4
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1. e-Learning dan Learning Management System Perkembangan zaman yang ditandai dengan bertambah pesatnya pemanfaatan teknologi informasi, semakin terus dirasakan; dan penyelenggaraan pendidikan mulai dilengkapi dengan suatu wujud pembelajaran masa kini, yakni sistem e-learning. Sistem ini merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar, yakni dengan menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. Melalui e-learning, guru dan murid tidak harus berada dalam satu dimensi ruang dan waktu. Proses pendidikan dilengkapi dengan sistem yang dapat berlangsung kapan saja dan di mana saja sehingga murid memiliki kesempatan untuk dapat lebih aktif dalam belajarnya sesuai konsep pendidikan modern student-centered. Dalam proses penyelenggaraan e-learning, dibutuhkan sebuah Learning Management System (LMS) yang berfungsi untuk mengatur penyelenggaraan pembelajaran pada model e-learning. Umumnya LMS dikembangkan berbasis web, yang akan berjalan pada sebuah web server dan dapat diakses oleh pesertanya melalui web browser (web client). Melalui LMS, guru dapat membuat suatu website pendidikan dan mengatur akses kontrol, sehingga hanya peserta yang terdaftar (murid-muridnya) yang dapat mengakses dan melihatnya. Selain itu, LMS juga menyediakan berbagai tools yang menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien, seperti menyediakan layanan untuk mempermudah upload dan share materi pembelajaran, diskusi online, chat, kuis, survei, laporan, dan
5
sebagainya. Contoh suatu LMS antara lain: moodle, blackboard, dan edmodo. Secara umum, fungsi-fungsi yang terdapat pada LMS, antara lain: 1. Uploading dan sharing materi Melalui fasilitas ini, seorang guru dapat menempatkan materi ajar dalam berbagai bentuk (teks, video, slide presentasi, dsb.) sesuai silabus yang mereka buat, kapan pun dan di mana pun mereka berada. 2. Forum dan Chat Forum online dan chatting menyediakan layanan komunikasi dua arah antara guru dan murid baik dilakukan secara sinkron (chat) maupun asinkron (forum, e-mail). Fasilitas ini memungkinkan seorang murid untuk menuliskan tanggapan dan mendiskusikannya dengan teman-temannya maupun gurunya. Namun di masa sekarang, fungsi ini di LMS yang ada belum optimal sehingga untuk kebutuhan berdiskusi online, murid-murid lebih nyaman menggunakan aplikasi chatting yang biasa mereka gunakan sehari-hari. 3. Kuis dan Survei Kuis dan survei secara online dapat digunakan untuk evaluasi dan hasilnya pun akan segera diperoleh. 4. Pengumpulan tugas Tugas yang dikumpulkan secara online ini sangat mudah dilacak informasi pengumpulannya (nama murid, kelas, tanggal menyerahkan, dsb.) 5. Catatan/rekaman grades Suatu LMS mampu melakukan perekaman data grade murid secara otomatis, sesuai konfigurasi dan pengaturan semula dari awal pembelajaran.
6
Keuntungan yang bisa didapatkan melalui LMS adalah dimungkinkan-nya membuat perlakuan yang berbeda-beda kepada setiap murid sehingga proses pembelajaran dapat menjadi lebih efektif. Tentunya dengan LMS menjadi lebih efisien juga dalam administrasi, pendaftaran, pelaporan, pengarsipan data murid, data guru, dan sumber materi pembelajaran.
2.2. Learning Style dan Myers-Briggs Type Indicator Learning style atau gaya belajar merupakan pola kebiasaan murid dalam belajar (menerima informasi) sesuai kepribadiannya masing-masing. Setiap murid akan mempunyai gaya belajar yang berbeda satu sama lain. Perbedaan gaya belajar yang dimiliki setiap murid dalam pembelajaran perlu diperhitungkan agar efektifitas proses pembelajaran menjadi lebih optimal. Beberapa penelitian mengenai gaya belajar menunjukkan bahwa seorang murid lebih efektif bila belajar dengan metode yang paling disukai, dan prestasi seorang murid berkaitan dengan bagaimana caranya belajar (Riding & Rayner, 2013). Para ahli psikologi telah mengembangkan beberapa model gaya belajar, antara lain: Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), Kolb's Learning Style Model, Herrmann Brain Dominance Instrument (HBDI), dan Felder-Silverman Learning Style Model (FSLSM). Model-model ini sangat membantu untuk mengenal cara seseorang belajar dan mengetahui apa yang dapat membantunya belajar agar lebih efektif. MBTI merupakan sebuah model klasifikasi tipe‐tipe kepribadian seseorang dalam lingkungannya. Model klasifikasi ini dikembangkan oleh Katherine Cook Brigss dan putrinya, Isabel Brigss Myers. Mereka mengembangkan tes ini sejak
7
perang dunia II (1939‐1945). Mereka percaya bahwa pengetahuan akan kepribadian dapat membantu perempuan yang akan memasuki dunia kerja di bidang industri. Setelah mengalami pengembangan, akhirnya MBTI pertama kali dipublikasikan pada tahun 1962. MBTI didasari pada jenis dan preferensi kepribadian dari Carl Gustav Jung, yang menulis Psychological Types pada tahun 1921. Tujuan dari MBTI adalah membuat teori tipe psikologis yang dijelaskan oleh Carl Jung agar dapat dimengerti dan berguna dalam kehidupan manusia. MBTI bersandar pada 4 dimensi utama yang mengandung tipe saling berlawanan, yang menghasilkan 16 kemungkinan kombinasi atau tipe‐tipe kepribadian yang luas. Dimensi tersebut, yakni: 1. Extrovert (E) vs Introvert (I) 2. Sensing (S) vs Intuitive (N) 3. Thinking (T) vs Feeling (F) 4. Judging (J) vs Perceiving (P) Menurut Jones, S. (2010), tipe-tipe kepribadian yang merupakan kombinasi dari 4 dimensi tersebut memiliki sifat/perilaku yang khas untuk setiap tipenya, yaitu: 1. ISTJ (Bertanggungjawab) 2. ISFJ (Setia) 3. ISTP (Pragmatis) 4. ISFP (Artistik) 5. INFJ (Reflektif) 6. INTJ (Independen) 7. INFP (Idealis)
8
8. INTP (Konseptual) 9. ESTP (Spontan) 10. ESFP (Murah hati) 11. ENFP (Optimis) 12. ENTP (Inovatif) 13. ESTJ (Konservatif) 14. ESFJ (Harmonis) 15. ENFJ (Meyakinkan) 16. ENTJ (Pemimpin alami) Kepribadian seseorang membawa pengaruh terhadap gaya belajarnya, dan tiap pribadi mempunyai kecenderungan tentang lingkungan belajar yang lebih disukainya, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1 untuk e-learning. Tabel 2.1 Tipe dan Preferensi dari 4 Dimensi Kepribadian MBTI (Radwan, 2014)
Tipe Kepribadian Extrovert (E) vs Introvert (I)
Sensing (S) vs Intuitive (N)
Thinking (T) vs Feeling (F)
Judging (J) vs Perceiving (P)
Preferensi e-learning yang mungkin dipilihnya Video conferening lebih disukai oleh pembelajar extrovert, sedangkan pembelajar introvert lebih menyukai komunikasi asinkron seperti email Pembelajar sensing membutuhkan course dengan framework terstruktur yang dilengkapi arahan spesifik, sedangkan pembelajar intuitive lebih menyukai materi yang abstrak dan mempelajarinya dengan melihat hubungan-hubungan antar item-itemnya. Pembelajar thinking lebih suka mempelajari suatu yang akurat, kognitif, tujuan afektif dan logik, sedangkan pembelajar feeling memilih belajar bersama kelompoknya. e-learning perlu membantu pembelajar judging dengan menyediakan instruksi yang terstruktur, berurutan serta dengan kejelasan tujuan, sedangkan untuk pembelajar perceiving lebih disukai e-learning yang fleksibel.
Terlampir kuisioner MBTI yang dipakai dalam penelitian ini pada Lampiran L1. Terdapat 104 pertanyaan ‘YA-TIDAK’ pada kuisioner ini untuk
9
mendeteksi 4 dimensi kepribadian MBTI: E-I, S-N, T-F, J-P. Penentuan skor kepribadian MBTI untuk setiap dimensi tersebut adalah sebagai berikut: o Pada pertanyaan no. 1-13, untuk setiap jawaban YA diberi skor 1 dan dijumlahkan. Inilah skor Extrovert. o Pada pertanyaan no. 14-26, untuk setiap jawaban YA diberi skor 1 dan dijumlahkan. Inilah skor Introvert. o Pada pertanyaan no. 27-39, untuk setiap jawaban YA diberi skor 1 dan dijumlahkan. Inilah skor Sensing. o Pada pertanyaan no. 40-52, untuk setiap jawaban YA diberi skor 1 dan dijumlahkan. Inilah skor Intuitive. o Pada pertanyaan no. 53-65, untuk setiap jawaban YA diberi skor 1 dan dijumlahkan. Inilah skor Thinking. o Pada pertanyaan no. 66-78, untuk setiap jawaban YA diberi skor 1 dan dijumlahkan. Inilah skor Feeling. o Pada pertanyaan no. 79-91, untuk setiap jawaban YA diberi skor 1 dan dijumlahkan. Inilah skor Judging. o Pada pertanyaan no. 92-104, untuk setiap jawaban YA diberi skor 1 dan dijumlahkan. Inilah skor Perceiving. Proses pen-skor-an ini ditunjukkan jelas pada form isian manual pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Form Perhitungan Kuisioner MBTI 104 Pertanyaan (Divisi SDM PT. PP Tbk.)
10
Formula penentuan kepribadian MBTI adalah sebagai berikut: o Bila skor E > skor I, maka responden memiliki kecenderungan Extrovert o Bila skor I > skor E, maka responden memiliki kecenderungan Introvert o Bila skor S > skor N, maka responden memiliki kecenderungan Sensing o Bila skor N > skor S, maka responden memiliki kecenderungan Intuitive o Bila skor T > skor F, maka responden memiliki kecenderungan Thinking o Bila skor F > skor T, maka responden memiliki kecenderungan Feeling o Bila skor J > skor P, maka responden memiliki kecenderungan Judging o Bila skor P > skor J, maka responden memiliki kecenderungan Perceiving o Bila skor E = skor I, maka responden memiliki keseimbangan EI atau diperlukan penilaian lebih lanjut. o Bila skor S = skor N, maka responden memiliki keseimbangan SN atau diperlukan penilaian lebih lanjut. o Bila skor T = skor F, maka responden memiliki keseimbangan TF atau diperlukan penilaian lebih lanjut. o Bila skor J = skor P, maka responden memiliki keseimbangan JP atau diperlukan penilaian lebih lanjut.
11
2.3. Adaptive e-Learning System Ide pengembangan sistem e-learning adaptif berawal dari adanya kebutuhan mengoptimalkan pembelajaran berbasis web. Sistem yang adaptif dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tujuan ataupun preferensi pengguna. Menurut Stoyanov dan Kirschner (2004), definisi ‘sistem e-learning adaptif’ adalah: “An adaptive e-learning environtment is an interactive system that personalizes and adapts e-learning content, pedagogical models, and interactions between participants in the environment to meet the individual needs and preferences of users if and when they arise”. Dengan demikian, sistem e-learning adaptif merupakan suatu sistem pembelajaran berbasis web yang mampu menyediakan materi ajar dan urutan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan preferensi belajar setiap individu pembelajar. Salah satu metode adaptif telah diterapkan oleh Radwan pada sistem elearning, tampak seperti bagan pada Gambar 2.2. (Radwan, 2014)
Gambar 2.2 Bagan Sistem e-Learning Adaptif versi Radwan (2014)
12
Radwan membagi proses belajar ke dalam 4 tahapan: introduction, contents, assignments, dan exercise dan mengimplementasikan sistem e-learning-nya seperti tampak pada bagan Gambar 2.3
Gambar 2.3 Bagan Tahapan e-Learning Adaptif versi Radwan (2014)
Mula-mula, sistem Radwan akan mendeteksi kepribadian si pengguna berdasarkan kuisioner. Kuisioner pertama mengidentifikasi introvert-extrovert, kuisioner
kedua
mengidentifikasi
intuitive-sensitive,
kuisioner
ketiga
mengidentifikasi feeling-thinker, kuisioner keempat mengidentifikasi perceivingjudger. Kemudian disajikan tahapan pembuka yang menampilkan outline dari suatu topik. Pada tahapan pembuka ini, pembelajar sensitive akan menerima outline yang berurutan dan mind map dari topik tadi. Pembelajar intuitive akan menerima outline yang bersifat holistic, kemudian disajikan multimedia sesuai preferensi, seperti tampak pada gambar 2.4.
13
Gambar 2.4 Tahapan Pembuka e-Learning Adaptif versi Radwan (2014)
Gambar 2.5 memperlihatkan tahapan berikutnya untuk menyajikan konten/materi pembelajaran. Pembelajar extrovert akan melalui tahapan yang berbeda dengan pembelajar introvert. Modul Chat untuk extrovert dan modul forum untuk introvert.
Gambar 2.5 Tahapan Konten e-Learning Adaptif versi Radwan (2014)
Kemudian, Nouran Radwan merancang assignment yang berbeda untuk pembelajar judging dan perceiving menurut preferensi tipe masing-masing. Lalu pada tahapan akhir disajikan exercise yang khas untuk feeling dan thinking, yang masing-masing berbeda sesuai dengan preferensinya.