9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Legitimasi Legitimasi adalah proses yang mengarah ke sebuah organisasi yang dipandang sah. Organisasi berusaha untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam batas-batas dan norma-norma masyarakat masing-masing kegiatan yang dianggap sah. Batas dan norma-norma tidak statis dengan demikian mengharuskan organisasi harus responsif mengandalkan pada gagasan sebuah kontrak sosial. Ciri organisasi yang legitimet (legitimasi oleh masyarakat) adalah sesuai dengan kerangka rasional dan legal dalam masyarakat tersebut. Tujuan organisasi yang kongruen dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat bersangkutan. Menurut Ponny (2011 : 8) Teori Legitimasi mengatakan bahwa: Organisasi secara terus menerus mencoba mereka melakukan kegiatan sesuai dengan masyarakat dimana mereka berada. Norma mengikuti perubahan dari waktu ke waktu mengikuti perkembangannya.
untuk meyakinkan bahwa batasan dan norma-norma perusahaan selalu berubah sehingga perusahaan harus
Menurut Ahmad dan Sulaiman (2004) dalam kartika (2011 : 10) "teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat". Ghozali dan Chariri (2007) dalam kartika (2011 : 11) memberikan penjelasan tentang konsep kontrak sosial sebagai berikut:
9
10
Semua institusi sosial tidak terkecuali perusahaan beroperasi di masyarakat melalui kontrak sosial baik eksplisit maupun implisit dimana kelangsungan hidup dan pertumbuhannya didasarkan pada: 1. Hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada masyarakat luas. 2. Distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok sesuai dengan power yang dimiliki.
Teori legitimasi juga menjelaskan bahwa praktik pengungkapan tanggung jawab perusahaan harus dilaksanakan sedemikian rupa agar aktivitas dan kinerja perusahaan dapat diterima oleh masyarakat. Ghozali dan Chariri (2007) dalam Kartika (2011) menjelaskan bahwa "guna melegitimasi aktivitas perusahaan di mata masyarakat, perusahaan cenderung menggunakan kinerja berbasis lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan".
B. Manajemen Laba 1. Definisi Manajemen Laba Terdapat perbedaan pandangan terhadap manajemen laba, sebagian pihak menilai manajemen laba merupakan perbuatan curang yang melanggar standar akuntansi, sementara sebagian lain menilai manajemen laba sebagai aktivitas yang lumrah dilakukan manajer dalam menyusun laporan keuangan, apalagi jika upaya rekayasa manajerial ini dilakukan dalam ruang lingkup standar akuntansi. Hal inilah yang menyebabkan setiap pihak yang concern pada permasalahan ini mencoba untuk mendefinisikan
manajemen
laba
sesuai
dengan
penilaian
dan
pemahamannya, baik secara positif maupun negatif. Akibatnya, saat ini ada cukup banyak definisi dan batasan mangenai manajemen laba yang
11
membuat spektrum upaya rekayasa manajerial ini menjadi luas. Definisi manajemen laba yang berhasil diciptakan diantaranya oleh National Association of Certified Fraud Examiners, Lewitt (1998), dan Scott (2006). Definisi yang diciptakan oleh National Association of Certified Fraud Examiners yang dikutip oleh Sulistyanto (2008 : 49) yaitu, Earnings management is the intentional, deliberate, misstatement or omission of material facts, or accounting data, which is misleading and, when considered with all the information made available, would cause the reader to change or alther his or judgement or decision. Yang artinya manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya. Lewitt (1998) dalam Sulistyanto (2008 : 50)
juga menyatakan
definisi manajemen laba sebagai berikut Earnings management is flexibility in accounting allows it to keep pace with business innovations. Abuses such as earnings occur when people exploit this pliancy. Trickery is employed to obscure actual financial volatility. This in turn, make the true consequences of management decision. Yang artinya manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik
memanfaatkan
hasilnya.
Penipuan
mengaburkan
volatilitas
keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer.
12
Definisi lain tentang manajemen laba menurut Scott (2006) yang dikutip oleh Hotman (2009 : 66) yaitu, "The choice by a manager of accounting policies so as achieve some specific objective". Yang artinya adalah earnings management adalah pilihan yang dilakukan oleh manajemen dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Dari definisi-definisi tersebut apabila dicermati sebenarnya ada benang merah yang menghubungkan satu definisi dengan definisi lainnya. Artinya meski menggunakan terminologi yang berbeda namun secara garis besar mempunyai pengertian yang serupa yaitu menyepakati bahwa manajemen laba merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi laporan keuangan.
2. Bentuk-bentuk Manajemen Laba Bentuk-bentuk manajemen laba yang biasa dilakukan menurut Scott (2006) dalam Hotman (2009 : 66) yaitu: a. Taking a bath (big bath), dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari pada periode berjalan, dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan. b. Income minimization, mengecilkan laba dilakukan saat perusahaan memperoleh keuntungan yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan diambil bisa berupa pembebanan biaya iklan, riset dan pengembangan dan sebagainya. c. Income maximization, yaitu memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian juga utang jangka panjang, manajer perusahaan tersebut akan cenderung untuk memaksimalkan laba. d. Income smoothing, perataan laba merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan dan paling popular. Melalui income smoothing manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurang fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.
13
Sedangkan Menurut Jumingan (2003) yang dikutip oleh Suhendah (2005) dalam Syahril (2007 : 5) yang termasuk dalam kategori manajemen laba (earnings management) yaitu: a. b. c. d.
Discretionary accrual Income Smoothing Manipulasi alokasi pendapatan atau biaya Perubahan metode akuntansi dan struktur modal
3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Manajemen Laba Syahril (2007 : 5) mengutip Suhendah (2005) dan Atres (1994), menyatakan ada tiga faktor penyebab terjadinya earnings management, yaitu: a. Manajemen akrual Earnings management biasanya dikaitkan dengan semua aktivitas yang dapat dipengaruhi aliran kas dan keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer. b. Penetapan suatu kebijakan akuntansi yang wajib Earning management berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan, yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut. c. Perubahan akuntansi secara sukarela Earning management berkaitan dengan uapaya manajer untuk mengganti atau mengubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada.
14
4. Motivasi Manajemen Laba Scoott (2006) dalam
Hotman (2009 : 66) mengungkapkan ada
beberapa motivasi yang mendorong manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba, yaitu : a. b. c. d. e. f. g.
Bonus scheme Debt covenan Political Motivation Taxation Motivation Penggantian CEO (Chief Executive Officer) Initial Public Offering Mengkombinasikan Informasi pada investor.
Selain itu Sulistyanto (2008 : 44) juga mendeteksi faktor yang mempengaruhi manajemen untuk melakukan manajemen laba yaitu: a. Bonus plan hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan yang menyatakan bahwa kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode akuntansi yang dapat membuat laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi. b. Debt equity hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio antara hutang dan ekuitas yang lebih besar cenderung akan memilih dan menggunakan metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar perjanjian hutang apabila manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperoleh oleh manajer. c. Political cost hypothesis, perusahaan cenderung memilih dan melaporkan metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya.
5. Kasus-kasus Manajemen Laba Menurut Sulistyanto (2008 : 34) terdapat beberapa kasus yang dilakukan perusahaan
untuk
mempermainkan besar
kecilnya
laba
diantaranya: a. Mengakui dan mencatat pendapatan lebih cepat satu periode atau lebih. Upaya ini dilakukan dengan mengakui dan mecatat pendapatan
15
b.
c.
d.
e.
periode-periode yang akan datang atau pendapatan yang secara pasti belum dapat ditentukan kapan dapat terealisir sebagai pendapatan periode berjalan. Upaya semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor akan mau membeli sahamnya, menaikkan posisi perusahaan ke level yang lebih baik, dan sebagainya. Mengakui pendapatan lebih cepat satu periode atau lebih. Semakin kecil pendapatan akan membuat laba periode berjalan juga akan menjadi semakin kecil dari pada sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih buruk atau kecil bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Upaya ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar menjual sahamnya, mengecilkan pajak yang harus dibayar kepada pemerintah, dan menghindari kewajiban pembayaran hutang. Mencatat pendapatan palsu. Upaya ini mengakibatkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih besar dari pada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan periode berjalan seolah-olah lebih bagus bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Hal ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor agar membeli sahamnya, menaikkan posisi perusahaan ke level yang lebih baik, dan sebagainya. Mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lambat. Upaya semacam ini membuat biaya periode berjalan menjadi lebih besar dari pada biaya sesungguhnya. Meningkatnya biaya ini membuat laba periode berjalan juga akan menjadi lebih kecil dari pada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih buruk atau kecil bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Upaya ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar menjual sahamnya, mengecilkan pajak yang harus dibayar kepada pemerintah, dan menghindari kewajiban pembayaran hutang. Tidak mengungkapkan semua kewajiban. Sebagai contoh kewajiban hutang yang disembunyikan perusahaan, menurunnya kewajiban berupa hutang ini akan membuat biaya bunga periode berjalan menjadi lebih kecil dari yang sesungguhnya sehingga laba periode berjalanpun menjadi lebih kecil daripada laba sesungguhnya. Akibatnya, membuat kinerja perusahaan periode berjalan seolah-olah lebih bagus dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Upaya semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar mau membeli saham yang ditawarkannya, menghindari kebijakan multi papan, dan sebagainya.
16
6. Pandangan Terhadap Manajemen Laba Sulistyanto
(2008
:
104)
menyebutkan
terdapat
perbedaan
pandangan antara praktisi dengan akademisi terhadap manajemen laba. Perbedaan pandangan disebabkan perbedaan sudut pandang kedua pihak terhadap aktivitas rekayasa manajerial ini Terdapat dua pandangan tentang manajemen laba yaitu: a. Manajemen laba sebagai kecurangan Beberapa pihak menyatakan aktivitas rekayasa manajerial ini dianggap kecurangan apabila perusahaan melakukan perbuatan-perbuatan sebagai berikut: 1) Mencatat penjualan sebelum dapat direalisasi Aktivitas ini bertentangan dengan prinsip konservatisme akuntansi yang menyatakan bahwa suatu transaksi atau peristiwa dapat diakui dan dicatat sebagai pendapatan apabila perusahaan dapat memastikan bahwa pendapatan itu kemungkinan besar dapat terealisasi dimasa depan. 2) Mencatat penjualan fiktif Upaya semacam ini dilakukan perusahaan dengan mengakui dan mencatat barang konsinyasi atau barang yang baru dikirim kepada pembeli sebagai barang yang telah terjual. Lebih parah lagi adalah dengan mangakui dan mencatat transaksi-transaksi yang sebenarnya tidak parah atau tidak pernah dilakukan sama sekali. 3) Mengundurkan tanggal bukti pembelian Hal ini dilakukan untuk mengatur tingkat laba sesuai yang diinginkan manajer perusahaan 4) Mencatata persediaan fiktif Hal ini dilakukan agar nilai aktiva perusahaan menjadi lebih besar daripada nilai sesungguhnya sehingga meningkatkan kinerja solvabilitas perusahaan bersangkutan. b. Manajemen laba bukan kecurangan Manajemen laba dianggap bukan sebagai kecurangan apabila aktivitas ini dilakukan manajer dalam kerangka prinsip akuntansi yang berlaku umum. Peusahaan tidak harus menginformasikan laba yang sesungguhnya diperoleh selama satu periode tertentu dalam laporan keuangannya. Akuntansi memberikan kesempatan perusahaan untuk secara konservatisme dan agresivisme dalam mengakui dan mencatat suatu transaksi atau peristiwa yang dilakukannya. 1) Akuntansi Konservatisme adalah proses akuntansi untuk mengakui dan mencatat seuatu transaksi atau peristiwa secara berhati-hati
17
sehingga perusahaan tidak akan mengalami kesulitan dimasa depan. 2) Akuntansi Agresif adalah proses akuntansi untuk mengakui dan mencatat suatu transaksi atau peristiwa secara eksploratif.
7. Implikasi Manajemen Laba Menurut Sulistyanto (2008 : 115) Manajemen laba berdampak ke berbagai pihak diantarnya: a. Manajer perusahaan harus menanggung implikasi manajemen laba yang berupa kemungkinan kesulitan keuangan atau kebangkrutan dimasa depan. b. Investor harus menanggung implikasi berupa hilangnya kesempatan memperoleh return dan kehilangan modal yang telah ditanamkannya. c. Pemerintah harus menanggung implikasi berupa kehilangan kesempatan untuk memperoleh pajak. d. Regulator harus menanggung implikasi berupa hilangnya integritas dan kredibilitas karena regulasinya mudah dipermainkan. e. Kreditor harus menanggung implikasi berupa kehilangan kesempatan memperoleh return dan dana yang dipinjamkan kepada perusahaan. f. masyarakat harus menanggung implikasi berupa hancurnya perekonomian. g. Implikasi terhadap perekonomian : 1) Implikasi terhadap perekonomian mikro, 2) Implikasi terhadap perekonomian makro, 3) Implikasi terhadap perkeonomian internasional.
8. Model Empiris Manajemen Laba Model empiris yang dipakai untuk mendeteksi manajemen laba pertama kali dikembangkan oleh Healy pada tahun 1985, dengan menghitung nilai total akrual (T. Acr), yaitu selisish antara laba akuntansi yang diperoleh selama satu periode tertentu dengan arus kas operasi periode bersangkutan. T. Acr = Net Income – Cash flows from operation
18
Untuk menghitung nondiscretionary accruals model Healy membagi rata-rata total akrual (T. Acer) dengan total aktiva periode sebelumnya,
Selanjutnya discretionary accruals (DA) yaitu selisih antara total akrual (T.Acr) dengan nondiscretionary accruals (NDA), Discretionary Accruals (DA) = T. Acr - NDAt Berikut ini contoh pemanfaatan model Healy: Tabel 2.1 Ilustrasi pemanfaatan model Healy Perus ahaan
LK
NI
CF
TA
TAC
NDA
DA
A 1999 4.335 -134 13.514 4.469 0,33069 13513.7 A 2000 -107 1.711 14.732 -1.818 -0,12340 14732.1 B 1999 11.154 -2.510 124.839 13.664 0,10945 124838.9 B 2000 -124.528 -1.139 63.305 -123.389 -1,94912 63306.9 Sumber : Sulistyanto (2008), Manajemen Laba Teori Dan Model Empiris. Artinya discretionary accruals ini merupakan komponen yang akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai kebijakan manajerial. Dari tabel tersebut bisa dilihat manajerial peruasahaan A pada tahun 1999 menghitung besarnya manajemen pajak yang dilakukan perusahaan tersebut sebesar 13513,7.
19
C. Tarif Pajak Efektif Sebagai Proksi Manajemen Pajak Definisi tarif pajak menurut Ahmad et.al (2000 : 27) "merupakan angka atau presentase yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak atau jumlah pajak yang terutang". Ada beberapa jenis tarif untuk menghitung pajak, yaitu tarif yang ditentukan undang-undang, tarif rata-rata, tarif marginal, dan tarif efektif yang dibagi lagi menjadi tarif efektif rata-rata dan tarif efektif marginal. Pada bulan September 2008, undang-undang No 7 tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan diubah untuk keempat kalinya dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008. Perubahan tersebut juga mencakup perubahan tarif pajak penghasilan badan dari sebelumnya menggunakan tarif pajak bertingkat menjadi tarif pajak tunggal yaitu 28% untuk tahun fiskal 2009 dan 25% untuk tahun fiskal 2010 dan seterusnya. Berikut ini adalah contoh penggunaan tarif pajak efektif pada tahun 2008 dan 2009 pada Bank Negara Indonesia Tbk : Tabel 2.2 Beban Pajak berdasarkan tarif pajak 2008 dan 2009 Tahun 2008 Laba sebelum pajak
Tahun 2009
Rp 1.959.026.000.000
Rp3.458.191.000.000
Perbedaan temporer
Rp1.524.477.000.000
(Rp 580.188.000.000)
Perbedaan tetap
Rp
285.702.000.000
Rp 244.325.000.000
Penghasilan kena pajak
Rp 3.769.205.000.000
Rp 3.122.328.000.000
penghasilan
20
Beban pajak penghasilan sesuai tarif
pajak
yang
berlaku: 10% x Rp 50.000.000
Rp
5.000.000
-
15% x Rp 50.000.000
Rp
7.500.000
-
28%xRp3.122.328.000.000
-
Rp 874.251.840.000
30%xRp3.769.192.500.000 Rp 1.130.757.750.000
-
Beban pajak penghasilan
Rp 1.130.770.250.000
Rp 874.251.840.000
Sumber : Data yang telah diolah
Dalam penelitian ini tarif pajak efektif digunakan sebagai proksi manajemen pajak. Manajemen pajak dikenal sebagai Suatu perencanaan pajak atau disebut juga sebagai suatu perbuatan penghindaran pajak (tax avoidance) harus secara jelas dibedakan dengan perbuatan penyelundupan pajak (tax evasion) (Muhammad, 2005 : 48). Terdapat perbedaan yang fundamental antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak, akan tetapi kemudian ternyata bahwa perbedaan tersebut menjadi kabur, baik secara teori maupun secara aplikasinya. Secara konseptual, justru sulit dalam menentukan perbedaan antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak, kesulitannya terletak pada penentuan perbedaanya, akan tetapi berdasarkan konsep perundang-undangan, garis pemisahnya adalah antara melanggar undangundang (unlawful) dan tidak melanggar undang-undang (lawful).
21
1. Pengertian penghindaran pajak Definisi penghindaran pajak adalah "pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki" (Muhammad, 2005 : 49). Penghindaran pajak disebut juga sebagai tax planning adalah suatu tidakan yang benar-benar legal. Dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan dan sebaliknya akan diperoleh penghematan pajak dengan cara mengatur tindakan yang menghindarkan aplikasi pengenaan pajak melalui pengendalian fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga terhidar dari pengenaan pajak yang lebih besar atau sama sekali tidak kena pajak. Pengertian lain tentang penghidaran pajak yaitu "usaha yang sama, yang
tidak
melanggar
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan" (Balter dalam Muhammad, 2005 : 49). Prest et.al, dalam Muhammad (2005 : 50) mengartikan "Penghindaran pajak sebagai manipulasi penghasilannya secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang". Morteson berpendapat dalam Muhammad (2005 : 50) yaitu: Penghidaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedemikian rupa untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkannya. Oleh karena itu penghindaran pajak tidak merupakan pelanggaran atas perundang-undangan perpajakan atau secara etik tidak dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimalkan atau meringankan beban pajak dengan cara-cara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak.
22
Contoh penghidaran pajak yaitu melalui menghidari PPh Pasal 22 Final BBM dan PPN Premium dilakukan dengan cara tidak membeli BBM Premium, diganti dengan energi batubara yang diambil dari sumbernya yang bebas dari PPN dan tidak melalui pembayaran pemungutan PPh Pasal 22 Industri.
2. Pengertian Penyelundupan Pajak Ada beberapa definisi mengenai penyelundupan pajak diantaranya yang dikemukakan oleh Balter yang dikutip oleh Muhammad (2003 : 49) adalah sebagai berikut: Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan. Selanjutnya Morteson dalam Muhammad (2003 : 49) mengartikan "penyelundupan pajak sebagai usaha yang tidak dapat dibenarkan berkenaan dengan kegiatan wajib pajak untuk lari atau menghindarkan diri dari pengenaan pajak". Barr, et.al juga mengartikan penyeludupan pajak yang dikutip dalam Muhammad (2003 : 50) sebagai "menipulasi secara illegal atas penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang". Dan Anderson juga mengemukakan definisinya yang dikutip oleh Muhammad (2003 : 50) "penyelundupan pajak yang melanggar undang-undang pajak".
23
Walaupun
pada
dasarnya
antara
penghindaran
pajak
dan
penyelundupan pajak mempunyai sasaran yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbutan ilegal dalam usaha mengurangi beban pajak tersebut. Suatu contoh penyelundupan pajak seperti melakukan penggelapan, penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan intimidasi lainnya.
3. Model Perhitungan Tarif Pajak Efektif Ada tiga jenis tarif untuk menghitung pajak, yaitu tarif yang ditentukan undang-undang, tarif rata-rata, tarif marginal, dan tarif efektif yang dibagi lagi menjadi tarif rata-rata dan tarif efektif marginal. Menurut White et.al (2003) yang dikutip oleh Hotman (2009 : 68) ada tiga jenis tarif pajak efektif, yaitu:
Kedua variable berasal dari laporan keuangan. Contoh perhitungan tarif pajak efektif pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, sebagai berikut:
= 0.32 atau 32%
24
Variabel Tax Payable dan Pretax income berdasarkan perhitungan menurut peraturan perpajakan oleh perusahaan pada periode tertentu. Berikut ini contoh perhitungan tarif pajak efektif pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk:
= 0,08 atau 8%
Variabel Income tax paid berasal dari Laporan arus kas bagian operasi. Berikut ini contoh perhitungan tarif pajak efektif pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk:
= 0,51 atau 51% Dari ketiga jenis tarif pajak efektif tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap jenis tarif pajak akan menghasilkan tarif yang berbeda-beda
25
D. Definisi Laba Akuntansi Dengan Laba Fiskal 1. Pengertian Laba akuntansi Secara umum laba bisa diartikan sebagai "arus kekayaan atau jasa yang melebihi keperluan untuk mempertahankan modal konstan" (Nani, 2006 : 7). Suwardjono (2006 : 467) mendefinisikan laba sebagai berikut: Laba juga merupakan tambahan kemampuan ekonomik yang ditandai dengan kenaikan kapital yang dapat dikonsumsi atau ditarik oleh entitas penguasa atau pemilik kapital tanpa mengurangi kemampuan ekonomik kapital mula-mula (awal periode).
Sedangkan laba akuntansi menurut Suwardjono Laba yang didefinisi sebagai selisih pendapatan dan biaya yang diukur dan disajikan atas dasar prinsip akuntansi berterima umum (PABU). Namun secara khusus Laba akuntansi merupakan terminologi yang digunakan standar akuntansi keuangan yang berarti "laba bersih atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi dengan beban pajak" (PSAK 46).
2. Pengertian Laba Fiskal Menurut PSAK 46 Paragraf ketujuh Penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable profit) atau rugi pajak (tax loss) adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan. Subekti et.al (2008 : 53) menyebutkan dalam peraturan perpajakan di Indonesia mengharuskan perhitungan laba fiskal berdasarkan metode akuntansi yang menjadi dasar perhitungan laba akuntansi. Sehingga dalam
26
pembuatan laporan keuangan tidak perlu melakukan dua kali pembukuan berdasarkan kedua tujuan pelaporan tersebut, karena setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan penyesuaian-penyesuaian laba akuntansi dan berdasarkan peraturan pajak. Hampir semua perhitungan akuntansi yang dihasilkan harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan penghasilan kena pajak karena tidak semua ketentuan dalam standar akuntansi keuangan digunakan dalam peraturan perpajakan, dengan kata lain banyak dari ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan Standar Akuntansi Keuangan.
3. Perbedaan Laba Akuntansi Dengan Laba Fiskal Ada dua hal yang menjadikan laba akuntansi berbeda dengan laba fiskal yaitu perbedaan tetap dan perbedaan sementara. Perbedaan tersebut dijabarkan sebagai berikut: a. Perbedaan Tetap (permanent Different) Perbedaan tetap merupakan suatu konsekuensi yang harus diterima bahwa hal tersebut harus dikeluarkan dari laporan laba rugi karena secara fiskal atau berdasarkan peraturan pajak tidak dapat dibebankan atau bukan merupakan penghasilan. Perbedaan tetap terjadi karena transaksi-transaksi pendapatan dan biaya diakui menurut akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal (Siti, 2005 : 333). Yang termasuk dalam perbedaan tetap ini adalah penghasilan bunga bank,
27
deviden, dan penghasilan lain yang sifat pemungutan pajaknya final, dividen yang diterima perseroan terbatas, koperasi, yayasan, BUMN dan BUMD, bunga yang diterima oleh perusahaan reksadana, dan jenis penghasilan lain yang dikecualikan oleh objek pajak, pemberian imbalan dalam bentuk natura, sumbangan, biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemilik dan untuk pengurang lain yang tidak diperbolehkan menurut fiskal. b. Perbedaan sementara (temporary different) Perbedaan temporer merupakan perbedaan atara dasar pengenaan pajak (DPP) dari suatu aktiva atau kewajiban (fiskal) dengan nilai tercatat aktiva dan kewajiban tersebut (komersial), yang berakibat pada kenaikan atau bertambahnya laba fiskal periode mendatang atau berkurangnya laba fiskal periode mendatang, dimana pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau diselesaikan. Menurut Harnanto (2003 : 113) perbedaan temporer yang mengakibatkan harus diakuinya aktiva dan kewajiban pajak tangguhan terjadi atau timbul apabila: a. Adanya penghasilan atau beban yang harus diakui untuk perhitungan laba fiskal dan untuk perhitungan laba akuntansinya dalam periode berbeda, b. Bagian dari biaya perolehan dalam suatu penggabungan usaha yang secara substansi merupakan suatu akuisisi, dialokasi kepada aktiva atau
28
kewajiban tertentu berdasar nilai wajarnya dan penyesuaian atau perlakuan akuntansi, c. Goodwill atau goodwill negatif yang timbul dalam konsolidasi. Berikut ini adalah perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal pada perusahaan perbankan: Tabel 2.3 Perbandingan laba akuntansi dan laba fiskal dinyatakan dalam ribuan rupiah No.
NAMA
LABA
PEUSAHAAN AKUNTANSI Bank 1 Agroniaga Tbk Rp 2.845.334 Bank ICB 2 Bumiputera Tbk Tbk Rp 5.870.353 Bank Capital 3 Indonesia Tbk Rp 16.917.974 Bank Ekonomi 4 Raharja Tbk Rp 382.027.000 Bank Central 5 Asia Tbk Rp7.720.043.000 Bank Bukopin 6 Tbk Rp 550.837.000 Bank Negara 7 Indonesia Tbk Rp1.932.385.000 Bank Nusantara 8 Parahyangan Tbk Rp 40.702.604 Bank Rakyat 9 Indonesia (Persero) Tbk Rp8.822.012.000 Bank Danamon 10 Indonesia Tbk Rp2.677.837.000 Sumber : Data yang telah diolah
LABA FISKAL Rp
8.631.729
Rp
25.466.786
Rp
20.996.231
Rp 399.690.000 Rp9.031.497.000 Rp 683.044.000 Rp3.769.205.000
Rp
41.185.233
Rp13.531.466.000 Rp2.425.475.000
KETERANG AN
Perbedaan dalam perhitungan ini dipengaruhi oleh perbedaan temporer dan perbedaan tetap
29
E. Kerangka Berfikir Penelitian ini menguji apakah ada pengaruh manajemen laba dan tarif pajak efektif terhadap beda laba akuntansi dengan laba fiskal. Gambar 2.1 Variabel Independen dan Variabel Dependen
Manajemen Laba Beda Laba akuntansi dengan laba fiskal Tarif pajak efektif