BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini dijelaskan teori yang diperlukan untuk merealisasikan sistem penyuara dengan cacat minimal. Penulisan landasan teori ini dikhusukan pada bagian-bagian penunjang yang diperlukan untuk meminimalkan cacat yang dapat terjadi pada penggunaan lebih dari satu jenis penyuara. Penjelasan dimulai dengan cacat yang dapat terjadi pada penggunaan lebih dari satu penyuara. Cacat yang terjadi dipisahkan menjadi cacat amplitudo dan cacat fase. Penjelasan dilanjutkan dengan untai L-pad, Zobel, dan crossover untuk meminimalkan cacat. Cacat amplitudo dan fase
2.1.
Pada penggunaan lebih dari satu penyuara pada sistem penyuara, masingmasing penyuara dapat memiliki kepekaan yang berbeda. Jika penyuara yang digunakan memiliki kepekaan yang berbeda, maka tanggapan magnitudo sistem penyuara menjadi tidak rata. Hal ini menyebabkan adanya cacat amplitudo karena adanya perbedaan tingkat kekerasan suara >±3 dB pada sistem penyuara. Fase sistem penyuara pada posisi pendengar bukan merupakan fase sistem penyuara itu saja. Fase yang diperoleh merupakan fase sistem penyuara ditambah dengan jarak yang ada. Fase tambahan akibat jarak disebut sebagai excess phase dan fase sistem penyuara itu sendiri disebut sebagai minimum phase. Untuk mengetahui selisih fase antar penyuara diperlukan minimum phase masing-masing penyuara dengan mengurangkan nilai excess phase pada total fase.[4] Penyuara memiliki tanggapan frekuensi yang terdiri dari magnitudo dan fase. Tanggapan fase penyuara dapat diketahui dengan fungsi fase :
6
7
di mana
merupakan faktor kualitas total penyuara,
, dan
merupakan frekuensi resonan dari penyuara. Sedangkan
, dan
merupakan frekuensi cutoff pada penyuara. Dengan diasumsikan pada frekuensi resonan nilai
dan nilai
= 0 karena nilainya sangat kecil maka diperoleh fase pada frekuensi resonan penyuara frekuensi cutoff nilai
. Kemudian dengan mengasumsikan pada dan nilai
karena nilainya
sangat kecil maka diperoleh fase pada frekuensi
cutoff penyuara
. Dari persamaan (2.1) dapat diperoleh fase saat menuju nilai negatif hingga
, ketika
menuju ke nilai negatif di mana saat menuju nilai negatif hingga
, kemudian diperoleh fase dari
. Nilai fase saat
diperoleh nilai fase dari
dari
, dan pada saat
menuju nilai negatif hingga
.
Gambaran plot tanggapan frekuensi magnitudo dan fase penyuara ditunjukkan pada Gambar 2.1 & 2.2.
Gambar 2.1. Bode plot tanggapan magnitudo penyuara
8
Gambar 2.2. Bode plot tanggapan fase penyuara
Penggunaan penyuara dengan jangkauan frekuensi yang berbeda masingmasing memiliki tanggapan fase yang berbeda. Perbedaan tanggapan fase antar penyuara dapat menjadi selisih fase ketika kedua penyuara berbunyi bersamaan. Cacat fase juga dapat disebabkan karena kumparan suara penyuara tidak terletak sebidang ketika terpasang pada kotak. Pada kondisi ini terdapat selisih jarak antar kumparan suara penyuara terhadap pendengar yang mengakibatkan penyuara dengan jarak lebih jauh memiliki fase tambahan akibat selisih jarak. Pada Gambar 2.3 ditunjukkan skema selsiih jarak kumparan suara antar penyuara yang terpasang pada kotak. Garis merah (a) menunjukan jarak kumparan suara tweeter terhadap pendengar dan garis biru (b) menunjukan selisih jarak antar kumparan suara tweeter dan woofer.
Gambar 2.3. Skema selisih jarak kumparan suara antar penyuara terhadap pendengar
9
2.2.
L-pad Penyuara yang digunakan dalam suatu sistem penyuara dapat memiliki tingkat kepekaan yang berbeda dan jika penyuara yang memiliki kepekaan
berbeda digunakan begitu saja maka tidak akan dapat menghasilkan tanggapan magnitudo yang rata atau mendekati sama keras. Untuk mengatasi bedanya tingkat kepekaan antar penyuara maka perlu diberikannya untai L-pad. Untai L-pad merupakan pembagi tegangan yang bertujuan untuk mengurangi besarnya isyarat suara yang masuk ke kumparan suara dari penyuara. Dengan masukan yang sama tingkat kepekaan yang dihasilkan penyuara yang diberi untai L-pad akan berkurang dan menjadi setara dengan penyuara lainnya yang digunakan pada sistem penyuara.[5]. Pada untai L-pad yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 perlu diperhatikan kepekaan dan impedansi dari penyuara. Kemudian ditentukan nilai impedansi yang diinginkan untuk digunakan pada tapis.
Gambar 2.4. Skema untai L-pad
Untuk menghitung hubungan tingkat kepekaan dengan bati tegangan digunakan persamaan :
10
Pada persamaan 2.2 di mana
bati tegangan, dan dB = kepekaan
maka diperoleh hubungan tingkat kepekaan yang diinginkan untuk dikurangkan dengan nilai bati tegangannya. Setelah diperoleh nilai bati tegangannya, dihubungkan dengan nilai hambatan yang diperlukan yaitu :
Di mana pada persamaan 2.3 nilai
merupakan nilai
hambatan total yang diinginkan pada untai L-pad. 2.3.
Zobel Impedansi pada penyuara tidak murni bersifat resistif tetapi ada perubahan terhadap frekuensi. Adanya perubahan tersebut mengakibatkan penurunan magnitudo pada tapis yang digunakan berubah. Perubahan impedansi pada closed-box driver midrange dan tweeter ditunjukkan dengan adanya kenaikan impedansi pada daerah frekuensi resonan yang dapat menjadi gangguan pada tapis yang digunakan. Gangguan yang dapat terjadi yaitu adanya kenaikan tanggapan magnitudo di sekitar frekuensi resonan apabila nilai cutoff tapis dekat dengan frekuensi resonan. Untuk mengatasi gangguan yang diakibatkan impedansi dari kumparan suara yang tidak murni resistif dapat juga dilakukan dengan penggunaan tapis dengan nilai cutoff cukup jauh dari frekuensi resonan penyuara, pada umumnya 2 oktaf di atasnya. Selain dengan cara tersebut dapat juga di atasi dengan penggunaan untai pencocokan yang dapat membuat impedansi dari kumparan suara bersifat mendekati resistif, umumnya untai pencocokan disebut juga dengan untai Zobel. Untai Zobel terletak antara crossover dan penyuara sehingga beban yang diterima tapis menjadi bersifat mendekati resistif. Pada Gambar 2.5 merupakan skema untai Zobel yang terhubung dengan untai persamaan kumparan suara penyuara. Pada frekuensi tinggi untai Zobel terdiri dari
. Untai ini digunakan untuk mengatasi sifat induktasi
11
kumparan
suara
pada
frekuensi
tinggi
di
. Pada frekuensi resonan penyuara, diberikan
mana dan
impedansinya beresonansi dan
dengan konfigurasi paralel terhadap kumparan suara. Dengan
untai tersebut dapat meredam kenaikan impedansi pada frekuensi resonan.
Gambar 2.5. Untai pencocokan dan persamaan kumparan suara
Dengan diasumsikan kumparan suara sebagai lossless inductor di mana open maka :
Persamaan di atas didapatkan dengan asumsi dan
,
,
,
, dan
open pada frekunsi rendah
aktif. Sedangkan pada frekuensi tinggi
open dan
,
aktif[5]. Pada Gambar 2.6 ditunjukkan contoh impedansi penyuara
di mana “a” tanpa untai Zobel dan “b” dengan untai Zobel.
12
Gambar 2.6. Impendasi penyuara tanpa dan dengan untai Zobel
2.4.
Crossover Crossover merupakan kombinasi beberapa tapis elektrik yang membagi
isyarat audio menjadi sebagian frekuensi yang sesuai dengan tanggapan frekuensi penyuara yang berbeda pada suatu sistem. Tapis pada crossover dapat dibedakan menjadi 3 : 1. Tapis lolos atas(Highpass) : tapis yang berfungsi untuk meloloskan frekuensi di atas frekuensi yang ditentukan. 2. Tapis lolos bawah(Lowpass) : tapis yang berfungsi untuk meloloskan frekuensi di bawah frekuensi yang ditentukan 3. Tapis lolos tengah(Bandpass) : tapis yang berfungsing untuk meloloskan rentang frekuensi tertentu dengan batas atas dan batas bawah yang ditentukan. Pada penggunaannya untuk sistem 2 jalur digunakan 2 penyuara yaitu tweeter yang menghasilkan frekuensi tinggi dengan baik diberikan tapis lolos atas dan woofer yang menghasilkan frekuensi rendah dengan baik diberikan tapis lolos bawah.
13
Crossover frequency atau titik potong antara 2 penyuara yang terhubung pada crossover yaitu nilai frekuensi yang merupakan titik perpotongan antar penyuara yang diberikan highpass dan penyuara yang diberikan lowpass saat memiliki tingkat kekerasan suara yang sama. Pada sistem 2 jalur, crossover frequency antara woofer dan tweeter umumnya antara 1.5k Hz sampai 3 kHz. 2.4.1.
Orde 1 Crossover yang paling sederhana yaitu crossover orde 1. Pada crossover ini memiliki kecuraman penurunan magnitudo 6 dB/oktaf dan terdapat pergeseran fase ±45° pada frekuensi cutoff. Untuk konfigurasi untai paralel crossover orde 1 ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Konfigurasi untai crossover orde 1 paralel.
Dengan diasumsikan nilai impedansi penyuara bersifat tetap atau murni resistif, maka memiliki fungsi pindah bati tegangan :
14
Di mana
dan
yang merupakan frekuensi
cutoff pada woofer dan tweeter. Dengan fungsi tersebut diperoleh nilai untuk masing komponen yaitu :
2.4.2.
Orde 2 Meskipun crossover orde 1 yang paling sederhana, tetapi memiliki penurunan magnitudo yang kecil. Umumnya tweeter dapat rusak jika diberikan isyarat audio yang besar di bawah frekuensi resonannya. Untuk mencegah rusaknya penyuara, crossover dengan orde lebih tinggi digunakan. Crossover orde 2 memiliki kecuraman penurunan magnitudo -12 dB/oktaf dan terdapat pergeseran fase ±90° pada frekuensi cutoff. Pada crossover orde 2 terdapat selisih fase sebesar 180° pada titik potong. Selisih fase yang ada menyebabkan terjadinya phase cancelation atau saling menghilangkan yang berdampak pada penurunan tanggapan magnitudo. Untuk mengatasi selisih fase yang ada dapat dilakukan pembalikan polaritas pada salah satu penyuara. Dengan pembalikan polaritas terjadi pergeseran fase 180° sehingga selisih fase yang sebelumnya terjadi dapat dihilangkan. Konfigurasi untai crossover orde 2 Gambar 2.8.
paralel ditunjukkan pada
15
Gambar 2.8. Konfigurasi untai crossover orde 2 paralel.
Dengan diasumsikan nilai impedansi penyuara bersifat tetap atau murni resistif, maka memiliki fungsi pindah bati tegangan :
Di mana
dan
yang merupakan frekuensi cutoff
pada woofer dan tweeter. Dengan fungsi tersebut diperoleh nilai untuk masing-masing komponen yaitu :
2.4.3.
Orde 3 Crossover orde 3 umumnya digunakan apabila penyuara memiliki power handling yang rendah untuk menghindari rusaknya penyuara. Crossover ini memiliki kecuraman penurunan tanggapan magnitudo 18 dB/oktaf dan terdapat pergeseran fase ±135° pada frekuensi cutoff.
16
Konfigurasi untai paralel crossover orde 3 ditunjukkan pada gambar 2.9 dan 2.10.
Gambar 2.9. Konfigurasi untai tapis lolos atas orde 3
Gambar 2.10. Konfigurasi untai tapis lolos bawah orde 3
Dengan diasumsikan nilai impedansi penyuara bersifat tetap atau murni resistif, maka memiliki fungsi pindah bati tegangan :
Di mana
dan
yang merupakan frekuensi cutoff
pada woofer dan tweeter. Dengan fungsi tersebut diperoleh nilai untuk masing-masing komponen dengan Butterworth yaitu :