BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Henry Fayol (2015: 69) mengatakan manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dalam rangka untuk mencapai tujuan perusahaan. Berikut adalah pengertian dari masingmasing proses manajemen (Robbins , 2012 : 40-41) : 1. Proses perencanaan meliputi penyusunan tujuan , menetapkan strategi untuk mencapai tujuan , dan mengembangkan rencana untuk menyatukan dan mengkoordinasikan aktifitas-aktivitas. 2. Proses pengorganisasian meliputi mengatur dan menata pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi seperti menentukan pekerjaan yang akan dilakukan , menentukan pengelompokkan tugas , melaporkan hasil kerja dan menentukan dimana pengambilan keputusan akan dibuat 3. Proses
pengarahan
meliputi
motivasi
terhadap
bawahan
,
membantu
memecahkan konflik grup , meningkatkan kinerja individu dan tim , memilih saluran komunikasi yang paling efektif 4. Proses pengendalian meliputi monitor dan evaluasi kinerja. Kinerja aktual harus dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan . Jika terdapat kesalahan maka manager harus mengambil tindakan koreksi.
Dilihat dari tingakatan organisasi, manajemen dibagi dalam 3 tingkatan yaitu: 1. Manajemen Puncak (Top Management) Managemen puncak harus memiliki conceptual skill yaitu kemampuan untuk mengkonsepkan dan berpikir dalam situasi yang rumit. Dengan conceptual skill manajer melihat organisasi sebagai kesatuan, mengerti hubungan antar sub unit yang berbeda , dan memvisualisasikan organisasi ke lingkungan yang lebih luas. Contoh top manager adalah : CEO (Chief Executive Officer)
15
16 2. Manajemen menengah (Middle Management) Manajemen menengah harus memiliki human skill yaitu kemampuan untuk bekerja dengan baik dengan orang lain baik secara individu maupun kelompok. Manager dengan human skill yang baik tahu bagaimana berkomunikasi , memotivasi , memimpin dan menginspirasi antusiasme dan kepercayaan. Contoh middle manager : Kepala Divisi 3. Manajemen Bawah (Lower Management) Management bawah harus memiliki technical skill yaitu kemampuan untuk mengatur karyawan yang berkerja agar dapat menggunakan alat dan teknik untuk menghasilkan produk. Contoh low manager : Pengawas produksi
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Manajemen sumber daya manusia pada umumnya untuk memperoleh tingkat perkembangan karyawan yang setinggi-tingginya, hubungan kerja yang serasi di antara para karyawan dan penyatupaduan sumber daya manusia secara efektif atau tujuan efisiensi dan kerja sama sehingga diharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja (Sunyoto, 2015: 1). Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan melalui pengertian manajemen personalia menurut beberapa sumber berikut ini : •
Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
kegiatan-kegiatan
pengadaan,
pengembangan,
pemberian
pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai beberapa tujuan individu organisasi dan masyarakat. •
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.
17
2.2.1 Pendekatan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam menentukan yang lebih tepat arah yang akan dituju apabila kita melihat dari perspektif peristiwa-peristiwa masa lalu dan juga sering mampu menghindari berbagai tindakan yang telah terbukti menurut pengalaman yang salah atau menyimpang. Pengalaman pada waktu yang telah lalu membantu memberikan konsepsi yang lebih jelas dari masalah-masalah yang ditemui pada saat ini. Dalam membicarakan berbagai pendekatan dasar ini, mencoba untuk mengelompokanny menjadi tiga pendekatan sesuai dengan periodenya artinya pendekatan yang lebih akhir menunjukkan lebih baru ditinjau dari segi waktunya (Sunyoto, 2015: 2). Ketiga pendekatan tersebut adalah : a. Pendekatan Mekanis Perkembangan industri dengan penerapan mesin-mesin dan alat elektronika pada bidang produksi, telah membawa kemajuan yang sangat pesat dalam efisiensi kerja. Selama lebih dari seabad para manajer telah menerapkan berbagai prinsip seperti, pemindahan pekerjaan dari manusia kepada mesin, prinsip saling dipertukarkan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain, spesialisasi pada mesin-mesin, peralatan, tata letak dan pabrik pada umumnya. Berbagai prinsip ini telah menunjukkan keberhasilannya dengan semakin meningkatnya output produksi. Karena itu tidaklah mengherankan jika kemudian dicoba melakukan pendekatan yang sama yaitu dengan pendekatan mekanis terhadap tenaga kerja. Jika mesin-mesin ini dapat dibuat lebih produktif dengan melakukan spesialisasi yang ekstrem, maka hendaknya hal yang sama juga
berlaku
bagi
manusia.
Pekerjaan-pekerjaan
tersebut
hendaknya
disederhanakan sehingga bagi karyawan cukup menjalankan sebagian kecil pekerjaan saja, yang hanya memerlukan gerakan-gerakan yang sederhana. Karena karyawan adalah manusia, maka pendekatan ini menimbulkan masalah manajemen, yaitu masalah personalia antara lain : •
Pengangguran teknologis
•
Berkurangnya keamanan ekonomis
•
Timbul organisasi buruh 17
18 •
Berkurangnya motivasi dalam bekerja
b. Pendekatan Paternalisme Pendekatan ini menganggap bahwa manajemen adalah sebagai ayah dan bersikap melindungi terhadap para karyawan. Sikap yang dingin dan impersonal terhadap para karyawan (sebagaimana dalam pendekatan mekanis) mulai ditinggalkan dan diganti oleh sikap yang personal bahkan kadang-kadang supersonal terhadap para karyawan. 1) Pendekatan Sistem Sosial Pendekatan ini memandang bahwa organisasi atau perusahaan adalah merupakan suatu sistem yang kompleks serta hal ini dapat disebut sebagai sistem yang ada di luar. Manajer mengakui bahwa sistem yang ada di dalam perusahaan tidak dapat ditutup dan diarahkan secara mekanis.Berbagai pilihan tersedia bagi mereka yang ada di dalam perusahaan maupun yang ada di luar perusahaan dengan bantuan-bantuan satuan-satuan ekstern seperti serikat buruh, pemerintah dan berbagai kelompok masyarakat. Berbagai pendekatan dalam manajemen sumber daya manusia yaitu : •
Pendekatan Sumber daya manusia Manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya manusia. Martabat dan kepentingan hidup manusia hendaknya tidak diabaikan agar kehidupan mereka layak dan sederhana.
•
Pendekatan Sistem Manajemen sumber daya manusia adalah suatu subsistem dari sistem yang lebih besar,yaitu organisasi. Oleh karena itu manajemen sumber daya manusia harus dievaluasi dengan kriteria besarnya kontribusi
yang
dibuat
untuk
organisasi.
Dalam
praktiknya
manajemen sumber daya manusia harus menyadari bahwa model manajemen sumber daya manusia adalah suatu sistem yang terbuka dan terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Masing-
19 masing bagian saling memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. 2) Pendekatan Manajerial Manajemen sumber daya manusia adalah tanggung jawab setiap manajer. Departemen sumber daya manusia hanya menyediakan dan memberikan jasa atau pelayanan bagi departemen lain. Oleh karena itu, analisis akhir terhadap Kinerja Karyawan dan kehidupan kerja setiap karyawan tergantung pada atasan langsungnya. 3) Pendekatan Proaktif Manajemen
sumber
daya
manusia
dapat
meningkatakan
kontribusinya kepada para karyawan, manajer dan organisasi melalui antisipasinya terhadap masalah-masalah yang akan timbul. Jika tidak, upaya-upaya reaktif perlu diambil dan ini berarti pemecahan masalahmasalah menjadi lebih sulit dan perusahaan bisa kehilangan berbagai kesempatan.
2.2.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sunyoto ada beberapa fungsi MSDM, antara lain (2015: 4) : a. Fungsi Manajerial •
Perencanaan Fungsi perencanaan meliputi penentuan program sumber daya manusia yang akan membantu pencapaian tujuan perusahaan yan telah ditetapkan.
•
Pengorganisasian Fungsi
pengorganisasian
adalah
membentuk
organisasi
dengan
merancang susunan dari berbagai hubungan antara jabatan, personalia, dan faktor-faktor fisik. •
Pengarahan Fungsi pengarahan adalah mengusahakan agar karyawan mau bekerja secara efektif melalui perintah motivasi.
•
Pengendalian
19
20 Fungsi pengendalian adalah mengadakan pengamatan atas pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana dan mengoreksinya jika terjadi penyimpangan atau jika perlu menyesuaikan kembali rencana yang telah dibuat. b. Fungsi Operasional •
Pengadaan Fungsi pengadaan meliputi perencanaan sumber daya manusia, perekrutan, seleksi, penempatan dan orientasi karyawan, perencanaan mutu dan jumlah karyawan.Sedangkan perekrutan, seleksi dan penempatan berkaitan dengan penarikan, pemilihan, penyusunan dan evaluasi formulir lamaran kerja, tes psikologi dan wawancara.
•
Pengembangan Fungsi pengembangan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap karyawan agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kegiatan ini menjadi semakin penting dengan berkembangnya dan semakin kompleksnya tugas-tugas manajer.
•
Kompensasi Fungsi kompensasi dapat diartikan sebagai pemberian penghargaan yang adil dan layak kepada karyawan sebagai balas jasa kerja mereka. Pemberian kompensasi merupakan tugas yang paling kompleks dan juga merupakan salah satu aspek yang paling berarti bagi karyawan maupun organisasi.
•
Integrasi Fungsi pengintegrasian karyawan ini meliputi usaha-usaha untuk menyelaraskan kepentingan individu karyawan, organisasi dan masyarakat. Untuk itu perlu memahami sikap dan perasaan karyawan untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
•
Pemeliharaan Fungsi pemeliharaan tidak hanya mengenai usaha untuk mencegah kehilangan karyawan-karyawan tetapi dimaksud untuk memelihara sikap kerja sama dan kemampuan bekerja karyawan tersebut.
•
Pemutusan Hubungan Kerja
21 Fungsi pemutusan hubungan kerja yang terakhir adalah memutuskan hubungan kerja dan mengembalikannya kepada masyarakat. Proses pemutusan hubungan kerja yang utama adalah pensiun, pemberhentian, dan pemecatan.
2.2.3 Prinsip-prinsip Pengelolaan Manajemen Sumber Daya Manusia Ada beberapa prinsip dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia, yaitu : (Meilan Sugiarto dalam Sunyoto, 2015: 6) a. Orientasi pada pelayanan, dengan berupaya memenuhi kebutuhan dan keinginan sumber daya manusia di mana kecenderungannya sumber daya manusia yang puas akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. b. Membangun kesempatan terhadap sumber daya manusia untuk berperan aktif dalam perusahaan, dengan tujuan untuk menciptakan semangat kerja dan memotivasi sumber daya manusia agar mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik. c. Mampu menemukan jiwa intrapreneur sumber daya manusia perusahaan, yang mencangkup : •
Menginginkan adanya akses ke seluruh sumber daya manusia perusahaan.
•
Berorientasi pencapaian tujuan perusahaan.
•
Motivasi kerja yang tinggi.
•
Responsif terhadap penghargaan dari perusahaan.
•
Berpandangan jauh ke depan.
•
Bekerja secara terencana, terstruktur, dan sistematis.
•
Bersedia bekerja keras.
•
Mampu menyelesaikan pekerjaan.
•
Percaya diri yang tinggi.
•
Berani mengambil risiko.
•
Mampu menjual idenya di luar atau di dalam perusahaan.
•
Memiliki intuisi bisnis yang tinggi.
•
Sensitif terhadap situasi dan kondisi, baik di dalam maupun di luar perusahaan. 21
22 •
Mampu menjalin hubungan kerja sama dengan semua pihak yang berkepentingan.
•
Cermat, sabar, dan kompromistis.
2.2.4 Fungsi dan Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Manajemen sumber daya manusia memiliki beberapa fungsi di mana fungsifungsi tersebut terkait satu dengan lainnya, dan aktivitas yang dijalankan oleh manajemen sumber daya manusia sesuai dengan fungsi yang dimilikinya, dengan tujuan peningkatan produktivitas, kualitas kehidupan kerja dan pelayanan. Fungsi perencanaan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang dinilai esensial, karena menyangkut rencana pengelolaan sumber daya manusia organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang di mana hal tersebut berkaitan erat dengan operasionalisasi organisasi dan kelancaran kerja yang ada di dalamnya (Sunyoto, 2015: 7). Fungsi pengadaan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia dalam usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah sumber daya manusia yang tepat, yang diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi. Fungsi pengembangan berkaitan dengan peningkatan keterampilan dan kemampuan yang diupayakan melalui jalur pelatihan maupun pendidikan terhadap sumber daya manusia yang ada. Juga berbagai bentuk pengembangan diri untuk para karyawan yang berprestasi. Fungsi pemeliharaan berkaitan dengan upaya mempertahankan kemauan dan kemampuan kerja karyawan melalui penerapan beberapa program yang dapat meningkatkan loyalitas dan kebanggaan kerja karyawan. Fungsi penggunaan menekankan pada pelaksanaan berbagai tugas dan pekerjaan oleh karyawan serta jenjang peningkatan posisi karyawan.Selain itu berkatian pula dengan kontraprestasi yang telah berhenti bekerja, baik yang sementara atau permanen maupun akibat pemutusan hubungan kerja sepihak.
2.2.5 Manfaat Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia
23 Pengimplementasian manajemen sumber daya manusia akan memberikan berbagai manfaat bagi kegiatan pengorganisasi antara lain (Meilan dan Sugiarto dalam Sunyoto, 2015: 7) : •
Organisasi atau perusahaan akan memiliki sistem informasi sumber daya manusia yang akurat.
•
Organisasi atau perusahaan akan memiliki hasil analisis pekerjaan atau jabatan berupa deskripsi atau spesifikasi pekerjaan atau jabatan yang terkini.
•
Organisasi atau perusahaan akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas rekrutmen dan seleksi tenaga kerja.
•
Dapat melakukan kegiatan orientasi sosialisasi secara terarah.
•
Dapat melaksanakan pelatihan secara efisien dan efektif.
•
Dapat melaksanakan penilaian karyawan secara efektif dan efisien.
•
Dapat melaksanakan program pembinaan dan pengembangan karier sesuai kondisi dan kebutuhan.
•
Dapat melakukan kegiatan penelitian.
•
Dapat menyusun skala upah atau gaji dan mewujudkan system balas jasa bagi para pekerja.
2.2.6 Tantangan Terhadap Manajemen Sumber Daya Manusia Stakeholders merupakan lembaga dan manusia yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh seberapa baik sumber daya manusia dikelola oleh suatu organisasi melalui penerapan manajemen sumber daya manusia. Adapun tantangan manajemen sumber daya manusia meliputi (Meilan Sugiarto dalam Sunyoto, 2015: 8) : a. Tantangan eksternal Tantangan eksternal terdiri dari : 1) Perubahan lingkungan bisnis yang cepat Untuk
keperluan
tersebut
perusahaan
dalam
menghadapi
perubahan lingkungan atau budaya bisnis yang cepat, perlu menetapkan kebijaksanaan sumber daya manusia sebagai berikut : •
Menghindari pengaruh negative berupa perasaan tidak puas pada kondisi yang telah dicapai perusahaan. 23
24 •
Dalam menghadapi perubahan yang mengharuskan penambahan pembiayaan, perusahaan harus berusaha mengatasinya agar dapat mempertahankan pasar atau keuntungan yang sudah diraih.
•
Memberikan imbalan yang cukup tinggi pada pekerja yang mampu melakukan improvisasi yang kreatif.
2) Keragaman tenaga kerja Tenaga kerja bersifat terbatas, terutama yang agak menonjol adalah perbedaan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Namun perusahaan harus siap dalam mengantisipasi keragaman tenaga kerja dalam rangka globalisasi, karena keragaman akan meluas dengan masuknya modal asing yang berarti juga masuknya tenaga kerja asing dari berbagi etnis atau bangsa. 3) Globalisasi Dari sudut manajemen sumber daya manusia mengharuskan dilakukannya usaha antisipasi sebagai berikut : •
Perusahaan harus berusaha memiliki sumber daya manusia yang mampu mengatasi pengaruh perkembangan bisnis atau ekonomi internasional seperti resesi penurunan atau kenaikan nilai uang.
•
Perusahaan harus berusaha memiliki sumber daya manusia dengan kemampuan ikut serta dalam bisnis global atau internasional dan perdagangan bebas.
4) Peraturan pemerintah Setiap perusahaan harus memiliki sumber daya manusia yang mampu membuat keputusan dan kebijaksanaan dan bahkan melakukan operasional bisnis, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dari pemerintah. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan mengarahkan agar perusahaan terhindar dari situasi konflik, keresahan, complain dan lainnya khususnya dari para pekerja dengan atau tanpa keikutsertaan serikat pekerja. 5) Perkembangan pekerjaan dan peranan keluarga
25 Semakin banyak pasangan suami-istri yang bekerja sehingga sering terjadi kesulitan untuk bertanggung jawan secara optimal karena sebagian waktunya digunakan untuk melaksanakan tanggung jawabnya di lingkungan keluarga masing-masing. 6) Kekurangan tenaga kerja yang terampil Tenaga kerja terampil semakin banyak diperlukan baik untuk melaksanakan pekerjaan teknis maupun untuk pekerjaan manajerial dan pelayanan yang tidak mudah mendapatkan yang kompetitif di antara yang tersedia di pasar tenaga kerja. b. Tantangan internal Tantangan internal meliputi : •
Posisi organisasi dalam bisnis yang kompetitif.
•
Fleksibilitas.
•
Pengurangan tenaga kerja.
•
Tantangan restrukturasi.
•
Bisnis kecil.
•
Budaya organisasi.
•
Teknologi.
•
Serikat pekerja.
2.3 Budaya Organisasi Budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang di anut oleh anggotaanggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi yang lain. Sistem makna bersama ini bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu (Robbins, 2006: 721). Menurut Schein (2009: 27), budaya organisasi adalah pola asumsi bersama yang dipelajari oleh suatu kelompok dalam memecahkan masalah melalui adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja cukup baik untuk dipertimbangkan kebenarannya, oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk melihat, berpikir, dan merasakan kaitannya dengan masalah-masalah yang ada. 25
26 Menurut Munandar (2006: 262), budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi. Menurut Kotler (2009: 77), budaya organisasi adalah pengalaman, cerita, keyakinan, dan norma bersama yang menjadi ciri organisasi. Namun, bila memasuki perusahaan apa saja, hal pertama yang anda hadapi adalah budaya cara mereka berpakaian, cara mereka berinteraksi satu sama lain, dan juga cara mereka menyambut pelanggan. Dengan mendasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan satu unsur terpenting dalam perusahaan yang hakikatnya mengarah pada perilaku-perilaku yang dianggap tepat, mengikat dan memotivasi setiap individu yang ada di dalamnya.
2.3.1 Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (2006: 294) fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut: a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
2.3.2 Karakteristik Budaya Organisasi Menurut Robbins (2006: 721), ada 7 karakteristik budaya organisasi yaitu : a. Inovasi dan pengambilan risiko: Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil risiko. b. Perhatian terhadap detail: Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
27 c. Orientasi hasil: Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. d. Orientasi orang: Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu. e. Orientasi tim: Sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu. f. Keagresifan: Berkaitan dengan agresivitas karyawan. g. Kemantapan: Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
2.4 Dukungan Sosial Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, peduli, harga diri, atau bantuan yang tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lain (Sarafino dan Smith, 2014: 83). Lin, Dean, & Ensel (2013: 18) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan ataupun dorongan yang dirasakan ataupun yang terjadi secara aktual yang diperoleh dari komunitas, jejaring sosial, dan pasangan. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial adalah adanya bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang lain dalam kehidupannya yang dapat membantu seorang individu untuk menghadapi masalah yang dihadapinya.
2.4.1 Sumber Dukungan Sosial Menurut Sarafino dan Smith (2014: 83), dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber seperti: 1. pasangan hidup 2. keluarga 3. pacar 4. teman 5. rekan kerja 6. organisasi 27
28
29
2.4.2 Bentuk Dukungan Sosial Bentuk dukungan sosial menurut Sarafino dan Smith (2014: 83) yaitu: 1. Dukungan emosional dan penghargaan: Dukungan emosional dapat berupa ungkapan empati, perhatian, maupun kepedulian terhadap individu yang bersangkutan. 2. Dukungan instrumental: Dukungan ini dapat berupa bantuan atau uang bisa juga berupa bantuan dalam pekerjaan sehari-hari. 3. Dukungan informasi: Dukungan berupa nasihat, pengarahan, umpan balik atau nasihat mengenai apa yang dilakukan individu yang bersangkutan. 4. Dukungan persahabatan: Dukungan yang berupa adanya kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama.
2. 5 Komunikasi Komunikasi merupakan sarana dimana orang mengklarifikasi harapan mereka dan mengkoordinasi pekerjaan, yang memungkinkan mereka mencapai tujuan organisasi dengan lebih efisien dan efektif. Orang yang bekerja dalam organisasi adalah kelompok orang yang saling memiliki ketergantungan untuk mencapai beberapa tujuan, orang dapat bekerja dengan ketergantungan hanya melalui komunikasi (Wibowo, 2015: 165). Komunikasi adalah proses dengan mana informasi dan arti atau makna ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt, LePine, dan Wesson, 2011: 422). Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan dalam suatu tim diselesaikan dengan saling bergantung dan menyangkut komunikasi di antara anggota. Karena itu efektivitas komunikasi memainkan peran penting dalam menentukan apakah terdapat keuntungan atau kerugian dalam proses komunikasi. Komunikasi menunjukkan pada proses dengan mana informasi dikirimkan dan dipahami diantara dua orang atau lebih (McShane dan VonGlinov, 2010: 270). Penekanan pada kata dipahami karena mengirimkan arti yang dimaksudkan sender adalah esensi komunikasi yang baik. Komunikasi adalah pertukaran informasi antara sender dan receiver, dan menarik kesimpulan sebagai persepsi tentang makna sesuatu antara individual yang 29
30 terlibat. Juga dikatakan sebagai pertukaran interpersonal dari informasi dan pengertian (Kreitner dan Kinicki, 2010: 402). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari satu pihak baik individu, kelompok, atau organisasi sebagai sender kepada pihak lain sebagai receiver untuk memahami dan membuka peluang untuk memberikan respon balik kepada sender.
2.5.1 Fungsi Komunikasi dalam Organisasi Menurut Robbins dan Judge (2011: 376), komunikasi dalam organisasi memiliki 4 fungsi yaitu : a.
Control Komunikasi bertindak mengontrol perilaku anggota dalam beberapa cara. Organisasi mempunyai hierarki kewenangan dan pedoman formal yang harus diikuti pekerja. Ketika pekerja diperlukan berkomunikasi berkaitan dengan pekerjaan tentang keluhan pada atasan langsungnya, mengikuti deskripsi tugas, atau tunduk dengan kebijakan organisasi, komunikasi bekerja sebagai fungsi kontrol.
b.
Motivation Komunikasi memperkuat motivasi dengan klarifikasi pada pekerja apa yang harus mereka kerjakan, seberapa baik mereka melakukan, dan bagaimana memperbaiki apabila di bawah standar. Pembentukan tujuan spesifik, umpan balik progres terhadap tujuan, dan reward atas perilaku yang diharapkan, semua menstimulasi motivasi dan memerlukan komunikasi.
c.
Emotional Expression Komunikasi dalam kelompok adalah mekanisme fundamental dengan mana anggota menunjukkan kepuasan dan frustasi mereka. Karena itu, komunikasi memberikan ekspresi perasaan emosional dan pemenuhan kebutuhan sosial.
d.
Information Komunikasi juga memfasilitasi pengambilan keputusan. Komunikasi menyediakan kebutuhan informasi individual dan kelompok untuk membuat
31 keputusan dengan mengirimkan data untuk mengidentifikasi dan evaluasi pilihan alternatif.
Keempat fungsi komunikasi tersebut sama pentingnya, tidak ada yang satu melebihi lainnya. Untuk berkinerja secara efektif, kelompok perlu menjaga beberapa kontrol atas anggota, merangsang anggota untuk melakukan, memberi kesempatan ekspresi emosi, dan membuat pilihan keputusan. Hampir setiap interaksi komunikasi yang terjadi dalam kelompok atau organisasi melakukan satu atau lebih fungsi tersebut.
2.5.2 Proses Komunikasi Menurut Wibowo (2015: 167-168) tahapan dalam proses komunikasi dapat disampaikan sebagai berikut : a. Sender: Individu, kelompok, atau organisasi yang ingin menyampaikan pesan kepada individu, kelompok, atau organisasi lain, yaitu receiver. b. Encoding: Menerjemahkan pemikiran tentang apa yang ingin disampaikan ke dalam kode atau bahasa yang dapat dimengerti orang lain. Ini membentuk dasar dari message atau pesan. Kemudian perlu memilih salutan yang dipergunakan untuk membagikan pesan. c. Message: Pesan yang merupakan informasi yang ingin disampaikan sender kepada receiver. d. Channel: Saluran yang akan dipakai untuk menyampaikan pesan. Variasi saluran komunikasi sangat banyak dan berjenjang tingkat kekuatan komunikasinya. e. Decoding: Memecahkan sandi, merupakan proses menginterprestasikan dan membuat masuk akal suatu pesan yang diterima receiver. f. Receiver: Orang, kelompok, atau organisasi kepada siapa pesan dimaksudkan untuk diterima. Kemudian receiver menciptakan arti dari pesan yang diterimanya. g. Noise: Sesuatu yang mengganggu terhadap penyampaian dan pemahaman terhadap pesan. Ini dapat memengaruhi setiap bagian dari proses komunikasi.
31
32 Merupakan faktor yang dapat mendistorsi kejelasan pesan pada setiap titik selama proses komunikasi. h. Feedback: Pengetahuan tentang dampak pesan pada receiver dan menimbulkan reaksi receiver disampaikan kepada sender.
2.5.3 Pengertian Komunikasi Organisasi Vertikal Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah (Pace dan Faules, 2010: 185). Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (Pace dan Faules, 2010: 189). Komunikasi vertikal yakni komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) dan dari bawah ke atas (upward communication), adalah komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbal balik (two-way traffic communication) (Effendy, 2009: 122). Ronald Adler dan George dalam Rohim (2009: 111) menguraikan masingmasing fungsi dari dua arus komunikasi dalam organisasi. Pertama adalah downward communication. Komunikasi ini berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tatanan manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah diantaranya pemberian atau penyampaian intruksi kerja, penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan, penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku dan pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik. Sedangkan upward communication terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan, penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan, penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan, penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaanya. Dari definisi komunikasi organisasi vertical yang dijabarkan oleh para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi berfungsi untuk berbagi
33 informasi antar anggota organisasi guna mencapai tujuan yang diinginkan. Aliran komunikasi vertikal dalam organisasi terdiri dari downward communication dimana atasan mengirimkan pesan atau informasi kepada bawahannya dan upward communication dimana bawahan mengirimkan pesan atau informasi kepada atasannya sedangkan
2.5.4 Aliran Komunikasi Organisasi Vertikal Arah Aliran Informasi dalam Organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Pace dan Faules (2010: 184) adalah sebagai berikut : a. Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Katz dan Kahn dalam (Pace dan Faules, 2010: 185) mengemukakan ada lima jenis informasi yang biasanya dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan: i.
Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan,
ii.
Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan,
iii.
Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi,
iv.
Informasi mengenai kinerja pegawai dan
v.
Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).
b. Komunikasi ke atas Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (Pace dan Faules, 2010: 189). Pentingnya komunikasi ke atas sebagaimana diungkapkan karena beberapa alasan: i.
Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya.
33
34 ii.
Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka.
iii.
Komunikasi ke atas memungkinkan omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya.
iv.
Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan keada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi.
v.
Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk mementukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran komunikasi dua arah.
vi.
Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut
2.6 Konflik Kerja Dalam interaksi antar individu, kelompok, dan organisasi tidak tertutup kemungkinan terjadi perbedaan kepentingan dan pandangan yang berujung pada timbulnya konflik. Pandangan orang tentang konflik cukup beragam, ada yang memandang sebagai sesuatu yang tidak baik, tetapi ada pula yang memandang bahwa konflik diperlukan sebagai kebutuhan. Kreitner dan Kinicki (2010: 373) memberikan definisi konflik sebagai suatu proses di mana satu pihak merasa bahwa kepentingannya telah ditentang atau dipengaruhi secara negatif oleh pihak lain. Menurut mereka konflik dapat bersifat positif atau negatif tergantung pada sifat dan intensitasnya. Namun, organisasi dapat menderita dari terlalu sedikitnya konflik. Konflik merupakan suatu proses yang dimulai ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah dipengaruhi secara negatif, atau tentang memengaruhi secara negatif, tentang sesuatu yang diketahui pihak pertama (Robbins dan Judge, 2011: 488).
35 McShane dan Von Glinow (2010: 328) memberikan definisi konflik sebagai suatu proses di mana satu pihak merasa bahwa kepentingannya ditentang atau dipengaruhi secara negatif oleh pihak lain. Jadi berdasarkan masing-masing pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu fenomena yang terjadi ketika adanya kontradiksi dari 2 pihak atau lebih. Selain itu, konflik biasanya identik dengan menimbulkan pengaruh yang negatif antara pihak yang mengalami konflik, namun tidak jarang juga ada pengaruh positif yang dapat dirasakan sebagai hasil dari konflik.
2.6.1 Perkembangan Pandangan Tentang Konflik Pandangan orang tentang konflik berkembang sesuai dengan zamannya. Robbins dan Judge (2011: 489) membedakan perkembangan pandangan tersebut dalam tiga kategori : a. The Traditional View of Conflict Merupakan keyakinan bahwa semua konflik adalah menyakitkan dan harus dihindari. Konflik dipandang negatif dan didiskusikan dengan terminologi seperti kekerasan, perusakan, dan tidak rasional. Konflik bersifat disfungsional sebagai hasil dari buruknya komunikasi,
kurangnya keterbukaan
dan
kepercayaan di antara orang, dan kegagalan manajer merespon pada kebutuhan dan aspirasi pekerja. b. The Interactionist View of Conflict Merupakan keyakinan bahwa konflik tidak hanya merupakan kekuatan positif dalam kelompok, tetapi juga kebutuhan mutlak bagi kelompok untuk berkinerja secara efektif. Menurut pandangan ini tingkat konflik minimal dapat membantu kelompok bergairah, melakukan kritik diri, dan kreatif. Menurut pandangan interaction tidak semua konflik baik. Functional conflict yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja merupakan bentuk konflik yang konstruktif. Sedangkan konflik yang menganggu kinerja kelompok bersifat destruktif dan dinamakan disfunctional conflict.
35
36
c. Resolution Focused View of Conflict Merupakan pandangan bahwa konflik mungkin tidak dapat dihindarkan di kebanyakan organisasi, dan lebih memfokuskan pada penyelesaian konflik produktif. Pandangan ini menemukan metode konstruktif untuk menyelesaikan konflik
secara produktif sehingga pengaruh
yang mengganggu
dapat
dimimalkan.
2.6.2 Tipe Konflik Tipe konflik menurut Kreitner dan Kinicki (2010: 377) ada tiga macam, yaitu : a. Personality conflict : Merupakan perlawanan antarpersonal berdasar pada perasaan tidak suka, ketidaksepakatan personal atau gaya yang berbeda. b. Intergroup conflict : Merupakan konflik di antara kelompok kerja, tim, dan departemen yang merupakan tantangan bersama pada efektivitas organisasi. c. Cross-cultural conflict : Merupakan konflik yang terjadi karena melakukan bisnis dengan orang yang berasal dari budaya berbeda. Sering terjadi karena terdapat perbedaan asumsi tentang bagaimana berpikir dan bertindak dalam melakukan merger, joint venture, dan aliansi lintas batas negara.
2.6.3 Proses Konflik Proses konflik terjadi melalui lima tahapan (Robbins dan Judge, 2011: 491), yaitu : Tahap I
: Potensi pertentangan / ketidakselarasan
Tahap II
: Kognisis dan personalisasi
Tahap III : Tujuan Tahap IV : Perilaku Tahap V
: Akibat
37 Tahap I Potensi pertentangan / ketidakselarasan
Tahap II Kognisis dan personalisasi
Tujuan penanganan konflik -Bersaing -Kerjasama -Berkompromi -Menghindari -Menampung
Konflik yang dipersepsi
Kondisi pendahulu -Komunikasi -Struktur Organisasi -Variabel Pribadi
Tahap III Tujuan
Konflik yang dirasakan
Tahap IV Perilaku
Tahap V Akibat
Konflik terbuka -Perilaku satu pihak -Reaksi pihak lain
Kinerja kelompok meningkat
Kinerja kelompok menurun
Gambar 2. 1 Proses Terjadinya Konflik Sumber : Robbins dan Judge (2011)
2.6.4 Sumber Konflik McShane dan VonGlinow (2010: 333) menyebutkan adanya beberapa sumber konflik antara lain: a. Incompatible goals : Ketidaksesuaian tujuan. Menunjukkan bahwa konflik dapat terjadi karena tujuan satu orang atau departemen yang kelihatan tidak sesuai mencampuri tujuan orang atau departemen lain. b. Differentiation : Perbedaan terjadi di antara orang, departemen, dan entitas lain menurut
pelatihan,
nilai-nilai,
keyakinan,
dan
pengalaman
mereka.
Differentiation dapat dibedakan dari goal incompability karena 2 orang atau departemen mungkin sepakat dengan tujuan bersama, tetapi mempunyai perbedaan sangat besar dalam bagaimana mencapai tujuan tersebut. c. Independence
:
Konflik
cenderung
mengikat
dengan
tingkat
saling
ketergantungan. Saling ketergantungan terjadi ketika anggota tim harus berbagi masukkan bersama pada tugas individu, kebutuhan berinteraksi dalam proses melakukan pekerjaan mereka, atau menerima hasil seperti reward yang untuk sebagian ditentukan berdasar kinerja orang lain. Semakin tinggi saling ketergantungan akan meningkatkan risiko konflik karena terdapat kesempatan 37
38 lebih besar bahwa masing-masing pihak akan menganggu atau mencampuri tujuan pihak lain. d. Scare resources : Langkanya sumber daya membangkitkan konflik karena masing-masing orang atau unit memerlukan sumber daya tersebut untuk memenuhi tujuannya. Konflik dapat terjadi karena kekurangan finansial, human capital, dan sumber daya lain bagi setiap orang untuk menyelesaikan tujuan, sehingga pekerja perlu memberikan alasan mengapa mereka harus menerima sumber daya tersebut. e. Ambigous rules : Aturan yang ambigu terjadi karena ketidakpastian meningkatkan risiko bahwa satu pihak bermaksud mencampuri tujuan pihak lain. Ambiguitas juga mendorong taktik politis, dan dalam banyak kasus pekerja memasuki pertempuran bebas untuk memenangkan keputusan untuk kesenangan mereka. Ini menjelaskan mengapa konflik biasa terjadi selama merger dan akuisisi. f. Communication problems : Masalah komunikasi. Konflik sering terjadi karena kurangnya peluang, kemampuan, atau motivasi untuk melakukan komunikasi dengan efektif. Hal ini terjadi karena : i.
Kedua pihak kekurangan peluang untuk berkomunikasi, masing-masing cenderung lebih mengandalkan pada stereotipe untuk memahami pihak lain dalam konflik.
ii.
Sebagian orang kekurangan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan cara diplomatis dan tidak konfrontatif.
iii.
Persepsi tentang konflik menurunkan motivasi untuk berkomunikasi.
2.6.5 Gaya Penanganan Konflik Dalam menangani konflik dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, dengan menghubungkan variabel Cooperativeness dari tingkat tidak kooperatif sampai kooperatif, dan variabel Assertiveness dari tidak tegas sampai tegas. Dengan menghubungkan kedua variabel tersebut dapat dilakukan pilihan penanganan konflik sebagai berikut (Robbins dan Judge, 2011: 494) :
39 a. Competing Terjadi ketika seseorang berusaha memuaskan kepentingannya sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya pada pihak lain pada konflik. Kita bersaing ketika kita menempatkan taruhan dengan pengertian bahwa hanya satu orang yang dapat menang. Dalam competing, orang bersifat tegas dan tidak kooperatif. b. Collaborating Kolaborasi terjadi ketika masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik berkeinginan sepenuhnya kepentingan semua pihak, sehingga terdapat kerjasama dan mencari hasil yang saling menguntungkan. Dalam kolaborasi, para pihak bermaksud menyelesaikan perbedaan daripada mengakomodasi berbagai sudut pandang. Berusaha mencari solusi win-win di mana tujuan kedua pihak dicapai sepenuhnya. c. Avoiding Penghindaran terjadi ketika orang mengetahui adanya konflik dan ingin menarik diri atau mendiamkan. Ia berusaha mengabaikan konflik dan menghindari orang lain dengan siapa kita tidak setuju. d. Accomodating Dalam akomodasi, pihak yang memenuhi tuntutan lawan mungkin ingin menempatkan kepentingan lawan di atas kepentingannya sendiri, berkorban untuk menjaga hubungan. Misalnya dengan mendukung pendapat seseorang meskipun sebenarnya kita keberatan. e. Compromising Dalam kompromi tidak jelas siapa menang atau kalah. Terdapat keinginan
mendistribusikan
objek
konflik dan
menerima solusi
yang
memberikan sebagian kepuasan dari kedua pihak yang berkepentingan. Perbedaan karakteristik kompromi adalah masing-masing pihak bersedia menyerahkan sesuatu.
39
40
2.7 Kinerja Karyawan Pada umumnya para ahli meninjau kinerja dari efisiensi dan semangat kerja. Baik mengenai cara-cara untuk memberi motivasi manusia dalam mencapai prestasi yang tinggi, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja maupun penelitian untuk meniadakan pengaruh negatif dari kinerja tenaga kerja. Menurut Mangkunegara (2007: 67), Kinerja Karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Hasibuan (2011: 87), Kinerja Karyawan adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Dari masing-masing pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja Karyawan adalah suatu indikator untuk mengukur seberapa baik hasil kerja yang dimiliki seseorang baik dari segi kualitas ataupun kuantitas kerja untuk mendorong tercapainya tujuan yang diinginkan
2.7.1 Kegunaan Penilaian Kinerja Karyawan Penilaian atau evaluasi bagi suatu pekerjaan sangat penting artinya. Penilaian kinerja atau Kinerja Karyawan adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai Kinerja Karyawan karyawan. Kegiatan
ini dapat
memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan-balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Pimpinan organisasi dengan mengetahui prestasi tertentu akan banyak memperoleh manfaat Kinerja Karyawan karyawannya (T.Hani Handoko dalam Sunyoto, 2015: 17). Di mana kegunaan dari penilaian kinerja/Kinerja Karyawan adalah :
41
•
Perbaikan Kinerja Karyawan Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.
•
Penyesuaian-penyesuaian Kompensasi Evaluasi Kinerja Karyawan membantu para pengambil keputusan dalam kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
•
Keputusan-keputusan Penempatan Promosi, transfer, dan demosi biasanya didasarkan pada Kinerja Karyawan masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap Kinerja Karyawan masa lalu.
•
Kebutuhan-kebutuhan Latihan dan Pengembangan Kinerja Karyawan yang jelek mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga prestasi yang baik, mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
•
Perencanaan dan Pengembangan Karier Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
•
Penyimpangan-penyimpangan Proses Staffing Kinerja Karyawan yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staf departemen personalia.
•
Ketidakakuratan Informasional Kinerja Karyawan yang jelek mungkin menunjukkan kesalahankesalahan dalam informasi analisis jabatan, perencanaan kepegawaian, dan sistem informasi yang lain.
•
Kesalahan-kesalahan Desain Pekerjaan Kinerja Karyawan yang tidak baik merupakan suatu tanda kesalahan desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
41
42
•
Kesempatan Kerja yang Adil Penilaian Kinerja Karyawan secara akurat akan menjamin keputusankeputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
2.7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penilaian Kinerja Karyawan Menurut Mangkunegara (2007: 69) terdapat beberapa faktor yang dapat dijadikan standar Kinerja Karyawan, yaitu: 1. Kualitas kerja yang meliputi ketepatan, ketelitian, keterampilan serta kebersihan. 2. Kuantitas kerja yang meliputi output rutin serta output non rutin (ekstra). 3. Keandalan atau dapat tidaknya diandalkan yakni dapat tidaknya mengikuti instruksi, kemampuan inisiatif, kehati-hatian serta kerajinan. 4. Sikap yang meliputi sikap terhadap perusahaan, karyawan lain, pekerjaan serta kerjasama
2.7.3 Metode Penilaian Kinerja Karyawan Dalam menilai kinerja seorang karyawan, hendaknya berorientasi pada objektivitas jika tidak maka hasil dari penilaian bias saja menimbulkan masalah dalam perusahaan. Untuk mengatasinya maka dibutuhkan metode yang efektif dan efisien. Berikut ini adalah metode penilaian Kinerja Karyawan (Rivai, 2006: 309) : 1. Penilaian Kinerja Karyawan berorientasi pada masa lalu. Melalui metode ini manajer menilai dengan mengunakan data masa lalu untuk menentukan seberapa besar produktifitas seorang karyawan. Teknik-teknik penilaian ini terdiri dari : a. Rating scale (skala penilaian) Tenik ini adalah teknik yang paling sederhana dan mudah dimana atasan langsung memberikan penilaian kepada karyawan dengan menggunakan skala yang biasanya berupa angka atau huruf. b. Checklist
43 Metode ini dilakukan oleh atasan langsung, yang bertujuan untuk mengurangi beban penilai karena tinggal memilih kalimat pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan Kinerja Karyawan karyawan. Pembobotan
dilakukan
pada
item
agar
hasil
penilaian
dapat
dikuantifikasikan. c. Metode peristiwa kritis Merupakan metode penilaian yang mendasarkan pada catatancatatan penilai mengenai perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat buruk sekalipun dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerjanya. d. Metode peninjauan lapangan Metode ini dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan untuk mengevaluasi Kinerja Karyawan secara langsung. e. Tes dan observasi Pada metode ini karyawan akan diberikan pertanyaan tertulis untuk mengukur seberapa kemampuan dan pengetahuannya. f. Metode evaluasi kelompok Terdiri dari tiga metode. Pertama, metode ranking, yaitu penilaian dilakukan dengan membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya untuk menentukan siapa yang paling baik kinerjanya. Kedua, Grading atau forced distribution. Pada metode ini, penilaian dilakukan dengan memisahkan karyawan ke dalam klasifikasi yang berbeda, dimana setiap klasifikasinya memiliki proporsi tertentu. Ketiga, Point allocation method, dimana penilai diberikan sejumlah nilai total untuk dialokasikan diantara para karyawan dalam kelompok. 2. Penilaian Kinerja Karyawan berorientasi pada masa depan. Metode
penilaian
Kinerja
Karyawan
berorientasi
masa
depan
memusatkan prestasi pada masa yang akan datang melalui penilaian potensi karyawan dan penetapan sasaran kerja yang sesuai dengan jabatan karyawan. Metode ini terdiri dari : a. Penilaian diri
43
44 Teknik evaluasi ini berguna untuk melanjutkan pengembangan diri. Apabila karyawan menilai dirinya sendiri, perilaku defensif cenderung tidak terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung dilaksanakan. b. Penilaian psikologis Dalam metode ini biasanya perusahaan bekerja sama dengan psikolog. Pendekatan emosional biasanya paling banyak digunakan. c. Teknik pusat penilaian Metode ini dilakukan jika perusahaan memiliki tim penilai khusus untuk mengidentifikasi kemampuan manajemen di masa depan. Penilaian ini bisa meliputi wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok simulasi, dan sebagainya untuk mengevaluasi potensi karyawan diwaktu yang akan datang. d. Pendekatan management by objective Setiap karyawan dan penyelia secara bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang. Kemudian dengan menggunakan sasaran tersebut, penilaian Kinerja
Karyawan
dilakukan
secara
bersama
pula.
Manajemen
berdasarkan Management By Objective (MBO) adalah suatu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang. Metode ini lebih mengacu pada pendekatan hasil.
45
2.8 Kerangka Pemikiran Budaya Organisasi (X1)
Dukungan Sosial (X2)
Konflik Kerja (Y)
Kinerja Karyawan (Z)
Komunikasi Organisasi Vertikal (X3)
Gambar 2. 2 Kerangka Penelitian Sumber : Peneliti (2016)
2.9 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan (Sugiyono, 2009: 96). Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif hipotesis tidak dirumuskan, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji dengan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini, hipotesis yang dirancang oleh penulis adalah hipotesis yang bersifat asosiatif, dimana hipotesis akan menjelaskan hubungan dan pengaruh antar variabel dalam penelitian ini. Berikut ini adalah hipotesis yang telah dirancang peneliti sesuai dengan tujuan penelitian yang ada : 45
46
T-1: Pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Hipotesis : Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Budaya Organisasi (X1) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dari Budaya Organisasi (X1) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings
T-2: Pengaruh Dukungan Sosial (X2) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Hipotesis : Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Dukungan Sosial (X2) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dari Dukungan Sosial (X2) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings
T-3: Pengaruh Komunikasi Organisasi Vertikal (X3) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Hipotesis : Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Komunikasi Organisasi Vertikal (X3) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dari Komunikasi Organisasi Vertikal (X3) terhadap Konflik Kerja (Y) pada PT Kansai Prakarsa Coatings
T-4: Pengaruh Konflik Kerja (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Hipotesis : Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Konflik Kerja (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings
47 Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dari Konflik Kerja (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings
T-5: Pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Hipotesis : Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Budaya Organisasi (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dari Budaya Organisasi (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings
T-6: Pengaruh Dukungan Sosial (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Hipotesis : Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Dukungan Sosial (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dari Dukungan Sosial (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings
T-7: Pengaruh Komunikasi Organisasi Vertikal (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Hipotesis : Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Komunikasi Organisasi Vertikal (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dari Komunikasi Organisasi Vertikal (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT Kansai Prakarsa Coatings
47