BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Produksi Aktivitas produksi sebagai suatu bagian dari fungsi organisasi perusahaan yang berfungsi untuk bertanggung jawab terhadap pengolahan bahan baku menjadi produksi jadi yang dapat dijual. Untuk melaksanakan fungsi produksi tersebut, diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Ada tiga fungsi utama dari kegiatankegiatan produksi yang dapat kita identifikasi, yaitu :
Proses produksi, yaitu metode dan teknik yang digunakan dalam mengolah bahan baku menjadi produk.
Perencanaan produksi, yaitu merupakan tindakan antisipasi dimasa mendatang sesuai dengan periode waktu yang direncanakan.
Pengendalian produksi, yaitu tindakan yang menjamin bahwa semua kegiatan yang dilaksanakan dalam perencanaan telah dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
11
12
2.1.1 Pengertian Sistem produksi Untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut hasil sampingannya seperti limbah, informasi dan sebagainya. Nilai tambah
PROSES PRODUKSI Material
Factory
Produk akhir
Manusia
Rumah sakit
Jasa / service
Mesin & alat
Jasa bank
Informasi
Energy
Transportasi
Limbah
Informasi
Dll
INPUT
PROSES TRANSFORMASI
Gambar 2.1 Input-Output Sistem Produksi
OUTPUT
13
Sub sistem-sub sistem dari sistem produksi antara lain adalah Perencanaan
dan
Pengendalian
Produksi,
Pengendalian
Kualitas,
Penentuan Standart-Standart Operasi, Penentuan Fasilitas Produksi, Perawatan Fasilitas Produksi dan Penentuan Harga Pokok Produksi. Sub sistem-sub sistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini akan bergantung dari produk yang dibuat serta bagaimana cara membuatnya (proses produksinya). Cara membuat produk tersebut dapat berupa “jenis” proses produksi menurut cara menghasilkan output,”operasi” dari pembuatan produk, dan “variasi” produk yang dihasilkan. 2.1.2
Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilkan Output Proses produksi merupakan cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambahkan kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumberdaya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dana) yang ada. Sistem produksi menurut proses menghasilkan output secara ekstrim dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
Proses Produksi Kontinue (Continue Process) Karakteristik proses produksi yang terus menerus (Continuous Process) adalah sebagai berikut :
14
1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang besar (produksi masal) dengan variasi yang sangat sedikit dan sudah distandarisasikan. 2. Proses ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan ( produk layout). 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi ini adalah mesin-mesin yang bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut,
yang dikenal dengan nama Spesial Purpose
Machines. 4. Dikarenakan mesin-mesin bersifat khusus dan biasanya semi otomatis maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga operator tidak perlu mempunyai keahlian yang tinggi untuk pengerjaan produk tersebut. 5. Apabila salah satu mesin / peralatan terhenti atau rusak maka seluruh proses produksi akan terhenti. 6. Dikarenakan mesin-mesin bersifat khusus dan variasi dari produknya kecil maka job strukturnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak.
15
7. Persediaan bahan baku dan bahan dalam proses adalah lebih rendah
dibandingkan
dengan
proses
produksi
terputus
(intermittent process). 8. Oleh karena mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus, maka proses seperti ini membutuhkan ahli pemeliharaan yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak. 9. Biasanya bahan-bahan dibandingkan dengan peralatan handling yang tetap (fixed path equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor). Kekurangan dari proses produksi yang terus menerus (Continuous Procces ) adalah : 1. Adanya kesulitan dalam menghadapi perubahan produk yang diminta konsumen dan langganan. Jadi proses produksi seperti ini adalah khusus untuk menghasilkan produk-produk yang sifatnya : -
Permintaaannya tinggi dan stabil
-
Desain produknya tidak mudah berubah
2. Proses produksi mudah terhenti karena apabila terjadi kemacetan pada suatu tingkatan proses (diawal, ditengah atau dibelakang) maka kemungkinan seluruh proses produksinya akan terhenti. Hal ini disebabkan adanya saling berhubungan dan urut-urutan antara masing-masing tingkatan proses.
16
3. Adanya kesulitan dalam menghadapi perubahan tingkat permintaan, karena biasanya tingkat produksinya (production rate) telah tertentu sehingga sangat sulit untuk mengubah kapasitas. Sedangkan
kelebihan
dari
proses
produksi
terus-menerus
(Continuous Process) adalah : 1. Dapat dicapainya biaya produksi per unit (unit production cost) yang rendah apabila: -
Dapat dihasilkan produk dalam volume yang cukup besar
-
Produk yang dihasilkan terstandarisasi
2. Dapat dikurangi pemborosan-pemborosan tenaga manusia, terutama karena sistem dari pemindahan barang menggunakan mesin/listrik. 3. Biaya tenaga kerja rendah, karena jumlah tenaga kerja yang digunakan sedikit dan tidak memerlukan tenaga ahli dalam mengerjakan produk yang dihasilkan. 4. Biaya pemindahan bahan didalam pabrik juga lebih rendah karena jarak antara mesin yang satu dengan mesin yang lain lebih pendek dan pemindahan tersebut digerakkan dengan tenaga mesin (mekanisasi).
17
Proses Produksi Terputus ( Intermittent Process/ Discrete System) Karakteristik dari proses yang terputus (intermittent process) adalah : 1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah kecil dengan variasi yang sangat besar dan didasarkan atas pesanan (MTO). 2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan yang berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi, dimana peralatan yang sama, dikelompokkan pada tempat yang sama yang disebut dengan proses layout atau departementalisasi berdasarkan peralatan. 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi ini adalah mesin-mesin yang bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang hampir sama. Mesin ini umumnya dikenal dengan nama General Purpose Machines. 4. Mesin-mesin bersifat umum dan biasanya kurang otomatis, maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan
sangat
besar,
sehingga
operatornya
perlu
mempunyai keahlian atau ketrampilan yang tinggi dalam pengerjaan produk tersebut. 5. Proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan atau terhentinya salah satu mesin atau peralatan.
18
6. Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan variasi dari produknya besar maka terdapat pekerjaan yang bermacammacam sehingga pengawasannya lebih sulit. 7. Persediaan bahan baku biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses akan lebih tinggi dibandingkan proses kontinue, karena prosesnya terputus-putus / terhenti-henti. 8. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang bersifat fleksible (varied path equipment) dengan menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong/forklift. 9. Dalam proses seperti ini sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-balik sehingga perlu adanya ruang gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahan-bahan dalam proses (work in process) yang besar. Kekurangan dari proses produksi terputus adalah : 1. Penjadwalan dan routing untuk pengerjaan produk yang akan dihasilkan sangat sukar dilakukan karena adanya kombinasi urut-urutan
pekerjaan
yang
banyak
sekali
didalam
memproduksi satu macam produk. Disamping itu dibutuhkan penjadwalan dan routing yang banyak sekali karena produk yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari pemesannya.
19
2. Oleh karena pekerjaan penjadwalan dan routing banyak sekali dan sulit dilakukan maka pengawasan produksi sangat sulit dilakukan. 3. Dibutuhkan investasi yang cukup besar dalam persediaan bahan baku dan bahan-bahan dalam proses, karena prosesnya terputus-putus dan produk yang dihasilkan tergantung dari pemesan. 4. Biaya operator dan biaya perpindahan sangat tinggi karena banyak digunakan tenaga manusia dan operator yang dibutuhkan adalah operator yang ahli dalam pengerjaan produk tersebut. Sedangkan kelebihan dari proses produksi yang terputus-putus adalah : 1. Mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan
produk
dengan
variasi
yang
cukup
besar.
Fleksibilitas ini diperoleh terutama dari : -
Sistem penyusunan fasilitasnya (layout) yang berbentuk Process Layout
-
Jenis mesin yang digunakan dalam proses yang bersifat umum (General Purpose Machine)
-
Sistem pemindahan bahan yang tidak menggunakan tenaga manusia.
20
2. Oleh karena mesin-mesin yang digunakan dalam proses bersifat umum, maka biasanya dapat diperoleh penghematan uang dalam investasi mesin-mesinnya, sebab harga mesin lebih murah dari mesin-mesin yang khusus. 3. Proses produksi tidak mudah terhenti akibat terjadinya kerusakan atau kemacetan di suatu tingkatan proses. Perbedaan pokok antara proses continue dan proses terputus adalah pada lamanya waktu set up peralatan produksi. Proses Continue tidak memerlukan waktu set up yang lama karena proses ini memproduksi secara terus menerus untuk jenis produk yang sama. Misalnya pabrik susu instant Dancow. Sedangkan proses terputus memerlukan total waktu set up yang lebih lama karena proses ini memproduksi berbagai jenis spesifikasi barang sesuai pesanan, sehingga adanya pergantian jenis barang yang diproduksi akan membutuhkan kegiatan set up yang berbeda. Contoh dari proses terputus antara lain usaha perbengkelan. Dalam konteks manufakture, produksi terputus disebut juga sistem job shop. Beberapa ahli sistem produksi mengidentifikasikan adanya sistem produksi menurut cara menghasilkan output yang cukup penting, yaitu proses produksi repetitif. Mengidentifikasikan proses produksi repetitif sebagai kombinasi antara proses continue dan proses terputus. Proses repetitif menggunakan modul-modul yang merupakan bagian atau komponen yang telah dipersiapkan sebelumnya, biasanya terjadi pada proses continue. Proses repetitif digunakan secara meluas, termasuk pada perakitan untuk pembuatan mobil dan alat-alat rumah tangga, baik yang
21
menggunakan sistem MRP maupun kanban. Salah satu contoh proses repetitif adalah kantin makanan yang menjual burger siap saji. Karakteristik dari proses produksi repetitif adalah : 1. Biasanya produk yang dihasilkan berupa produk standart dengan opsi-opsi yang berasal dari modul-modul, dimana modul-modul tersebut akan menjadi modul bagi produk lainnya. 2. Memerlukan sedikit tempat penyimpanan dengan ukuran medium atau lebar untuk lintasan perpindahan materialnya (aisle) dibandingkan dengan proses terputus, tetapi masih lebih banyak bila dibandingkan dengan proses kontinue. 3. Mesin dan peralatan yang dipakai dalam proses produksi ini adalah mesin dan peralatan tetap yang bersifat khusus untuk masing-masing lintasan perakitan yang tertentu. 4. Oleh karena mesin-mesinya bersifat khusus dan tetap maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan cukup besar, sehingga operatornya perlu mempunyai keahlian dan ketrampilan yang menengah dalam mengerjakan produk tersebut. 5. Proses produksi akan sedikit terganggu jika terjadi kerusakan atau terhentinya salah satu mesin/peralatan. 6. Operasi-operasi yang berulang akan mengurangi kebutuhan pelatihan dan perubahan instruksi-intruksi kerja.
22
7. Sistem persediaan/pembeliannya bersifat tepat waktu/just in time. 8. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang bersifat tetap dan otomatis, seperti konveyor, mesinmesin transfer dan AVG yang terprogram. 2.1.3
Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya Dilihat dari perusahaan melakukan operasinya dalam hubungannya dengan pemenuan kebutuhan konsumen, maka sistem produksi dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
Engineering To Order (ETO) yaitu bila pemesan meminta produsen untuk membuat produk yang dimulai dari proses perancangan (rekayasa). Dimana perusahaan melakukan rekayasa mulai penyiapan fasilitas sampai pembuatan untuk pemenuhan pesanan. Produk yang dipesan biasanya satu unit dan spesifikasinya sangat berbeda antar pesanan.
Assembly To Order (ATO) yaitu bila produsen sudah membuat desain standar, modul-modul opsional standar yang sebelumnya dan merakit suatu kombinasi tertentu dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesanan konsumen. Contoh: restoran pizza, pabrik mobil menyediakan pilihan transmisi manual atau otomatis, AC, warna atau model.
Make To Order (MTO) yaitu bila produsen menyelesaikan item akhirnya jika dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut. Bila item tersebut bersifat unik dan mempunyai desain yang dibuat menurut pesanan, maka konsumen mungkin bersedia menunggu hingga produsen dapat menyelesaikannya. Kunci pengukuran kinerja MTO adalah waktu yang
23
dihabiskan untuk merancang dan membuat produk, atau dengan persentase penyelesaian pesanan tepat waktu. Proses MTO dapat menyediakan tingkat variasi produk yang lebih tinggi dan lebih fleksibel. Contoh: Cafetaria, Fast food
Make To Stock (MTS) yaitu bila produsen membuat item-item yang diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum pesanan konsumen diterima. Item akhir tersebut baru akan dikirim dari sistem persediaan setelah pesanan konsumen diterima. Jadi produk sudah standar dibuat oleh produsen. Disini tugas utama manajemen meramalkan, mengelola persediaan, dan merencanakan kapasitas. Siklus produksi dimulai dari produsen menetapkan produk yang akan dibuat, lalu konsumen meminta produk dari persediaan. Jika produk ada, produk disampaikan pada konsumen, dan diakhiri dengan pembayaran oleh konsumen. Jika produk tidak ada, produsen menjanjikan untuk memproduksi atau pemesanan batal. Kunci pengukuran kinerja MTS adalah persentase pemenuhan pesanan dari persediaan. Disebut juga service level yang berkisar antara 90 – 99 persen. Ukuran lain adalah lamanya waktu melengkapi persediaan, turnover persediaan, kapasitas penggunaan, dan waktu pengisian pesanan yang dijanjikan. Tujuan MTS ini adalah memberi layanan dengan cost yang minimal. Contoh: rumah sakit.
24
2.1.4 Sistem Produksi Menurut Aliran Operasi dan Variasi Produk Dalam kegiatan desain produk titik ada masalah “apa” yang diproduksi, sedangkan untuk kegiatan desain proses penekanannya adalah pada
“bagaimana”
kita
memproduksi.
Kriteria
penting
dalam
mengklasifikasikan proses produksi adalah jenis aliran operasi dari unitunit produk yang melalui tahapan konversi. Ada tiga jenis dasar aliran operasi yaitu :
Flow Shop, yaitu proses konversi di mana unit-unit output secara berturutturut melalui urutan operasi yang sama pada mesin-mesin khusus, biasanya ditempatkan sepanjang suatu lintasan produksi. Proses jenis ini biasanya digunakan untuk produk yang mempunyai desain dasar yang tetap sepanjang waktu yang lama dan ditujukan untuk pasar yang luas, sehingga diperlukan penyusunan bentuk proses produksi flow shop yang biasanya bersifat MTS (make to stock). Bentuk umum proses flow shop dapat dibagi menjadi : -
Produksi Flow Shop Kontinue, yaitu proses bekerja untuk memproduksi jenis output yang sama.
-
Produksi Flow Shop Terputus, yaitu proses bekerja secara periodik diinterupsi untuk melakukan set up bagi pembuatan produk dengan spesifikasi yang berbeda.
Continuous, yaitu proses ini merupakan bentuk ekstrim dari flow shop dimana terjadi aliran material yang konstan. Contoh dari proses kontinyu adalah industri penyulingan minyak, pemrosesan kimia, dan industri-industri lain dimana kita tidak dapat mengidentifikasikan unit-unit output urutan
25
prosesnya secara tepat. Biasanya satu lintasan produksi pada proses kontinyu hanya dialokasikan untuk satu produk saja.
Job Shop, yaitu merupakan bentuk proses konversi dimana unit-unit untuk pesanan yang berbeda akan mengikuti urutan yang berbeda dengan melalui pusat-pusat kerja yang dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Volume produksi tiap jenis produk sedikit, variasi produknya banyak, lama proses produksi tiap jenis produk agak panjang, dan tidak ada lintasan produksi khusus. Job Shop ini bertujuan memenuhi kebutuhan khusus konsumen, jadi biasanya bersifat MTO (Make to Order). Kebutuhan job shop akan fleksibilitas dalam menangani banyaknya variasi dari desain produk membutuhkan adanya sumber daya manusia dan mesin yang terampil. Hal ini berarti pekerja-pekerja dengan ketrampilan tinggi dan mesin-mesin”general purpose” yang dikelompokkan berdasarkan fungsi harus dapat menyesuaikan dengan kebutuhan untuk pesanan yang berbeda. Harga dari fleksibilitas ini termasuk waktu proses yang lebih lama karena seringnya peralatan di set up, kebutuhan yang lebih besar akan persediaan, WIP, part, dan komponen ; dan juga sulitnya petugas dalam menjadwalkan pesanan berbeda yang melalui bermacam-macam pusat pemrosesan, dimana sumberdaya tersebut harus digunakan bersama-sama. Kesemua kesulitan tersebut membuat waktu pengiriman yang lebih lama, kualitas produk yang lebih variabel, dan biaya yang lebih tinggi dibandingkan flow shop.
Batch, yaitu merupakan bentuk satu langkah kedepan dibandingkan job shop dalam hal standarisasi produk, tetapi tidak terlalu terstandarisasi seperti produk yang dihasilkan pada aliran lintasan perakitan flow shop. Sistem batch
26
memproduksi banyak variasi produk dan volume, lama proses produksi untuk tiap produk agak pendek dan lintasan produksi dapat dipakai untuk beberapa tipe produk. Pada sistem ini, pembuatan produk dengan tipe yang berbeda akan mengakibatkan pergantian peralatan produksi. Sehingga sistem tersebut harus” general purpose “ dan fleksibel untuk produk dengan volume rendah tetapi variasi tinggi. Tetapi volume batch yang lebih banyak dapat diproses secara berbeda, misalnya memproduksi beberapa batch lebih untuk tujuan MTS dibandingkan MTO.
Proyek, yaitu merupakan proses penciptaan satu jenis produk yang agak rumit dengan suatu pendefinisian urutan tugas-tugas yang terakhir akan kebutuhan sumber daya dan dibatasi oleh waktu penyelesaiannya. Pada jenis proyek ini, beberapa fungsi-fungsi yang mempengaruhi produksi seperti perencanaan, desain, pembelian, pemasaran, penambahan personal,/mesin ( yang biasanya dilakukan secara terpisah pada sistem job shop dan flow shop) harus diintegrasikan sesuai dengan urut-urutan waktu penyelesaian, sehingga dicapai penyelesaian yang ekonomis.
2.2 Perencanaan dan Pengendalian Produksi PPC dapat didefinisikan sebagai proses untuk merencanakan dan mengendalikan aliran material yang masuk, mengalir dan keluar dari sistem produksi/operasi sehingga permintaan pasar dapat dipenuhi dengan jumlah yang tepat, waktu penyerahan yang tepat, dan biaya produksi yang minimum. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pekerjaan PPC secara garis besar dapat dibedakan menjadi perencanaan produksi dan pengendalian produksi.
27
Perencanaan produksi dilakukan dengan tujuan menentukan arah awal dari tindakan-tindakan yang harus dilakukan dimasa mendatang, apa yang harus dilakukan, berapa banyak melakukannya, dan kapan harus melakukan. Karena perencanaan ini berkaitan dengan masa mendatang, maka perencanaan disusun atas dasar perkiraan yang dibuat berdasarkan data masa lalu dengan menggunakan beberapa asumsi. Oleh karena itu perencanaan tidak akan selalu memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan dalam rencana tersebut, sehingga setiap perencanaan yang dibuat harus dievaluasi secara berkala dengan jalan melakukan pengendalian. Pengendalian produksi akan sangat bergantung pada ada tidaknya penyimpangan dalam pelaksanaan produksi terhadap rencana produksi yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka perlu
diadakan
tindakan-tindakan
penyesuaian
untuk
membenahi
penyimpangan yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan dijadikan dasar dalam menyusun rencana produksi selanjutnya.
2.2.1
Maksud dan Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Produksi Setiap manager produksi memikul tanggung jawab untuk melaksanakan rencana dan tujuan perusahaan. Adapun tujuan umum perusahaan manufaktur adalah memproduksi secara sukses, ekonomis, tepat waktu sesuai dengan janji yang diberikan dan memperoleh keuntungan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
28
Dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari suatu perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan disamping tercapainya kelanjutan dan pengembangan usaha. Dengan keuntungan yang diperoleh maka perusahaan mampu membayar biaya-biaya operasional yang dibutuhkan sehingga perusahaan bisa bertahan dan berkembang. Dapat disimpulkan juga bahwa peranan perencanaan dan pengendalian
produksi
adalah
semata-mata
dimaksudkan
untuk
mengkoordinasikan kegiatan dari bagian-bagian yang langsung atau tidak langsung
dalam
berproduksi,
merencanakan,
menjadwalkan,
dan
mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses, sampai output yang dihasilkan sehingga perusahaan itu betul-betul dapat menghasilkan barang/jasa dengan efektif dan efisien.
2.2.2 Perencanaan Produksi Perencanaan produksi harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
Berjangka Waktu Proses produksi merupakan proses yang sangat komplek. Proses tersebut
memerlukan
keterlibatan
bermacam-macam
tingkat
ketrampilan tenaga kerja, peralatan, modal, dan informasi yang biasanya dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang sangat lama. Lingkungan yang dihadapi perusahaan, pola permintaan, tersedianya bahan baku dan bahan penunjang, iklim usaha, peraturan pemerintah, persaingan, dan lain-lain, selalu
29
menunjukkan pola yang tidak menentu dan akan selalu berubah dari waktu kewaktu. Oleh karena itu suatu perusahaan tidak mungkin dapat membuat suatu rencana produksi yang dapat digunakan selamanya. Rencana baru harus dapat dibuat bila keadaan yang digunakan sebagai dasar pembuatan rencana yang lama sudah berubah. Karena perubahan yang akan terjadi bersifat sulit untuk diramalkan sebelumnya, maka secara periodik harus diadakan pengecekan apakah rencana produksi yang sudah dibuat masih berlaku. Pendekatan yang biasa dilakukan adalah dengan membuat rencana produksi yang mencakup periode waktu tertentu dan akan diperbaharui bila periode waktu tersebut sudah di capai. Dalam perencanaan produksi, terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan periode waktu
yang dicakup oleh perencanaan
tersebut, yaitu: -
Perencanaan Produksi Jangka Panjang Pada perencanaan produksi ini biasanya melihat 5 tahun atau lebih ke depan. Jangka waktu terpendeknya ditentukan oleh berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengubah kapasitas yang tersedia. Pada perencanaan ini di buat dengan sangat memperhatikan ramalan kondisi umum perekonomian dan kependudukan, situasi politik dan sosial, perubahan teknologi, dan perilaku pesaing dimana semua faktor tersebut akan dievaluasi dampaknya terhadap aktivitas perusahaan.
30
-
Perencanaan
Produksi
Jangka
Menengah
(perencanaan
Agregat) Perencanaan agregat ini mempunyai horison perencanaan antara 1-12 bulan, dan dikembangkan berdasarkan kerangka yang telah ditetapkan pada perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan agregat didasarkan pada peramalan permintaan tahunan dari bulan dan sumber daya produktif yang ada (jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya produksi, jumlah subkontraktor), dengan asumsi kapasitas produksi relatif tetap. -
Perencanaan Produksi Jangka Pendek Perencanaan ini mempunyai horison perencanaan kurang dari 1 bulan, dan bentuk perencanaannya adalah berupa jadwal produksi. Tujuan dari jadwal produksi adalah menyeimbangkan permintaan aktual (dinyatakan dalam jumlah pesanan yang diterima) dengan sumber daya
yang tersedia (jumlah
departemen, waktu shif yang tersedia, banyaknya operator, tingkat persediaan dan peralatan yang dimiliki), sesuai batasanbatasan yang ditetapkan pada perencanaan agregat.
Berjenjang Pembuatan rencana produksi tidak bisa dilakukan hanya sekali dan digunakan
untuk
selamanya.
Perancanaan
produksi
harus
dilakukan secara bertahap dan berjenjang. Artinya, perencanaan produksi akan bertingkat dari perencanaan produksi level tinggi
31
sampai perencanaan produksi level rendah, di mana perencanaan produksi pada level yang lebih rendah adalah merupakan penjabaran dari perencanaan produksi level yang lebih tinggi.
Terpadu Perencanaan produksi akan melibatkan banyak faktor, seperti bahan baku, mesin dan peralatan, tenaga kerja, dan waktu. Kesemua faktor tersebut harus sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan dalam mencapai target produksi tertentu yang didasarkan
atas
perkiraan.
Masing-masing
faktor
tidak
direncanakan sendiri-sendiri sesuai dengan keterbatasan yang ada pada masing-masing faktor yang dimiliki perusahaan, tetapi dibuat dengan mengacu pada satu rencana terpadu untuk produksi. Rencana produksi tersebut juga harus terkait dengan rencanarencana lain yang berpengaruh langsung terhadap rencana produksi, seperti pemeliharaan, rencana tenaga kerja, rencana pengadaan material, dan sebagainya.
Berkelanjutan Perencanaan produksi disusun untuk satu periode tertentu yang merupakan masa berlakunya rencana tersebut. Setelah habis masa berlakunya, maka harus dibuat rencana baru untuk periode waktu berikutnya lagi. Rencana baru tersebut harus dibuat berdasarkan hasil evaluasi terhadap rencana sebelumnya. Hal yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan, yang telah dihasilkan dan bagaimana perbandingan hasilnya dengan target yang telah
32
ditetapkan. Dengan demikian, rencana baru tersebut merupakan kelanjutan dari rencana yang dibuat sebelumnya.
Terukur Selama pelaksanaan produksi, realisasi dari rencana produksi akan selalu dimonitor untuk mengetahui apakah terjadi penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan, maka rencana produksi harus menetapkan suatu nilai yang harus diukur, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan ada tidaknya penyimpangan. Nilai-nilai tersebut dapat berupa target produksi yang bisa dinyatakan dalam satuan unit produk, kilogram, lusin dan lain-lain. Jika dalam realisasinya nanti tidak memenuhi target produksi, maka dengan mudah dapat diukur berapa besar penyimpangan tersebut, sehingga hasilnya dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan menyusun rencana berikutnya.
Realistik Rencana produksi yang dibuat harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di perusahaan, sehingga target yang ditetapkan merupakan nilai yang realistis untuk dapat dicapai dengan kondisi yang dimiliki perusahaan pada saat rencana tersebut dibuat. Jika rencana produksi dibuat terlalu muluk tanpa memperhitungkan kondisi yang ada pada perusahaan, maka perencanaan yang dibuat tidak akan berguna karena target produksi yang ditetapkan sudah pasti tidak dapat dicapai.
33
Akurat Perencanaan produksi harus dibuat berdasarkan informasi yang akurat tentang kondisi internal dan eksternal sehingga angka-angka yang
dimunculkan
dalam
target
produksi
dapat
dipertanggungjawabkan. Kesalahan dalam membuat perkiraan nilai parameter produksi akan berakibat fatal terhadap rencana produksi yang disusun. Demikian pula perhitungan yang dilakukan dalam penetuan nilai variabel produksi berdasarkan nilai parameter produksi harus dilakukan seteliti mungkin, sehingga tidak akan terjadi kesalahan yang sama
Menantang Meskipun rencana produksi harus dibuat serealistis mungkin, hal tersebut bukan berarti rencana produksi harus menetapkan target yang dengan mudah dapat dicapai. Rencana produksi yang baik harus menetapkan target yang dapat dicapai dengan usaha yang sungguh-sungguh.
2.2.3
Pengendalian Produksi Rencana
produksi
yang
telah
disusun
tidak
akan
dapat
dilaksanakan tanpa adanya pengendalian terhadap pelaksanaan rencana tersebut. Pengendalian produksi adalah fungsi staff dan karena itu tidak merupakan
wewenang
langsung
dari
lini
organisasi.
Biasanya
pengendalian produksi terdapat ditingkat yang sama seperti engineering, pembelian dan personalia.
34
Secara sederhana, pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses yang dibuat untuk menjaga supaya realisasi dari suatu aktivitas sesuai dengan yang direncanakan. Oleh karena itu pengendalian terdiri dari prosedur-prosedur untuk menentukan penyimpanan dari rencana yang telah ditetapkan dan tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan untuk mengeliminir penyimpangan tersebut. Sesuai dengan fungsinya, pengendalian produksi melakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut : -
Mengukur realisasi dari rencana produksi
-
Membandingkan realisasi dengan rencana produksi
-
Mengamati penyimpangan yang terjadi
-
Menganalisa sebab-sebab terjadinya penyimpangan
-
Melakukan tindakan perbaikan
2.3 Pendekatan Dalam Merancang Sistem Produksi Sistem produksi batch dan diskrit dapat diklasifikan menjadi 2 jenis yaitu : 1. Sistem Push (tekan) Sistem produksi tradisional dianggap sebagai jenis sistem push karena job-job yang diproduksi dibebankan secara berturutturut mulai dari stasiun produksi ke stasiun produksi awal, kemudian diproses terus menuju stasiun-stasiun selanjutnya, sedemikian hingga produk tersebut selesai diproses pada stasiun akhir. Peramalan permintaan, temasuk lead time
35
ditentukan untuk masing-masing stasiun dalam lintasan produksi. Suatu jadwal produksi dibuat untuk menentukan jadwal masing-masing operasi dan urut-urutan produksi pembentukan produk akhir. Sistem Push Merupakan pendekatan dari atas ke bawah, dimana dalam merencanakan detail produksi pada masingmasing stasiun kerja tidak dilakukan antisipasi semua faktor yang dapat menyebabkan terhentinya jadwal yang telah ditentukan. Contohnya kerusakan mesin, absen pekerja, dan variasi waktu proses. Untuk mengantisipasi faktor-faktor tersebut, persediaan barang setengah jadi / WIP disediakan antar stasiun kerja. Hal ini menjadi penyebab panjangnya lead time proses per unit barang yang diproduksi dalam melewati keseluruhan
sistem
produksi
dan
meningkatkan
biaya
pentimpanan untuk persediaan WIP. 2. Sistem Pull (Tarik) Persediaan WIP pada masing-masing stasiun kerja lebih ideal jika dibandingkan sistem Push dan dibatasi hanya satu unit. Dengan kata lain, produk akan diproduksi pada stasiun-stasiun kerja hanya pada saat diperlukan (Just In Time) untuk memenuhi permintaan dari stasiun berikutnya. Pemilihan dalam nenentukan menggunakan sistem produksi Push / Pull tergantung variabilitas dari waktu proses pada stasiun-stasiun kerja, jumlah persediaan pengaman antar stasiun kerja, dan tingkat kerusakan
36
dari mesin-mesin pada stasiun kerja, keakuratan peramalan, volume produksi. Sistem produksi Pull lebih efisien jika digunakan untuk jenis produksi dengan volume dan variabilitas sistem yang rendah. Sedangkan sistem Push lebih tepat jika variabilitas permintaan, lead time, dan pemrosesan tinggi.
2.4
Peramalan Peramalan adalah proses memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa.(Arman Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:29) , Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan jika kondisi permintaan pasar bersifat kompleks dan dinamis. Dalam permintaan pasar bebas, permintaan pasar lebih banyak bersifat komplek dan dinamis karena permintaan tersebut akan tergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing dan produk substitusi. Oleh karena itu peramalan yang akurat merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan management.
37
2.4.1 Peramalan dan Horison Waktu Dalam hubungannya dengan horison waktu peramalan, maka kita bila klasifikasikan peramalan tersebut menjadi 3 kelompok yaitu : (Arman Hakim Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, 2008) 1. Peramalan Jangka Panjang Umumnya peramalan ini 2 – 10 Tahun, peramalan ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya 2. Perencanaan Jangka Menengah Umumnya peramalan ini 1 – 24 Bulan, peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan permalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi, dan penentuan anggaran. 3. Perencanaan Jangka Pendek Umumnya peralaman ini 1 – 5 Minggu, peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja dan lain-lain keputusan kontrol jangka pendek.
2.4.2
Jenis-Jenis Peramalan Dalam membuat suatu keputusan bisnis, seorang manager mebutuhkan informasi dari berbagai jenis sisi yang berbeda. Oleh karena itu seorang manager perlu melakukan peramalan pada beberapa bidang penting. Pada bidang perencanaan dan pengendalian produksi (PPC), bidang peramalan yang difokuskan adalah peramalan permintaan.
38
Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produkproduk yang diharapkan akan terealisir untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Peramalan permintaan ini akan menjadi masukan yang sangat penting dalam keputusan perencanaan dan pengendalian perusahaan.
Peramalan
permintaan
digunakan
untuk
meramalkan
permintaan dari produk yang bersifat bebas (tidak tergantung), seperti peramalan produk jadi.
2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Permintaan akan suatu produk pada suatu perusahaan merupakan resultan dari berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam pasar. Faktorfaktor ini selalu merupakan kekuatan yang berada di bawah kendali perusahaan. Berbagai faktor tesebut antara lain :
Siklus Bisnis. Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk itu sendiri dan permintaan akan suatu produk akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang membentuk siklus bisnis dengan fase-fase inflasi, resesi, depresi, dan masa pemulihan.
Siklus Hidup Produk. Siklus hidup suatu produk biasanya mengikuti
suatu
pola
yang
disebut
kurva
S.
Kurva
S
menggambarkan besarnya permintaan terhadap waktu, dimana siklus hidup suatu produk akan dibagi menjadi fase pengenalan, fase pertumbuhan, fase kematangan, dan akhirnya fase penurunan. Untuk menjaga kelangsungan usaha, maka perlu dilakukan inovasi produk pada saat yang tepat.
39
Penjualan
I
Perkenalan
II
Pertumbuhan
III
Kejenuhan
IV
waktu
Penurunan
Gambar 2.2 Tahapan Siklus Hidup Suatu Produk
Faktor-faktor Lain. Faktor lain yang mempengaruhi permintaaan adalah reaksi balik dari pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan sendiri oleh perusahaan untuk peningkatan kualitas, pelayanan, anggaran periklanan, dan kebijaksanaan pembayaran secara kredit.
40
2.4.4 Karakteristik Peramalan yang Baik Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting sebagai berikut : (Arman Hakim Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, 2003)
Akurasi. Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan konsistensi peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten
bila besarnya kesalahan
peramalan relatif kecil. Peramalan yang terlalu rendah, akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen
tidak
dapat
dipenuhi
segera,
akibatnya
adalah
perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
terjadinya penumpukan persediaan, sehingga
banyak modal yang terserap sia-sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal, yaitu meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan.
Biaya. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan bergantung kepada jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya, yaitu secara
41
manual atau komputerisasi, bagaimana penyimpanan datanya, dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya item-item yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal, sedangkan item-item yang kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari Hukum Pareto (Analisis ABC).
Kemudahan. Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan, akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumberdaya manusia, maupun peralatan teknologi.
2.4.5
Sifat Hasil Peramalan Dalam membuat atau menerapkan hasil peramalan, maka ada beberapa yang harus dipertimbangkan , yaitu :
Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut.
Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan, artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan,
maka
adalah
penting
bagi
peramal
untuk
42
menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi.
Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang. Hal ini disebabkan pada peramalan jangka pendek, sejumlah faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sementara semakin panjang periode peramalan, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan.
2.4.6
Ukuran Akurasi Hasil Peramalan Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan yaitu merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi.
Ada 4 ukuran yang biasa digunakan , yaitu : 1. Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD) MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya. Secara matematis MAD dirumuskan sebagai berikut :
MAD =
t Ft n
.......................... (2.3)
43
Dimana : At = Permintaan Aktual pada periode – t Ft = Peramalan Permintaaan (Forecast ) pada periode –t N = jumlah periode permalan yang terlibat
2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan( Mean Square Error =MSE) MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan.
t Ft MSE= n
2
......................... (2.4)
3. Rata-rata Kesalahan Peramalan (Mean Forecast Error = MFE) MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan.
MFE =
t Ft n
.......................(2.5)
4. Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute Percentage Error = MAPE) MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase
44
kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah.
100 t Ft MAPE = t n
2.4.7
................(2.6)
Metode-Metode Dalam Peramalan Berdasarkan penyusunnya peramalan dibedakan menjadi : (Arman Hakim Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, 2003).
1. Peramalan Subyektif Peramalan subyektif lebih menekankan pada keputusan hasil diskusi, pendapat pribadi seseorang, dan intuisi yang meskipun kelihatanya kurang ilmiah tetapi dapat memberikan hasil yang baik. Peramalan ini diwakili oleh metode delphi dan metode penelitian pasar. Metode Delphi Metode ini merupakan sistematis untuk mendapatkan keputusan bersama dari suatu group yang terdiri dari para ahli dan berasal dari disiplin yang berbeda. Metode peramalan ini dipakai dalam peramalan teknologi yang sudah di gunakan dalam peramalan jangka panjang. Metode ini juga bermanfaat dalam pengembangkan produk baru, pengembangan kapasitas produksi, penerobosan ke segmen pasar baru dan beberapa strategi bisnis lainnya.
45
Langkah-langkah metode Delphi adalah sbb : 1. Seseorang
yang
terpilih
menjadi
koordinator
panel
mengajukan kuisioner / pertanyaan secara tertulis kepada para anggota panel. Isi pertanyaan menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan perkiraan di masa yang akan datang. 2. Masing-masing anggota kelompok menanggapi pertanyaan koordinator tersebut dan menyerahkan hasilnya secara tertulis. 3. Koordinator mengedit tanggapan tertulis dari masing-masing anggota, merangkum jawaban kelompok dengan disertai penjelasan dan informasi lain yang dikemukakan oleh para anggota panel. Hasil tersebut kemudian dikirimkan kepada para anggota panel dengan disertai pertanyaan – pertanyaan berikutnya untuk ditanggapi secara tertulis. 4. Masing – masing anggota kelompok menanggapi pertanyaan koordinator. Biasanya tanggapan anggota panel ini diwarnai oleh rekapan hasil langkah 3. 5. Koordinator (seperti langkah 3) mengedit, merangkum, dan seterusnya. Demikian prosesnya berulang antara tiga sampai empat kali, sehingga akhirnya koordinator menilai cukup memuaskan terhadap hasil panel yang merupakan konvergensi rasional dari kelompok. Kunci keberhasilan metode Delphi pada dasarnya tergantung pada kompetensi koordinator dan kepakaran anggota panel serta variasi pengalamannya. Koordinator perlu memiliki
46
kemampuan menjalin sintesa atas berbagai pendapat dan ramalan dari peserta yang bervariasi.
Metode Penelitian Pasar Metode ini mengumpulkan dan menganalisa fakta secara sistematis pada bidang yang berhubungan dengan pemasaran. Salah satu teknik utama dalam penelitian pasar ini adalah survei konsumen. Survei konsumen akan memberikan informasi mengenai selera yang diharapkan konsumen, dimana informasi tersebut diperoleh dari sampel dengan kuesioner. Penelitian pasar sering digunakan dalam merencanakan produk baru, sistem periklanan, promosi yang tepat. Terkadang hasil penelitian pasar ini di gunakan sebagai dasar peramalan permintaan produk baru.
2. Peramalan Obyektif Peramalan
obyektif
merupakan
prosedur
peramalan
yang
mengikuti aturan-aturan matematis dan statistik dalam menunjukan hubungan antara permintaan dengan satu atau lebih variabel yang mempengaruhinya. Selain itu peramalan obyektif juga mengansumsikan bahwa tingkat keeratan dan macam dari hubungan antara variabel-variabel bebas dengan permintaan yang terjadi pada masa lalu akan berulang juga pada masa yang akan datang.
47
Peramalan obyektif terdiri atas dua metode yaitu : Metode Intriksik Metode ini membuat peramalan hanya berdasarkan proyeksi permintaan historis tanpa mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi besarnya permintaan. Metode ini hanya cocok untuk peramalan jangka pendek pada kegiatan produksi, dimana dalam rangka pengendalian produksi dan pengendalian persediaan bahan baku seringkali perusahaan harus melibatkan banyak item yang berbeda. Hal ini tentu membosankan sehingga memerlukan metode-metode peramalan yang mudah dan murah. Metode Intrinsik akan diwakili oleh analisis deret waktu (Time Series) Metode Ekstrinsik
Metode ini mempertimbangkan factor-faktor eksternal yang mungkin dapat mempengaruhi besarnya permintaan dimasa datang dalam model peramalanya. Metode ini lebih cocok untuk peramalan jangka panjang karena dapat menunjukan hubungan sebab akibat yang jelas dalam hasil peramalannya sehingga disebut metode kausal dan dapat memprediksi titik-titik perubahan. Kelemahan dari metode ini adalah dalam hal mahalnya biaya aplikasinya dan frekuensi perbaikan hasil peramalan yang rendah karena sulitnya menyediakan informasi perubahan faktor-faktor eksternal yang terukur. Metode ekstrinsik banyak dipakai untuk peramalan pada tingkat agregat. Metode ini akan diwakili oleh metode regresi.
48
Dalam metode Ektrinsik dibagi menjadi :
Regresi Linear Sederhana Prinsip dari regresi linier sederhana adalah menguji hubungan antara dua kelompok data, yaitu kelompok variable tak bebas (y) dengan kelompok variable bebas (x).
Regresi Linier Berganda Merupakan suatu persamaan model yang memiliki beberapa variable bebas, dimana hubungan antara variable bebas dengan variable tak bebas berbentuk linear.
Regresi Model Ekonometrika Merupakan model yang lebih komplek dari metode regresi berganda. Model ini dapat digambarkan sebagai suatu sistem persamaan regresi berganda, yaitu kumpulan dari beberapa persamaan regresi berganda yang mempunyai hubungan saling ketergantungan. Kelebihan dari model ekonometrika ini adalah kemampuannya untuk meramalkan hubungan saling ketergantungan antara beberapa variable endogen (variable tak bebas) dengan beberapa variable eksogen ( variable bebas).
2.4.8
Analisis Deret Waktu (Time Series) Analisa Deret waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri dari komponen-komponen Trend (T), Siklus/Cycle (C), Pola Musiman/ Season (S), Variasi Acak/ Random (R) yang akan menunjukkan suatu pola tertentu. Komponen-komponen tersebut kemudian akan dipakai sebagai dasar dalam membuat persamaan matematis. Analisa Deret Waktu
49
ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalunya cukup konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut masih akan tetap berlanjut. Permintaan dimasa lalu pada analisa deret waktu akan dipengaruhi keempat komponen terutama T, C, S, dan R. Penjelasan tentang komponenkomponen tersebut antara lain :
1. TREND / KECENDERUNGAN (T ) Trend merupakan sifat dari permintaan di masa lalu terhadap waktu terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun atau konstan. Pola trend adalah bila data permintaan menunjukkan pola kecenderungan gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Data yang kelihatannya berfluktuasi, apabila dilihat pada rentang waktu yang panjang akan dapat ditarik suatu garis maya (dalam gambar 2-2 garis putus-putus). Garis putus – putus tersebut itulah yang disebut garis trend. Bila data berpola trend, maka metode peramalan yang sesuai adalah metode regresi linear, exponential smoothing, atau double exponential smoothing. Metode regresi linear biasanya memberikan tingkat kesalahan yang lebih kecil.
Gambar 2.7 Pola Trend
50
2.SIKLUS / CYCLE (C) Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang berulang secara periodik, biasanya lebih dari satu tahun, sehingga pola ini tidak perlu dimasukan dalam peramalan jangka pendek. Pola ini amat berguna untuk peramalan jangka menengah dan jangka panjang. Pola siklikal adalah bila fluktuasi permintaan secara jangka panjang membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus. Pola siklikal mirip dengan pola musiman. Pola musiman tidak harus berbentuk gelombang, bentuknya dapat bervariasi, namun waktunya akan berulang setiap tahun (umumnya). Pola siklikal bentuknya selalu mirip gelombang sinusoid. Untuk menentukan data berpola siklis tidaklah mudah. Kalau pola musiman rentang waktu satu tahun dapat dijadikan pedoman, maka rentang waktu perulangan siklikal tidak tentu. Metode yang sesuai bila data berpola siklikal adalah metode moving average, weight moving average, dan eksponential smoothing.
Gambar 2.8 Pola Siklus
51
3. POLA MUSIMAN / SEASON (S ) Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun disekitar garis trend dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya disebabkan oleh faktor cuaca, musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodik setiap tahunnya. Bila data yang kelihatannya berfluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu, maka data tersebut berpola musiman. Disebut pola musiman karena permintaan ini biasanya dipengaruhi oleh musim, sehingga biasanya interval perulangan data ini adalah satu tahun. Sebagai contoh, penjualan payung dan jas hujan di musim hujan adalah lebih besar ketimbang di musim kemarau. Contoh lain adalah permintaan baju hangat tentu sangat dipengaruhi oleh musim (semi, panas, gugur, dingin). Metode peramalan yang sesuai dengan pola musiman adalah metode winter, (sangat sesuai),atau moving average, atau weight moving average.
Gambar 2.9 Pola Musiman
52
4.VARIASI ACAK/RANDOM (R) Permintaan suatu produk dapat mengikuti pola bervariasi secara acak karena factor-faktor adanya bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing, promosi khusus, dan kejadian-kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola tertentu. Variasi acak ini diperlukan dalam rangka menentukan persediaan pengaman untuk mengantisipasi kekurangan persediaan bila terjadi lonjakan permintaan. Pola eratik (random) adalah bila fluktuasi data permintaan dalam jangka panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya. Fluktuasi permintaan bersifat acak atau tidak jelas. Tidak ada metode peramalan yang direkomendasikan untuk pola ini. Hanya saja, tingkat kemampuan seorang analisis peramalan sangat menentukan dalam pengambilan kesimpulan mengenai pola data. Seorang analisis, untuk data yang sama mungkin menyimpulkan berpola random dan analisis lainnya menyimpulkan musiman. Keterampilan dan imajinasi analisis peramalan memang merupakan factor yang paling menentukan dalam pelaksanaan peramalan. Bisa jadi, pola data peramalan yang random ini ternyata mengikuti pola tertentu yang bukan seperti ketiga pola yang dijelaskan, untuk ini diperlukan metode khusus (mungkin subjektif untuk melakukan peramalan).
53
Gambar 2.10 Pola Variasi Acak
Rata-Rata Bergerak ( Moving Average) Moving
average
diperoleh
dengan
merata-rata
permintaan
berdasarkan beberapa data masa lalu yang terbaru. Tujuan dari penggunaan teknis ini adalah mengurangi atau menghilangkan variasi acak permintaan dalam hubungannya dengan waktu. Tujuan ini dicapai dengan merata-ratakan beberapa nilai data secara bersama-sama dan menggunakan nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan permintaan untuk periode yang akan datang. Disebut rata-rata bergerak karena begitu setiap data aktual permintaan baru deret waktu tersedia, maka data aktual yang paling terdahulu akan dikeluarkan dari perhitungan kemudian sat nilai rata-rata baru akan dihitung.
54
Secara matematis MA akan dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
At +At-1+…+At-(n-1) Ft =
...............................(2.11) N
Dimana : At =
Permintaan aktual pada periode –t
n =
Banyaknya
data permintaan
yang dilibatkan dalam
perhitungan MA Ft =
Peramalan permintaan pada periode-t Penentuan berapa nilai n yang tepat adalah hal yang penting
dalam metode ini. Semakin besar nilai n, maka semakin halus perubahan nilai MA dari periode ke periode. Bila permintaan berubah secara signifikan dari waktu ke waktu, maka ramalan harus cukup agresif dalam mengantisipasi perubahan tersebut, sehingga nilai n yang kecil akan lebih cocok dipakai. Bila permintaan cenderung stabil selama jangka waktu yang panjang, maka sebaiknya dipakai nilai n yang besar.
55
Rata-Rata Bergerak Dengan Bobot ( Weighted Moving Everage = WMA) Pada metode WMA, setiap data permintaan aktual memiliki bobot yang berbeda. Data yang lebih baru akan mempunyai bobot yang tinggi karena data tersebut mempresentasikan kondisi yang terakhir terjadi. Secara matematis WMA dapat dinyatakan sebagai berikut :
Ft =
(Wt x At)
....................(2.12)
Dimana : Wt = bobot permintaan actual pada periode-t Dengan keterbatasan bahwa
Wt = 1
Single Exponential Smoothing (SES) Model matematis SES dapat dinyatakan sebagai berikut : Ft+1 = .At + (1- ).Ft Atau Ft+1 = .At + (1- ).Ft Dimana : Untuk t = 1, Ft+1=At
......................(2.13)
56
Pengaruh smoothing : - Semakin besar , smoothing yang dilakukan semakin kecil - Semakin kecil , smoothing yang dilakukan semakin besar (semakin halus) Double Exponential Smoothing (DES) Model matematis DES dapat dinyatakan sebagai berikut :
Ft+m = at + bt.m
.................(2.14)
Dimana : at = 2.S’t – S”t Bt = /(1- ).(S’t-S”t) S’t = At + (1- ) S’t-1 S”t = S’t + (1- ) S’t-1 Untuk t = 1, S’t-1 =At
3. Metode Peramalan Klausal Metode peramalan kausal mengembangkan suatu model sebabakibat antara permintaan yang diramalkan dengan variabel-variabel lain yang dianggap berpengaruh. Data-data dari variabel-variabel tersebut dikumpulkan dan dianalisis untuk menentukan kevaliditasan dari model peramalan yang diusulkan. Salah satu model peramalan kausal yang akan
57
dibahas adalah regresi linier sederhana. Dalam metode regresi, suatu model dispesifikasikan sebelum dilakukan pengumpulan data dan analisisnya. Contoh yang paling sederhana dari metode regresi adalah metode regresi linier sederhana dengan variable pengaruh tunggal. Secara matematis model ini dinyatakan sebagai berikut : ˆ = a + bx
......................(2.15)
Dimana : ˆ
= perkiraan permintaan
X
= variabel bebas yang mempengaruhi y
a
= nilai tetap y bila x = 0
b
= derajat kemiringan persamaan garis regresi
Analisa regresi bertujuan meminimasi persamaan kesalahan diatas dengan memilih nilai a dan b yang sesuai. Kesalahan terkecil akan diperoleh dengan cara derivatif, dimana hasil akhirnya adalah :
a=
yi xi b n n
.
................... (2.16)
b=
n xi yi xi yi 2 2 n xi xi
58
Dimana :
yi
= variabel terikat ke-i / permintaan aktual periode ke-i
xi
= variabel bebas ke-i / periode ke-i
n
= banyaknya data / banyaknya periode peramalan yang
terlibat 2.4.9
Verifikasi dan Pengendalian Peramalan Langkah penting setelah peramalan dibuat adalah melakukan verifikasi peramalan sedemikian rupa hingga hasil peramalan tersebut benar-benar mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan tersebut. Sepanjang aktualitas peramalan tersebut dapat dipercaya, hasil peramalan akan terus dapat digunakan. Jika selama proses verifikasi tersebut ditemukan keraguan validitas metode peramalan yang digunakan, harus dicari metode lain yang lebih cocok. Validitas tersebut harus ditentukan dengan uji statistika yang sesuai. Peramalan harus selalu dibandingkan dengan permintaan aktual secara teratur. Pada suatu saat harus diambil tindakan revisi peramalan apabila ditemukan bukti adanya perubahan pola permintaan yang meyakinkan. Selain itu, penyebab perubahan pola permintaan harus diketahui. Penyesuaian metode peramalan dilakukan segera setelah perubahan pola permintaan diketahui. Banyak alat yang digunakan untuk memverifikasi peramalan dan mendeteksi perubahan
sistem sebab akibat yang melatarbelakangi
perubahan pola permintaan. Bentuk yang paling sederhana adalah peta
59
kontrol peramalan yang mirip dengan peta kontrol kualitas. Peta kontrol peramalan ini dapat dibuat dengan kondisi data yang tersedia minim.
2.4.10 Peta Moving Range Dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual dengan nilai peramalan. Dengan kata lain kita melihat data permintaan aktual dengan membandingkan dengan nilai peramalan pada periode yang sama. Peta tersebut akan dikembangkan sampai periode yang akan datang, sehingga kita dapat membandingkan data peramalan dengan permintaan aktual. Peta Moving Range digunakan untuk memverifikasi teknik dan parameter peramalan. Setelah metode peramalan ditentukan, maka peta moving range digunakan untuk menguji kestabilan sistem sebab akibat yang mempengaruhi permintaan. Moving Range Chart / MR Chart dapat didefinisikan sebagai berikut :
MR = Ft t Ft 1 t 1
(2.17)
........................
Rata-rata rentang bergerak :
MR
MR n 1
Garis tengah peta MR adalah pada titik nol.
.............................(2.18)
60
Batas-batas kontrol adalah :
Batas kontrol atas
: UCL = 2, 66MR
Batas kontrol bawah : LCL= 2,66MR
...................................(2.19)
Perubahan atau perbedaan yang digambarkan pada peta MR adalah :
dt Ft t .............. (2.20) Jika semua titik-titik yang diplot masuk ke dalam batas-batas kendali, maka persamaan tersebut benar/valid. Jika ditemukan satu titik yang berada di luar batas kendali pada saat peramalan diverifikasi, maka harus ditentukan apakah data tersebut harus diabaikan atau membuat peramalan baru.
2.4.11 Uji kondisi di Luar Kendali Uji yang paling tepat bagi kondisi di luar kendali adalah adanya titik diluar batas kendali. Selain itu terdapat pula uji laiinya dengan tingkat kemungkinan yang sama. Teknik yang digunakan dirancang agar dapat digunakan dengan jumlah data yang seminimal mungkin. Uji ini dilakukan dengan cara membagi peta kendali kedalam enam bagian selang yang sama.
61
Daerah A = 2 2,66MR 1,77MR 3 Daerah B = 1 2,66MR 0,89MR 3 Daerah C terdiri dari bagian di atas dan di bawah garis tengah. Pengujian untuk suatu kondisi tak terkendali adalah : -
Dari 3 titik yang berurutan, 2 titik atau lebih terdapat pada salah satu daerah A
-
Dari 5 titik yang berurutan, 4 titik atau lebih terdapat pada salah satu daerah B
-
Terdapat 8 titik yang berurutan pada salah satu sisi dari garis
tengah Daerah A
Daerah B
Daerah C
UCL
+
0
Garis pusat
-
LCL
Daerah A
Daerah B
Daerah C
Gambar 2.21 Kriteria di luar kendali
62
2.5 Persediaan Persediaan merupakan salah satu pos modal dalam perusahaan yang melibatkan investasi yang besar. Kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan atau tidak efisien. Sedangkan kekurangan persediaan dapat berakibat terganggunya stabilitas perusahaan, oleh karena itu kebijaksanaan pengendalian persediaan merupakan aspek penting dalam kegiatan management sehari-hari. 2.5.1
Definisi dan Fungsi Persediaan Persediaan adalah sumber daya mengganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. (Arman hakim nasution dan yudha prasetyawan, 2008:113). Yang dimaksud proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. Dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari 3 bentuk yaitu sebagai berikut:
1. Bahan Baku ( Raw Materials) adalah barang-barang yang dibeli dari pemasok (suppier) dan akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan dihasilkan oleh perusahaan. 2. Bahan setengah jadi ( work in process) adalah bahan baku yang sudah diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah lanjutan agar menjadi produk jadi.
63
3. Barang Jadi ( finished goods) adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap untuk disimpan di gudang barang jadi, dijual, atau didsitribusikan ke lokasi-lokasi pemasaran. 4. Bahan-bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang dibutuhkan untuk menunjang produksi, namun tidak akan menjadi bagian pada produk akhir yang dihasilkan perusahaan Proses Barang Setengah Jadi
Bahan Baku
Barang Jadi
Produksi Gambar 2.22 Proses Transformasi Produksi Proses tranformasi yang berlangsung di dalam sistem manufaktur menjadi satu sistem yang lebih luas, yaitu sistem produksi, dimana sistem produksi ini akan mengatur 4 unsur pokok, yaitu: 1. Bahan Pengaturan
bahan
(material)
diantaranya
meliputi
hal-hal
yang
berhubungan dengan sistem persediaan, sistem pengendalian kualitas, dan sistem informasi keperluan bahan tersebut. Dimana tujuan akhirnya adalah supaya pengadaan bahan dapat berjalan dengan lancar dan biayanya minimal.
64
2. Manusia Pengaturan
manusia
meliputi
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
perencanaan tenaga kerja, training karyawan, penjadualan karyawan berikut tugasnya dan keselamatan kerjanya. 3. Uang Pengaturan uang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan tata hitung ongkos, sistem informasi keuangan, dan bagaimana cara mereduksi biaya produksi. Dengan pengaturan sistem keuangan yang baik, diharapkan sistem produksi dapat berlangsung secara efisien. 4. Mesin Pengaturan mesin meliputi hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana memilih mesin yang cocok, pengaturan tata letak, penjadualan dan perawatan mesin dengan baik sehingga sistem produksi dapat berjalan dengan lancar. Timbulnya persediaan dalam suatu sistem, baik sistem manufaktur maupun non manufaktur adalah merupakan akibat dari 3 kondisi sebagai berikut: 1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive) Permintaan akan suatu barang tidak akan dapat dipenuhi dengan segera bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang tersebut diperlukan waktu untuk pembuatannya maupun untuk mendatangkannya. Hal ini berarti bahwa adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan.
65
2. Adanya keinginan untuk meredam ketidakpastian (precautionary motive). Ketidakpastian yang dimaksud adalah : -
Adanya permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun kedatangan.
-
Waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk lain.
-
Waktu ancang-ancang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena berbagai faktor yang tak dapat dikendalikan sepenuhnya.
-
Ketidakpastian ini akan diredam oleh jenis persediaan yang disebut persediaan pengaman (safety stock). Persediaan pengaman ini digunakan jika permintaan melebihi peramalan produksi lebih rendah dari rencana atau lead time
lebih panjang dari yang
diperkirakan semula. 3. Keinginan melakukan spekulasi (spekulative motive) yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga barang dimasa mendatang. Dari uraian diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa fungsi utama persediaan adalah menjamin kelancaran mekanisme pemenuhan permintaan barang sesuai dengan kebutuhan konsumen sehingga sistem yang dikelola dapat mencapai kinerja (performance) yang optimal.
66
2.5.2 Masalah Umum Persediaan Pada berbagai perusahaan atau organisasi lain, persediaan memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang operasi (kegiatan) dari perusahaan tersebut. Pada perusahaan yang relatif besar, nilai persediaan yang disimpan bisa mencapai milyaran rupiah setiap saat. Disamping membutuhkan tempat penyimpanan
yang luas, persediaan
yang banyak juga berakibat terjadinya biaya penyimpanan yang tinggi. Pada umumnya terdapat dua masalah yang dihadapi di dalam mengelola persediaan yaitu : 1. Masalah Kuantitatif , yaitu masalah yang berkaitan dengan penentuan kebijaksanaan persediaan meliputi :
Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan
Berapa jumlah persediaan pengamannya
Kapan pemesanan / pembuatan barang harus dilakukan
Metode pengendalian persediaan mana yang paling tepat.
2. Masalh Kualitatif, yaitu masalah yang berkaitan dengan system pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan system persediaan misalnya:
Jenis barang apa yang dimiliki
Dimana barang tersebut berada
Berapa jumlah barang yang akan dipesan
Siapa saja yang menjadi supplier atau pemasok masing-masing item.
67
Kinerja optimal suatu sistem persediaan akan ditunjang oleh sistem pengoperasian persediaan yang baik.
2.5.3 Masalah Khusus Persediaan dalam Sistem Manufaktur Masalah persediaan dalam sistem manufakture lebih rumit bila dibandingkan dengan masalah pada sistem non manufaktur. Pada sistem manufaktur, ada hubungan langsung antara tingkat persediaan, jadwal produksi, dan permintaan konsumen. Oleh karena itu, perencanaan dan pengendalian
persediaannya
harus
terintegrasi
dengan
peramalan
permintaan, jadwal induk produksi, dan pengendalian produksi. Masalah utama persediaan bahan baku adalah menentukan berapa jumlah pemesanan yang ekonomis (Economic Order Quantity) yang akan menjawab persoalan berapa jumlah bahan baku dan kapan bahan baku itu dipesan sehingga dapat meminimasi ordering cost dan holding cost. Pengembangan masalah dalam persediaan bahan baku adalah persediaan bahan baku berupa komponen tertentu yang diproduksi secara massal dan dipakai sendiri sebagai sub komponen suatu produk jadi oleh suatu perusahaan. Dalam hal ini komponen harus dibuat lebih dahulu dengan kecepatan produksi yang tetap, kemudian digunakan dalam proses produksi lebih lanjut. Laju pemakaian komponen ini diasumsikan lebih rendah dari laju kecepatan produksi komponen sehingga menghasilkan keputusan berapa jumlah lot yang harus diproduksi sehingga meminimasi biaya total persediaan dan biaya produksi. Model ini dikenal dengan
68
sebutan model Economic Lot Size (ELS) atau disebut juga dengan Economic Production Quantity (EPQ). Persediaan barang setengah jadi merupakan pengaman antara 2 proses. Jika produk akhir diproduksi melalui suatu lintasan produksi, maka cadangan pengaman merupakan tindakan berjaga-jaga terhadap kerusakan suatu mesin dalam lintasan tersebut. 2.5.4 Pengendalian Persediaan Tujuan dari sistem pengendalian persediaan adalah mencari jawaban optimal baik terhadap masalah-masalah kuantitatif maupun masalah-masalah kualitatif yang timbul pada suatu sistem persediaan sehingga persediaan barang yang ada dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Langkah-langkah
yang
diperlukan
dalam
mengendalikan
persediaan yaitu : 1. Menentukan metode pengendalian persediaan Dalam menetapkan metode mana yang terbaik tergantung pada jenis dan sifat persediaan, kapasitas gudang, modal yang tersedia dan keadaan pasar. Dalam pendekatan pengendalian persediaan yang perlu diperhatikan adalah berdasarkan metode penilaian permintaan. Dimana ada asumsi bahwa permintaan terhadap suatu barang berhubungan langsung dengan barang lain (dependen) menggunakan metode statistikal dan sebaliknya ada asumsi bahwa permintaan suatu barang
69
tidak
tergantung
dari
permintaan
barang
lain
(independen)
menggunakan metode nonstatistikal.
2. Menetapkan jumlah persediaan Agar jumlah persediaan sesuai dengan kebutuhan, maka dapat dilakukan dengan cara : a. Peramalan kebutuhan ( Forecast) b. Menentukan jumlah pesanan dengan memperhatikan jumlah kebutuhan tiap periode dan ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan. c. Menentukan persediaan pengaman jika persediaan akan melebihi perkiraan d. Menentukan titik pemesanan kembali yang merupakan stategi operasi persediaan sehubungan dengan adanya tenggang waktu dan persediaan pengaman 2.5.5
Biaya-Biaya Dalam Sistem Persediaan Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem persediaan terdiri dari dari biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya simpan dan biaya kekurangan persediaan . Berikut dapat diuraikan secara singkat masing-masing komponen biaya diatas :
Biaya Pembelian ( Purchasing Cost = c) Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang akan
70
dibeli tegantung pada ukuran pembeliannya. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount / price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang akan dibeli meningkat.
Biaya pengadaan (Procurement Cost) Biaya pengadaan dibedakan menjadi 2 jenis sesuai dengan asal usul barang yaitu :
-
Biaya pemesanan (ordering cost= k) Yaitu semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok,
pengetikan
pesanan,
pengiriman
pesanan,
biaya
pengangkutan, biaya penerimaan. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan. -
Biaya pembuatan ( setup cost =k) Yaitu
semua
pengeluaran
yang
timbul
dalam
tmempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul didalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.
Biaya penyimpanan (holding Cost / Carrying Cost = h) Biaya simpan adalah semu pengeluaran yang timbul akibat
menyimpan barang .
71
Biaya ini meliputi : -
Biaya memiliki persediaan Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku bunga bank.
-
Biaya gudang Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya di sewa maka biaya
gudangnya merupakan biaya sewa, sedangkan bila
perusahaannya mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi -
Biaya kerusakan dan penyusutan Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya ini bisa diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.
-
Biaya kadaluarsa ( absolence) Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa ini biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
-
Biaya Asuransi Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung
72
jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi. -
Biaya Asuransi dan Pemindahan Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada. Baik pada saat memesan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.
Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage cost = p) Bila perusahaan kehabisan barang pada saat permintaan, maka akan terjadi keadaan kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari :
-
Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Biaya ini biasanya disebut sebagai biaya pinalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan Rp/Unit.
-
Waktu Pemenuhan Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti dan juga lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan.
73
Sehingga waktu yang menganggur ini dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dalam satuan Rp / Satuan waktu. -
Biaya Pengadaan Darurat Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan misalnya Rp/setiap kali kekurangan.
2.5.6 Metode Pengendalian Persediaan Secara kronologis metode pengendalian persediaan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
Metode Pengendalian Persediaan Tradisional Metode ini menggunakan matematika dan statistik sebagai alat
bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan. Metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan : -
Jumlah ukuran pesanan ekonomis(EOQ)
-
Titik pemesanan kembali (Reorder point)
-
Jumlah cadangan pengaman (Safety stock) yang diperlukan
74
Metode
pengendalian
persediaan
secara
statistik
biasanya
digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas (dependent) yaitu permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produksi. Misalnya permintaan untuk barang jadi dan suku cadang pengganti (sparepart). Pengembangan formula Wilson kemudian dikembangkan pada keadaan yang lebih realistik, terutama untuk fenomena yang bersifat probalistik. Hal ini kemudian munculah 2 metode dasar pengendalian persediaan yang bersifat probabilistik, yaitu : -
Metode P Menganut aturan bahwa saat pemesanan bersifat reguler mengikuti suatu periode tetap, sedangkan kuantitas pemesanan akan berulang.
-
Metode Q Menganut aturan bahwa jumlah ukuran pemesanan (kuantitas) selalu tetap untuk setiap kali pesan sehingga saat pemesanan dilakukan akan bervariasi. Diantara kedua metode tersebut, terdapat pula metode gabungan P dan Q.
Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Metode ini bersifat komputer oriented, yang terdiri dari
sekumpulan
prosedur,
aturan-aturan
keputusan
dan
seperangkat
mekanisme pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan jadual Induk
75
Produksi (MPS). Penerapan MRP pertama kali digunakan untuk industri logam tipe job shop dimana tipe ini adalah yang paling sulit dikendalikan dalam sistem manufakture. Dengan demikian kehadiran MRP sangat berarti dalam meminimasi investasi persediaan, memudahkan penyusunan jadwal kebutuhan setiap komponen yang diperlukan dan sebagai alat pengendalian produksi dan persediaan. Dalam perkembangan selanjutnya sistem MRP dapat diterapkan juga pada pengendalian persediaan dalam sistem manufakture baik tipe job shop , tipe produksi masal maupu tipe lainnya.
Metode Kanban Kanban yaitu suatu motode otorisasi produksi aliran bahan di
dalam sistem JIT. Kanban berarti suatu isyarat (sinyal, kartu, dll) yang digunakan untuk mengendalikan persediaan yang berurutan. Kanban merupakan subsistem dari JIT. Tujuan metode kanban adalah memberi suatu tanda terhadap kebutuhan komponen yang lebih banyak dan menjamin bahwa komponenkomponen tersebut diproduksi tepat pada waktunya sehingga mendukung kegiatan perakitan berikutnya. Dari ketiga metode tersebut, maka pada penelitian ini yang akan dipakai adalah Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) . Pemilihan metode tersebut didasarkan pada keadaan dan situasi pada perusahaan yang telah diteliti.
76
2.5.7 Administrasi Persediaan Administrasi persediaan menjadi bagian yang sangat penting dalam management persediaan. Tugas-tugas yang termasuk dalam administrasi persediaan antara lain: 1. Membukukan keluar masuknya barang disetiap gudang dan membukukan nilai stock yang ada serta nilai barang yang sudah terjual (cost of goods sold) selama periode tertentu. 2. Memelihara keakuratan persediaan dengan melakukan stock opname atau cycle counting. 3. Memelihara data-data pemasok serta harga tiap item yang perlu dibeli. 4. Secara periodik membuat laporan ringkasan keluar masuknya barang
untuk
dijadikan
masukan
dalam
pengambilan
keputusan. Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk melakukan administrasi keluar masuknya barang dikaitkan dengan perubahan harga jual suatu produk. Metode-metode ini antara lain : 1. Metode FIFO (First In First Out) suatu metode dimana perubahan nilai barang didasarkan pada asumsi bahwa barang yang masuk lebih awal harus keluar lebih dahulu. 2. Metode LIFO (Last in First Out) dimana barang yang masuk terakhir diasumsikan keluar paling awal.
77
3. Metode Rata- Rata adalah suatu metode penyesuaian harga jual barang didasarkan atas rata-rata harga masuk.
2.6
Material Requirement Planning (MRP) Kesulitan-kesulitan
yang
biasa
terjadi
dalam
pelaksanaan
management persediaan tradisional telah dapat diatasi dengan adanya sistem baru dengan bantuan komputer yang disebut dengan sistem MRP. Sistem MRP mampu memperbaiki metode perencanaan dan pengontrolan persediaan dengan memperhatikan hubungan dan sifat dari barang-barang persediaan, sehingga berbagai asumsi yang tidak realistis yang biasanya disertakan dalam metode persediaan tradisional, dapat dihilangkan. Penerapan yang baik dari sistem MRP akan mengurangi barang dan memperbaiki pelayanan pengiriman. 2.6.1
Definisi dan Tujuan MRP MRP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan Jadwal Induk Produksi atau Master Production Schedulling (MPS) menjadi kebutuhan bersih atau Net Requirement (NR) untuk semua item. Sistem MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufakture mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien. Selain itu, sistem MRP didesain untuk melepaskan pesanan-pesanan dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir.
78
Hal ini memungkinkan perusahaan memelihara tingkat minimum dari item-item yang kebutuhannya dengan pendent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (time-phase requirement planning). Tujuan utama dari sistem MRP ialah merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk melakukan aksi yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, penjadwalan ulang). Aksi ini sekaligus merupakan pegangan untuk melakukan pembelian atau produksi, yang merupakan keputusan baru atau merupakan perbaikan atas keputusan yang lalu. Ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama MRP yaitu :
Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (atau material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan dalam Jadwal Induk Produksi.
Pembentukan kebutuhan minimal setiap item Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk akhir, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item.
79
Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan Memberikan
indikasi
kapan
pemesanan
atau
pembatalan
pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabrik sendiri.
Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang ( jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistik. Jika penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan harus dilakukan. Keberhasilan suatu sistem manufakture sangat bergantung pada
kemampuan untuk mengontrol aliran bahan yang tepat, disuatu tempat yang tepat, pada saat yang tepat untuk memenuhi jadwal pengiriman kepada konsumen, menekan jumlah persediaan seminimal mungkin, memelihara tingkat pembebanan atas pekerjaan dan mesin, dan pada akhirnya untuk mencapai efisiensi produksi yang optimum. 2.6.2
Input Untuk Sistem MRP Ada tiga input yang dibutuhkan oleh sistem MRP, yaitu :
1. Jadwal Induk Produksi / Master Production Schedule (MPS) Jadwal induk produksi didasarkan pada peramalan atas permintaan independen dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Hasil peramalan
80
(sebagai perencanaan jangka panjang) dipakai untuk membuat rencana produksi agregat (sebagai perencanaan jangka sedang), yang pada akhirnya dibuat rencana detail (jangka pendek) yang menentukan jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta periode waktunya untuk suatu jangka perencanaan. Jadwal induk produksi merupakan perencanaan jangka pendek ini. Perencanaan atas suatu Jadwal Induk Produksi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, menentukan besarnya kapasitas/kecepatan operasi yang diinginkan. Tahap kedua, menentukan jumlah dari tenaga kerja yang dibutuhkan, dan jumlah mesin serta shift yang diperlukan untuk penjadwalan. Tabel 2.1 Contoh Jadwal Induk Produksi
Product A B C
Periode 1 70 60 45
2 80 65 50
3 75 64 55
4 70 60 56
5 78 65 60
6 90 76 54
2. Catatan keadaan persediaan Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan. Pencatatan tersebut harus dijaga agar tetap up to date, dengan selalu melakukan pencatatan transaksi-transaksi yang terjadi, seperti penerimaan, pengeluaran, produk gagal, dan lain sebagainya. Catatan persediaan juga harus berisi data tentang waktu ancang-ancang, teknik ukuran lot yang digunakan, persediaan cadangan dan catatan-catatan penting lainnya dari semua item.
81
3. Struktur Produk Struktur produk berisi informasi tentang hubungan antara komponen-komponen dalam suatu perakitan. Informasi ini sangat penting dalam menentukan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih. Lebih jauh lagi struktur produk memberikan informasi tentang semua item, seperti: nomor item, jumlah yang dibutuhkan pada setiap perakitan, jumlah produk akhir yang harus dibuat.
Z
Z
A
X
C
B
Q
X
F
D
Q
X
E
Gambar 2.23 Struktur Produk 2.6.3
Output dari Sistem MRP Rencana pemesanan merupakan output dari sistem MRP yang dibuat atas dasar waktu ancang-ancang dari setiap komponen. Waktu ancang-ancang dari suatu item yang dibeli merupakan periode antara pesanan yang dilakukan sampai barang diterima (on-hand), sedangkan untuk produk yang dibuat di pabrik sendiri, merupakan periode antara perintah item harus dibuat sampai dengan selesai diproses.
82
Ada 2 tujuan yang hendak dicapai dengan adanya rencana pemesanan yaitu :
Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih awal
Memproyeksikan kebutuhan kapasitas Secara umum, Output dari MRP adalah :
Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan / direncanakan baik dari pabrik sendiri maupun dari supplier.
Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang
Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan
Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan Output dari MRP dapat pula disebut sebagai suatu aksi yang
merupakan tindakan atas pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.
MRP
Rencana Pemesanan (Aksi)
Pemesanan Pemebelian
Pesana Kerja
Penjadwalan Kerja
Gambar 2.24 Output dari MRP
Pembatalan Pesanan
83
2.6.4 Langkah – Langkah Dasar Pengolahan MRP Adapun langkah-langkah mendasar pada proses MRP adalah sebagai berikut : 1. Netting ( Perhitungan Kebutuhan Bersih) Yaitu proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih adalah :
Kebutuhan kotor untuk setiap periode
Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan
Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan Kebutuhan kotor merupakan jumlah dari produk akhir yang akan
dikonsumsi. Kebutuhan kotor untuk tingkat item / komponen merupakan gabungan dari rencana periode dan jadwal kebutuhan kotor untuk tiap periode. Tabel . 2.2 Contoh Kebutuhan Kotor
Periode Kebutuhan Kotor
1
2 20
3
4 25
5
6
7
15
12
8
Total 72
84
Tabel . 2.3 Status Data Kebutuhan Sebelum Perhitungan Kebutuhan Bersih Periode
1
2
Kebutuhan Kotor
3
20
4
5
25
Jadual Penerimaan
6
7
15
12
8
Total 72
30
Persediaan di Tangan 23
Perhitungan akan kebutuhan bersih sebagai berikut : Tabel 2.4 Perhitungan Kebutuhan Kotor
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan Kotor 0 20 0 25 0 15 12 0 72
Jadwal Persediaan Penerimaan Di tangan -0 -23 -0 -23 -30 -3 -0 -33 -0 -8 -0 -8 -0 -0 -0 -0 30
Kebutuhan Hasil (Bi) Bersih -23 -3 -33 -8 -8 7 7 12 12 0 0 19
Sehingga hasil keseluruhan perhitungan bersih adalah sebagai berikut : Tabel 2.5 Hasil Keseluruhan Perhitungan Kebutuhan Bersih Periode Kebutuhan Kotor Jadual Penerimaan Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih
1
23
23
2 20 3
3 30 33
4 25 8
5
6 15 8
-7 7
7 12
8
-19 12
-19
Total 72 30 -19 19
85
2. Lotting ( Penentuan Ukuran Slot) Yaitu suatu proses untuk menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan bersih. Beberapa teknik diarahkan untuk ongkos set up dan ongkos simpan, ada juga yang bersifat sederhana dengan menggunakan jumlah pemesanan tetap atau dengan periode pemesanan tetap. Pada contoh dibawah ini dipakai teknik ukuran lot yang besarnya sama dengan kebutuhan bersih untuk setiap periode . Tabel 2.6 Contoh Proses Lotting Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
Kebutuhan Bersih
7
12
19
Ukuran Lot
7
12
19
3. Offsetting (penetapan besarnya lead time) Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya leadtime. Perlu ditegaskan disini, pengertian lead time yaitu besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut selesai dan diterima siap untuk dipakai.
86
Pada tabel 2.7 memberikan contoh prosses offsetting dengan leadtime dua periode . Tabel 2. 7 Contoh Prosses Offsetting Periode Kebutuhan Bersih Ukuran Lot
1
2
3
4
7
5
6
7
7
12
8
12
4. Explosion (Perhitungan selanjutnya untuk item level berikutnya) Proses ekplosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item / komponen yang lebih bawah, tentu saja didasarkan atas rencana pemesanan. Dalam proses eksplosion ini data mengenai dua struktur produk sangat memegang peranan karena atas dasar struktur produk inilah proses eksplosion akan berjalan dan dapat menentukan ke arah komponen mana yang harus dilakukan explosion. 2.6.5
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kesulitan Dalam Proses MRP Setiap sistem tentu memiliki beberapa keterbatasan, sehingga selalu saja ada hal-hal yang mempengaruhi tingkat kesulitan setelah sistem tersebut dioperasikan. Begitu pula dengan MRP terdapat 5 faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam proses MRP yaitu :
Total 19 19
87
1. Struktur Produk Struktur produk merupakan suatu yang mutlak yang harus ada untuk dapat menerapkan sistem MRP. Namun struktur produk yang
rumit
dan
banyak
tingkatannya
akan
membuat
perhitungan semakin kompleks, terutama dalam proses eksplosion.
Sebagaimana
diketahui
bahwa
eksplosion
merupakan suatu prosedur yang menghitung jumlah kebutuhan kotor pada tingkat yang lebih bwah setelah dilakukan proses offsetting pada item induknya. Struktur produk yang komplek ke arah vertikal akan membuat proses MRP (proses netting, lotting, offsetting dan exsplosion) yang berulang-ulang dilakukan satu per satu dari atas ke bawah serta tingkat demi tinkat dan periode demi periode.
2. Ukuran Lot Perkembangan teknik-teknik ukuran lot sebagai salah satu proses terpenting dalam MRP dapat dikategorikan sebagai berikut: -
Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
-
Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
-
Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
-
Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
88
Beberapa teknik penerapan ukuran lot untuk satu tingkat dengan asumsi kapasitas tak terbatas yang banyak dipakai secara meluas pada industri mekanis dan elektronis secara berturut – turut adalah :
Fixed Order Quantity (FOQ) Jumlah pesanan tetap (FOQ) ini sangat spesifik untuk menentukan persediaan item. Penentuan besarnya lot dapat semau kita, atau dapat pula memakai intuisi atau melauli faktor-faktor empirik atau juga sesuai dengan pengalaman pemakai. Apabila teknik ini dapat diterapkan dalam sistem MRP maka akibatnya besar jumlah pesanan dapat menjadi sama atau lebih besar dari kebutuhan bersih, yang kadang-kadang diperlukan bila ada lonjakan permintaan. Salah satu ciri jumlah periode tetap ini adalah ukuran lotnya selalu tetap , tetapi periode pemesananya selalu berubah. Tabel 2.8 Penetapan Ukuran Lot Dengan FOQ
Periode
1
2
3
4
Kebutuhan Bersih
20
50
100
80
Ukuran Lot
180
Persediaan
160
5 0
6
7
8
9
10
11
12
Total
100
40
40
20
50
70
30
600
180 110
10
110
180 110
10
150
720
180 110
90
40
150
120
1170
89
Economic Order Quantity (EOQ) Penetapan ukuran lot dengan teknik ini hampir tidak pernah
dilupakan dalam lingkungan MRP karena teknik ini sangat popular sekali dalam sistem persediaan tradisional. Dalan
teknik
ini
besar
ukuran
lot
tetap.
Namun
perhitungannya sudah mencakup biaya-biaya pesan serta biayabiaya simpan. Perumusan yang dipakai dalam teknik ini adalah :
EOQ
2 Dk h
Ket : D = rata – rata kebutuhan = 600 Unit : 12 = 50 Unit k = biaya pesan = Rp 1500; / pesan h = biaya simpan = Rp 3.125 ; / Unit / periode Hasil perhitungan adalah sebagai berikut : EOQ
2 x600 x1500 3125
= 220 Unit Tabel 2.9 Penetapan Ukuran Lot Dengan EOQ
Periode
1
2
3
Kebutuhan Bersih
20
50 100
Ukuran Lot
220
Persediaan
200
4 80
5 0
6
7
8
9
10
11
12
Total
100
40
40
20
50
70
30
600
220 150
50 190 190
660
220 90
50
10 210
160
90
60
1450
90
Biaya Simpan = 1450 x Rp 3125
= Rp 4531,25
Biaya Pesan
= 3 x Rp 1500
= Rp 4.500
Biaya Total
= Rp 4531,25 + Rp 4500
= Rp 9.031,25
Metode jumlah pesanan ekonomis (EOQ) ini biasanya dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun / 12 bulan. Sedangkan keefektifan dari metode EOQ ini sangat akan apabila pola permintaan kebutuhan bersifat konstan.
Lot For Lot ( L-4-L) Teknik penetapan ukuran lot dengan ini dilakukan atas dasar
pesanan diskrit, disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini hampir selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama sekali apabila terjadi perubahan pada kebutuhan
bersih.
Penggunaan
teknik
ini
bertujuan
untuk
meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu sering kali digunakan untuk itemitem yang mempunyai harga/ unit sangat mahal. Juga apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinyu atau tidak teratur, maka teknik L-4-L ini memiliki kemampuan yang baik. Teknik ini juga sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat set up permanen pada proses produksinya.
91
Dengan mengambil contoh seperti pada bagian sebelumnya diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut : Tabel 2.10 Penetapan Ukuran Lot dengan L-4-L
Periode
1
2
Kebutuhan Bersih
20
50 100
80
Ukuran Lot
20
50 100
80
Persediaan
0
0
3
4
0
0
5
7
8
9
10
11
12
Total
0 100
40
40
20
50
70
30
600
0 100
40
40
20
50
70
30
600
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
Biaya Simpan = 0 x Rp 3125
= Rp 0
Biaya Pesan
= 11 x Rp 1500
= Rp 16.500
Biaya Total
= Rp 0 + Rp 16.500
= Rp 16.500
Fixed Period Requirement (FRP) Pada teknik ini membuat pesanan berdasarkan periode waktu
tertentu saja. Besarnya jumlah kebutuhan tidak berdasarkan ramalan, tetapi dengan cara menjumlahkan kebutuhan bersih pada periode yang akan datang. Pada teknik jumlah pesanan tetap (FOQ) yang telah dijelaskan sebelumnya, besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap, meskipun selang waktu antar pemesanan tidak tetap. Sedangkan dalam teknik kebutuhan periode tetap (FRP) ini, selang waktu antar pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih.
92
Dengan mengambil contoh seperti pada bagian sebelumnya, dengan teknik ini kita menggunakan dua periode (dapat ditentukan secara intuitif) untuk melakukan pesanan, kecuali apabila kebutuhan bersih sama dengan nol akan bergeser satu periode ke periode berikutnya. Tabel 2.11 Penetapan Ukuran Lot dengan FRP
Periode
1
2
3
Kebutuhan Bersih
20
50 100
Ukuran Lot
70
180
Persediaan
50
0
80
4
5
80
6
0 100
7
8
9
10
11
12
Total
40
40
20
50
70
30
600
30
600
0
260
140 0
0
40
60 0
20
120 0
70
0
Biaya Simpan = 260 x Rp 3125
= Rp 812, 5
Biaya Pesan
= 5 x Rp 1500
= Rp 7.500
Biaya Total
= Rp 7500 + Rp 812,5
= Rp 8.312,5
Dari keempat teknik penetapan ukuran lot ( lot sizing) untuk kasus diatas, terlihat bahwa teknik FRP memberikan biaya total yang paling rendah, tetapi kriteria biaya total bukanlah satu-satunya pertimbangan dalam menentukan teknik mana yang cocok dipakai oleh masing-masing perusahaan. 3. Lead Time Salah satu data yang erat kaitannya dengan waktu adalah lead time, dimana leadtime akan mempengaruhi proses offsetting. Suatu perakitan tidak dapat dilakukan apabila komponen-
93
komponen pembentuknya belum siap tersedia. Persoalannya menjadi seperti jaringan dimana kita diharapkan pada masalah penentuan kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat suatu komponen harus selesai. Kompleksnya masalah akan dirasakan pada tahap penentuan ukuran lot di setiap tingkat produksi., karena persoalannya bukan hanya menentukan besarnya lot tetapi juga memperhatikan persoalan jaringan (network) diatas. 4. Kebutuhan yang berubah MRP memang dirancang untuk menjadi suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubahan, baik dari luar (permintaan) atau dari
dalam
(kapasitas).
Kepekaan
ini
bukannya
tidak
menimbulkan masalah. Perubahan kebutuhan akan produk akhir tidak hanya berpengaruh pada penentuan rencana pemesanan (timing) namun mempengaruhi pula penentuan jumlah kebutuhan yang diinginkan. 5. Komponen Umum Yaitu berarti komponen tersebut dibutuhkan lebih dari satu induk itemnya. Komponen umum ini akan menimbulkan kesulitan pada proses netting dan lotting ( khususnya untuk lotting dalam kasus multilevel). Proses lotting untuk komponen ini diperoleh dari semua induknya dengan terlebih dahulu menentukan rencana kebutuhan (waktu dan jumlah).