BAB II LANDASAN TEORI
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
PEMBEBANAN 2.1.1 Beban Mati Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG)
1983, beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesinmesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Beban mati itu terbagi 2, yaitu berat sendiri struktur dan berat mati komponen gedung. Tabel 2.1 merupakan mengenai sebagain berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung yang menurut PPIUG 1983.
Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung
Bahan Bangunan
Berat (kg/m3)
Komponen Gedung
2400 Berat (kg/m2)
Beton bertulang
Adukan, per cm tebal dari semen Dinding pasangan bata merah setengah batu Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), teradiri dari semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal maksimum 4 mm Penggantun langit-langit (dari kayu) dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimun 0,8 m Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan, per cm tebal
21 250 11
7 24
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983, hal. 11-12
2.1.2 Beban Hidup Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983, beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 1
BAB II LANDASAN TEORI
lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin
serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
gedung itu dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.
Pembebanan untuk beban hidup pada lantai gedung menurut PPIUG
1983 dapat dilihat pada tabel 2.2, sudah termasuk perlengkapan ruang
sesuai dengan kegunaan dan juga dinding ringan dengan berat tidak lebih
dari 100 kg/m’.
Tabel 2.2 Beban Hidup pada Lantai Gedung
No. a b
c d
Beban Hidup Pada Lantai Gedung Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang di sebut dalam b Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudangudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit Tangga, bordes tangga dan gang dari yang diebut dalam c
Berat (kg/m2) 200 125
250 300
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983, hal. 17
Pembebanan pada atap gedung berbeda dengan pembebanan untuk pelat lantai. Menurut PPIUG 1983 beban hidup pada atap yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar. Peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktural pemikul secara serempak selama umur gedung tersebut sangatlah kecil atau tidak efektif sepenuhnya, sehingga beban hidup tersebut dapat direduksi. Berikut sebagian tabel koefisien reduksi beban hidup menurut PPIUG 1983.
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 2
BAB II LANDASAN TEORI
Tabel 2.3 Koefisien Reduksi Beban hidup
Penggunaan Gedung
Koefisien Reduksi beban hidup Peninjauan Beban Peninjauan Gravitasi Beban Gempa
PENDIDIKAN
Sekolah, ruang kuliah
0,90
0,50
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983
2.1.3 Beban Gempa
Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan
jika diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang
bekerja pada struktur, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur. Analisis dinamis dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastis. Pada cara elastis dibedakan Analisis Ragam Riwayat Waktu (Time History Modal Analysis), dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respons (Response Spectrum Modal Analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana (Design Spectra). Sedangkan pada analisis dinamis inelastis digunakan untuk mendapatkan respons struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara Integrasi Langsung (Direct Integration Method). Spektrum respons adalah salah satu cara penyelesaian problem persamaan diferensial gerakan struktur MDOF (multi degree of freedom). Walaupun memakai prinsip dinamik, tetapi metode ini bukanlah kategori analisis riwayat waktu. Penggunaan metode ini hanya terbatas pada pencarian respons-respons maksimum. Dengan memakai spektrum respons yang telah disiapkan (tiap - tiap daerah gempa), maka respons-respons maksimum dapat dicari dalam waktu yang relatif singkat dibanding dengan cara analisis riwayat waktu. Namun demikian penyelesaian problem dengan cara ini hanya bersifat pendekatan artinya spektrum respons akan diperoleh dengan asumsi-asumsi tertentu. TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 3
BAB II LANDASAN TEORI
Pada kenyataannya perlu diketahui prinsip dasar pada analisis dan
desain struktur bangunan tahan gempa yaitu antara suplai (supply) dan
kebutuhan (demand). Kebutuhan yang dimaksud dalam hal ini adalah
kebutuhan kekuatan struktur sedemikian sehingga dengan tercukupinya
kebutuhan kekuatan struktur mampu menahan beban dengan aman.
Spektrum respons akan berfungsi sebagai alat untuk mengestimasi dalam
menentukan dalam menentukan strenght demand. Di lain pihak, suplai
kekuatan dapat dilakukan setelah melakukan desain elemen struktur. Desain
elemen dapat dilakukan dengan berdasar pada kekuatan bahan hasil uji
elemen di laboratorium. Dengan demikian desain kekuatan harus didasarkan atas kekuatan yang nyata/riil atas bahan yang dipakai. Estimasi kebutuhan kekuatan struktur (strenght demand) akibat beban gempa pada prinsipnya adalah menentukan seberapa besar beban horisontal yang akan bekerja pada tiap-tiap massa. Hal ini terjadi karena beban gempa akan mengakibatkan struktur menjadi bergetar dan pengaruhnya dapat diekivalenkan/seolah-olah terdapat gaya horisontal yang bekerja pada tiaptiap massa. Spektrum respons dapat dipakai untuk menentukan gaya horisontal maupun simpangan struktur MDOF tersebut.
1)
Fungsi Respon Spektrum Spektrum respons adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk
grafik/plot antara periode getar struktur T, lawan respons-respons maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respons-respons maksimum dapat berupa simpangan maksimum (spectrum displacement, SD) kecepatan maksimum (spectrum velocity, SV) atau percepatan maksimum (spectrum accelaration, SA) massa struktur. Terdapat dua macam spektrum yaitu spektrum elastik dan spektrum inelastik. Spektrum elastik adalah spektrum yang didasarkan atas respons elastik struktur, sedangkan spektrum inelastik (juga disebut desain spektrum respons) adalah spektrum yang di scale down dari spektrum elastik dengan nilai daktilitas tertentu. Nilai spektrum dipengaruhi oleh periode getar, rasio redaman, TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 4
BAB II LANDASAN TEORI
tingkat daktilitas dan jenis tanah. Dengan demikian suatu spektrum suatu
gempa tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk:
• SD (ξ, T, μ, S)
• SV (ξ, T, μ, S)
• SA (ξ, T, μ, S)
Dengan ξ adalah rasio redaman, T adalah periode getar dan μ adalah
daktilitas struktur dan S adalah jenis tanah.
Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui bahwa respons
spektrum suatu struktur akan bergantung pada beban gempa, daktilitas
struktur, rasio redaman, periode getar,dan jenis tanah setempat. Umumnya beban gempa, rasio redaman, daktilitas dan jenis tanah sudah dijadikan suatu variabel kontrol sehingga grafik yang ada tinggal diplot antara periode getar T lawan nilai spektrum, apakah simpangan, kecepatan atau percepatan maksimum. Secara umum yang dipakai adalah spektrum akselerasi.
2)
Spektrum Respons di Indonesia
Untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum respons Gempa Rencana C-T seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Nilai faktor respon gempa (C) dapat diketahui berdasarkan wilayah gempa pada lokasi gedung yang dibangun, jenis tanah pada lokasi yang akan dibangun berdasarkan hasil uji SPT dan waktu getar empiris.
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 5
BAB II LANDASAN TEORI
Sumber : SNI 03-1726-2002, hal 22
Gambar 2.1 Respon Spektrum Gempa
2.2
ANALISIS STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) 2.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Sesuai pasal 11.3 SNI 03-2874-2002 faktor reduksi kekuatan ditentukan sebagai berikut : a. Lentur, tanpa beban aksial .................................................................. 0,80 b. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur ........................................ 0,80 c. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur selain tulangan spiral..... 0,65 Kecuali untuk nilai aksial tekan yang rendah, nilai
boleh
ditingkatkan berdasarkan aturan berikut : Untuk komponen struktur dimana
tidak melampaui 400 MPa,
dengan tulangan simetris, dan dengan (ℎ −
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
−
/ℎ) tidak kurang
II - 6
BAB II LANDASAN TEORI
dari 0,70 maka nilai
boleh ditingkatkan secara linier menjadi 0,8
seiring dengan berkurangnya nilai
dari 0,10
Untuk komponen struktur yang lain nilai
ke nol.
boleh ditingkatkan secara
linier menjadi 0,8 seiring dengan berkurangnya nilai terkecil antara 0,10
dan
dari nilai
ke nol.
d. Geser dan torsi ................................................................................... 0,75
e. Geser pada hubungan balok-kolom (joint) ......................................... 0,80
2.2.2 Asumsi dan Perancangan
Sesuai pasal 12.2 SNI 03-2874-2002 dalam merencanakan komponen struktur terhadap beban lentur atau aksial atau kombinasi dari beban lentur dan aksial, digunakan asumsi sebagai berikut : a. Distribusi regangan diasumsikan linier. b. Regangan maksimum pada serat tekan beton terluar sama dengan 0,003. c. Tegangan tulangan yang lebih kecil dari dengan regangan
diambil sebesar
dikalikan
sedangkan tegangan tulangan yang lebih besar dari
diambil sama dengan
.
d. Kuat tarik beton diabaikan, karena nilainya relatif kecil. e. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dengan regangan beton diasumsikan berbentuk persegi.
Analisis Kapasitas Lentur Balok Persegi Sesuai
dengan
asumsi
dalam
perancangan
sehingga
dapat
digambarkan distribusi tegangan dan regangan untuk penampang balok dengan tulangan ganda seperti terlihat dalam Gambar 2.2.
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 7
BAB II LANDASAN TEORI
0.85f’c
εc = 0.003 d’
d’
a
c
As’
Cc
d-d’ d
NA
As
Ts
εs = fy /Es b
Gambar 2.2 Diagram tegangan regangan penampang balok bertulang ganda
ε’s
Cs
Dengan melihat pada Gambar 2.2, didapat : =0 →
+
=
(2.1)
Dengan mengasumsikan tulangan tekan belum leleh, sehingga didapat: 0,85.
. . ′
dengan, 0,85.
.
+
.
=
.
=
. .
0,85.
. .
. .
=
.
(2.2)
0,003( − ( −
+
.
+
.( −
)
)
.
0,003 .
)0,003 .
(2.3) = =
. .
.
(2.5)
Cek tegangan tulangan tekan ′
=
0,003( −
)
.
(2.6)
Jika
<
, maka perhitungan dapat dilanjutkan
Jika
>
, maka perhitungan diulang kembali dengan mengasumsikan
tulangan tekan sudah leleh dengan menggunakan persamaan berikut : 0,85.
. .
.
+
.
=
.
(2.7)
Cek daktilitas penampang ≤
<
(2.8)
dimana, =
4
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
(2.9)
II - 8
BAB II LANDASAN TEORI
dan tidak lebih kecil dari :
=
1,4
= 0,75 .
(2.11) 600 600 +
0,75
=
(2.10)
+
(2.12)
Untuk
≤ 30 MPa →
= 0,85
Untuk
> 30 MPa →
= 0,85 − 0,05
− 30 ≥ 0,65 7
Jika
<
, maka digunakan
Jika
>
, maka dimensi dari penampang balok harus diperbesar. ≤
Jika
<
, maka persyaratan daktilitas penampang terpenuhi.
Perhitungan momen nominal penampang balok = 0,85
(2.13)
=
(2.14) ( −
=
)+
−
(2.15)
2
Cek momen kapasitas penampang ≥
(2.16)
Persyaratan Tulangan Longitudinal
Persyaratan tulangan lentur balok adalah sebagai berikut: 1.
≥
/4 dan 1,4/
≤ 0,025. Dan minimal terdapat dua
,
batang tulangan atas dan bawah yang dipasang secara menerus di sepanjang bentang. 2. Perbandingan antara
/
≥ 0,5 [SNI-03-2847-2002]
3. Jarak antar sengkang yang mengikat daerah sambungan lewatan tidak lebih dari d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada : a. Daerah hubungan balok-kolom. b. Daerah 2h dari muka kolom. TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 9
BAB II LANDASAN TEORI
c. Tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya leleh lentur akibat
perpindahan lateral inelastis struktur rangka.
Analisis Kapasitas Geser Balok Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh akibat geser
berbeda dengan keruntuhan akibat lentur (momen). Balok pada keruntuhan
akibat geser, pada umumnya tidak ada peringatan terlebih dahulu. Untuk
mencegah hal ini terjadi maka gaya geser pada balok dihitung dengan
mengasumsikan sendi plastis terbentuk pada ujung-ujung balok dengan
tegangan tulangan lentur mencapai 1,25
dan nilai
= 0. Adapun
perhitungan gaya geser rencana balok berdasarkan momen plastis balok pada Gambar 2.3 :
(b)
(a) Sumber : Modul Mata Kuliah PSG Hal.10
Gambar 2.3 : Perencanaan geser untuk balok (a) gaya geser rencana akibat gravitasi dan goyangan ke kiri (b) gaya geser rencana akibat gravitasi dan goyangan ke kanan
a. Perhitungan nilai 1,2
yaitu gaya geser akibat beban
+ 1,0
(2.17)
b. Perhitungan pada kondisi Gambar 2.3a =±
+
+
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
(2.18)
II - 10
BAB II LANDASAN TEORI
c. Perhitungan pada kondisi Gambar 2.3b
+
=±
+
(2.19)
d. Kontrol gaya geser rencana
>
(2.20)
e. Kontrol kapasitas geser yang diberikan beton
Nilai
=0
<
Nilai
= 0,
/20
(2.21)
∶
+
≥ 50%
(2.22)
f. Perhitungan kapasitas geser yang diberikan beton Apabila ketentuan mengenai kontrol nilai
tidak terpenuhi, maka nilai
dihitung menggunakan persamaan berikut : =
1 6
(2.23)
g. Perhitungan kapasitas geser akibat sengkang terpasang Perhitungan kapasitas geser yang diberikan oleh sengkang adalah =
(2.24)
h. Perhitungan kuat geser balok eksisting Perhitungan kuat geser balok eksisting dihitung menggunakan persamaan berikut: = (
+
)≥
(2.25)
Persyaratan Kuat Geser Balok Dalam perencanaan tulangan geser pada kondisi SRPMK berdasarkan
SNI 03-2847-2002 disyaratkan adalah : 1. Gaya geser rencana
ditentukan dari peninjauan gaya statik antara
dua muka tumpuan. Momen-momen dengan tanda berlawanan sehubungan dengan kuat lentur maksimum
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
dianggap bekerja pada
II - 11
BAB II LANDASAN TEORI
muka tumpuan komponen struktur tersebut dibebani dengan beban
gravitasi terfaktor di sepanjang bentangnya.
2. Tulangan tranversal sepanjang daerah sendi plastis dirancang memikul
geser dengan menganggap
= 0. Bila :
a. Gaya geser akibat gempa mewakili setengah atau lebih
daripada kuat geser perlu maksimum di sepanjang daerah
tersebut, dan
b.
<
3. Arah gaya geser
/20 tergantung pada besar relatif beban gravitasi dan
geser yang dihasilkan oleh momen momen ujung 4. Momen momen ujung
.
didasarkan pada tegangan tarik 1,25
.
Kedua momen ujung diperhitungkan untuk kedua arah kiri dan kanan. 5.
untuk kolom tidak lebih besar daripada momen yang dihasilkan oleh
balok yang merangka pada hubungan balok-kolom.
tidak
lebih kecil daripada nilai yang dibutuhkan berdasarkan analisis struktur.
2.2.3 Analisis Elemen Struktur Kolom Berdasarkan posisi beban pada penampang kolom, kolom dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kolom dengan beban konsentris. Pada kondisi ini kolom hanya memikul beban aksial (lihat Gambar 2.4a). 2. Kolom dengan beban aksial dan uniaxial bending. Pada kondisi ini kolom memikul beban aksial dan memikul momen lentur bersumbu tunggal (lihat Gambar 2.4b). 3. Kolom dengan beban aksial dan biaxial bending. Pada kondisi ini selain kolom memikul beban aksial, juga memikul momen lentur bersumbu rangkap (lihat Gambar 2.4c).
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 12
BAB II LANDASAN TEORI
Sumber : Modul Mata Kuliah PSG Hal.18
Gambar 2.4 : Tipe kolom berdasarkan posisi beban pada penampang kolom (a) kolom dengan beban konsentris (b) kolom dengan beban aksial dan uniaxial moment (c) kolom dengan beban aksial dan biaxial moment
Analisis Kapasitas Kolom Menggunakan Diagram Interaksi Analisis menggunakan diagram interaksi bersifat uniaxial. Diagram
interaksi merupakan suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara gaya aksial nominal
dengan momen nominal
atau eksentrisitas e
kolom, sehingga dapat diketahui batas wilayah aman kolom terhadap kombinasi beban aksial dan momen. Diagram interaksi yang biasa dikenal adalah diagram interaksi yang menggambarkan hubungan antara :
dan
dan e
1/
dan e
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 13
BAB II LANDASAN TEORI
∆
Garis netral
ℎ
Pusat berat plastis
(a)
(b)
Sumber : Modul Mata Kuliah PSG Hal.19
Gambar 2.5 : Beban aksial konsentris (a) dan beban aksial eksentris (b)
Pusat berat plastis merupakan titik tangkap resultan komponen gayagaya dalam yang terdiri dari gaya akibat beton tekan dan gaya akibat tulangan, yang masing-masing diakibatkan oleh tegangan (pada kondisi plastis) sebesar 0,85 fc’ pada beton dan fy pada tulangan, pada saat kolom menerima beban aksial konsentris (beban aksial tanpa momen) seperti pada Gambar 2.5(a). Letak pusat berat plastis dapat ditentukan melalui perhitungan statis momen terhadap gaya-gaya dalam yang masing-masing disumbangkan oleh beton dan tulangan dalam kondisi plastis. Pada kolom dengan bentuk penampang simetris dan jumlah serta posisi tulangan yang simetris, pusat berat plastis terletak pada titik tengah penampang. Hubungan antara gaya aksial nominal dengan momen atau eksentrisitas dapat ditentukan dalam beberapa kondisi berikut : a.
Beban Tekan Aksial Konsentris Dengan memperhitungkan luas tulangan dengan luas total
berada pada penampang kolom
yang
, maka gaya total atau kuat tekan nominal
pada penampang kolom adalah sebagai berikut : =
+
= 0,85
(2.26) −
+
(2.27)
Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 14
BAB II LANDASAN TEORI
b.
Beban Tarik Aksial Konsentris Pada kondisi ini, seluruh penampang kolom menerima tegangan tarik
sehingga kontribusi beton dalam menahan beban tarik dapat diabaikan, gaya
dalam hanya disumbangkan oleh tulangan, sehingga gaya total atau kuat
tarik nominal pada penampang adalah :
=
(2.28)
Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0
c.
Kondisi Regangan Berimbang (balanced)
0.85f’c εc d’
ε’s
Cs β1C
c
P
Cc NA
e
d Pusat plastis
h
Ts
εs b
Gambar 2.6 : Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi berimbang
Pada kondisi berimbang, letak garis netral diukur dari sisi tekan beton terluar, dihitung menggunakan persamaan berikut : =
=
0,003 0,003 +
(2.29)
dan regangan pada baja terluar adalah : ′
=
− ′
0,003
(2.30)
Tegangan pada baja tulangan : untuk,
|
|<
→
=
untuk,
|
|≥
→
=
.
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
(2.31) (2.32) II - 15
BAB II LANDASAN TEORI
Komponen gaya-gaya dalam pada penampang adalah :
= 0,85
.
(2.33)
′
=
. ℎ.
=
.
(2.34)
Gaya aksial pada kondisi berimbang :
=
+
−
(2.35)
Momen nominal pada kondisi berimbang :
=
.
(2.36)
Perhitungan eksentrisitas yang terjadi :
(2.37)
=
d.
Pada Kondisi Tekan Dominan Pada
kondisi
tekan
dominan
perhitungan
dilakukan
dengan
mengasumsikan sembarang garis netral dengan ketentuan nilai c pada kondisi tekan dominan lebih besar dari nilai c pada kondisi berimbang >
(lihat Gambar 2.7). Regangan dan tegangan tulangan tekan
ditentukan dengan cara yang sama seperti pada kondisi regangan berimbang dengan menggunakan nilai
>
.
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 16
BAB II LANDASAN TEORI
0.85f’c
εc
d’
Cs β1C
c
P e
ε’s
Cc Pusat plastis
d h
NA
Ts
εs
b
Gambar 2.7 : Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tekan dominan
e.
Pada Kondisi Tarik Dominan 0.85f’c
εc
c
d’
ε’s β1C
P
Cs
Cc
NA e Pusat plastis
d h
Ts
εs b
Gambar 2.8 : Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tarik dominan
Seperti halnya perhitungan pada kondisi tekan dominan, pada kondisi tarik
dominanpun
perhitungan
dilakukan
dengan
mengasumsikan
sembarang garis netral dengan ketentuan nilai c pada kondisi tarik dominan lebih kecil dari nilai c pada kondisi berimbang ( < berimbang). Regangan dan tegangan tulangan tekan ditentukan dengan cara yang sama seperti pada kondisi regangan berimbang dengan menggunakan nilai < TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
.
II - 17
BAB II LANDASAN TEORI
Dari nilai-nilai gaya aksial
nominal,
momen
nominal,
dan
eksentrisitas, dapat dibuat diagram interaksi sesuai dengan kebutuhan
perhitungan analisis yang akan dilakukan. Dari langkah perhitungan di atas
didapatkan masing-masing lima nilai untuk gaya aksial, momen, dan
eksentrisitas. Untuk mendapatkan kurva yang lebih halus, perhitungan pada
kondisi tekan menentukan dan tarik menentukan dapat dilakukan beberapa
kali dengan mengubah letak garis netral, sehingga didapatkan pasangan
pasangan nilai gaya aksial, momen, dan eksentrisitas yang lebih banyak.
Hubungan-hubungan Gaya Pada Diagram Interaksi Hubungan gaya aksial
dan momen nominal
Pn Garis Runtuh
Po Pn max
(Mnc, Pnc)
I II
(Mnb, Pnb) III
(Mnt, Pnt)
IV
Mn
Pt
Gambar 2.9 : Grafik daerah aman pada diagram interaksi
−
Daerah aman dinyatakan pada gambar 2.9 dalam daerah I, II, III, dan IV. Daerah I dan II menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tekan dominan , sedangkan daerah III dan IV menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tarik dominan. Daerah IV menyatakan kombinasi beban dengan beban aksial tarik. Daerah I adalah daerah yang menyatakan beban kolom dengan eksentrisitas kecil. Kondisi aman pada daerah I dibatasi dengan nilai beban aksial sebesar : . .
= 0,85 = 0,80
, untuk kolom dengan pengikat spiral , untuk kolom dengan pengikat sengkang
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
(2.38) (2.39)
II - 18
BAB II LANDASAN TEORI
Pembatasan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pengamanan,
dengan mengingat bahwa pada keadaan yang sesungguhnya sangat sulit
untuk mengkondisikan suatu beban aksial betul-betul bekerja secara
konsentris.
Hubungan Gaya aksial
dan eksentrisitas e
Gambar 2.10 : Daerah aman pada diagram interaksi
Hubungan antara 1/
−
dan e
1
Gambar 2.11 : Daerah aman pada diagram interaksi 1/
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
−
II - 19
BAB II LANDASAN TEORI
Analisis Biaxial Bending Menggunakan Metoda Bressler Untuk memeriksa apakah tulangan yang terpasang cukup kuat
memikul beban yang bekerja, maka digunakan metode Bressler. Metode ini
dikembangkan untuk menghitung gaya aksial nominal penampang jika
kolom tersebut menerima momen dua arah (biaxial bending), dengan nilai
eksentrisitas
dan
seperti pada Gambar 2.12 Pn
ℎ
Pusat plastis
Gambar 2.12 : Ilustrasi
dengan eksentrisitas
dan
dengan, =
(2.40)
=
(2.41) Analisis penampang dilakukan pada berbagai perbandingan
dan
, yang bergerak dari sumbu x berputar ke arah sumbu y yang akan membentuk bidang lengkung seperti terlihat pada Gambar 2.13 berikut. Nilai-nilai diatas diplot pada diagram interaksi dan
− , maka akan didapatkan
.
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 20
BAB II LANDASAN TEORI
Sumber : Modul Mata Kuliah PSG, Hal.26
Gambar 2.13 : Permukaan keruntuhan 3-dimensi biaxial bending
Berdasarkan metoda ini, suatu titik pada permukaan keruntuhan dilakukan pendekatan dengan persamaan berikut : 1 1
= +
(2.42) −
Adapun syarat-syarat umum yang harus dipenuhi untuk komponen yang menerima kombinasi lentur dan aksial pada SRPMK adalah sebagai berikut : 1. 2.
≥ 0,1 ≥ 300 mm
3. /ℎ ≥ 0,4 Kuat lentur minimum kolom Kuat lentur kolom harus memenuhi persamaan berikut : ≥
6 5
(2.43)
dimana:
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 21
BAB II LANDASAN TEORI
∑
adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan
dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok
kolom tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial
terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang
menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil.
∑
adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom,
sehubungan dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut. Kuat lentur harus dijumlahkan sedemikian hingga momen kolom berlawanan dengan momen balok.
Kuat lentur harus dijumlahkan sedemikian rupa hingga momen kolom berlawanan dengan momen balok. Jika Persamaan 2.43 tidak terpenuhi maka kolom pada hubungan balok-kolom tersebut harus direncanakan dengan memberikan tulangan transversal yang dipasang di sepanjang tinggi kolom.
Persyaratan Kuat Geser Kolom Berdasarkan SNI 03-2847-2002 ketentuan-ketentuan perhitungan
tulangan geser kolom adalah sebagai berikut: 1.
Gaya geser rencana
, ditentukan dengan memperhitungkan gaya-
gaya maksimum yang dapat terjadi pada muka hubungan balok-kolom pada setiap ujung komponen struktur. Gaya-gaya pada muka hubungan balok-kolom tersebut harus ditentukan menggunakan kuat momen maksimum
. Gaya geser rencana tersebut tidak perlu lebih
besar daripada gaya geser rencana yang ditentukan dari kuat hubungan balok-kolom berdasarkan kuat
momen maksimum
, dari
komponen struktur transversal yang merangka pada hubungan balokkolom tersebut. Gaya geser rencana
, tidak boleh lebih kecil
daripada geser terfaktor hasil perhitungan analisis struktur. 2.
Tulangan transversal pada komponen struktur sepanjang direncanakan untuk memikul geser dengan menganggap
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
harus
= 0, bila:
II - 22
BAB II LANDASAN TEORI
Gaya geser akibat gempa mewakili 50% atau lebih kuat geser perlu maksimum pada bagian sepanjang
tersebut, dan
Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak melampaui
′⁄20.
2.3
Perkuatan Beton
Ada beberapa macam perkuatan beton dengan bahan yang berbeda.
Perkuatan ini dilakukan untuk mengembalikan kapasitas awal atau juga untuk
menambah kapasitas (daya layan). Berikut beberapa macam perkuatan :
2.3.1 Perkuatan Balok Dengan Menggunakan Steel Plate Perkuatan balok beton menggunakan steel plate adalah metode perkuatan balok dengan menggunakan pelat baja yang ditempelkan pada bagian tarik balok, dengan cara merekatkan pelat baja pada balok beton dengan menggunakan epoxy resin.
2.3.2 Perkuatan Balok dengan Metode Prepacked Concrete Metode perkuatan prepacked concrete adalah metode perkuatan balok dengan menambahkan tulangan baru pada bagian yang mengalami gaya tarik. Karena balok merupakan struktur yang tahan terhadap gaya tekan, tetapi tidak kuat untuk menahan gaya tarik, sehingga pada metode ini perkuatan kolom dipasang pada bagian kolom yang mengalami gaya tarik. Metode ini digunakan apabila balok mengalami kerusakan berat misalkan beton mengalami retak besar dan banyak, atau balok tidak bisa memikul beban yang berlebihan akibat pengalihan fungsi bangunan.
2.3.3 Perkuatan Balok Dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) Dibandingkan dengan metoda perkuatan steel plate metoda perkuatan dengan FRP lebih disukai karena sifat praktis dan waktu pelaksanaan yang cepat. Metode perkuatan balok beton menggunakan fiber reinforced polymer (FRP) adalah metode perkuatan balok untuk perkuatan lentur, TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 23
BAB II LANDASAN TEORI
maupun untuk perkuatan geser dengan menggunakan serat fiber dengan
cara merekatkan bahan fiber reinforced polymer (FRP) pada balok beton
dengan menggunakan epoxy resin.
2.4
Perkuatan Menggunakan Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) Prinsip dari perkuatan menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP) pada
dasarnya sama seperti penambahan pelat baja pada struktur, sehingga penambahan
dilakukan pada bagian tarik dari struktur. FRP dapat digunakan untuk perkuatan lentur, maupun untuk perkuatan geser
pada balok. Aplikasi pemasangan FRP pada balok dilakukan dengan
cara
merekatkan bahan FRP pada serat tarik balok beton tersebut dengan menggunakan epoxy resin.
2.4.1 Faktor Reduksi Kekuatan Faktor reduksi kekuatan diberikan dalam persamaan (2.44) hingga (2.45) sesuai dalam ACI Commitee 440,2002 adalah sebagai berikut : = 0,9 untuk = 0,7 +
≥ 0,005
0,20 ( − 0,005 −
= 0,7 untuk
)
(2.44) untuk
<
< 0,005
≤
(2.45) (2.46)
2.4.2 Perkuatan Lentur Balok Menggunakan FRP Kapasitas lentur balok didasarkan pada kekuatan batas ultimit, yang ditentukan oleh batasan kuat tekan beton dan tegangan leleh baja tulangan serta tegangan efektif Fiber Reinforced Polymer (FRP).
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 24
BAB II LANDASAN TEORI
0,85Fc’
Ɛcu = 0,003
d’
h
c
gn
d As
Ɛs ‘
½a
C1
a
Cc
½a h-c
d-c Ɛs
fs
Af = ntfc f
Fs’
b (a) penampang
Ɛfe
Ffe = Ef
Ts Ɛfe
Tfe = Af Ef
Ɛfe
Ɛbi
(b) Distribusi regangan
(c) Distribusi teg. ekivalen
(d) Kopel gaya
Sumber : Modul Kuliah PB2
Gambar 2.14 : Diagram tegangan regangan perkuatan lentur balok
a.
Perhitungan properti FRP Perhitungan properti FRP meliputi perhitungan luas penampang FRP
yang digunakan, perhitungan mengacu pada ACI Committee 440 seperti yang telah dijelaskan pada Bab ini. Perhitungan luas penampang FRP yang digunakan dihitung menggunakan persamaan berikut : =
(2.47)
Dimana: n = jumlah lapis FRP yang digunakan tf = Tebal FRP wf = Lebar FRP
b.
Perhitungan tegangan FRP Tegangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan berikut : =
.
∗
(2.48)
Dimana: ffu = Kuat tarik FRP f*fu = Kuat tarik ultimite CE = Faktor reduksi lingkungan
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 25
BAB II LANDASAN TEORI
c.
Perhitungan regangan disain FRP Regangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan berikut :
=
.
∗
(2.49)
Dimana:
Ɛfu = Regangan FRP
Ɛ*fu = Regangan pecah
d.
Perhitungan rasio FRP terhadap penampang balok
Perhitungan rasio FRP dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : =
(2.50)
Dimana: ρf = Rasio FRP Af = Luas FRP
e.
Perhitungan tingkat regangan beton pada ikatan FRP Perhitungan tingkat regangan beton pada ikatan FRP dihitung dengan
persamaan berikut: (ℎ −
=
)
(2.51)
dimana , =
+
=
3
+
+2
+
ℎ
–
+
( − )
(2.52)
(2.53)
adalah asumsi momen yang terjadi pada saat dilakukan perkuatan menggunakan FRP dan c sebagai asumsi awal digunakan 0,2d . Ɛbi = Regangan awal pada tegangan sebelum diperkuat FRP
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 26
BAB II LANDASAN TEORI
f.
Perhitungan koefisien ikatan FRP dengan beton Perhitungan koefisien ikatan FRP dihitung menggunakan persamaan
berikut:
Untuk
≤ 180000 digunakan persamaan sebagai berikut:
=
1 60
1−
=
1 60
90000
Dimana
(2.54)
> 180000 digunakan persamaan sebagai berikut:
Untuk
≤ 0,9
360000
≤ 0,9
(2.55)
adalah jumlah lapis FRP yang digunakan dikali tebal
FRP dikalikan modulus elastisitas FRP yang digunakan.
g.
Perhitungan regangan efektif FRP Perhitungan regangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut: = 0,003
ℎ−
−
≤
(2.56)
Dimana terdapat batasan bahwa regangan efektif FRP harus kurang dari atau sama dengan koefisien ikatan FRP dikalikan dengan regangan desain FRP.
h.
Perhitungan regangan tulangan tarik Perhitungan regangan tulangan tarik baja setelah dilakukan perkuatan
menggunakan FRP, sehingga perhitungan regangan tulangan tarik dihitung berdasarkan persamaan berikut: =
i.
+
− ℎ−
.
(2.57)
Kontrol asumsi nilai c Asumsi nilai c diperiksa menggunakan persamaan berikut: =
.
+ .
. .
− .
.
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
(2.58) II - 27
BAB II LANDASAN TEORI
Persamaan di atas digunakan karena balok eksisting menggunakan
tulangan ganda. Apabila nilai c asumsi ≠ c hasil kontrol, maka perhitungan
dapat diulang kembali hingga asumsi nilai c ≅ nilai c hasil kontrol.
j.
Perhitungan
momen
kapasitas
balok
yang
diperkuat
menggunakan FRP
Perhitungan momen kapasitas balok yang diperkuat menggunakan
FRP dihitung menggunakan persamaan (2.116). Kontribusi dari FRP masih
perlu dikalikan dengan faktor reduksi sebesar
=
−
2
+
( −
= 0,85.
)+
ℎ−
2
(2.59)
2.4.3 Perkuatan Geser Balok Kuat geser nominal tulangan geser
merupakan gabungan kontribusi beton
dan pemasangan FRP
,
. Sehingga perhitungan kapasitas
geser balok dihitung menggunakan persamaan (2.60) sesuai ACI Committee 440. =
+
+
(2.60)
adalah kuat geser yang diberikan FRP dan telah direduksi sebesar
. Sedangkan nilai
(a)
diperoleh dari persamaan (2.61):
(b)
(c)
Sumber :ACI 440.2R-02 Hal.25
Gambar 2.15 : Variasi pemasangan FRP untuk perkuatan geser
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 28
BAB II LANDASAN TEORI
(a)
(b)
Sumber :ACI 440.2R-02 Hal.25
Gambar 2.16 : Ilustrasi variabel dimensi pada perkuatan geser
dimana :
(sin
=
adalah luas FRP, geser dan
+ cos )
(2.61)
adalah tinggi FRP yang dipasang untuk perkuatan
adalah jarak antar FRP yang dipasang untuk perkuatan geser.
=2
(2.62)
=
(2.63)
Dimana regangan efektir FRP
yang dipasang pada keempat sisi
untuk perencanaan geser, dihitung menggunakan persamaan berikut : ≤ 0,75
(2.64)
Keterangan: = 0,75 = 0,95 untuk komponen yang ditutup lembaran FRP pada keliling penampang tersebut atau keempat sisinya (lihat Gambar 2.15a). = 0,85 untuk pemasangan U-wrap atau tiga sisi (lihat Gambar 2.16).
2.4.4 Perkuatan Elemen Struktur Kolom Sistem perkuatan menggunakan FRP
dapat digunakan untuk
meningkatkan kapasitas tekan aksial dengan cara memberikan efek kekangan (confined) menggunakan FRP (ACI Commitee 440, 2002). Kekangan pada kolom dilakukan secara melintang terhadap sumbu longitudinal kolom. Dalam kasus ini serat melingkar FRP mirip dengan sengkang konvensional. Balutan FRP memberikan kekangan pasif pada TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 29
BAB II LANDASAN TEORI
kolom. Sehingga rekatan antara FRP dengan beton sangatlah penting. Kuat
tekan beton terkekang dapat dihitung menggunakan persamaan (2.66).
Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung kapasitas tekan
aksial kolom yang terkekang oleh FRP dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut sesuai (ACI Commitee 440,2002) :
Untuk kolom persegi dengan sengkang digunakan persamaan berikut :
=
0,8 0,85
−
+
(2.65)
ѱ adalah faktor reduksi tambahan dengan nilai
= 0,95 (ACI Commitee
440,2002) dan kuat tekan beton terkekang
dihitung menggunakan
persamaan berikut : = dimana
2,25 1 + 7,9
−2
− 1,25
(2.66)
adalah tekanan lateral akibat laminasi FRP yang dihitung
menggunakan persamaan berikut : =
= (2.67) 2 2 Jika pemasangan FRP pada kolom ditujukan untuk mengalami kombinasi aksial dan geser, sehingga regangan FRP harus dibatasi berdasarkan kriteria pada persamaan berikut : = 0,004 ≤ 0,75 Untuk rasio perkuatan menggunakan FRP
(2.68) pada penampang persegi dan
persegi panjang, dihitung menggunakan persamaan berikut : ( + ℎ) (2.69) ℎ dan faktor efisiensi untuk penampang persegi dan persegi panjang harus =
2
ditentukan berdasarkan geometri, aspek rasio dan konfigurasi baja tulangan. Persamaan (2.127) digunakan untuk menentukan faktor efisiensi (ACI Commitee 440,2002), dimana r adalah jari-jari tepi kolom. =1−
( − 2 ) + (ℎ − 2 ) 3 ℎ (1 − )
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
(1.70)
II - 30
BAB II LANDASAN TEORI
efek kekangan dari balutan FRP harus diabaikan untuk penampang persegi
panjang dengan aspek rasio /ℎ melebihi 1,5 atau dimensi tampak b atau h
melebihi 36 in (900 mm) , kecuali hasil pengujian dapat membuktikan
efektivitas tersebut (ACI Commitee 440, 2002).
Dimana
adalah rasio tulangan longitudinal kolom yang terkekang
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
=
(2.71)
TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG ‘09
II - 31