mengedepankan dan mengutamakan unsur-unsur pendidikan yang melibatkan kemampuan fisik dan gerak tubuh yang dimilki anak. Pada aspek seni tentu saja patung tersebut merupakan benda seni, hanya fungsinya sebagai sarana bermain dan belajar anak. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sarana patung tersebut merupakan kurikulum. Seperti yang dikemukakan Soemiarti Patmonodewo (2003: 56) bahwa, “Masih ada pengertian lain tentang kurikulum, yaitu: Segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Kurikulum ini meliputi segala sarana dan prasarana sekolah”. Patung tersebut memiliki fungsi sosial, yaitu sebagai sarana bermain dan belajar anak. Seni untuk anak berbeda dengan seni untuk orang dewasa karena karakter fisik dan mentalnya berbeda. Begitupun patung sebagai sarana bermain anak tentu saja disesuaikan dengan karakter fisik dan mental anak-anak. Misalnya, pemilihan jenis, warna, bahan, dan ukuran patung tersebut.
42
Dimasukannya seni dalam bidang pendidikan berfungsi sebagai media untuk memenuhi fungsi perkembangan anak, baik fisik maupun mental. Karena sifat dasar seni yaitu, kreatif, individualitas, nilai ekspresi, keabadian, dan universal. Adapun dasar-dasar dimasukannya seni dalam kurikulum pendidikan nasional (Ungguh Muliawan, 2009: 233) bertumpu pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut: (1) Pelaksanaan pendidikan seni di sekolah-sekolah umum seyogianya menggunakan pendekatan multidisiplin, multidimensional, dan multikultural. (2) Pembentukan pribadi yang harmonis, mau tidak mau, harus memperhatikan kebutuhan perkembangan kemampuan dasar anak didik melalui pendekatan keindahan dan kekaguman. Dan, seni adalah asal-muasal segala sesuatu yang disebut indah dan menakjubkan. Artinya, belajar dengan seni dapat membuat minat dan potensi anak berkembang secara maksimal. (3) Pendidikan seni berperan mengembangkan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan kreativitas (CQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan multi-intelegensi (MI). Pendidikan seni di taman kanak-kanak memilki tujuan supaya anak dapat mengungkapkan apa yang mereka ketahui dan rasakan tentang seni. 3. Perbedaan Kelompok Bermain (Play Group) dan Taman Kanakkanak (Kinder Garten) Bagi sebagian orang kelompok bermain (play group) dan taman kanak-kanak (kinder garten) dipandang sebagai suatu hal yang sama. Disamping dari segi istilahnya yang berbeda juga dari konkret pelaksanaannya yang berbeda. Kelompok bermain atau play Group adalah suatu lembaga pendidikan untuk anak prasekolah umur 2 sampai 3 tahun, sedangkan
43
taman kanak-kanak atau kinder garten adalah lembaga pendidikan untuk anak prasekolah umur 4 sampai 6 tahun. Tingkat Usia KELAS
USIA
Play gruop A
2-3 tahun
Play group B
3-4 tahun
Taman kanak-kanak A
4-5 tahun
Taman kanak-kanak B
5-6 tahun
Dikutip dari buku “MANAJEMEN PLAY GROUP & TAMAN KANAK-KANAK” (2009). Seperti apa yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 (Soemiarti, 2003: 59), tentang Pendidikan Prasekolah disebutkan bahwa: a. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau pendidikan luar sekolah. b. Taman kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar. c. Anak didik adalah peserta pendidikan prasekolah.
4. Prinsip-prinsip Pendidikan dan Pembelajaran Anak Prasekolah Berikut ini akan dicoba dikemukakan prinsip-prinsip pendidikan untuk anak usia dini yang dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu, prinsip ideologis, prinsip psikologis dan prinsip realistis.
44
a. Prinsip ideologis Prinsip ideologis adalah yang berhubungan dengan cara pandang filosofis lembaga pendidikan yang bersangkutan; prinsip yang menjadi pedoman dan panduan operasionalisasi lembaga. Biasanya prinsip ideologis ini diterjemahkan dalam perumusan visi dan misi. Dalam pembahasan ini, hal ini tertuju pada play group dan taman kanakkanak. b. Prinsip Psikologis Prinsip psikologis adalah prinsip nilai-nilai manusiawi yang menjiwai dan menjadi warna khas dari proses belajar-mengajar. Prinsip psikologis berbeda dengan prinsip ideologis. Prinsip ideologis cenderung didominasi oleh corak pemikiran intelektual. Sedangkan, prinsip psikologis cenderung didominasi oleh corak pemikiran nilainilai manusiawi, dilai-nilai budi pekerti, keluhuran akhlak,kasih sayang, cinta kasih, kesucian, kehalusan perasaan, ketenangan, kedamaian, hati nurani, solidaritas, dan sebagainya. c. Prinsip Realistis Dari semua prinsip yang berlaku dalam dunia pendidikan, prinsip realistis adalah prinsip yang paling dilematis. Prinsip ini dibangun dan dikembangkan berdasarkan tuntutan dan kebutuhan ril lembaga. Prinsip realistis adalah prinsip yang mendasarkan diri pada tuntutan dan kebutuhan konkret lembaga pendidikan. Seperti, pengelolaan oprasionalisasi lembaga membutuhkan tenaga-tenaga ahli yang
45
professional dan proses belajar-mengajar yang didukung oleh dana dan anggaran yang mencukupi. Prinsip-prinsip pokok pembelajaran untuk anak prasekolah berbeda dengan prinsip pembelajaran anak sekolah pada umumnya. Prinsip pokok pembelajaran
dapat
membedakan
metodologi
pembelajaran
anak
prasekolah dengan metodologi pembelajaran anak sekolah. Sehubungan dengan prinsip pokok pembelajaran anak prasekolah Jasa Ungguh Muliawan
(2009:
65)
mengemukakan,
“Prinsip-prinsip
pokok
pembelajaran anak prasekolah adalah butir-butir pedoman yang dijadikan panutan dan pedoman inti praktik pembelajaran di lembaga play group dan taman kanak-kanak”. Prinsip-prinsip pokok pembelajaran anak prasekolah meliputi: 1) prinsip memperkenalkan dunia dengan seni dan keindahan, 2) prinsip bermain sambil belajar, 3) prinsip pembelajaran yang berorientasi pada dasar-dasar perkembangan anak, 4) prinsip pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan anak, 5) prinsip pendekatan tematik, 6) prinsip kreatif dan inovatif, 7) prinsip lingkungan kondusif, 8) prinsip mengembangkan kecakapan hidup, 9) penilaian. a) Prinsip Memperkenalkan Dunia Seni dan Keindahan Pada dasarnya manusia menyenangi sesuatu yang disebut keindahan. Seni pada dasarnya dibuat dan dinikmati karena dalam diri seseorang tersebut ada rasa yang disebut keindahan. Walaupun anak
46
prasekolah belum mengerti seni dan keindahan, tetapi ketertarikan mereka akan sesuatu yang indah sangatlah tinggi. Hal tersebut banyak dibuktikan dengan aktivitas anak dalam bermain. Seperti yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara (Rasjoyo, 1994: 2) ‘Seni merupakan perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah sehingga dapat menggerakan jiwa dan perasaan manusia. Banyak ahli yang mengatakan bahwa metode memperkenalkan dunia seni dan keindahan adalah metode yang paling efektif dan efisien, mengingat segala sesuatu yang diwujudkan dengan sesuatu yang indah akan lebih mudah diterima dan dicintai anak. b) Prinsip Bermain Sambil Belajar Prinsip bermain sambil belajar merupakan metode yang sesuai dengan dunia anak-anak. Karena dunia yang seharusnya dimilki anak adalah dunia bermain, sebagai mana yang sering dikemukakan para ahli pendidikan dan psikologi anak, bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Sebagian
orang
menganggap
bahwa
bermain
merupakan
pemborosan waktu, padahal dengan bermain anak prasekolah dapat mendapatkan
pengalaman,
bereksplorsi,
menemukan,
dan
memanfatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran anak menjadi lebih bermakna.
47
c) Prinsip Pembelajaran yang Berorientasi pada Dasar-dasar Perkembangan Anak Menurut
Ungguh
Muliawan
(2009:
69-70)
dasar-dasar
perkembangan anak tersebut adalah : (1) Anak belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis. (2) Siklus belajar anak selalu berulang, dan akan lebih baik jika dilakukan pengulangan yang bersifat dinamis. (3) Anak belajar melalui interaksi social dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya. (4) Minat dan keingintahuan anak akan memotivasi belajarnya. (5) Perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individu. d) Prinsip Pendidikan yang Berorientasi pada Kebutuhan Anak Anak prasekolah memiliki kebutuhan yang berbeda dengan kebutuhan anak sekolah pada umumnya, baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik anak prasekolah membutuhkan kebebasan untuk bermain, dalam hal ini diupayakan peran guru sebagai pembimbing mengupayakan permainan yang edukatif. Secara psikis sebaiknya anak prasekolah diberikan tugas keterampilan yang mendukung motorik halus mereka, metode pembelajarannya disesuaikan dengan anak prasekolah. e) Prinsip Pendekatan Tematik Tema yang digunakan dalam pembelajaran anak prasekolah sebaiknya disesuaikan dengan kurikulum anak prasekolah. Selain itu pendekatan tematik sebaiknya yang menarik minat anak, seperti
48
pemilihan tema yang paling dekat dengan anak, sederhana, dan dapat difahami anak secara jelas. f ) Prinsip Kreatif dan Inovatif Proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif yaitu pembelajaran yang menjadikan anak memilki coriousitas yang tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya anak menjadi kritis. Dari pembelajaran ini diharapkan anak mendapatkan pengalaman baru sehingga daya imajinasi dan nalar anak menjadi berkembang. g) Prinsip Lingkungan Kondusif Lingkungan yang kondusif adalah dimana anak merasa aman dan tenang ketika melakukan segala aktivitasnya termasuk bermain baik diluar lingkungan sekolah maupun didalam kelas. Lingkunga di luar ruangan sebaiknya disediakan berbagai sarana permainan anak sehingga anak mendapatkan kenyamanan. Begitupun lingkungan di dalam kelas harus ditata dan disesuaikan dengan kondisi mental dan fisik anak prasekolah. Dengan suasana yang nyaman di kelas dapat menunjang proses pembelajaran yang nyaman, aman dan kondusif. h) Prinsip Mengembangkan Kecakapan Hidup Untuk mengembangkan kecakapan hidup, anak prasekolah perlu adanya bimbingan yang terarah. Bimbingan kecakapan hidup ini dapat membantu anak menolong dirinya sendiri, disiplin dan memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
49
i) Penilaian Penilaian ini meliputi pengamatan untuk mengetahui sikap dan tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian yang digunakan untuk memperoleh gambaran perkembangan dan perilaku anak antara lain dengan portofolio, unjuk kerja, penugasan dan hasil karya.
Sebenarnya
penilaian
tersebut
digunakan
untuk
memberitahukan kepada orang tua siswa perihal perkembangan psikologi, sosiologi, dan motorik anaknya.
50