7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Nilai Waktu Uang Dalam Manajemen Keuangan Dr. Mamduh M. Hanafi (2008:83) menyatakan bahwa Rp1 juta yang diterima sekarang tentunya lebih bernilai dibanding Rp1 juta yang akan diterima satu tahun mendatang, ilustrasi semacam itu merupakan contoh nilai waktu uang (time value of money). Ada setidaknya dua alasan kenapa time value of money penting, pertama, risiko pendapatan di masa mendatang lebih tinggi dibanding dengan pendapatan saat ini. Kedua, ada biaya kesempatan (opportunity cost) pendapatan masa mendatang. Nilai waktu uang merupakan konsep sentral dalam manajemen keuangan, pemahaman nilai waktu uang sangat penting dalam studi manajemen keuangan. Dadi, Hariyono dan Atmoko (2006:106-107) menyebutkan bahwa uang pada prinsipnya adalah modal yang pada pemanfaatannya akan menimbulkan bunga. Keberadaan bunga ini adalah sebagai asumsi kompensasi produktif dari penggunaan sumber daya uang yang efektif. Jangka waktu dan tingkat bunga menimbulkan nilai yang berbeda dari uang yang dikenal sebagai nilai waktu terhadap uang. Untuk melakukan penilaian yang seringkali melibatkan nilai yang berkaitan dengan rumus keuangan ini, maka semakin penting pemahaman tentang konsep nilai waktu terhadap uang. Terutama yang menyangkut masalah investasi properti yang berkaitan dengan aliran penerimaan dan pengeluaran pada masa
8
yang akan datang yang penilaiannya dilakukan pada saat ini. Mengingat investasi properti termasuk jenis investasi untuk jangka panjang dan memiliki karakteristik yang beragam, maka pengertian secara menyeluruh dan mendalam tentang konsep nilai waktu terhadap uang ini menjadi penting.
2.1.2 Nilai Waktu Uang Penilaian properti merupakan sebuah analisis yang melibatkan unsur seni dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah yang dimaksudkan salah satunya adalah proses matematik, dimana pengetahuan matematik ini sangat diperlukan khususnya dalam penghitungan teknis dan penilaian investasi yang terkait dengan konsep time value of money (Harjanto dan Hidayati, 2003:61). Terdapat beberapa teori terkait nilai uang (Dadi et al., 2006), diantaranya adalah nilai di masa depan (future value of one time investment) yang digambarkan dalam rumus matematika sebagai berikut: ........................................ 2.1
Dimana: FVn = future value (nilai masa depan investasi di akhir tahun ke-n) i
= interest value (tingkat suku bunga/diskonto tahunan)
PV
= present value (nilai sekarang atau jumlah investasi mula-mula di awal tahun pertama)
n
= jumlah tahun atau periode transaksi bersangkutan
Dari persamaan diatas maka PV adalah nilai sekarang ini dan FVn adalah nilai di masa depan setelah jumlah tabungan/investasi itu menerima bunga majemuk.
9
Definisi bunga majemuk menurut Dadi et al. (2006) adalah bunga berganda (bunga berbunga), dimana pada setiap akhir periode bunga tersebut ditambahkan ke dalam modal sehingga jumlah modal bertambah. Bunga majemuk inilah yang digunakan dalam berbagai aplikasi ekonomi termasuk penilaian dan ekonomi teknik. Selain nilai di masa depan (future value) dalam teori nilai waktu uang juga dikenal nilai sekarang dari uang yang diterima di masa depan (present value of a one-time future benefit), dalam konsep ini nilai uang yang diterima di masa depan digerakkan kembali ke masa sekarang atau disebut juga nilai sekarang atas pembayaran di masa depan (current value of a future payment). Rumusan untuk present value sebagaimana disebutkan oleh Dadi et al. (2006:114) adalah sebagai berikut: ........................................ 2.2
Dimana: PV
= nilai sekarang uang di masa depan
FVn = nilai masa depan investasi di akhir tahun ke-n n
= jumlah tahun hingga pembayaran diterima/periode
i
= tingkat diskonto (bunga) Nilai sekarang merupakan kebalikan dari nilai kemudian, apabila dalam
nilai masa mendatang kita melakukan penggandaan, dalam present value dilakukan proses pendiskontoan (discounting process) (Hanafi, 2008:89).
10
2.1.3 Pengertian Nilai Pasar Menurut Eckert, Gloudemans and Almy (1990:53) nilai pasar adalah hipotesa atau perkiraan harga jual, yang berasal dari pertimbangan hati-hati dari pembeli dan penjual. Eckert et al. (1990:53) juga menyatakan bahwa suatu barang untuk bernilai harus memiliki utilitas (utility), langka (scarce) dan ada permintaan atas barang tersebut (desire). Suatu barang yang tidak memiliki utilitas tidak memiliki nilai karena utilitas menimbulkan keinginan untuk memiliki sekaligus memberikan kepuasan memilikinya. Meskipun demikian, utilitas dan kelangkaan semata tidak bisa menentukan nilai suatu barang, harus ada keinginan dari pembeli terhadap barang tersebut dan juga kemampuan membeli (ability to pay) untuk dapat menimbulkan permintaan dan calon pembeli tersebut harus dapat membelinya di pasar yang ada untuk memenuhi keinginan mereka. Sumitro (2002:9) sebagaimana mengutip Wolcott (1987:15) menyebutkan bahwa nilai tanah tidak saja dipengaruhi oleh karakteristik fisik tanah saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1) faktor sosial. Faktor ini meliputi populasi dan komposisi demografi penduduk yang mempengaruhi permintaan dan penawaran, dan juga dipengaruhi oleh tingkat perkawinan, perceraian serta distribusi usia; 2) faktor ekonomi. Faktor ekonomi mempengaruhi nilai properti dengan karakteristik pasar spesifik seperti tenaga kerja, tingkat upah, perluasan industri, tingkat harga, biaya, dan tersedianya fasilitas kredit; 3) faktor pemerintah. Faktor pemerintah berupa kebijakan pemerintah tercermin dalam bentuk peraturan dan undang-undang serta berbagai fasilitas yang
11
disediakan berpengaruh terhadap pola penggunaan tanah dan secara umum mempengaruhi nilai properti; 4) faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai tanah secara spesifik adalah faktor lokasi yang berhubungan dengan jarak suatu lokasi ke pusat kegiatan bisnis, kedekatan dengan transportasi umum, sekolah, toko, tersedianya pelayanan umum dan sebagainya.
2.1.4 Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Mardiasmo, MBA dalam “Perpajakan Edisi Revisi 2008” dengan mengutip definisi dari Soemitro (1992) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa pajak adalah Kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk kepentingan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.1.5 Penilaian Properti (Objek Pajak) Secara umum penilaian adalah gabungan antara ilmu pengetahuan dan seni (science and art) dalam mengestimasikan nilai dari sebuah kepentingan yang
12
terdapat dalam suatu properti bagi tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan serta dengan mempertimbangkan segala karakteristik yang ada pada properti tersebut termasuk jenis-jenis investasi yang ada di pasaran. (Harjanto dan Hidayati, 2003:8). Lebih lanjut diungkapkan oleh Harjanto dan Hidayati (2003:12) bahwa penilaian adalah sebuah penganggaran/estimasi nilai dari sesuatu kepentingan atas sebuah properti/harta untuk sesuatu tujuan tertentu, berdasarkan hasil analisis terhadap fakta-fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode dan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku. Ventolo and Williams (2001:19) menyebutkan bahwa penilaian (appraisal) adalah estimasi terhadap nilai, yang didalamnya termasuk opini penilai terhadap kondisi properti, utilitas untuk tujuan tertentu atau monetary value dalam pasar terbuka. Masih menurut Ventolo and Williams (2001:20) pula, termasuk ke dalam properti real estate adalah tanah termasuk permukaan bumi dan seluruh bagian yang ada dibawahnya, fasilitas yang melekat permanen pada tanah, dan bagian lain yang tak bergerak dan merupakan bagian dari properti.
2.1.6 Pengertian Nilai Jual Objek Pajak Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau nilai jual objek pajak pengganti. Penentuan NJOP tersebut diatas seperti dikemukakan Eckert, et al. (1990:82) ditetapkan dengan tiga pendekatan penilaian, yaitu pendekatan data pasar (market data
13
approach) atau pendekatan perbandingan penjualan (sale comparison approach), pendekatan biaya (cost approach) dan pendekatan kapitalisasi pendapatan (income approach). Penentuan NJOP bumi berbeda dengan nilai pasar yang ada. Hal ini disebabkan NJOP cenderung bersifat statis karena tidak selalu dilakukan penyesuaian, sedangkan nilai pasar cenderung bersifat dinamis mengikuti perkembangan yang terjadi setiap saat. (Sumitro, 2002:30)
2.1.7 Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang PBB yang selanjutnya disebut sebagai UU PBB, pada pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan, dimana definisi dari bumi sesuai pasal 1 UU PBB adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, sedangkan definisi bangunan sesuai pasal 1 UU PBB adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Dasar pengenaan PBB sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat 1 UU PBB adalah NJOP. Sumitro (2002:12) mengutip Bahl and Linn (1992: 82) menyebutkan bahwa PBB di Indonesia dikategorikan sebagai pajak properti yang dikenakan atas nilai kapital tanah dan bangunan, oleh sebab itu wajib pajak yang memiliki objek pajak dengan nilai yang tinggi merupakan cerminan dari kemampuan membayar pajak yang tinggi pula. Nilai properti yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak merupakan fungsi nilai pasar properti tersebut.
14
Musgrave and Musgrave (1984:466) menyatakan hubungan tersebut dalam persamaan: AV=r. MV .................................................................................. 2.1 dimana: AV = assessed value (nilai properti sebagai dasar pengenaan pajak) MV = market value (nilai pasar properti) r = perbandingan AV dengan MV (assessement ratio)
2.2
Alat Analisis
Dalam melakukan analisis terhadap hipotesis digunakan studi rasio, studi rasio sebagai salah satu alat yang dapat digunakan secara luas untuk mengevaluasi masalah yang ada kaitannya dengan Pajak Bumi dan Bangunan baik itu menyangkut penetapan, keseragaman maupun keadilan (Sapri, 2007: 43). Rasio yang sering digunakan dalam bidang penilaian properti untuk kepentingan perpajakan adalah assessment sales ratio (ASR) yang merupakan perbandingan antara NJOP sebagai nilai properti yang ditetapkan (assessed value) terhadap nilai pasar (market value) yang berasal dari data transaksi jual-beli. Selain itu digunakan juga analisis statistik dalam studi rasio untuk menarik kesimpulan (inferences) (Eckert et al. 1990: 525) yang diantaranya untuk mengetahui normalitas distribusi rasio dan menentukan alat uji level of assessment yang sesuai berdasarkan normalitas distribusi rasio serta untuk mengetahui perbedaan rasio antar kecamatan. Studi assessment sales ratio dapat memberi informasi umum apakah NJOP yang ditetapkan lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai pasar.
15
Penelitian assessment sales ratio hanya dapat dilakukan pada objek pajak di kawasan dimana terdapat transaksi jual beli atau transaksi lain yang dapat digunakan sebagai acuan untuk perbandingan. Untuk daerah yang tidak terjadi transaksi tidak dapat dijadikan sebagai daerah penelitian.
2.2.1 Assessment Sales Ratio Assesment sales ratio adalah rasio atau perbandingan antara nilai yang digunakan untuk penetapan pajak suatu properti terhadap nilai pasarnya. Secara matematik, formula perhitungannya adalah sebagai berikut (Hartoyo, 1998: 1): AR=Ai/Si ............................................................................................. 2.2 dimana: AR = assesment sales ratio Ai = nilai yang ditetapkan (assessment value) Si = nilai pasar (sales value yang diasumsikan sebagai market value) Karena di Indonesia belum ada suatu lembaga/institusi baik pemerintah maupun swasta yang ditunjuk untuk menghimpun data transaksi jual beli properti (tanah dan/atau bangunan) dengan berbagai kualifikasinya, maka yang dipakai sebagai acuan untuk penentuan NJOP tanah adalah data laporan dari Notaris/PPAT, Camat/PPAT dan dari sumber-sumber lain seperti pengembang, agen/broker, penjual ataupun pembeli. Untuk mendapatkan assessment sales ratio dari masing-masing kecamatan, data yang dihimpun tersebut dianalisis dan diadakan penyesuaian tertentu untuk mendapatkan nilai pasar wajar (fair market value) bilamana dibutuhkan, selanjutnya dibandingkan dengan nilai jual objek
16
pajaknya.
Menurut Eckert et al. (1998:516) studi assesment sales ratio dapat
mengukur dua aspek utama akurasi penilaian masal, yaitu tingkat penilaian (level) dan keseragaman (uniformity). Tingkat penilaian menunjukkan rasio secara keseluruhan atau tipikal dari sekelompok properti yang telah dinilai. Hasil studi assessment sales ratio menurut Hartoyo (1998:2) dapat digunakan untuk berbagai hal sebagai berikut: a. Pemeliharaan assessment pada tingkat yang dapat diterima. Dengan analisis tendensi sentral, kinerja penilaian (assessment performance) diuji dan dievaluasi, sehingga bila terdapat lokasi daerah yang mempunyai assessment sales ratio rata-rata terlalu tinggi (over assessment) atau terlalu rendah (under assessment) dapat segera diketahui dan diperbaiki. b. Penentuan lokasi/daerah untuk penilaian ulang (revaluation). Dengan analisis variabilitas, menentukan lokasi/daerah yang perlu dinilai kembali. c. Pemeliharaan keadilan (equity) dalam penetapan PBB, melalui analisis regresivitas atau progresivitas, memelihara agar penetapan PBB konsisten baik terhadap properti bernilai rendah maupun terhadap properti yang bernilai tinggi. Dari uraian diatas dan sesuai dengan perumusan masalah maka dalam penelitian skripsi ini akan difokuskan pada analisis assessment pada tingkat yang diterima untuk menghindari disparitas nilai akibat dari under assessment dalam rangka mengoptimalkan penerimaan PBB.
17
2.2.2 Uji Level of Assessment Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menguji apakah level assessment berada pada persentase tertentu dari Nilai Pasarnya (market value) (Hartoyo, 1998:8). Jika level of assesment berada diatas persentase yang diharapkan, dinyatakan over-assessment sebaliknya jika dibawah persentase yang diharapkan dinyatakan under-assessment.
2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian terkait dengan assesment sales ratio, dilakukan oleh Riyanta (1998), meneliti tentang assesment sales ratio NJOP tanah pada wilayah dekat CBD dan wilayah jauh dari CBD di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian melalui uji level of assesment diperoleh kesimpulan bahwa pada wilayah yang dekat dengan CBD terdapat kesamaan nilai dalam penentuan NJOP. Kondisi assessment sales ratio tidak terjadi regresivitas maupun progresivitas melalui uji regresi. Penentuan assesment telah ditentukan secara seragam melalui uji keseragaman (uniformity). Selain itu, pernah dilakukan juga penelitian oleh Rismawardhana (1998), meneliti assesment sales ratio dalam penetapan NJOP tanah wilayah perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level of assesment (rata-rata assessment sales ratio) ditetapkan di bawah nilai pasar (under assesment). Tingkat keseragaman assesment sales ratio rendah, mencerminkan ketidakadilan atau ketidakseragaman dalam penetapan NJOP di Kabupaten Sleman, sehingga wajib pajak harus membayar PBB pada persentase yang bervariasi terhadap nilai jualnya.
18
Penelitan lain dilakukan oleh Sapri (2002) tentang analisis assesment sales ratio dalam penetapan NJOP tanah dan harga jual tanah di Kota Makassar untuk dua kelompok objek pajak yaitu perumahan dan permukiman, yang menunjukkan bahwa hasil pengujian
level of
assesment di kedua kelompok properti
menunjukkan bahwa penetapan NJOP tanah masih di bawah nilai pasar (under assesment). Penetapan NJOP tanah kelompok properti perumahan dikenakan assesment sales ratio 80% dari nilai pasar, sedangkan penetapan NJOP tanah untuk kelompok properti permukiman dikenakan assesment sales ratio 75% dari nilai pasarnya. Sumitro (2002) menganalisis level of assessment di Kota Watampone yang menunjukkan bahwa level of assessment berada di bawah tingkat yang diharapkan. Rata-rata assessment sales ratio sebesar 0,6707 berarti bahwa NJOP bumi di Kota Watampone ditetapkan rata-rata sebesar 67,07% dari nilai pasarnya dan secara statistik assessment sales ratio lebih kecil dari 90% sehingga terjadi under assessment. Untuk uji level of assessment antara tanah kosong dengan tanah ada bangunan tidak ada perbedaan antara kelompok tanah tersebut. Secara statistik uji perbedaan level of assessment antara Keluharan Masumpu, Kelurahan Macege dan Kelurahan Jeppe di Kota Watampone terdapat perbedaan sebesar 22,6%. Sedangkan hasil uji perbedaan level of assessment antara tanah yang terletak di pinggir jalan raya, jalan lingkungan, gang/lorong dan tanah yang tak ada akses jalan tidak sama.
19
2.4
Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian skripsi ini dilakukan berdasarkan kerangka pikir sebagai berikut: Mulai
Perumusan Masalah
Pembatasan Masalah
Hipotesis Penelitian
Database Pajak
Penentuan Sampel
Penentuan Sampel
Data Transaksi/ PPAT
Hipotesis Statistik
Dapat diterima Uji statistik
Kesimpulan
Tidak dapat diterima Kesimpulan
Saran
Selesai
Gambar 2.1: Kerangka Pikir Penelitian
Saran