BAB II LANDASAN TEORI
A. Identitas Diri
1. Pengertian Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart & Sudden, 1991; dalam Salbiah, 2003). Menurut Erikson (dalam Corsini, 2002) identitas adalah suatu perasaan tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan sensasi fisik dari tubuh, body image, memori, tujuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dimiliki seseorang, suatu perasaan yang berhubungan dengan rasa keunikan dan kemandirian. James Marcia (dalam Santrock, 2002) mendefinisikan identitas sebagai konstruksi diri dan organisasi dinamis atas dorongan, kemampuan, kepercayaan, dan sejarah diri yang berlangsung secara internal. Menurut Marcia (dalam Papalia dkk, 2003) berdasarkan dari hasil penelitian dan melakukan wawancara pada remaja akhir didapatkan bahwa setelah remaja berhasil mengekplorasi dan adanya komitmen atau tidak dalam pencapaian identitasnya maka mereka akan berada
1
dalam empat status identitas, yaitu achievement identity, foreclosure, moratorium dan identity diffusion. Jadi, dapat dipahami bahwa pembentukan identitas diri adalah suatu pencapaian dari sebuah proses yang ditandai dengan adanya eksplorasi dan komitmen dalam menghadapi krisis-krisis pada diri individu sehingga membentuk suatu status berdasarkan pengalaman-pengalamannya dalam pencarian identitas. 2. Pembentukan Identitas a. Proses Proses pembentukan identitas diri adalah merupakan proses yang panjang dan kompleks, yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang dan yang akan datang dari kehidupan individu, dan hal ini akan membentuk kerangka berpikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan (Soetjaningsih, 2004). Dengan demikian individu dapat menerima dan menyatukan kecenderungan pribadi, bakat dan peran-peran yang diberikan oleh orang tua, teman sebaya maupun masyarakat. Pada akhirnya hal tersebut dapat memberikan arah tujuan dan arti dalam kehidupan mendatang. Pembentukan identitas dikonsepsi berdasarkan inti gagasan psikososial Erikson, ialah bahwa individu secara ideal akan membuat komitmen setelah melalui eksplorasi terhadap berbagai kemungkinan atau alternatif yang ada. Dalam pencapaian identitas, remaja harus melewati tahap pencarian yang diiringi dengan adanya krisis-krisis. Erikson (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa pencarian identitas diri adalah sebuah krisis yang ditandai dengan adanya
2
konflik dan kebingungan akibat benturan antara berbagai peran yang harus dilakukan oleh remaja sejalan dengan pertumbuhan fisik, seksual dan kognitif pada dirinya. Pada masa remaja, individu berusaha melepaskan diri dari lingkungan dan ikatan dengan orang tua karena mereka ingin mencari identitas diri. Erikson mengatakan bahwa pada saat memasuki usia remaja, individu akan dihadapkan pada suatu pertanyaan yang penting yaitu tentang “Siapakah Aku?”. Pada saat bersamaan, ketika remaja merasakan ketidakpastian akan dirinya, lingkungan masyarakat sekitar mulai menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan remaja. Perubahan-perubahan yang diakibatkan kematangan seksual dan tuntutantuntutan psikososial menempatkan remaja pada suatu keadaan yang oleh Erikson disebut sebagai krisis identitas, yaitu suatu tahap untuk membuat keputusan terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan dengan pertanyaan tentang identitas dirinya. Untuk memperoleh jawaban tentang dirinya tersebut maka remaja harus menemukan siapakah dirinya dengan memperoleh identitas diri. Keadaan tersebut cukup kompleks, karena melibatkan perkembangan beberapa aspek baik mental, emosional dan sosialnya. Oleh karena itu untuk mencapainya, remaja dihadapkan kepada tugas yang cukup sulit, karena mereka harus mampu mengkoordinasikan berbagai hal untuk menyelesaikan krisis identitasnya. Remaja harus menemukan apa yang diyakininya, sikap dan nilai-nilai idealnya, yang dapat memberikan suatu peran dalam kehidupan sosialnya. Karena
3
ketika individu tahu tentang dirnya, dia akan tahu apa yang harus ia lakukan dan dia akan tahu perannya dalam masyarakat. Sebaliknya, apabila remaja tidak dapat menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik, maka dia akan merasakan sense of role confusion, yaitu suatu istilah yang menunjukkan perasaan yang berhubungan dengan ketidakmampuan memperoleh peran dan menemukan diri (Soetjiningsih, 2004). Menurut Grotevart, Thorbecke & Meyer (dalam Adams, 2000), pembentukan identitas pada remaja terjadi dalam 2 domain yaitu domain ideologi dan interpersonal. Domain ideologi mencakup pemikiran, pengetahuan, minat serta eksplorasi dan komitmen dalam bidang pekerjaan, religi, politik dan filosofi hidup. Sementara dalam domain interpersonal meliputi pemikiran, pengetahuan, minat, eksplorasi dan komitmen dalam hal persahabatan kencan, pembagian peran pria-wanita, serta pilihan kegiatan rekreasi. Derajat eksplorasi dan komitmen pada domain ideologi mungkin berbeda dengan domain interpersonal. Namun, keduanya juga saling berkaitan, serta menyusun dan mempengaruhi tampilan identitas individu pada saat ini. Menurut Marcia (dalam Papalia dkk, 2003). orang tua dan kepribadian diri remaja akan menentukan pembentukan status identitasnya. Orang tua adalah tokoh yang penting dalam perkembangan identitas remaja. Dalam studi-studi yang mengkorelasikan perkembangan identitas dengan gaya-gaya pengasuhan, orang tua dengan gaya pengasuhan demokratis, yang mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat
4
pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan otoriter, yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi peluang untuk mengemukakan pendapat, akan menghambat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif, yang memberi bimbingan terbatas kepada remaja dan mengizinkan mereka mengamil keputusan-keputusan sendiri akan meningkatkan kebingungan identitas (Santrock, 2002).
b. Sumber-sumber Pembentukan Identitas Menurut Erikson identitas muncul dari dua sumber. Pertama, penegasan atau penghapusan identifikasi pada masa kanak-kanak. Kedua, sejarah yang berkaitan dengan kesediaan menerima standar tertentu. Remaja sering menolak standar orang yang lebih tua dan memilih nilai kelompok. Masyarakat dimana remaja tinggal memainkan peran penting dalam membentuk identitas remaja itu (Alwisol, 2004). Selain itu, sumber-sumber yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri adalah lingkungan sosial, dimana remaja tumbuh dan berkembang, seperti keluarga dan tetangga yang merupakan lingkungan masa kecil, juga kelompok-kelompok yang terbentuk ketika mereka memasuki masa remaja, misalnya kelompok agama atau kelompok yang mendasarkan pada kesamaan minat tertentu. Kelompok-kelompok itu disebut reference group dan melalui kelompok tersebut remaja dapat memperoleh nilai-nilai dan peran yang dapat menjadi acuan bagi dirinya.
5
Selain reference group, dalam proses pembentukan identitas diri, sering dijumpai bahwa remaja mempunyai significant other yaitu seseorang yang sangat berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olah raga atau bintang film atau siapapun yang dikagumi. Orang-orang tersebut menjadi tokoh ideal karena mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan identitas diri, karena pada saat ini remaja sedang giat-giatnya mencari model. Tokoh ideal tersebut dijadikan model atau contoh dalam proses identifikasi. Remaja cenderung akan menganut dan menginternalisasikan nilai-nilai yang ada pada idolanya tersebut ke dalam dirinya. Sehingga remaja sering berperilaku seperti tokoh idealnya dengan meniru sikap maupun perilakunya dan bahkan merasa seolah-olah menjadi seperti mereka (Soetjaningsih, 2004).
3. Status identitas Marcia (dalam Melati, 2007) berusaha mengembangkan konsep dari teori Erikson dengan melalui penelitian langsung pada remaja akhir.Selanjutnya rimamenyatakan di dalam pembentukan identitas terdapat eksplorasi dan komitmen. Eksplorasi adalah suatu aktivitas yang secara aktif dilakukan individu untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, dan mengevaluasi dengan seluruh kemampuan, akal, pikiran, dan potensi yang dimiliki untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang berbagai alternatif.
6
Aktivitas komitmen ditunjukkan oleh sejauh mana keteguhan pendirian remaja terhadap sesuatu yang dipilihnya yang di tandai oleh faktor-faktor berikut : (1) knowledgeability yaitu merujuk kepada sejumlah informasi yang dimiliki dan dipahami tentang keputusan yang telah ditetapkan. Remaja yang memilki komitmen mampu menunjukkan pengetahuan yang mendalam, terperinci dan akurat tentang hal-hal yang telah diputuskan, (2) activity directed toward implementing the chosen identity element yaitu aktivitas yang terarah pada implementasi elemen identitas yang telah ditetapkan, (3) emotional tone yaitu terungkap dalam bentuk keyakinan diri, stabilitas dan optimisme masa depan, (4) identification
with
significant
other
yaitu
sejauhmana
remaja
mampu
membedakan aspek positif dan negatif dari figur yang dianggap ideal olehnya, (5) projecting one’s personal future yaitu kemampuan memproyeksikan dirinya ke masa depan dengan ditandai oleh kemampuan mempertautkan rencananya dengan aspek lain dalam kehidupan masa depan yang mereka cita-citakan, (6) resistence to being swayed yaitu sejauhmana individu memiliki ketahanan terhadap godaangodaan yang bermaksud untuk mengalihkan keputusan yang telah mereka tetapkan (Marcia, dalam Melati,2003). Menurut Marcia (dalam Melati, 2007) status identitas remaja ada empat, yaitu : a. Achievement Identity, yaitu suatu keadaan dimana seseorang telah menemukan identitasnya dan membuat komitmen-komitmen setelah melalui eksplorasi terlebih dahulu. Individu dikatakan telah memiliki identitas (jati diri), kalau dalam dirinya telah mengalami krisis dan ia dengan penuh tekad mampu menghadapinya 7
dengan baik. Justru, adanya krisis akan mendorong dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu menyelesaikannya dengan baik. Walaupun dalam kenyataannya, ia harus mengalami kegagalan, tetapi bukanlah akhir dari upaya untuk mewujudkan potensi pribadinya. b. Foreclosure, yaitu suatu keadaan dimana sesorang dapat menemukan diri dan mempunyai komitmen namun tanpa melalui eksplorasi terlebih dahulu. Mereka mempunyai pilihan-pilihan terhadap suatu pekerjaan, pandangan keagamaan atau ideologi namun tidak berdasarkan pertimbangan yang matang dan lebih ditentukan oleh orang tua atau gurunya. Individu yang beridentitas ini, ditandai dengan tidak adanya suatu krisis, tetapi ia memiliki komitmen atau tekad. Sehingga orang macam ini, seringkali banyak angan-angan yang akan dicapai dalam hidupnya, tetapi seringkali tak sesuai dengan kenyataan masalah yang dihadapinya. Akibatnya, orang tipe ini ketika dihadapkan dengan masalah realitas, tak akan mampu menghadapi dengan baik. Bahkan kadang-kadang, ia melakukan mekanisme pertahanan diri seperti : rasionalisasi, regresi, pembentukan reaksi, dsb, sebagai usaha untuk menutupi kelemahan dirinya. c. Moratorium, yaitu suatu keadaan yang mengambarkan keadaan seseorang sedang sibuk-sibuknya mencari identitas diri, berada dalam keadaan untuk menemukan diri. Seseorang tidak membuat komitmen tertentu namun secara aktif mengeksplorasi sejumlah nilai, minat, ideologi dan pekerjaan dalam rangka mencari identitas dirinya. Orang tipe ini, ditandai dengan adanya krisis, tetapi ia tidak memiliki kemauan kuat (tekad) untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ada dua kemungkinan tipe orang ini yaitu : a). individu yang menyadari adanya krisis,
8
b). individu yang memang tak menyadari adanya krisis, walaupun dalam dirinya ada krisis. d. Identity Diffusion, yaitu suatu keadaan dimana seseorang kehilangan arah, dia tidak melakukan eksplorasi dan tidak mempunyai komitmen terhadap peran-peran tertentu, sehingga mereka tidak dapat menemukan identitas dirinya. Mereka akan mudah menghindari persoalan dan cenderung mencari pemuasan dengan segera. Orang tipe ini, yaitu orang yang mengalami kebingungan dalam mencapai identitas. Ia tidak memiliki krisis dan juga tidak memiliki kemauan (tekad, komitmen) untuk menyelesaikannya.
B. Intensitas
1. Pengertian Intensitas
Intensitas adalah ukuran sebuah kemampuan, kekuatan, gigih atau kehebatan, intensitas juga diartikan sebagai kata sifat dengan kata intensif. Jadi dapat di pahami bahwa intensitas adalah seberapa besar respon individu atas suatu stimulus yang diberikan kepadanya ataupun seberapa sering melakukan suatu tingkah laku. Dalam penelitian ini, istilah intensitas diartikan sebagai seberapa sering remaja beraktifitas dalam menggunakan media sosial. (Hallen, 2002)
9
C. Media Sosial
1.
Pengertian Media Sosial
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.
Media sosial sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content”.(Kaplan dan Haenlein, 2010)
Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace, dan Twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpartisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara
10
terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.
Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebook atau twitter misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.
Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan social media dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna social media dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya.
11
Media sosial mempunyai ciri-ciri, yaitu sebagai berikut :
a. Pesan yang di sampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa keberbagai banyak orang contohnya pesan melalui SMS ataupun internet.
b. Pesan yang di sampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper
c. Pesan yang di sampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya
d. Penerima pesan yang menentukan waktu interaksi
2. Pertumbuhan Media Sosial
Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan media sosial dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya (www.wikipedia.org).
Media sosial yang saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berfikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas.
12
Intinya, menggunakan media sosial menjadikan kita sebagai diri sendiri. Selain kecepatan informasi yang bisa diakses dalam hitungan detik, menjadi diri sendiri dalam media sosial adalah alasan mengapa media sosial berkembang pesat. Tak terkecuali, keinginan untuk aktualisasi diri dan kebutuhan menciptakan personal branding. (Mayfield, 2010)
Pertumbuhan dari media sosial ini sungguh pesat, ini bisa di lihat dari banyaknya jumlah anggota yang di miliki masing - masing situs jejaring sosial ini, berikut tabel jumlah anggota dari masing - masing situs yang di kutip dari (Grant, 2010)
Tabel. 1. Pengguna media sosial menurut (August E. Grant, 2010)
1 2 3 4 5
3.
Facebook Myspace Twitter Linkedin Ning
250.000.000 122.000.000 80.500.000 50.000.000 42.000.000
Peran dan Fungsi Media Sosial
Media sosial merupakan alat promosi bisnis yang efektif karena dapat diakses oleh siapa saja, sehingga jaringan promosi bisa lebih luas. Media sosial menjadi bagian yang sangat diperlukan oleh pemasaran bagi banyak perusahaan dan merupakan salah satu cara terbaik untuk menjangkau pelanggan dan klien.
13
Media sosial seperti blog, facebook, twitter, dab youtube memiliki sejumlah manfaat bagi perusahaan dan lebih cepat dari media konvensional seperti media cetak dan iklan televisi, brosur dan selebaran. Menurut pendapat Chris Heuer, pendiri Social Media Club dan innovator media baru, yang dimuatdalam buku Engage (dalam Solis, 2010) bahwa terdapat empat C dalam mengoperasikan sosial media, yaitu:
a. Konteks (Context): Cara atau bentuk kita menyampaikan pesan kepada khalayak dengan format tertentu. Berfokus padagrafik, warna, dan perancangan fitur yang menarik. b. Komunikasi (Communications): Praktek dalam menyampaikan atau membagikan (sharing) dan juga mendengarkan, merespon, danmengembangkan pesan kepada khalayak. c. Kolaborasi (Collaboration): Bekerja bersama-sama antara pemberi dan penerima pesan agar pesan yang disampaikan lebihefektif dan efisien. d. Koneksi/ Keterhubungan (Connections): Hubungan yang terjalin dan terbina berkelanjutan antara pemberi dan penerima pesan.
4. Macam – Macam Media Sosial Skema klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial dalam artikel Horizons Bisnis.ada enam jenis media sosial.( Kaplan dan Haenlein, 2010)
14
1.Proyek Kolaborasi (Collaborative projects)
Suatu
media
sosial
yang
dapat
membuat
konten
dan
dalam
pembuatannya dapat diakses oleh khalayak secara global. Ada dua sub kategori yang termasuk ke dalam collaborative project dalam media sosial, yakni :
a. Wiki Wiki
adalah
situs
yang
memungkinkan
penggunanya
untuk
menambahkan,menghapus, dan mengubah konten berbasis teks. Contoh :Wikipedia, Wiki Ubuntu-ID, wakakapedia, dll b.Aplikasi Bookmark Sosial Aplikasi bookmark sosial, yang dimana memungkinkan adanya pengumpulan berbasis kelompok dan rating dari link internet atau konten media. Contoh : 1) Social Bookmark : Del.icio.us, StumbleUpon, Digg, Reddit, Technorati, 2) Writing : cerpenista, kemudian.com 3) Reviews : Amazon, GoodReads, Yelp. 2.Blog dan mikroblog (Blogs and microblogs) Blog
dan
mikroblog
meruakan aplikasi
yang
dapat
membantu
penggunanya untuk tetap posting mengenai pernyataan apapun sampi seseorang mengerti. Blog sendiri ialah sebuah website yang menyampaikan mengenai penulis atau kelompok penulis baik itu sebuah opini, pengalaman, atau kegiatan sehari-hari. Contoh : 15
a) Blog : Blogspot (Blogger), WordPress, Multiply, LiveJournal, Blogsome, dll. b) Microblog : Twitter, Tumblr, Posterous, Koprol, Plurk, dll c) Forum : Kaskus, Warez-bb, indowebster.web.id, forumdetik d) Q/A (Question/Answer) : Yahoo! Answer, TanyaLinux, formspring.me 3. Konten (Content) Content communities atau konten masyarakat merupakan sebuah aplikasi yang bertujuan untuk saling berbagi dengan seseorang baik itu secara jarak jauh maupun dekat, berbagi seperti video, ebook, gambar, dan lain – lain. Contoh : a) Image and Photo Sharing : Flickr, Photobucket, DeviantArt, dll b) Video Sharing : YouTUBE, Vimeo, Mediafire, dll c) Audio and Music Sharing : Imeem, Last.fm, sharemusic, multiply d) File Sharing and Hosting : 4shared, rapidshare, indowebster.com e) Design : Threadless, GantiBaju.
4. Situs jejaring sosial (Social networking sites)
Situs jejaring sosial merupakan situs yang dapat membantu seseorang untuk membuat sebuah profil dan kemudian dapat menghubungkan dengan pengguna lainnya. Situs jejaring sosial adalah aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk terhubung menggunakan profil pribadi atau akun pribadinya.
Contoh :Facebook, Foursquare, dll
16
5. Virtual game worlds Dunia virtual,mereplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa muncul dalam bentuk avatar – avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. contohnya game online.
Contoh : Travian, World of Warcraft, dll
6. Virtual social worlds Virtual social worlds merupakan aplikasi yang mensimulasikan kehidupan nyata melalui internet. Virtual social worlds adalah situs yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dalam platform tiga dimensi dengan menggunakan avatar yang mirip dengan kehidupan nyata. Contoh : a) Map : wikimapia, GoogleEarth b) e-Commerce : ebay, alibaba, juale.com, dll
e. Remaja
Dalam proses mencapai dewasa, individu harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk remaja. Istilah remaja berasal dari kata Latin Adolescere yang berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999).
17
Tahap remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologis serta kognitif (dalam Soetjiningsih, 2004). Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999), secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi dibawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah hak,
integrasi dengan masyarakat, mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelek yang mencolok , tranformasi yang khas dari cara berpikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan. Menurut Sarlito (2005) batasan usia remaja di Indonesia adalah usia 11 sampai 24 tahun dan belum menikah. Ada beberapa pertimbangan dari batasan usia tersebut, yaitu : 1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik). 2. Bagi masyarakat Indonesia, pada usia tersebut merupakan usia akil balik, baik menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak memperlakukan mereka seperti anak kecil lagi (kriteria sosial). 3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity menurut Erikson), tercapainya
18
fase genital dari perkembangan psikoseksual (Freud) dan tercapainya tahap perkembangan kognitif (Piaget) dan moral (Kohlberg) (kriteria psikologis). 4. Batas usia 24 tahun merupakan batas usia maksimal yaitu memberi peluang bagi individu yang pada batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua. 5. Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat secara menyeluruh. Seseorang yang sudah menikah, pada usia berapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja disini dibatasi khusus untuk yang belum menikah
Pada tahun 1974 (dalam Siregar, 2006), World Health Organization (WHO) memberikan definisi tentang remaja lebih konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Remaja adalah suatu masa dimana : 1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual. 2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 3. Terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada yang relatif mandiri.
19
f. Kerangka Berpikir
Remaja pengguna media sosial internetsama seperti remaja pada umumnya. Menurut Piaget mereka sedang berada pada tahap pemikiran operasional formal. Pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Remaja mengembangkan suatu tipe egosentrisme khusus yang meliputi penonton khayalan dan dongeng pribadi tentang makhluk yang unik. Selain abstrak, pemikiran remaja juga idealistis. Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkannya dengan standar-standar ideal tersebut (dalam Santrock, 2002). Mereka umumnya, mengidentifikasikan diri pada tokoh yang dianggap idolanya, caranya dengan meniru sifat-sifat, kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh tokoh idolanya. Mereka bisa berasal dari bintang film, penyanyi, politikus, negarawan, ilmuwan, ulama atau sastrawan (dalam Dariyo, 2002). Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Erik Erikson adalah pembentukan identitas diri. Pada remaja proses pembentukan identitas diri biasanya diiringi dengan masa krisis. Erikson (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa pencarian identitas diri adalah sebuah krisis yang ditandai dengan adanya konflik dan kebingungan akibat benturan antara berbagai peran yang harus dilakukan oleh remaja sejalan dengan pertumbuhan fisik, seksual, dan kognitif pada dirinya. Menurutnya, remaja juga sangat cemas tentang peran-peran sosial yang dipilihnya dari masa depan. Remaja biasanya dibingungkan dengan
20
pertentangan ideologi yang menarik perhatiannya dan diharuskan untuk mengintegrasikan sikap-sikapnya terhadap diri, teman-teman anggota seks lain dan masa depan kariernya (Olong, 2006). James E. Marcia (dalam Papalia, 2003) mendefinisikan identitas sebagai konstruksi diri dan organisasi dinamis atas dorongan, kemampuan, kepercayaan, dan sejarah diri yang berlangsung secara internal. Definisi tersebut merupakan perluasan dan pengembangan dari teori psikososial Erikson. Marcia melakukan penelitian langsung melalui wawancara pada remaja akhir tentang pekerjaan, ideologi (nilai dan kepercayaan) dan hubungan interpersonal mereka. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja sedang berusaha mencari identitas dirinya dan Marcia mengelompokkan ke dalam empat status identitas remaja yaitu: 1. Identity achievement, yaitu suatu keadaan dimana seseorang telah menemukan identitasnya dan membuat komitmen-komitmen setelah melalui eksplorasi terlebih dahulu. 2. Moratorium, yaitu suatu keadaan yang menggambarkan keadaan seseorang sedang sibuk-sibuknya mencari identitas diri, berada dalam keadaan untuk menemukan diri. 3. Foreclosure, yaitu suatu keadaan dimana seseorang dapat menemukan diri dan mempunyai komitmen namun tanpa melalui eksplorasi terlebih dahulu. 4. Identity diffusion, yaitu suatu keadaan dimana seseorang kehilangan arah, dia tidak melakukan eksplorasi dan tidak mempunyai komitmen terhadap peranperan tertentu, sehingga mereka tidak dapat menemukan identitas dirinya. 21
Ada dua faktor yang berhubungan dengan pencapaian empat status identitas pada remaja yaitu faktor keluarga dan faktor kepribadian. Tipe-tipe status menurut Marcia merupakan hal yang terpisah-pisah, akan tetapi suatu status dapat mengalami perubahan menjadi lebih baik, tergantung bagaimana perubahan yang terjadi dalam diri remaja. Misalnya dari status moratorium, foreclosure, identity diffusion menjadi achievement identity (Marcia et al, 1993; Papalia dkk, 2003). Dalam menemukan identitas dirinya remaja akan melewati krisis atau konflik, begitu pula dengan remaja yang cenderung aktif menggunakan media sosial. Salah satu krisis atau konflik yang akan dihadapi adalah penilaian positif atau negatif dari lingkungan terhadap identitas sebagai remaja, media sosial memberikan banyak keunggulan sehingga memudahkan remaja pengguna media sosial untuk berinteraksi, berbagi, menciptakan sesuatu di media sosial. Kemudahan seperti itulah yang membuat remaja lebih aktif dalam menggunakan media sosial. Karena cenderung terlalu aktif seorang individu terkesan ingin diperhatikan dan dinilai baik dengan teman-teman sesama pengguna media sosial. Penilaian-penilaian tersebut akan mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja. Penilaian baik adalah suatu sikap positif dan negatif secara umum terhadap dirinya sendiri yaitu umumnya seorang individu berpikir dan merasakan tentang dirinya secara positif dan negatif.
22
Bagan 1. Kerangka Pemikiran Status Identitas menurut James Marcia :
REMAJA Tugas Perkembangan : Pembentukan Identitas Diri (Erikson) Intensitas Penggunaan Media Sosial
1. Identity Achievement (Eksplorasi dan komitmen ↑). 2. Moratorium (Eksplorasi ↑ komitmen ↓). 3. Foreclosure (Eksplorasi ↓ komitmen ↑). 4. Identity Diffusion (Eksplorasi dan komitmen ↓).
g. Hipotesis Hipotesis adalah kesimpulan bersifat sementara.Diterima atau tidaknya suatu hipotesis tergantung dari hasil penelitian yang dilakukan (dalam Nurdin, 2010). Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ada pengaruh antara intensitas penggunaan media sosial media terhadap pembentukan identitas diri pada remaja.
23