BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang
lain, yang
berfungsi bersama-sama
untuk
mencapai tujuan tertentu. Secara sederhana, suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling berpengaruh satu sama lain. Sistem yang baik harus mempunyai tujuan dan sasaran yang tepat karena hal ini akan sangat menentukan dalam mendefenisikan masukan (input) yang dibutuhkan sistem dan juga keluaran (output) yang dihasilkan (Kristanto,2003).
2.2 Elemen Dasar Sistem Sebuah sistem memiliki tiga elemen dasar yang terdiri dari input, proses dan output. Hubungan antara elemen-elemen dalam sistem dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1. Elemen-elemen Sistem
Pada gambar 2.1 dapat diketahui bahwa tujuan, batasan dan kontrol merupakan bagian sistem yang memberi pengaruh terhadap proses input dan ouput. Masukan yang masuk dalam sistem akan diproses sehingga menghasilkan keluaran. Keluaran dianalisa dan akan menjadi umpan balik bagi si penerima lalu dari umpan balik ini muncul segala macam pertimbangan untuk masukan selanjutnya. Siklus ini akan berlanjut dan berkembang sesuai dengan permasalahan yang ada.
2.3 Definisi dan Tujuan Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan adalah suatu pendekatan sistematis pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta penentu yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang paling tepat (Kadarsah Suryadi, 2000). Menurut Dadan Umar Daihani (2001:54), konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) pertama kali diungkapkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael S.Scott Morton yang menjelaskan bahwa Sistem Pendukung Keputusan adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambil keputusan dalam memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang tidak terstruktur. Selain itu Efraim Turban mengemukakan bahwa Sistem Pendukung Keputusan merupakan sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan manajerial dalam situasi keputusan semiterstruktur. Dari beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa Sistem Pendukung Keputusan adalah suatu sistem informasi spesifik yang ditujukan untuk membantu manajer dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan yang bersifat semi struktur dan tidak terstruktur. Sistem ini memiliki fasilitas untuk menghasilkan berbagai alternatif yang secara interaktif dapat digunakan oleh pemakai. Sistem ini berbasis komputer yang dirancang untuk meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah yang bersifat semi terstruktur dan tidak terstruktur. Kata berbasis komputer merupakan kata kunci, karena hampir tidak mungkin membangun SPK tanpa memanfaatkan
II-2
komputer sebagai alat bantu, terutama untuk menyimpan data serta mengelola model. Menurut Turban (2005), Tujuan dari SPK adalah : 1. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan atas masalah semi terstruktur. 2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan bukannya dimaksudkan untuk menggantikan fungsi manajer. 3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang diambil manajer lebih daripada perbaikan efisiensinya. 4. Kecepatan
komputasi.
Komputer
memungkinkan
para
pengambil
keputusan untuk melakukan banyak komputasi secara cepat dengan biaya yang rendah. 5. Peningkatan produktivitas. Membangun satu kelompok pengambil keputusan, terutama para pakar, bisa sangat mahal. Pendukung terkomputerisasi bisa mengurangi ukuran kelompok dan memungkinkan para anggotanya untuk berada di berbagai lokasi yang berbeda-beda (menghemat biaya perjalanan). 6. Dukungan kualitas. Komputer bisa meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat. Sebagai contoh, semakin banyak data yang diakses, semakin banyak data yang diakses, makin banyak juga alternatif yang bisa dievaluasi. 7. Berdaya saing. Manajemen dan pemberdayaan sumber daya perusahaan. Tekanan persaingan menyebabkan tugas pengambilan keputusan menjadi sulit. 8. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam memproses dan penyimpanan.
2.4 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan Beberapa karakteristik sistem pendukung keputusan (Turban, 2005) adalah:
II-3
1. Sistem pendukung keputusan dapat membantu pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah terutama pada situasi semi testruktur dengan menyertakan penialaian manusia dan informasi terkomputerisasi. 2. Memberi dukungan untuk semua level manajerial. 3. Sistem pendukung keputusan meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan. 4. Sistem pendukung keputusan memberi dukungan untuk individu dan kelompok. 5. Dapat diadaptasi dan fleksibel. Karena pengguna dapat menambahkan, menghapus, mengubah atau menyusun kembali elemen-elemen dasar, dan dapat dimodifikasi untuk memecahkan masalah lain yang sejenis.
2.5 Komponen Sistem Pendukung Keputusan Definisi awal sistem pendukung keputusan menunjukan sistem pendukung keputusan sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan manajerial dalam situasi keputusan semi terstruktur. Sistem pendukung keputusan ditujukan untuk keputusan-keputusan yang memerlukan penilaian atau pada keputusan-keputusan yang tidak dapat didukung oleh algoritma (langkah-langkah praktis dalam penyelesaian masalah). Sistem pendukung keputusan memiliki tiga subsistem utama yaitu subsistem manajemen basis data, subsistem manajemen basis model, dan subsistem perangkat lunak penyelenggara dialog (Kadarsah Suryadi, 2000). Pada gambar 2.2 dapat dilihat komponen-komponen sistem pendukung keputusan serta hubungan antar masing-masing komponen. Pemakai atau pengguna sistem pendukung keputusan memiliki peran aktif dalam menjalankan sistem pendukung keputusan tersebut yang ditunjukkan dengan garis dua mata anak panah.
II-4
Gambar 2.2. Komponen-komponen Sistem Pendukung Keputusan
2.5.1 Subsistem Manajemen Basis Data Ada beberapa perbedaan antara basis data untuk SPK dan non-SPK. Pertama, sumber data untuk SPK lebih “kaya” dari pada non-SPK dimana data harus berasal dari luar dan dari dalam karena proses pengambilan keputusan, terutama dalam level manajemen puncak, sangat bergantung pada sumber data dari luar, seperti data ekonomi (Kadarsah Suryadi, 2000). Perbedaan lain adalah proses pengambilan dan ekstraksi data dari sumber data yang sangat besar. Dalam hal ini kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen basis data dapat diringkas sebagai berikut (Kadarsah Suryadi, 2000) : 1. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data. 2. Kemampuan untuk menambah sumber data secara cepat dan mudah.
II-5
3. Kemampuan untuk menggambar struktur data logikal sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai dapat mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan. 4. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personil. 5. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data. 2.5.2 Subsistem Manajemen Basis Model Salah satu keunggulan SPK adalah kemampuan untuk mengintegrasikan akses data dan model-model keputusan. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah model-model keputusan kedalam sistem informasi yang menggunakan basis data sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi diantara model-model (Kadarsah Suryadi, 2000). Salah satu persoalan yang berkaitan dengan model adalah bahwa penyusunan model seringkali terikat pada struktur model yang mengasumsikan adanya masukan yang benar dan cara keluaran yang tepat. Sementara itu, model cendrung tidak mencukupi karena adanya kesulitan dalam mengembangkan model yang terintegrasi untuk menangani sekumpulan keputusan yang saling bergantungan. Cara untuk menangani persoalan ini dengan menggunakan koleksi berbagai model yang terpisah, dimana setiap model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah yang sedang dihadapi (Kadarsah Suryadi, 2000). Kemampuan yang dimiliki subsistem basis model meliputi : 1. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah. 2. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan. 3. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen basis data (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat dialog, menghubungkan dan mengakses model).
II-6
2.5.3 Subsistem Manajemen Dialog Flaksibelitas dan kekuatan karakteristik SPK timbul dari kemampuan interaksi antar sistem dan pemakai, yang dinamakan subsistem dialog. Bennet mendefinisikan pemakai, terminal, dan sistem perangkat lunak sebagai komponen-komponen dari sistem dialog (Kadarsah Suryadi, 2000). Ia membagi subsistem menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam berkomunikasi dengan sistem. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti papan ketik (keyboard), panel-panel sentuh, joystick, perintah suara dan sebagainya. 2. Bahasa tampilan atau presentasi, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer, layar tampilan, grafik, warna, plotter, keluaran suara dan sebagainya. 3. Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai. Basis pengetahuan meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai agar pemakaian sistem bisa efektif. Basis pengetahuan bisa berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual dan sebagainya.
2.6 Pembangunan Sistem Pendukung Keputusan Menurut Simon, proses pengambilan keputusan meliputi tiga fase utama yaitu inteligensi, desain, dan kriteria atau pilihan. Ia Kemudian menambahkan fase keempat yakini implementasi (Turban, 2005). 2.6.1 Fase Inteligensi Intelegensi dalam pengambilan keputusan meliputi scanning (pemindaian) lingkungan, baik secara berkala ataupun terus-menerus. Inteligensi mencakup berbagai aktivitas yang menekankan identifikasi situasi atau peluang-peluang masalah. Tahapan dalam fase intelegensi antara lain identifikasi masalah (peluang), klasifikasi masalah, dan kepemilikan masalah. 2.6.2 Fase Desain Fase desain meliputi penemuan atau mengembangkan dan menganalisis tindakan yang mungkin untuk dilakukan. Hal ini meliputi pemahaman terhadap II-7
masalah dan menguji solusi yang layak. Tahapan dalam fase intelegensi antara lain memilih sebuah prinsip pilihan, mengembangkan (menghasilkan) alternatifalternatif, dan mengukur hasil akhir. 2.6.3 Fase Pilihan Pilihan merupakan tindakan pengambilan keputusan yang kritis. Fase pilihan adalah fase di mana dibuat suatu keputusan yang nyata dan diambil suatu komitmen untuk mengikuti suatu tindakan tertentu. Batas antara fase pilihan dan desain sering tidak jelas karena aktivitas tertentu dapat dilakukan selama kedua fase tersebut dank arena orang dapat sering kembali dari aktivitas pilihan ke aktivitas desain. Sebagai contoh, seseorang dapat menghasilkan alternatif baru selagi mengevaluasi alternatif yang ada. Fase pilihan meliputi pencarian, evaluasi, dan rekomendasi terhadap suatu solusi yang tepat untuk model. Sebuah solusi untuk sebuah model adalah sekumpulan nilai spesifik untuk variabel-variabel keputusan dalam suatu alternatif yang telah dipilih. 2.6.4 Fase Implementasi Pada hakikatnya implementasi suatu solusi yang diusulkan untuk suatu masalah adalah inisiasi terhadap hal baru, atau pengenalan terhadap perubahan. Definisi implementasi sedikit rumit karena implementasi merupakan sebuah proses yang panjang dan melibatkan batasa-batasan yang tidak jelas. Pendek kata, implementasi berarti membuat suatu solusi yang direkomendasikan bisa bekerja, tidak memerlukan implementasi suatu sistem komputer.
2.7 Multi Criteria Decision Making (MCDM) Multi Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuranukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. MCDM digunakan untuk melakukan penilaian atau menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif. (Kusumadewi dkk, 2006)
II-8
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah MCDM (Multi Criteria Decision Making), antara lain : 1. Somple Additive Weighting Method (SAW) 2. Weighted Product (WP) 3. ELECTRE 4. Technique for Order Preference by Similarity to Deal Solution (TOPSIS) 5. Analytic Hierarchy Process (AHP) Adapun yang metode yang digunakan pada penelitian Tugas Akhir ini adalah AHP (Analytic Hierarchy Process) dan TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Deal Solution).
2.8 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1970-an merupakan suatu metode dalam pemilihan alternatifalternatif dengan melakukan penilaian komparatif berpasangan sederhana yang digunakan
untuk
mengembangkan
prioritas-prioritas
secara
keseluruhan
berdasarkan ranking. AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk evaluasi atribut-atribut kualitatif. Atribut-atribut tersebut secara matematik dikuantitatif dalam satu set perbandingan berpasangan, yang kemudian
digunakan
untuk
mengembangkan
prioritas-prioritas
secara
keseluruhan untuk penyusunan alternatif-alternatif pada urutan ranking atau prioritas. Kelebihan AHP dibandingkan dengan metode yang lainnya karena adanya struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetail. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan (Saaty, 1990). Karena menggunakan input persepsi manusia, model ini dapat mengolah data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Jadi kompleksitas permasalahan yang ada di sekitar kita dapat didekati dengan baik oleh model AHP ini. Selain II-9
itu AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi objektif dan multi kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hierarki. Jadi model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komperehensif. Beberapa prinsip yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, diantaranya adalah: decomposition, comparative judgement, synthesis of priority dan logical consistency. 2.8.1 Decomposition (Menyusun Hirarki) Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsurunsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy).
Gambar 2.3 Struktur Hierarki AHP
Ada dua jenis hirarki yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirakri lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, maka dinamakan hirarki tak lengkap. Oleh karena itu, proses analisis ini dinamakan hierarki (hierachy).
II-10
Struktur hierarki AHP dapat dilihat pada Gambar 2.3. 2.8.2 Comparative Judgement (Perbandingan Tingkat Kepentingan) Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen matriks yang dinamakan comparison). Sebagai contoh pertanyaan
matriks
perbandingan ( pairwise
yang
biasa diajukan dalam
penyusunan skala kepentingan yaitu : a) Elemen mana yang lebih (penting/disukai) ? dan b) Berapa kali lebih (penting/disukai) ? Agar diperoleh skala yang benar ketika membandingkan dua elemen, seseorang yang akan memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan ini, digunakan acuan seperti pada tabel Skala Penilaian AHP (lihat Tabel 2.1). Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting daripada j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama pentingnya. 2.8.3 Synthesis of Priority (Menentukan bobot) Dari setiap pairwise comparison (matriks perbandingan) kemudian dicari eigen vectornya untuk mendapatkan bobot local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority terlebih dahulu. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan untuk memperoleh keseluruhan bobot atau prioritas melalui tahapan-tahapan berikut: II-11
a. Kuadratkan matriks hasil perbandingan berpasangan. b. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi matriks. Tabel 2.1 Skala Penilaian AHP (Saaty, 1980)
Nilai Itensitas Kepentingan
Definisi
Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen memberikan peran atau pengaruh yang sama besar
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya
5
Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lainnya
7
Elemen yang satu jelas sangat lebih penting dari elemen yang lainnya
9
Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya
2, 4, 6, 8
Nilai- nilai tengah diantara dua pertimbangan yang berdekatan
Bila kompromi dibutuhkan
Kebalikan
Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan suatu aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan aktifitas i
Nilai kebalikan yang diperoleh dari perbandingan antar kriteria yang telah ada sebelumnya.
Pengalaman dan pertimbangan sedikit mendukung satu elemen atas elemen yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap satu elemen atas elemen yang lainnya Satu elemen terlihat jelas dengan kuat didukung dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang menguatkan
2.8.4 Logical Consistency (Konsistensi Logis) Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Pada AHP hasil perhitungan konsistensi logis dapat dibenarkan jika nilai (CR) rasio konsistensi ≤ 0.1. II-12
Adapun langkah-langkah pemecahan masalah dalam metode AHP yaitu: 1. Mendefinisikan struktur hirarki masalah yang akan dipecahkan. Diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, dan kemungkinan alternatif- alternatif pada tingkatan paling bawah.
Gambar 2.4 Struktur Hirarki (Saaty, 1980)
2. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif
atau
pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang
setingkat di atasnya. 3. Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Skala perbandingan berpasangan dan penjelasan yang diperkenalkan oleh Saaty. 4. Normalisasi matriks perbandingan dan menentukan nilai eigen untuk setiap kriteria atau alternatif. Nilai eigen merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata (eigen value). Nilai ini adalah bobot awal untuk setiap elemen atau kriteria yang dibandingkan pada matriks perbandingan.
II-13
5. Uji konsistensi matriks keputusan. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Rasio konsistensi (concistency ratio) diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %. ∑
λ maks = =
CI
λ
-
CR =
(2.1) -
(2.2) (2.3)
Dimana,
∑ a : Jumlah semua baris pada matrix keputusan n
: Banyaknya elemen kriteria
CI
: Consistensy Index
RI
: Random Indek
CR : Consistensy Ratio, yaitu data yang CR nya kurang dari atau sama dengan 10% yang dianggap konsisten. Table 2.2 Nilai RI (Random Index)
n RI
1 0
2 0
3 0.58
4 0.9
5 6 7 8 9 10 11 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51
Pada metode AHP, tingkat inkonsistensi yang masih dapat diterima adalah sebesar 10% ke bawah. Jadi, Jika nilai CR<=0,1 (10%) maka hasil perbandingan preferensi konsisten dan sebaliknya
jika CR=>0,1 (10%), maka hasil
perbandingan preferensi tidak konsisten. Apabila tidak konsisten, maka terdapat 2 pilihan, yaitu mengulang perbandingan preferensi atau melakukan proses autokoreksi.
2.9 Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang pertama kali diperkenalkan oleh Yonn dan Hwang pada tahun 1981. Ide dasar dari metode ini
II-14
adalah bahwa alternatif yang dipilih memiliki jarak terdekat dengan solusi ideal positif dan yang terjauh dari solusi ideal negatif. TOPSIS memperhatikan jarak ke solusi ideal positif maupun jarak ke solusi ideal negatif dengan mengambil hubungan kedekatan menuju solusi ideal. Dengan melakukan perbandingan pada keduanya, urutan pilihan dapat ditentukan. Berikut ini adalah matriks C yang memiliki m alternatif dengan n kriteria, dimana x ij adalah pengukuran pilihan dari alternatif ke-i dalam hubungannya dengan kriteria ke-j.
C=
X 11 X 21 X m1
X 12 X 22
X 13 X 23
X m2
X m3
X 1n X 2 n ... X mn ... ...
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyelesaian masalah menggunakan metode TOPSIS adalah sebagai berikut: 1. Normalisasi matriks keputusan Setiap elemen pada matriks C dinormalisasi untuk mendapatkan matriks normalisasi. Setiap normalisasi dari nilai rij dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
rij
X ij m
(2.4)
x
2
ij
i 1
2. Pembobotan pada matriks yang telah dinormalisasi Secara matematis, weighted normalised matrix ini dapat diperoleh dengan rumus berikut ini:
y w .r j
ij
ij
(2.5)
Dimana: yi,j
: matriks normalisasi terbobot [i][j]
wj
: vektor bobot [j]
rij
: matriks ternormalisasi [i][j]
3. Menentukan solusi ideal dan solusi ideal negatif
II-15
Solusi ideal dinotasikan dengan
A+ dan solusi ideal negatif
dinotasikandengan A-. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dibawah ini: dengan i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n
1
2
n
_
_
_
1
2
n
( y , y ,.... y );
A
(2.6)
( y , y ,.... y );
A
(2.7)
Dimana
y
j
adalah : max min
y
j
y ,jika j adalah atribut keuntungan y , jika j adalah atribut biaya ij
ij
y , jika j adalah atribut keuntungan max y , jika j adalah atribut biaya
adalah : min
ij
ij
Pembangunan A+ dan A- adalah untuk mewakili alternatif yang most preferable ke solusi ideal dan yang least preferable secara berurutan. 4. Menghitung Separation Measure Separation measure ini merupakan pengukuran jarak dari suatu alternatif ke solusi ideal dan solusi ideal negatif. Perhitungan matematisnya adalah sebagai berikut: a. Rumus solusi ideal (S+)
s
n
(y j 1
ij
y j ) 2 ; i = 1,2,......m
(2.8)
b. Rumus solusi ideal negatif (S-)
s
n
(y j 1
ij
y j ) 2 ; i = 1,2,......m
(2.9)
5. Menghitung kedekatan relatif dengan solusi ideal Kedekatan
relatif
dari
alternatif
Ai
dengan
solusi
ideal
A+direpresentasikan dengan: Ci* =
Si
S i* S i
,
(2.10)
II-16
Dimana, 0 < Ci* < 1 dan i = 1, 2, 3, ..., m Dikatakan alternatif Ai dekat dengan solusi ideal apabila Ci* mendekati 1. Jadi Ci*=1 jika Ai=A+ dan Ci-=0 jika Ai = A-. 6. Mengurutkan pilihan Pilihan akan diurutkan berdasarkan pada nilai Ci* sehingga alternatif yang memiliki jarak terpendek dengan solusi ideal adalah alternatif yang terbaik. Dalam penelitian ini, AHP digunakan untuk membandingkan setiap kriteria dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Hasilnya adalah sebuah matriks keputusan yang menunjukkan nilai bobot masing-masing kriteria (bobot lokal). Pada tahap berikutnya metode TOPSIS digunakan untuk mencari nilai bobot dan perangkingan setiap alternatif (calon siswa) yang akan diproses ke dalam sistem. Sebelum perankingan, nilai bobot masing-masing alternatif akan dikalikan dengan nilai bobot untuk setiap kriteria yang telah didapatkan melalui perbandingan AHP. Secara garis besar, proses yang akan dilalui dalam menggunakan dua metode AHP-TOPSIS ini dapat dilihat pada blok diagram seperti Gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.5 Diagram Proses Metode AHP dan TOPSIS
II-17