6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penelitian yang Relevan Praanggapan merupakan bagian dari pragmatik yang sangat menarik untuk diteliti. Melalui praanggapan dapat diketahui berjalan sesuai tujuan atau tidaknya suatu komunikasi, karena penutur berharap lawan tuturnya mengetahui praanggapan yang dimaksud penutur. Memang jarang ditemui penelitian yang membahas khusus tentang praanggapan. Berikut ini dikaji hasil penelitian terdahulu yang relevan atau yang berkisar pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini. Peneliti menemukan dua penelitian yang relevan sebagai acuan diadakannya penelitian ini yaitu penelitian dari Setia Cristiana dan Eri Astuti. Penelitian yang pertama berjudul “Kajian Praanggapan Iklan Makanan pada Enam Stasiun Televisi” oleh Setia Cristiana tahun 2012 dari program studi pendidikan Bahasa
Indonesia,
Fakultas
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan
Universitas
Muhammadiyah Purwokerto membahas kajian praanggapan pada iklan makanan pada enam stasiun televisi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu kajian praanggapan iklan makanan di televisi yang meliputi enam stasiun televisi. Metode yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kedua berjudul “Analisis Praanggapan Wacana Iklan Busana Wanita pada Tabloid Wanita Indonesia Edisi April - Juni 2013” oleh Eri Astuti tahun 2014 dari program studi pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto menganalisis iklan busana wanita 6 Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
7
pada tabloid Wanita Indonesia edisi April - Juni 2013. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu analisis praanggapan iklan busana wanita pada tabloid Wanita Indonesia edisi April - Juni 2013. Metode yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dari penelitian terdahulu itu menunjukan bahwa penelitian tentang praanggapan sudah pernah dilakukan oleh peneliti. Namun, penelitian mengenai praanggapan pada film “Habibie dan Ainun” karya Faozan Rizal belum ada. Alasan peneliti mengkaji praanggapan pada film karena peneliti berasumsi bahwa banyak terdapat bentuk-bentuk dan macam-macam yang terdapat dalam film tersebut dan belum pernah ada yang mengkajinya. Oleh karena itu, penelitian praanggapan pada film ini perlu dilakukan dengan tujuan agar penelitian ini dapat melengkapi hasil penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu data, sumber data, dan hasil akhir penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pernyataan pada film “Habibie dan Ainun”, sedangkan penelitian sebelumnya mengkaji tentang praanggapan pada iklan. Sumber data dalam penelitian ini yaitu file film “Habibie dan Ainun”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pendeskripsian tentang praanggapan.
B. Bahasa Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat sebagai pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
8
Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi. Oleh karena itu, bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat menjalankan kehidupan sosialnya. Banyak pengertian bahasa yang telah dibuat oleh pakar bahasa, definisi tersebut dapat ditemukan dalam kamus atau dari beberapa buku teks tentang bahasa.
1.
Pengertian Bahasa Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2008: 24). Menurut Depdiknas (2008: 116) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Keraf (2004: 1) menyatakan bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara bertahap dan dapat dikaidahkan (Chaer dan Leoni, 1995: 15). Dari beberapa definisi mengenai bahasa menurut beberapa ahli diatas, dapat disimpilkan bahwa Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam kehidupan manusia. Masyarakat berbahasa tergantung pada penggunaan bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa di dalam situasi interaksi yang sebenarnya. Bahasa adalah alat komunikasi. Karena, dengan bahasa kita bisa saling berinteraksi dengan orang lain secara baik. Bahasa sebagai alat komunikasi juga mempunyai fungsi-fungsi dan ragam-ragam tertentu.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
9
2.
Fungsi Bahasa Menurut Keraf (2004: 3) fungsi bahasa dapat diturunkan dari motif
pertumbuhan bahasa itu sendiri, bila ditinjau kembali sejarah pertumbuhan bahasa sejak awal hingga sekarang. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa: bahasa untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, serta bahasa untuk mengadakan kontrol sosial. Pertama, bahasa untuk menyatakan ekspresi diri yaitu bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat oleh pikiran dan perasaan manusia. Unsurunsur yang mendorong manusia mengespresikan dirinya dengan bahasa adalah (1) agar menarik perhatian orang lain terhadap kita, (2) keinginan manusia untuk membebaskan diri dari semua tekanan emosi. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebaga alat untuk menyatakan dirinya sendiri. Sebagai contoh: Ia menangis bila lapar dan haus. Ketika mulai belajar berbahasa, ia menyatakan kata-kata untuk menyatakan lapar, haus dsb. Hal tersebut berlangsung terus hingga hinggga seorang menjadi dewasa; keadaan hatinya, suka dukanya, semuanya diungkapkan dengan bahasa agar tekanan-tekanan jiwanya dapat tersalur. Kedua, bahasa sebagai alat komunikasi. Komunikasi merupakan akibat lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikiran yang kita ketahui kepada orang lain. Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
10
dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama dengan sesama warga. Mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan, dan mengarahkan masa depanserta memungkinkan manusia memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa kini dan masa yang akan datang. Ketiga, bahasa untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Melalui bahasa seseorang anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenal segala adatistiadat, tingkah laku, dan tata-krama masyarakatnya. Ia mencoba menyesuaikan dirinya (adaptasi) dengan semuanya melalui bahasa. Seorang pendatang baru dalam masyarakat pun harus melakukan hal yang sama. Bila ingin hidup tentram dan harmonis dibutuhkan penyesuaian diri, untuk itu diperlukan bahasa, yaitu bahasa masyarakat tersebut. Bila ia dapat menyesuaikan dirinya maka ia pun dengan mudah membaurkan dirinya (integrasi) dengan segala macam tata-krama masyarakat tersebut. Keempat, bahasa untuk mengadakan kontrol sosial. Kontrol sosial merupakan usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau diobsevasi), maupun yang bersifat tertutup (covert: yaitu Tingkah laku yang tidak dapat diobservasi). Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik jika dapat diatur dengan menggunakan bahasa. Semua tutur pertama-tama dimaksudkan untuk mendapat tangggapan, baik tanggapanyang berupa tutur, maupun tanggapan yang berbentuk perbuatan atau tindakan. Seorang pemimpin akan kehilangan wibawa, bila bahasa yang dipergunakan untuk menyampaikan intruksi atau penerangan kepada bawahannya, adalah bahasa yang kacau dan tidak teratur. Kekacauan dalam bahasanya
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
11
akan menggagalkan pula usahanya untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindaktanduk bawahannya.
C. Pragmatik 1.
Pengertian Pragmatik Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa
yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan (Verhaar: 2001: 14). Menurut Kridalaksana (2008: 198) pragmatik adalah syarat-syarat
yang
mengakibatkan
serasitidaknya
pemakaian
bahasa
dalam
komunikasi. Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur (Yule, 2006: 3). Menurut Depdiknas (2008: 1209) menyatakan pragmatik yaitu berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi atau tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa tentang makna yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya yang mengakibatkan serasi atau tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Jadi, makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
12
D. Praanggapan (Presupposition) 1.
Pengertian Praanggapan Yule (2006: 43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah
sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Levinson (dalam Nababan, 1987: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. Menurut Nababan menyatakan bahwa praanggapan berasal dari perdebatan dalam ilmu falsafah, khususnya tentang hakekat rujukan (apa-apa, benda/keadaan dan sebagainya) yang dirujuk atau dihunjuk oleh kata, frasa atau kalimat dan ungkapanungkapan rujukan (Lubis, 1993: 59). Sejalan dengan hal tersebut, Gottlob Frenge mengemukakan suatu penjelasan tentang hal ini yang masuk akal dan diterima oleh pakar-pakar waktu itu yaitu kalau ada suatu pernyataan, maka selalu ada praanggapan bahwa nama-nama atau kata benda yang dipakai baik sederhana atau majemuk, mempunyai suatu rujukan. Jikalau orang mengatakan Kepler meninggal dalam kesengsaraan, maka ada praanggapan bahwa nama “Kepler” merujuk kepada sesuatu benda atau menghunjuk kepada seseorang nyata (Lubis, 1993: 59). Stalnaker mengatakan bahwa praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh si pembicara dalam pembicaraan sebagai dasar pembicaraan (Lubis, 1993: 63). Praanggapan menurut Nababan istilah preposisi adalah turunan dari bahasa Inggris presupposition yang berarti perkiraan dan
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
13
prasangkaan (Mulyana, 2005: 14). Menurut Kridalaksana (2008: 198) praanggapan adalah syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya suatu kalimat. Sebuah kalimat dapat mempresuposisikan dan mengimplikasikan kalimat yang lain. Sebuah kalimat dikatakan mempresuposisikan kalimat yang lain ketidakbenaran kalimat yang kedua (yang dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama (yang mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. (Wijana, 1996: 37). Praanggapan itu sebenarnya diketahui benar tidaknya dengan ungkapan kebahasaan khususnya dengan ketetapan dalam peniadaan (constancy under negation) tetap kebenarannya walaupun kalimatnya ditiadakan. Contoh praanggapan dalam kalimat “Kuliah analisis wacana diberikan di semester V”. Dari kalimat tersebut maka dapat ditarik praanggapan bahwa Ada kuliah analisis wacana, dan Ada semester V. Andaikata kalimat ini kita negatifkan maka akan berbunyi “Kuliah analisis wacana tidak diberikan disemester V”. Walaupun kalimat tersebut dinegatifkan maka, praanggapannya tetap sama yaitu Ada kuliah analisi wacana, dan Ada semester V (Nababan dalam Lubis, 1993: 60). Dalam konteks dialog, Stalnager mengatakan bahwa praanggapan adalah “pengetahuan bersama” antara pembicara dan pendengar. Sumber praanggapan adalah pembicara. Artinya perkiraan pengetahuan tentang sesuatu dimulai oleh pembaca ketika pembicara tersebut mulai mengutarakan suatu tuturan. Hal itu bisa terjadi karena pembicara memperkirakan orang yang diajak bicara sudah mengetahui hal yang akan diucapkannya. Contoh: Joko : “Ayam bangkokku sudah laku lagi.” Amin : “Harganya seperti kemarin?.”
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
14
Dialog di atas memperlihatkan jika pembicara pertama tidak perlu mengutarakan terlebih dahulu suatu pemberitahuan bahwa ia mempunyai ayam bangkok. Hal itu dikarenakan, pembicara sudah beraanggapan (memperkirakan) bahwa orang yang diajak bicara sudah mengetahui hal dan maksudnya. Bahkan jawaban Amin mengisyaratkan, bahwa kemungkinan besar Amin sudah mengetahui ayam bangkok yang dijual temannya pada waktu sebelumnya. Oleh karena itu Amin tidak perlu bertanya lagi “Apa kamu punya ayam bangkok?” Contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan antara pembicara dengan pasangan bicaranya, maka akan semakin banyak kedua pihak berbagi pengalaman dan pengetahuan, dan semakin banyak pula praanggapan antara mereka yang tidak perlu diutarakan secara verbal. Oleh karena itu penggunaan praanggapan hanya ditunjukkan kepada pendengar yang menurut pembicara, memiliki pengetahuan seperti yang dimiliki pembicara. Dari beberapa pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa praanggapan diartikan secara berbeda dari tiap-tiap ahli bahasa. Tetapi, para ahli menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang.
Sehingga, penulis dapat
menyimpulkan dari berbagai pendapat bahwa fenomena tersebut penting untuk diteliti dengan mengkaji anggapan awal yang tersirat pada sebuah ungkapan kebahasaan sebagai bentuk respon awal pendengar dalam menghadapi ungkapan kebahasaan tersebut.
2.
Bentuk Praanggapan
a.
Praanggapan Semantik Praanggapan semantik adalah praanggapan yang dapat ditarik dari pernyataan
atau kalimat melalui leksikon atau kosakatanya. Contoh praanggapan semantik yaitu,
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
15
“Ade tidak jadi pergi, Sepeda motornya mogok” dari kata-kata yang ada dalam pernyataan tersebut maka dapat kita tarik praanggapan bahwa Ade seharusnya pergi dan Ade mempunyai sepeda motor. Contoh pernyataan lain adalah dalam kalimat “Dodo telah berhenti merokok”, dari kata-kata yang dipakai dalam pernyataan itu terkandung beberapa peranggapan yaitu “Dodo selama ini biasa merokok” dan “Dodo tidak merokok lagi”. (Chaniago, 1997: 2.15).
b. Praanggapan Pragmatik Chaniago (1997: 2.15) menyatakan bahwa praanggapan pragmatik adalah praanggapan yang ditarik berdasarkan atas konteks ketika suatu kalimat atau pernyataan itu diucapkan. Konteks disini dapat berupa situasi, pembicara, dan lainlain. Pada praanggapan pragmatik merupakan sesuatu hal yang sudah jelas diketahui dan menjadi pendapat orang banyak. Contoh praanggapan pragmatik yaitu pada percakapan sebagai berikut. Pada suatu waktu datang seorang tamu laki-laki ke rumah Tono. Tono adalah seorang direktur suatu perusahaan. Tono pun mempersilahkan tamu itu untuk masuk dan duduk diruang tamu. Tamu itu ternyata teman Tono ketika sekolah di SMA. Dia bernama Santo yang saat ini belum bekerja. Sambil duduk Santo mengatakan: Santo : “Aku merasa capai sekali karena berjalan kaki terlalu jauh. Tidak ada kendaraan.” Tono : (segera kebelakang mengambil air minum dan mempersilakan Santo meneguknya) “Silakan diminum Santo!” Santo : “Terima kasih kau tahu benar aku merasa haus.” Dari percakapan diatas dapat diketahui bahwa ketika Santo bercerita tentang proses sampainya kerumah Tono, Tono beranggapan bahwa Ada sesuatu yang diminta oleh
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
16
Santo dan Santo ingin minum. Selain itu, berdasarkan percakapan diatas dapat diketahui percakapan praanggapan semantik kalimat tamu ialah Santo merasa capai, dan tidak ada kendaraan di jalan. Dalam hal ini tampak perbedaan antara praanggapan semantik dan pranggapan pragmatik.
3.
Macam-macam Praanggapan Sumarno dalam (Chaniago, dkk. 1997: 4.21) memberikan beberapa contoh
macam praanggapan yaitu: (a) praanggapan yang menjelaskan gambaran yang ditentukan, (b) kata verba yang mengandung kenyataan (faktive), (c) kata verba implikatur, (d) kata verbal yang mengganti keadaan, (e) pengulangan, (f) kata waktu, (g) kalimat yang ada topik atau fokusnya, (h) kata bandingan, (i) aposisi renggang, (j) kondisional yang berlawanan, dan (k) praanggapan pertanyaan.
a.
Praanggapan yang Menyatakan Gambaran yang ditentukan Praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan adalah praanggapan
yang menerangkan, menunjukkan, dan memperlihatkan adanya suatu gambaran yang telah ditentukan dalam suatu kalimat atau ujaran. Contoh dalam kalimat “Tono (tidak) melihat orang yang berkepala dua”. Pada kalimat tersebut mengandung praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan yaitu “Ada orang berkepala dua.” Contoh lain yaitu “Anak belakang rumah itu anak Manja. Pada kalimat tersebut mengandung praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan yaitu “Ada anak dibelakang rumah.” Contoh tersebut adalah bentuk praanggapan yang didasarkan pada gambaran yang sudah ditentukan. Frase yang dicetak tebal tersebut
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
17
memberikan gambaran dari mana kalimat tersebut. Dengan demikian praanggapannya dapat digambarkan dari frase tersebut.
b. Kata Verba yang Mengandung Kenyataan (Faktive) Kata verba yang mengandung kenyataan (Faktive) merupakan kata verba (kata kerja) yang menggambarkan proses, perbuatan atau keadaan sesuai dengan fakta atau kenyataan yang ada. Contoh praanggapan kata verba yang mengandung kenyataan yaitu pada tuturan sebagai berikut, “(tidak) aneh kalau Amerika itu suka durian”. Kata tidak aneh dalam kalimat tersebut menunjukan bahwa kata tersebut mengandung kenyataan bahwa “Orang Amerika kebanyakan menyukai durian”. Maka praanggapan dari kalimat tesebut adalah “Orang amerika itu suka durian”. Contoh lain yaitu, “Marta (tidak) menyesal membuang benda itu” praanggapan dari kalimat tersebut adalah “Marta membuang benda itu”. Contoh tersebut merupakan bentuk praanggapan yang didasarkan pada kata verba yang mengandung kenyataan (factive). Perhatikan kata yang divetak tebal, kata kerja tersebut menyatakan suatu kondisi atau keadaa n.
c.
Kata Verba Implikatur Implikatur adalah arti atau aspek dari arti pragmatik. Dengan demikian hanya
sebagian besar saja arti dari literal (harfiah) itu yang turut mendukung arti sebenarnya dari sebuah kalimat, selebihnya berasal dari fakta-fakta disekeliling kita (atau dunia ini) menurut situasi dan kondisinya (Lubis, 1993: 67). Jadi, kata verba implikatur dapat diartikan sebagai kata verba atau kata kerja yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Contoh praanggapan yang merupakan kata verba implikatur yaitu terdapat dalam kalimat “Saya tidak lupa beli buku” kata
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
18
tidak lupa merupakan kata kerja implikatur dari kalimat tersebut, maka praanggapannya adalah “saya harus membeli buku.” Contoh lain yaitu,
“Saya
berhasil menipu anak itu” kata berhasil merupakan kata kerja implikatur, kata “berhasil” menunjukan bahwa “saya telah (terjadi) menipu anak itu,”
jadi
praanggapannya yaitu “saya menipu anak itu.” Contoh diatas adalah bentuk praanggapan yang didasarkan pada kata verba implikatur. Kata “(tidak) lupa” dan kata “berhasil” adalah kata kerja implikatur.
d. Kata Verbal yang Mengganti Keadaan Tarigan (2009: 101) menyatakan bahwa kata keadaan merupakan semua kata yang dapat dibuat atau dipakai dalam perbandingan dan komparasi. Jadi, kata verba yang mengganti keadaan merupakan kata kerja yang telah mengalami proses, cara atau perbuatan yang mengganti suatu keadaan. Contoh praanggapan yang merupakan kata verba yang mengganti keadaan yaitu terdapat dalam kalimat, “Dia sudah/belum berhenti membaca surat itu” kata dia sudah/belum berhenti menunjukan kata verba yang mengganti keadaan, atau menggambarkan keadaan yang dibentuk dari kata verbal. Jadi praanggapannya “dia membaca surat itu”. Contoh lain yaitu “Dia sudah/belum selesai membaca surat itu”. Praanggapannya sama yaitu “Dia membaca surat itu”. “Dia sudah/belum selesai” menggambarkan keadaan yang dibentuk dari kata verbal.
e.
Kata Verba yang Menyatakan Pengulangan Kata verba yang menyatakan pengulangan merupakan proses pengulangan
suatu keadaan, kejadian atau peristiwa atau aktivitas yang telah dilakukan sebelumnya. Contoh praanggapan yang menyatakan kata verba pengulangan yaitu
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
19
terdapat dalam kalimat, “Dia kembali berkuasa” dan pada kalimat “Dia (tidak) akan mencuri lagi”. Kata “ kembali dan (tidak) akan” pada kalimat tersebut menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan atau keadaan yang pernah terjadi. Jadi praanggapan pada kalimat pertama adalah “dia pernah berkuasa” dan praanggapan pada kalimat kedua adalah “dia pernah mencuri”.
f.
Praanggapan Kata Waktu Pranggapan berdasarkan kata waktu yaitu pranggapan yang menggambarkan
suatu keadaan waktu. Contoh praanggapan yang menyatakan waktu yaitu terdapat dalam kalimat “Aku tidak mencuci piring, ketika Ali tidur”. Praanggapannya Ali Tidur. “Sejak saya pindah ke Amerika, Amat (tidak) membenci Ibunya” Praanggapannya “Saya pindah ke Amerika.”Kedua kalimat tersebut menunjukan praanggapan waktu yang ditunjukkan pada kata “ketika” dan “sejak”. Karena kata sejak dan ketika merupakan kata penunjuk waktu.
g.
Kalimat yang Ada Topik atau Fokusnya Praanggapan berdasarkan kalimat yang ada topik atau fokusnya merupakan
praanggapan yang berisi pokok pembicaraan atau tema yang sedang dibicarakan. Contoh praanggapan yang didasarkan oleh kalimat yang mempunyai topik atau fokusnya yaitu terdapat dalam kalimat “(bukan) Ali yang mencuri uang itu” praanggapannya “Ali mencuri uang. ” Kalimat lainnya misalnya “Yang menyanyi itu bukan Ali” praanggapannya “ada orang yang menyanyi. ”Kata “(bukan) Ali” dan
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
20
“yang menyanyi itu” menunjukkan topik atau fokus dari kalimat tersebut. Dari kalimat-kalimat tersebut akan menghasilkan praanggapan seperti tersebut diatas.
h. Kata Bandingan Pranggapan
berdasarkan
bandingan
adalah
bentuk
pranggapan
yang
menggambarkan suatu perbandingan. Contoh praanggapan yang menyatakan perbandingan yaitu terdapat dalam kalimat “Anak saya (tidak) bisa melompat lebih jauh dari Ali”. Praanggapannya “Ali bisa melompat.” Contoh lainnya seperti “Anak saya (tidak) bisa melompat sejauh Ali”. Praanggapannya “Ali bisa melompat”. Kata ”sejauh” dan frase “lebih jauh” pada kalimat tersebut adalah bentuk kata perbandingan.
i.
Apposisi Renggang Aposisi adalah kata atau frase yang menjelaskan frase atau klausa lain yang
mendahuluinya. Sedangkan apposisi renggang merupakan kata atau frase yang dipakai dalam ungkapan yang dibatasi oleh jeda dalam ujaran atau oleh koma dalam tulisan (Kridalaksana, 2008: 18). Contoh praanggapan yang manggambarkan aposisi renggang yaitu terdapat dalam kalimat “Paijem, yang saya perkenalkan kepadamu kemarin, (tidak) akan pulang pagi ini”. Praanggapannya “saya memperkenalkan Paijem kepadamu kemarin.” Contoh kalimat lain yaitu “Pencuri itu, yang sedang ditangkap itu, masih muda”. Praanggapannya “orang itu ditangkap. ”Klausa “yang saya perkenalkan kapadamu kemarin” dan “yang sedang ditangkap itu” merupakan perluasan subjek yang dalam hal ini merupakan apposisi renggangnya.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
21
j.
Kondisional yang Berlawanan Kondisional yang berlawanan merupakan bentuk praanggapan yang maknanya
berlawanan atau bertentangan dengan makna yang lain. Contoh praanggapan yang dibengun
berdasarkan
kondisi
yang
berlawanan
yaitu
dalam
kalimat
“Kalau/Andaikata anak itu bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan terlambat”. Praanggapannya “Anak itu tidak bangun sebelum jam lima.” Atau kalimat “Kalau/Andaikata anak itu tidak bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan melihat pencurian itu. ” Praanggapannya “Anak itu bangun sebelum jam lima. ” Kata “kalau” atau kata “andaikata” pada kalimat tersebut adalah kata yang menunjukkan keadaan barlawanan. Kata-kata tersebut akan membentuk praanggapan seperti tersebut di atas.
k. Praanggapan Pertanyaan Praanggapan
pertanyaan
adalah
bentuk
praanggapan
yang dibangun
berdasarkan bentuk tanya. Contoh praanggapan yang menyatakan pertanyaan yaitu terdapat dalam kalimat “Kamu membeli apa di toko itu” kalimat tersebut merupakan kalimat tanya, dari kalimat pertanyaan tersebut akan muncul praanggapannya yaitu “kamu membeli sesuatu ditoko itu.” Contoh praanggapan pertanyaan yang lainnya yaitu kalimat “Apakah ibu sudah tidur?” Maka muncul praanggapan bahwa “Ibu tidur”.
E. Film 1.
Pengertian Film Pada Hakekatnya, film merupakan pengisahan kejadian dalam waktu. Tetapi
kejadian dalam film tidak berkonotasi pada “kelampauan”, melainkan berkonotasi pada “kekinian”, pada sesuatu yang “sedang” terjadi. Film juga termasuk medium
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
22
audio-visual, karena suara ikut berperan di dalamnya. Apakah itu suara manusia (dialog, monolog), suara musik, atau hanya sound effeck. Film berhubungan dengan suara manusia karena pelaku-pelaku dalam film adalah manusia. Sedangkan musik dibutuhkan untuk memperkuat irama film (Pamusuk, 1991: 16).
2.
Bagian-bagian dalam Film
a.
Tokoh Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998: 165) adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Nurgiyantoro (1998: 167-168) Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Tokoh cerita seolah-olah hanya sebagai corong penyampai pesan, bahkan merupakan refleksi pikiran, sikap, pendirian dan keinginankeinginan pengarang. Nurgiyantoro (1998: 176-177) mengemukakan dua jenis tokoh berdasarkan segi peran atau pentingnya tokoh yaitu: (1) Tokoh UtamaTokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritanya. Tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. (2) Tokoh Tambahan merupakan tokoh-tokoh yang dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitanya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
23
b. Penokohan Pada film terdapat tokoh-tokoh sebagai pelakunya. Film menampilkan tokohtokohnya secara analitik (langsung). Tokoh dalam film tidaklah dibangun dengan sebuah kata-kata, melainkan tokoh itu langsung hadir dihadapan penonton film, dengan pertolongan gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan di layar putih. Atau seperti yang dikatakan oleh Pudovkin dalam Pamusuk (1991: 29). Hal yang penting bagi penulis skenario bukanlah kata-kata yang ditulisnya, melainkan imaji visual (visual image) yang ditimbulkan oleh kata-kata tersebut. Dengan kata lain, penulis skenario tidak “bergulat” dengan kata-kata, melainkan “bergulat” dengan plastic material, dengan barang-barang atau benda-benda nyata visual yang bisa dipotret kamera. Dari penampilan tokoh-tokoh dalam film secara langsung itulah sehingga penonton mengetahui sifat (watak), sikap-sikap, dan kecenderungan-kecenderungan sang tokoh. Dengan kata lain, gambar-gambar yang nampak di layar putih akan berbicara sendiri mengenai tokoh-tokoh yang ada dalam film. Sifat seseorang dalam film dapat diungkapkan melalui benda-benda atau lingkungan sekitarnya. Banyak orang menonton film hanya satu kali karena prinsip ekonomis, maka tugas penulis skenario dan sutradaralah untuk menampilkan hal-hal yang mudah dikenali dan mudah diingat. Tokoh yang cocok untuk film adalah tokoh yang bersahaja, mudah diingat, dan mudah dikenal sehingga sutradara tidak perlu memperkenalkannya berkali-kali. (Asrul dalam Pamusuk, 1991: 30).
c.
Alur atau Plot Menurut Pamusuk (1991: 19) menyatakan bahwa plot merupakan pengisahan
kejadian dalam waktu. Hanya saja, harus ditambahkan unsur sebab-akibat. Dengan
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
24
demikian, alur adalah pengisahan kejadian dengan tekanan pada sebab-musabab. Sementara itu, menurut Nurgiyantoro (2007: 49) alur adalah jalan cerita atau rangkaian peristiwa yang sambung bersambung berdasarkan hukum sebab akibat yang secara erat berkaitan mendukung struktur cerita rekaan. Sebab sebuah alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi juga menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan sambung bersambungnya peristiwa maka terjadilah sebuah cerita. Menurut Pamusuk (1991: 23) bahwa film mempunyai keterbatasan ruang dan keterbatasan teknik. Jangka waktu putar film biasanya berkisar antara satu setengah jam hingga dua jam. Oleh karena itu film lebih sering memakai alur tunggal saja. Cara lain untuk memfilmkan cerita beralur ganda ialah dengan membuat film berseri. Sehingga sutradara film harus memperhatikan unsur tegangan (suspense), sehingga bisa memancing rasa ingin tahu penonton untuk mengikuti cerita film secara keseluruhan.
d. Lattar atau Setting Menurut Himawan (2008: 62) setting adalah seluruh latar bersama propertinya. Setting yang digunakan dalam film umumnya dibuat senyata-nyatanya dengan konteks ceritanya. Setting harus mampu meyakinkan penontonnya jika filn tersebut tampak sungguh-sungguh terjadi pada lokasi dan waktu sesuai konteks cerita filmnya. Salah satu hal yang mendukung dalam film adalah setting. Tanpa itu cerita pada film tidak mungkin dapat berjalan. Menurut Pamusuk (1991: 34) latar dalam film ditampilkan secara visual melalui gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan, sehingga apa yang terlihat di layar putih seolah-olah sedang terjadi dalam kehidupan sesungguhnya (kehidupan
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
25
nyata). Lattar dalam film juga mempunyai fungsi dramatik. Oleh sebab itu, seorang penulis skenario harus hati-hati dalam mencari dan memilih barang-barang atau benda-benda yang paling ekspresif, jelas, dan tepat diantara sekian banyak barangbarang atau benda-benda yang tersedia dalam kehidupan ini.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016