BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Bejana Tekan Peralatan bejana tekan pada umumnya banyak digunakan dalam proses‐
proses di Refinery atau Petrochemical Plant (Unit Pengolahan minyak atau Pengolahan pupuk). Peralatan tersebut digunakan untuk menyimpan gas, cairan berbahaya dan mudah terbakar, selain itu juga dipakai diantaranya sebagai :
Thermal reactor atau catalytic reactor untuk menampung perubahan kimia yang dibutuhkan proses
Fractionator untuk memisahkan bermacam‐macam constituent yang dihasilkan dalam reaksi.
Separator untuk memisahkan gas‐gas, chemical atau catalyst dari produk.
Surge drum untuk menampung cairan.
Setling drum untuk memisahkan chemical dari treated produk.
Regenerator untuk mengembalikan catalyst atau chemical ke sifat‐ sifat aslinya.
Exchanger, condenser, cooler atau dalam bentuk tipe bejana untuk kegunaan lainnya.
Yang dimaksud dengan bejana tekan adalah bejana yang termasuk dalam lingkup ASME Code Section VIII yang bekerja pada tekanan design baik eksternal ataupun internal lebih dari 10503.08 kg/m2. Tekanan luar pada bejana dapat disebabkan oleh tekanan fluida antara outer jacket (dinding luar) dengan dinding bejana. Bejana yang bekerja dengan tekanan luar biasanya diperiksa dengan cara yang sama seperti bejana yang bekerja dengan tekanan dalam.
‐ 7 ‐
2.1.1 Tipe bejana tekan Bejana tekan dirancang dalam berbagai bentuk seperti silinder (flat, conical, toriconical, torispherical, semiellipsoidal atau hemispherical head), spherica, atau box dengan flat rectangular atau flat square plate head seperti untuk header air‐cooled exchanger. Pada umumnya bejana tekan yang digunakan di unit pengolahan minyak bumi berupa antara lain :
Column dan tower (tabung tinggi).
Drum & Reactor
Heat exchanger (penukar panas), condenser (pendingin) dan air cooler (pendingin udara).
Gambar 2.1 Bejana tekan type drum dengan posisi horizontal Sumber. Website : www.haston‐stell.com Bejana tekan dengan bentuk silinder dengan posisi vertikal maupun horisontal, termasuk exchanger (Penukar kalor) dan condenser (Pendingin), dalam konstruksinya akan diperkuat oleh baja kolom (Baja I).
‐ 8 ‐
Gambar 2.2 Bejana tekan Heat Exchanger type Shell & Tube Sumber. Website : www.heatexchangermanufacturer.com 2.1.2 Metoda konstruksi bejana tekan Sebelum teknologi pengelasan berkembang, riveting merupakan metoda konstruksi yang paling umum digunakan. Tipe sambungan konstruksi rivet berupa lap. Untuk mencegah kebocoran, ujung‐ujung sambungan dan kepala rivet di caulk (kepala rivet di padatkan) namun pada temperatur tinggi sangat sulit untuk menjaga hasil caulk ini kencang dan biasanya cenderung untuk terjadi kebocoran. Setelah teknik pengelasan dikembangkan, deposit las yang tipis sering diberikan pada ujung‐ujung caulk. Meskipun beberapa bejana dengan tipe sambungan seperti ini masih dijumpai di kilang minyak tua, metoda konstruksi sambungan rivet saat ini sudah jarang digunakan. Saat ini bermacam‐macam metoda digunakan untuk membuat bejana, dapat dikatakan hampir semuanya bejana dibangun dengan konstruksi sambungan las. Cylindrical shell (cangkang silinder) dibentuk dengan mengelaskan ujung‐ujung plat yang telah diroll pada temperatur kamar atau temperatur tinggi.
‐ 9 ‐
Hot Forging
Heat Treatment
Gambar 2.3 Metode pembuatan bejana tekan dalam proses hot forging dan heat treatment. Sumber. Website : www.jsw.co.jp Hot forging adalah metoda konstruksi lainnya dalam pembuatan bejana silinder. Beberapa manufaktur bejana membentuk cangkang silinder dengan Pemberlakuan panas untuk bejana bertekanan tinggi dan berdinding tebal. 2.1.3 Kontruksi Material Carbon steel merupakan material yang banyak dipakai untuk konstruksi bejana bertekanan. Untuk hal‐hal tertentu digunakan material austenitic atau ferritic alloy, monel alloy, nickel, titanium, high nickel alloy, atau aluminum alloy. Copper dan copper alloy jarang digunakan pada bejana‐bejana di unit pengolahan tetapi mungkin ditemukan pada bejana di petrochemical plant (Industri pengolahan pupuk). Bila material carbon steel tidak tahan terhadap erosi atau korosi yang perkirakan terjadi atau akan menyebabkan kontaminasi terhadap produk maka bejana dapat dilapisi dengan logam lain atau material bukan logam. Logam pelapis dapat digunakan dari bahan ferritic alloy, monel alloy, nickel, lead, atau metal lainnya yang tahan terhadap korosi. Bejana yang dilapisi biasanya lebih murah dibandingkan bila menggunakan material yang tahan terhadap korosi dan erosi secara utuh.
‐ 10 ‐
Logam pelapis dapat dipasang dengan berbagai cara, sebagai bagian penting dari material pelat rol sebelum fabrikasi bejana atau pelat logam terpisah yang dilekatkan ke bejana dengan cara pengelasan. Logam tahan korosi metal juga dapat dipasang pada permukaan bejana dengan bermacam‐macam proses pengelasan. Pelapis bukan logam boleh digunakan untuk menahan korosi dan erosi atau untuk menyekat dan menurunkan temperatur dinding bejana tekan. Bahan pelapis bukan logam yang banyak digunakan untuk maksud tersebut antara lain reinforced concrete (beton), acid brick (batu bata), material refractory (material yang keras), material isolasi, karet, gelas, dan plastik. 2.1.4 Bagian dalam bejana tekan Banyak bejana tekan tidak mempunyai internal part (bahan bagian dalam). Beberapa bejana tekan mempunyai heat exchanger (penukar kalor) atau reboiler pada area shell sisi bawah. Exchanger (penukar) mempunyai internal tube bundle (jumlah pipa hisab) dilengkapi dengan baffle (penyekat) yang bervariasi dengan service dan kebutuhan penukaran kalor dirancang. Gambar 2.4 Bagian dalam pada Heat Exchanger. Sumber. API 572, Inspecton of pressure vessel
‐ 11 ‐
2.1.5 Standar konstruksi Bejana tekan dibangun mengacu pada ASME Code Section VIII (American Standard Material & Engineering) dibagi kedalam 2 (dua) bagian. ASME Code Section VIII Division‐2 menyediakan aturan‐aturan alternatif namun lebih ketat untuk design (perencanaan), fabrikasi dan inspeksi dibandingkan dengan ASME Code Section VIII Division‐1. Beberapa bejana tekanan tinggi dirancang dan dibangun sesuai spesifikasi ASME Code Section VIII Division‐2. Baik ASME Code Section VIII Division‐1 dan Division‐2 mensyaratkan pembuatan bejana tekan harus mempunyai sistem pengontrolan kualitas. Sebelum pembuatan mendapatkan sertifikat kuasa dari ASME, pedoman tertulis harus tersedia dan sistem diimplementasikan. Sistem pengontrolan kualitas memerlukan rincian dokumentasi dari pengujian, test, dan data‐data yang terkait dengan bejana serta tersedia data riwayat bejana dibangun. Dokumentasi manufaktur ini sangat membantu dalam melakukan evaluasi terhadap bejana saat penggunaannya. ASME Code menyediakan list material yang boleh digunakan untuk konstruksi, memberikan formula untuk menghitung ketebalan, menyediakan aturan‐aturan dalam metoda konstruksi, dan menetapkan prosedur untuk pengetesan bejana yang telah selesai dibangun. Pemeriksaan dibutuhkan selama konstruksi bejana dan pengetesan. Code juga menjelaskan kualifikasi personal yang melakukan pemeriksaan konstruksi. Setelah inspektor konstruksi yang berkualifikasi mensertifikasi bahwa bejana telah dibangun dan ditest seperti yang disyaratkan oleh ASME Code, pembuat diberi wewenang untuk men‐stamp bejana dengan simbol ASME Code. Stamp simbol pada bejana tekan merupakan jaminan bahwa bejana telah dirancang, dikonstruksi, ditest, dan diperiksa seperti yang disyaratkan dalam ASME Code. Code untuk konstruksi secara periodik direvisi karena sebagai penyempurnaan terhadap perancangan dari bejana tekan dan karena material
‐ 12 ‐
konstruksi baru berhasil dikembangkan. Bejana tekan harus dipelihara menurut ketentuan‐ketentuan ketika bejana di rancang dan dikonstruksi. 2.1.6 Inspeksi pemeliharaan Tindakan pencegahan penting dalam pemeriksaan bejana tekan karena laluan dan ruangan terbatas pada bejana. Untuk pemeriksaan bagian dalam, bejana harus diisolasi dari semua sumber cairan, gas atau uap. Sebelum dimasukan bejana harus dibersihkan dan diberi ventilasi secukupnya. Bila dibutuhkan, peralatan proteksi harus dipakai yang melindungi mata, lambung dan anggota tubuh lainnya dari bahaya yang ada. Peralatan nondestructive testing (pengujian tanpa merusak) yang digunakan untuk keperluan pemeriksaan harus memenuhi ketentuan keselamatan kerja dalam lingkungan bahaya gas. Sebelum pemeriksaan dimulai semua orang yang bekerja di sekitar bejana harus diberi informasi bahwa ada yang akan bekerja di dalam sebaliknya yang bekerja didalam bejana juga harus diberitahu bila ada pekerjaan yang sedang berlangsung diluar bejana. Peralatan kerja dan personal keamanan yang dibutuhkan untuk keperluan pemeriksaan bejana harus dicek sebelum melakukan pemeriksaan. Peralatan lainnya yang mungkin dibutuhkan seperti scaffolding dan portable ladder harus tersedia. 2.2
Pengertian korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin corrodete yang artinya perusakan
logam atau berkarat. Jadi jelas korosi sudah dikenal sejak lama dan sangat merugikan bagi yang belum menghayati peristiwa kurang mendapat perhatian, sehingga dianggap hal yang biasa. Tetapi setelah di ketahui ada peralatan bejana tekan yang meledak, pipa gas yang bocor dan semuanya disebabkan oleh korosi, maka baru disadari bahwa korosi perlu mendapat perhatian khusus.
‐ 13 ‐
Korosi juga didefinisikan secara umum adalah degradasi bahan (umumnya logam) atau sifatnya karena bereaksi dengan lingkunganya. Logam pada umumnya berasal (dihasilkan) dari mineral, yang keberadaannya di alam lebih stabil dari pada logam. Untuk mendapatkan logam, orang pada umunya menambahkan energi, sehingga logam sebenarnya berada pada kedudukan energi yang tinggi. Oleh sebab itu logam sebenarnya dalam kondisi metastabil dan selalu cenderung akan kembali ke alam atau kebentuknya semula sebagai mineral, seperti diilustrasikan pada Gambar. 2.5
LOGAM
E
KOROSI TEK. ANTI KOROSI
MINERAL
t
MINERAL
Gambar 2.5 Proses kembalinya logam ke alam Sumber. Dasar‐dasar korosi, A Sulaiman. Korosi terjadi bila dipermukaan logam terdapat stratifikasi energi atau perbedaan sifat elektrikal yang dinyatakan dalam potensial. Bagian‐bagian (daerah‐daerah) yang berenergi lebih tinggi dari sekitarnya cenderung akan terkorosi, yang berenergi lebih rendah. sebaliknya atau tidak terkorosi. Jadi bila suatu logam terkorosi, ada bagian‐bagian yang tidak terkorosi. Dalam pengertian elektrikal, bagian yang terkorosi mempunyai potensial yang lebih rendah, sedang yang tidak terkorosi adalah bagian yang potensialnya
‐ 14 ‐
lebih tinggi. Kondisi heterogenitas potensial pada permukaan logam dapat dikatakan selalu ada, oleh karena itu korosi akan selalu terjadi. Semua proses korosi pada hakekatnya adalah proses galvanik, atau terjadi karena di permukaan logam terdapat perbedaan potensial. 2.2.1 Aspek Keuangan korosi Kebanyakan pengkajian serius atas biaya korosi di inggris dilaksanakan oleh Komite Pemerintah untuk korosi dan proteksi. Ringkasan laporan yang di buat disajikan pada tahun 1971 dalam tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1
Biaya secara nasional yang di keluarkan di Inggris untuk kerugian akibat korosi dan upaya pengendalian korosi dalam tahun 1971 (Sumber: HMSO)
Sumber. Korosi, John Chamberlain Industri Bangunan Makanan Rekayasa Umum Departemen pemerintah Perkapalan Pemurnian logam Minyak dan Kimia Daya Listrik Perhubungan Air Total
Taksiran biaya ($ juta p. thn) 250 40 110 55 280 15 180 60 350 25 1365
Taksiran penghematan 50 4 35 20 55 2 15 25 100 4 310
Besarnya biaya korosi sebagaimana tampak dalam tabel 2.1 mula‐mula memang mengejutkan. Bagaimana mungkin biaya penggantian komponen‐ komponen yang terkena korosi bisa sedemikian besar? Kesalahan yang sering di buat dalam hal ini adalah perhitungan biaya korosi hanya menyangkut
‐ 15 ‐
penggantian. Biaya korosi hampir selalu lebih besar dari biaya sesungguhnya untuk penggantian. Bagi Negara‐negara berkembang biaya korosi diperkirakan ~ 2 milyar dolar / th.(1996) dan biaya korosi dapat dihemat 20 ‐ 25 % bila teknologi anti korosi diterapkan dengan benar (untuk negara industri). Untuk Indonesia, ditinjau dari segi penerapan teknologi anti korosi yang dapat dikatakan masih belum memadai, penghematan lebih dari 25 % mungkin dapat dicapai. Bila dianggap 25% dapat dihemat, ini berarti : 25 % x $ 2.000.000.000 = $ 500.000.000 per tahun Oleh karena itu setiap usaha pengendalian korosi sangat penting dan bisa menghemat maka seharusnya digalakkan dan didukung untuk pengendalian korosi dengan teknologi yang ada. (Sumber. Dasar‐dasar korosi, A Sulaeman) 2.2.2 Korosi adalah penurunan mutu logam akibat elektrokimia dengan lingkungannya. Hasil korosi energi rendah memang tidak sama dengan bijih, walupun mungkin serupa, seperti dalam kasus besi oksidasi dan karat, dan energi‐energi pada bijih dan pada hasil korosi tampaknya sebanding. Dalam korosi di lingkungan air, kedua reaksi terjadi di daerah antar muka antara bahan padat dan bahan cair, reaksi yang mnghasilkan yang menghasilkan elektron di sebut reaksi anoda, juga disebut proses oksidasi sedangkan reaksi yang mengkonsumsi elektron adalah reaksi reduksi. Reduksi logam / ion :
Cu2+ + 2e Cu
Fe3+ + e Fe
Anoda biasanya tekorosi dengan melepaskan elektron‐elektron dari atom‐atom logam netral untuk membentuk ion‐ion yang bersangkutan. Reaksi korosi suatu logam M biasa dinyatakan dalam persamaan sederhana:
M Mn+ + ne
‐ 16 ‐
Dengan banyaknya elektron yang diambil dari masing‐masing atom ditentukan oleh valensi logam bersangkutan. Umumnya, n = 1,2 atau 3. Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walupun mungkin menderita kerusakan dalam kondisi‐kondisi tertentu tergantung pH larutan yang bersangkutan, adalah :
pH < 7 : H+ + e‐
2H
H (atom) H2 (gas) ‐
pH ≥ 7 : O2 + 2 H2O + 4 e
4 OH‐
Reaksi anodik dapat melibatkan satu atau lebih unsur logam tergantung paduannya, sedang reaksi‐reaksi katodik tiga pertama yang penting. Gb.2.6 mengilustrasikan proses korosi tersebut.
K
H2O O2 H+ M++
e e e
M ++ M++
Gambar 2.6. Ilustrasi dari proses korosi Sumber. Dasar‐dasar korosi, A Sulaiman. Bila korosi terjadi di daerah anodik terjadi pelepasan ion atau muatan positif ke lingkungan, sehingga lingkungan mejadi lebih bersifat positif, sedangkan logam menjadi lebih negatif. Karena suatu sistem cenderung untuk menjaga kenetralan, maka di tempat lain di logam yaitu di daerah katodik
‐ 17 ‐
penangkapan elektron oleh ion positif dalam lingkungan. Kedua proses ini menciptakan suatu aliran listrik arus searah seperti diilustrasikan pada Gb.2.7 berikut.
Gambar 2.7. Aliran listrik pada proses korosi Sumber. www.corrosion‐doctors.org Dari gambar tersebut di atas dengan jelas dapat kita fahami bahwa korosi terjadi di permukaan logam di mana arus listrik meninggalkan logam,yaitu di daerah anodik di mana terjadi oksidasi. Di tempat lain, di mana arus listrik masuk ke logam korosi tidak terjadi, yaitu daerah katodik, di mana terjadi reduksi. 2.3
Bentuk korosi Umumnya bentuk‐bentuk serangan korosi diklasifisikan dalam berbagai
bentuk, bila ditinjau dari tampilan logam yang terkorosi. Untuk korosi basah, bentuk‐bentuk korosi ini adalah :
‐ 18 ‐
2.3.1 Korosi merata Serangan korosi bentuk ini merata di seluruh permukaan, yang mudah sekali dilihat, dan mudah juga menentukan umur suatu logam yang terkorosi merata. Penanggulangan korosi tipe ini dapat dilakukan dengan cara, diantaranya : a. Mengganti dengan logam yang tepat b. Dengan lapis lindung c. Proteksi katodik d. Inhibitor 2.3.2 Korosi sumur Korosi bentuk sumur terjadi karena suatu serangan yang intensif setempat. Sumur‐sumur tadi dapat berdekatan atau terpisah jauh. Korosi tipe ini biasanya terjadi dalam lingkungan tertentu, misalnya, air yang mengandung klorida, larutan yang mengandung ion‐ion Fe3+ dan Cu2+ dan klorida, dan bakteri pereduksi sulfat. Korosi sumur cenderung terbentuk dalam air tenang, dan sumuran terjadi karena ada proses otokatalitik. Baja tahan karat lebih peka terhadap serangan korosi sumur dibandingkan dengan logam lain. Baja biasa dapat terserang korosi sumur di sekitar inklusi sulfida dan pada aluminium korosi sumur terjadi karena adanya daerah‐daerah bersifat katodik seperti Si, FeAl3, Cu dan CuAl2. 2.3.3 Korosi galvanis Dalam suatu konstruksi, kadang‐kadang sangat sulit menghindarkan penggunaan lebih dari satu jenis logam yang menghindarkan penggunaan lebih dari satu jenis logam yang berhubungan satu dengan yang lain. Hal ini akan menimbulkan korosi galvanis, yang disebabkan oleh perbedaan potensial antara dua logam tersebut. Korosi galvanis ini dapat diramalkan dengan mengetahui
‐ 19 ‐
perbedaan potensial antara dua logam yang saling berhubungan tersebut. Biasanya kalau perbedaan potensial kurang dari 0,05 V, korosi galvanis diabaikan. Perbedaan luas antara logam yang bersifat anodik dan katodik berperan besar. Perbandingan anodik/katodik yang lebih kescil sangat berbahaya karena korosi akan berlansung intensif, oleh karena itu kita harus menjaga perbandingan tersebut sebaliknya. Konduktivitas listrik dari lingkungan juga berperan penting. Bila konduktivitasnya tinggi, maka serangannya merata, tetapi bila rendah, dapat terjadi serangan lokal. 2.3.4 Korosi selektif Korosi tipe ini terjadi karena terlarutnya logam pemadu yang bersifat lebih anodik dari suatu paduan. Misalnya seng akan terlarut dari paduan kuningan, Si dan Al terlarut dari perunggu, atau Fe dari besi tuang. Logam yang lebih mulia tetap dalam bentuk logam dan obyek yang terkorosi tetap tinggal dalam bentuk asalnya, tetapi kekuatan mekaniknya hilang. 2.3.5 Korosi antarbutir Korosi tipe ini serangannya mengikuti batas butir (kristal). Dalam kondisi normal, batas butir sedikit lebih bersifat anodik, dari pada lainnya, dan korosi yang terjadi tipe merata. Tetapi karena suatu perlakuan terhadap paduan, di batas butis dapat tercipta daerah‐daerah anodik dan katodik, sehingga terjadilah serangan korosi di batas butir. Sebagai contoh baja tahan karat austenitik yang mengalami sensitisasi antara suhu 400°C ‐ 8500°C akan terserang korosi antar butir. Karbida krom (Cr23C6) cenderung akan terendapkan sepanjang batas butir, dan matriks didekatnya akan kekurangan krom menjadi seperti baja karbon biasa, yang bersifat lebih anodik dan akan terkorosi dalam lingkungan klorida atau asam.
‐ 20 ‐
2.3.6 Korosi celah Korosi celah adalah korosi yang terjadi pada celah‐celah. Pada dasarnya korosi ini terjadi karena perbedaan konsentrasi oksigen antara daerah‐daerah yang berbeda dalam atau mengandung elektrolit. Seperti kita ketahui, adanya kandungan oksigen akan memungkinkan reaksi katodik : O2 + 2H2O + 4e (4OH‐ ). Pada suatu celah, bagian yang langsung berhubungan dengan udara akan mempunyai konsentrasi oksigen yang lebih tinggi dan daerah ini bersifat katodik. Bagian sebelah dalam yang bersifat lebih anodik akan terkorosi. 2.3.7 Korosi retak (tegang) Korosi tipe ini merupakan hasil aksi gabungan antara tegangan tarik dan lingkungan korosif. Kegagalan yang disebabkan oleh korosi tipe ini biasanya mendadak dan katastropis. Tipe‐tipe dari korosi retak dalam lingkungan basah adalah : a.
hydrogen induced cracking
b.
corrosion fatigue
Retakan biasanya merupakan garis halus tegak lurus terhadap arah tegangan maksimum. Permukaan tetap halus, dan produk korosi tetap tinggal dalam retakan. Peretakan bersifat antarbutir atau transbutir. Karakteristik dari retakannya adalah berawal dari satu titik kemudian makin ke dalam makin bercabang. Sifat lain dari korosi tipe ini adalah bahwa suatu paduan logam tertentu terkorosi dalam lingkungan tertentu yang spesifik. Misalnya paduan tembaga terkorosi tipe ini dalam lingkungan amonia, baja karbon dalam larutan alkalis, baja tahan karat dan paduan aluminium dalam air laut atau yang mengandung klorida. Hydrogen induced cracking adalah suatu tipe korosi berbentuk retakan karena masuknya atom hidrogen ke dalam logam. Pada proses korosi di lingkungan asam, reaksi katodik akan menghasilkan atom hidrogen, yang dapat membentuk gas dan kemudian lepas atau kemungkinan masuk ke dalam kisi‐kisi
‐ 21 ‐
logam, yang kemudian membentuk gas H2 dalam logam, dan menyebabkan terbentuknya suatu blister. H+ + e → H H + H → H2 (gas hydrogen) Serangan semacam ini disebut hydrogen blistering. Bentuk korosi tipe lain adalah hydrogen embrittlement (perapuhan hidrogen), dimana atom hidrogen disini tidak menbentuk gas H2, melainkan tetap sebagai atom yang menempatkan diri di daerah‐daerah dislokasi, dan menyebabkan logam menjadi rapuh. Atom hidrogen yang masuk ke dalam logam dan membentuk gas H2 atau dalam baja mungkin CH4 dapat menimbulkan retakan karena tekanan gas tersebut makin besar, atau sebagai akibat tekanan berasal dari luar. Kehadiran As, Se, Ti, Bi, S dan Sb dalam baja akan menghambat reaksi : H + H (H2) pada permukaan logam, dan hal ini akan memperbesar peluang penetrasi hidrogen atom ke dalam logam. Dalam lingkungan sulfida, S= juga dapat menghambat reaksi tersebut di atas, dan dapat menimbulkan “peretakan hidrogen” dalam baja. Corrosion fatigue adalah tipe korosi yang disebabkan oleh aksi gabungan antara lingkungan korosif dan tegangan siklis. Logam akan gagal karena lelah, tetapi bila ia berada dalam lingkungan korosif, kegagalan akan dipercepat. Korosi tipe ini dipengaruhi oleh suhu, pH, kandungan oksigen dan komposisi dari lingkungan. 2.3.8 Korosi gesekan/benturan Tipe korosi ini merupakan akibat dari lingkungan korosif dan adanya gesekan, benturan, atau aliran fluida. Jenis‐jenis korosi ini adalah korosi erosi, korosi kavitasi, korosi gesekan, korosi benturan. Korosi erosi terjadi dalam fluida yang mengalir. Karena adanya aliran, produk korosi terenyahkan dari permukaan, permukaan tidak rata lagi dan
‐ 22 ‐
terjadi turbulensi yang cenderung menyebabkan serangan korosi lokal, seperti misalnya pada daerah‐daerah las. Permukaan yang terkorosi biasanya mengkilap dan bentuknya undercut pit. Paduan yang membentuk lapisan pasif dapat terserang korosi erosi. Korosi tipe ini biasa dialami pada belokan, pompa, kran, baling‐baling, dan sebagainya. Serangan makin parah bila fluida mengandung partikel padatan. Korosi kavitasi, terjadi bila gelembung uap dalam cairan yang sangat cepat pecah dekat permukaan logam, menimbulkan tekanan yang sangat tinggi. Pukulan atau benturan ini dapat merusak lapisan pasif, logam terbuka dan korosi kemudian terjadi. Proses ini terjadi berulang‐ulang dan hasilnya adalah sumuran yang dalam. Korosi tipe ini banyak dialami di sudu turbin air, baling‐baling kapal dan komponen‐komponen yang mengalami kondisi seperti tersebut diatas. Korosi gesekan/fretting, terjadi karenan adanya gesekan antara dua permukaan logam yang diantaranya ada fluida. Misalnya korosi pada as, dimana medianya pelumas. 2.3.9 Stress Corrosion Cracking (SCC) Korosi yang terjadi dari aksi gabungan antara lingkungan korosif dan tegangan statis. Tegangan ini dapat berupa tegangan dalam (sisa) atau tegangan dari luar. Awal retakan di permukaan dapat dimulai dari suatu korosi sumur yang kemudian berkembang. Ada 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya stress corrosion cracking, yang digambarkan dalam bentuk lingkaran pada gambar 2.8 yaitu : 1. Tensile Stress 2. Susceptible material 3. Lingkungan (Environment)
‐ 23 ‐
Gambar. 2.8 Faktor terjadinya stress corrosion cracking (SCC) Sumber. Website : www.chuden.co.jp Ketiga faktor tersebut saling overlap, jika salah satu saja dihilangkan maka SCC tidak akan terjadi. Yang jelas suhu yang semakin tinggi akan mempercepat laju korosi. Karena itu yg paling tepat, dari awal kita harus sudah mendefinisikan kira‐kira lingkungan yang bagaimana yang akan dihadapi, baru kita memilih material yg sesuai. Sehingga dalam pencegahannya bisa dilakukan dengan menghilangkan salah satu atau lebih faktor‐faktor tersebut, seperti di bawah ini: 1.
Pemilihan material yang tahan/ imun terhadap SCC. Hampir semua logam campuran mengalami SCC dan hanya logam murni lebih tahan (tetapi tidak imun) terhadap SCC dibandingkan dengan paduan yang logam dasarnya sama.
2.
Modifikasi
lingkungan.
Lingkungan
yang
aggressive,
misal
mengandung NaOH atau NaCl dengan konsentrasi tinggi, ditambah adanya oksigen, akan mendorong terjadinya SCC ini. 3.
Mengurangi tensile stress yang diakibatkan.
‐ 24 ‐