5
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan juga merupakan wujud pertanggung jawaban sekaligus menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya (Sofyan, 2007: 201).
Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (2009: 07 ) : Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
2. Tujuan Laporan Keuangan Profesi akuntansi telah mengidentifikasi sekelompok tujuan pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis (Kieso et al. 2008: 5).
6
Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang : a. Berguna bagi investor serta kreditor saat ini atau potensial dan para pemakai lainnya untuk membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan serupa secara rasional. b. Membantu kreditor serta investor saat ini atau potensial dan para pemakai lainnya dalam menilai jumlah, penetapan waktu, dan ketidakpastian penerimaan kas prospektif dari dividen atau bunga dan hasil dari penjualan, penebusan, atau jatuh tempo sekuritas atau pinjaman. c. Dengan jelas menggambarkan sumber daya ekonomi dari sebuah perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer sumber daya ke entitas lainnya dan ekuitas pemilik), dan pengaruh dari transaksi, kejadian, serta situasi yang mengubah sumber daya perusahaan dan klaim pihak lain terhadap sumber daya tersebut.
3. Pengguna Laporan Keuangan Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2009 : par 09), pengguna laporan keuangan, antara lain: a. b.
c. d. e. f. g.
Kreditor, menggunakan laporan keuangan untuk menilai kemampuan pinjaman untuk membayar bunga dan membayar kembali pokok pinjaman pada waktunya. Investor dan potensial investor, membutuhkan informasi yang terdapat pada laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan untuk mempertahankan, menjual atau menambah saham yang dimilikinya. Regulatory agencies atau pemerintah termasuk Bursa Efek Indonesia, menggunakan laporan keuangan untuk melakukan fungsi pengawasan. Karyawan, menggunakan informasi laporan keuangan untuk menilai kewajaran gaji, bonus dan kondisi kerja. Pemberi pinjaman dan pemasok, membutuhkan laporan keuangan dalam penentuan kewajaran kredit pelanggan. Customers, berkepentingan dengan informasi tentang kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang – hutangnya pada saat jatuh tempo. Badan – badan atau pihak – pihak yang peduli lingkungan, akademisi, masyarakat umum dan kelompok – kelompok khusus yang mencoba untuk mempengaruhi perusahaan yang berkaitan dengan keuangannya atau kepentingan – kepentingan lain.
7
4. Komponen Laporan Keuangan Komponen laporan keuangan yang umum disajikan oleh perusahaan yaitu antara lain (Kieso et al. 2008: 140) : a. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi adalah laporan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan selama periode waktu tertentu. Unsur-unsur laporan laba rugi antara lain: 1) Pendapatan, yaitu arus masuk aktiva atau peningkatan lainnya dalam aktiva entitas atau pelunasan kewajibannya (kombinasi dari keduanya) selama suatu periode. 2) Beban, yaitu arus keluar atau penurunan lainnya dalam aktiva sebuah entitas atau penambahan kewajibannya (kombinasi dari keduanya) selama suatu periode. b. Laporan Perubahan Ekuitas Perusahaan harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan : 1) Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan 2) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang diakui secara langsung dalam ekuitas 3) Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait. c. Laporan Neraca Laporan neraca juga sering disebut dengan laporan posisi keuangan, yaitu laporan yang menyajikan total aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemegang saham perusahaan bisnis pada suatu tanggal tertentu. Unsur-unsur laporan neraca, yaitu antara lain : 1) Aktiva, yaitu manfaat ekonomi yang mungkin diperoleh di masa depan, atau dikendalikan oleh entitas tertentu sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu. 2) Kewajiban, yaitu pengorbanan manfaat ekonomi yang mungkin terjadi di masa depan yang berasal dari kewajiban berjalan entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lainnya di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu. 3) Ekuitas, merupakan kepentingan residu dalam aktiva sebuah entitas setelah dikurangi dengan kewajiban-kewajibannya. Dalam sebuah entitas bisnis, ekuitas merupakan kepentingan kepemilikan.
8
d. Laporan Arus Kas Laporan arus kas adalah laporan yang menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama suatu periode. Penerimaan kas dan pembayaran kas selama suatu periode diklasifikasikan dalam laporan arus kas menjadi tiga aktivitas berbeda, yaitu antara lain : a) Aktivitas operasi (operating activities) meliputi pengaruh kas dari transaksi yang digunakan untuk menentukan laba bersih. b) Aktivitas investasi (investing activities) meliputi pemberian dan penagihan pinjaman serta perolehan dan pelepasan investasi (baik hutang maupun ekuitas) serta properti, pabrik, dan peralatan. c) Aktivitas pembiayaan (financing activities) melibatkan pos-pos kewajiban dan ekuitas pemilik. Aktivitas ini meliputi : (1) Perolehan sumber daya dari pemilik dan komposisinya kepada mereka dengan pengembalian atas dan dari investasinya (2) peminjaman uang dari kreditor serta pelunasannya. e. Catatan Atas Laporan Keuangan Dalam PSAK No. 1 (2009: 69), catatan atas laporan keuangan harus mengungkapkan: 1) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting. 2) Informasi yang diwajibkan dalam pernyataan standar akuntansi keuangan namun tidak disajikan dalam neraca, laporan laba rugi, arus kas, dan laporan perubahan ekuitas. 3) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
B.
Pengertian Laba Akuntansi dan Laba Fiskal 1. Laba Akuntansi Laba Akuntansi adalah pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis. Laba akuntansi dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berterima secara umum. Laba akuntansi tersebut
9
penghitungannya bertumpu pada prinsip matching cost against revenue yaitu penandingan antara pendapatan dengan biaya–biaya terkait, dalam salah satu prinsip tersebut terhadap konsep tersebut ialah bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk masa yang akan datang bukanlah merupakan asset maka akan dibebankan sebagai biaya (Gunadi, 2008: 33), dengan demikian dalam akuntansi diakui bahwa seluruh pengeluaran/beban perusahaan sepanjang memang harus dikeluarkan oleh perusahaan maka akan diakui sebagai biaya/beban. Pendapatan menurut IAI (2007 : 23) adalah : Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut. Pada umumnya imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas.
2. Laba Fiskal Menurut UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, ”Laba fiskal atau penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku”. Penghasilan kena
10
pajak berdasarkan prinsip taxability deductability, dengan prinsip ini suatu biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila pihak yang menerima pengeluaran atas biaya yang bersangkutan melaporkannya
sebagai
penghasilan
dan
penghasilan
tersebut
dikenakan pajak (taxable). Misalnya tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan dapat dianggap sebagai biaya dan mengurangi laba kotor jika karyawan yang menerima tunjangan tersebut mengakui tunjangan yang diberikan dari penghasilan bruto dan dikenakan PPh pasal 21.
C.
Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Peraturan perpajakan di Indonesia mengharuskan penghitungan laba
fiskal
berdasarkan
metode
akuntansi
yang
menjadi
dasar
penghitungan laba akuntansi, sehingga dalam pembuatan laporan keuangan tidak perlu melakukan dua kali pembukuan berdasarkan kedua tujuan pelaporan tersebut. Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal ditandai dengan
adanya koreksi fiskal atas laba akuntansi
(rekonsiliasi fiskal). Perhitungan laba akuntansi yang dihasilkan hampir semuanya harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan penghasilan kena pajak, karena tidak semua ketentuan dalam standar akuntansi keuangan digunakan dalam peraturan perpajakan, dengan kata lain banyak dari ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan Standar Akuntansi Keuangan (Djamaluddin, 2008: 56).
11
Rekonsiliasi fiskal di akhir periode pembukuan menyebabkan terjadinya perbedaan antara laba fiskal dan laba akuntansi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara Prinsip Akuntansi Berterima Umum dan peraturan pajak (Djamaluddin, 2008: 57). Penyebab perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan menjadi : 1. Perbedaan Tetap (Permanent Different) Perbedaan tetap adalah merupakan suatu konsekuensi yang harus diterima bahwa hal tersebut harus dikeluarkan dari laporan laba rugi karena secara fiskal atau berdasarkan peraturan pajak tidak dapat dibebankan atau bukan merupakan penghasilan. Perbedaan tetap terjadi karena transaksi – transaksi pendapatan dan biaya diakui menurut akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal (Resmi, 2005: 333). Perbedaan tetap ini antara lain yaitu seperti penghasilan bunga bank, dividen, dan penghasilan lain yang sifat pemungutan pajaknya final; dividen yang diterima oleh persroan terbatas, koperasi, yayasan, BUMN/ BUMD, bunga yang diterima oleh perusahaan reksadana, dan jenis penghasilan lain yang dikecualiakan dari objek pajak; pemberian imbalan dalam bentuk natura, sumbangan, biaya/ pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemilik dan untuk pengurang lain yang tidak diperbolehkan menurut fiskal (nondeductible expenses).
12
2. Perbedaan Sementara (Temporary Different) Perbedaan sementara/temporer dimaksudkan sebagai perbedaan antara dasar pengenaan pajak dari suatu asset atau kewajiban dengan nilai tercatat pada asset atau kewajiban yang berakibat pada perubahan laba fiskal periode mendatang. Perbedaan temporer ini berakibat harus diakuinya asset dan/atau kewajiban pajak tangguhan (Waluyo, 2008: 215). Hal ini dapat terjadi pada kondisi : a. Penghasilan atau beban yang harus diakui untuk menghitung laba fiskal atau laba komersial dalam periode yang berbeda. b. Goodwill atau goodwill negatif yang terjadi saat konsolidasi. c. Perbedaan nilai tercatat dengan nilai dasar pengenaan pajak dari suatu asset atau kewajiban pada saat pengakuan awal. d. Bagian dari biaya perolehan saat penggabungan usaha yang bermakna akuisisi dialokasikan ke asset atau kewajiban tertentu atas dasar nilai wajar, perlakuan akuntansi demikian tidak diperkenankan oleh Undang-Undang Pajak.
D.
Penyebab Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan pengakuan prinsip dan perbedaan metode dan prosedur akuntansi (Resmi, 2005: 331).
13
Secara garis besar prinsip dasar akuntansi pajak penghasilan adalah sebagai berikut : 1. Pajak penghasilan tahun berjalan yang kurang bayar atau terutang diakui sebagai Kewajiban Pajak Kini (Hutang Pajak) sedangkan yang lebih dibayar disebut Aktiva Pajak Kini (Piutang Pajak) 2. Konsekuensi pajak mendatang yang dapat didistribusikan perbedaan temporer kena pajak diakui Kewajiban Pajak Tangguhan, sedangkan efek perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kerugian belum dikompensasikan diakui Aktiva Pajak Tangguhan 3. Pengukuran kewajiban dan aktiva pajak didasarkan peraturan pajak yang berlaku
Perbedaan metode dan prosedur akuntansi menurut Resmi (2005: 331) adalah: 1. Metode penilaian persediaan. Akuntansi komersial memperbolehkan memilih beberapa metode penghitungan harga perolehan persediaan, sedangkan menurut peraturan perpajakan hanya memperbolehkan metode FIFO dan Average untuk penilaian persediaan. 2. Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial memperbolehkan memilih metode penyusutan seperti metode garis lurus, jumlah angka tahun, saldo menurun, metode jumlah unit produksi dan lainnya, sementara berdasarkan perpajakan hanya mengakui metode garis lurus dan saldo menurun untuk kelompok harta berwujud jenis non bangunan, sedangkan harta berwujud bangunan dibatasi hanya bisa menggunakan metode garis lurus.
14
Tabel 2.1 Contoh Laba Akuntansi dan Laba Fiskal PT XYZ Laporan Laba Rugi
Keterangan
Untuk Tahun yang Berakhir per 31 Desember 2009 Menurut Koreksi Komersial Fiskal
Menurut Fiskal
PENDAPATAN Penjualan
1.380.500.000
0 1.380.500.000
Harga Pokok Penjualan
1.151.500.000
5.250.000 1.146.250.000
Laba Kotor
229.000.000
5.250.000
234.250.000
Gaji Pegawai
2.500.000
0
2.500.000
By Jamsostek
107.400
0
107.400
3.500.000
0
3.500.000
127.000.000
(40.000.000)
167.000.000
5.000.000
0
5.000.000
Biaya Piutang Ragu-ragu
13.805.000
13.805.000
0
Biaya Makanan & Pakaian Kerja
15.000.000
5.000.000
10.000.000
2.087.600
2.087.600
0
169.000.000
(19.107.400)
188.107.400
60.000.000
(13.857.400)
46.142.600
Pendapatan Sewa Truk
12.500.000
0
12.500.000
Pendapatan Deviden Pendapatan Penjualan Saham & Obligasi
24.000.000
0
24.000.000
3.250.000
(3.250.000)
0
Pendapatan Bunga
5.500.000
(5.500.000)
0
Untung Penjualan Aset Tetap
2.500.000
21.860.000
24.360.000
Pendapatan Luar negeri
110.000.000
0
110.000.000
Rugi Penjualan Aset Tetap
(10.000.000)
18.750.000
8.750.000
(860.000)
0
(860.000)
Total Pendapatan (Beban)
146.890.000
31.860.000
178.750.000
LABA BERSIH
206.890.000
18.002.600
224.892.600
BEBAN
Biaya Sewa Biaya Penyusutan & Amortisasi Biaya PBB & BPHTB
Biaya Sumbangan Total Beban Operasi LABA (RUGI) OPERASI PENDAPATAN LAIN-LAIN
(BEBAN)
Potongan PPh Final
15
E.
Pajak Tangguhan 1. Pengertian Pajak Tangguhan Pajak tangguhan merupakan dampak Pajak Penghasilan di masa mendatang yang disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax loss carry forward) yang perlu disajikan dalam laporan keuangan (Yusuf, 2009: 2). Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa : a. Perbedaan temporer kena pajak, yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxable amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled); atau b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductible amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled).
16
Saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aktiva pajak tangguhan apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa yang akan datang memadai untuk dikompensasi. Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah penghasilan kena pajak akan tersedia dalam jumlah memadai untuk dikompensasikan (Yusuf, 2009: 2) : a. Apakah perusahaan mempunyai perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah yang memadai yang memungkinkan sisa kompensasi dapat digunakan sebelum masa berlakunya daluwarsa b. Apakah perusahaan mungkin memperoleh laba fiskal agar saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi kerugian dapat digunakan sebelum masa berlakunya daluwarsa c. Apakah saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi timbul dari kasus-kasus tertentu yang hampir tidak mungkin terulang. Apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah yang memadai untuk dapat dikompensasi dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, maka aktiva pajak tangguhan tidak diakui.
2. Pengakuan Pajak Tangguhan Dampak PPh atas perbedaan temporer dan tax loss carry forward (TLCF) harus diakui dalam laporan keuangan. Pengakuan ini menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan memulihkan nilai tercatat deferred tax asset (DTA) dan akan melunasi nilai tercatat deferred tax liability (DTL) tersebut. DTA atau DTL yang disebabkan oleh perbedaan temporer akan terpulihkan di masa datang karena jumlah yang akan diakui sebagai biaya atau pendapatan akan sama antara akuntansi dan pajak, hanya berbeda alokasi waktunya saja, sedangkan
17
DTA yang timbul dari TLCF akan terpulihkan bila perusahaan menggunakan TLCF tersebut pada tahun di mana perusahaan memperoleh laba fiskal. Bila TLCF tersebut tidak terpakai dan menjadi hangus, maka DTA yang timbul harus disesuaikan (Yusuf, 2009: 4).
F.
Persistensi Laba Akuntansi Persistensi laba akuntansi adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (current earnings) (Pennman dalam Djamaluddin, 2008: 57). Revisi ini menunjukkan tingkat persistensi laba. Inovasi terhadap laba sekarang adalah informatif terhadap laba masa depan ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang diperoleh pemegang saham. (Lipe dan Sloan dalam Wijayanti, 2006: 10) menggunakan koefisien regresi dari regresi antara laba akuntansi periode berjalan dan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal terhadap laba akuntansi periode yang akan datang sebagai proksi persistensi laba akuntansi. Laba akuntansi dianggap semakin persisten, jika koefisien variasinya semakin kecil. Berikut ini adalah contoh untuk mengestimasi persistensi laba akuntansi sebelum pajak dengan persamaan berikut: PTBI
t+1
= γ + γ PTBI + γ BTD 0
1
t
2
18
Persistensi laba merupakan suatu ukuran yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai satu perioda masa depan (Sloan dalam Wijayanti, 2007: 17). Persistensi laba diukur menggunakan koefisien regresi (γ ) dan (γ ) antara 1
2
laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang dengan laba akuntansi sebelum pajak periode berjalan dan perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal.
G.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Hanlon dalam Djamaluddin (2008: 61) menyatakan bahwa masih terdapat beberapa pendapat yang mendukung dan menentang pernyataan mengenai apakah book-tax differences dapat mencerminkan informasi tentang persistensi laba. Pendapat yang mendukung berasal dari beberapa literature analis keuangan yang menyatakan bahwa naiknya laba yang dilaporkan oleh manajemen yang disebabkan oleh pilihan metode akuntansi dalam proses akrual akan menyebabkan adanya perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal. Revsine et al dalam Djamaluddin (2008: 61) menyatakan bahwa kenaikan utang pajak tangguhan, yang mencerminkan laba akuntansi lebih besar daripada laba fiskal mengindikasikan kualitas laba semakin buruk. Revsine et al dalam Djamaluddin (2008: 61) juga berpendapat bahwa berkurangnya saldo aktiva pajak tangguhan harus diinvestigasi lebih
19
lanjut, karena perubahan dalam hubungannya dengan akun neraca mungkin digunakan sebagai suatu cara untuk menaikkan laba secara semu. Penelitian ini mendasarkan pendapat dalam literatur analis keuangan yang fokus utamanya adalah pada book-tax differences dimana laba fiskal lebih besar dibanding laba akuntansi dan peneliti hanya menggunakan perbedaan temporer dalam analisis utamanya, karena perbedaan temporer dapat menimbulkan jumlah pajak yang dapat ditambahkan atau dikurangkan dimasa depan, sehingga dapat digunakan untuk menilai kualitas laba akuntansi, sebaliknya perbedaan permanen hanya mempengaruhi periode terjadinya saja dan tidak menimbulkan konsekuensi adanya penambahan dan pengurangan jumlah pajak masa depan, oleh sebab itu perbedaan permanen ini tidak dimasukkan dalam penelitian. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Djamaluddin (2008) yang menguji apakah perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh terhadap persistensi laba, akrual, dan aliran kas pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Djamaluddin menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki book tax differences besar terbukti secara statistik mempunyai persistensi laba yang tinggi, hal ini berarti bahwa perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal memiliki pengaruh yang positif terhadap persistensi laba.
20
H.
Kerangka Konseptual Peneliti ingin mengetahui secara lebih spesifik, apakah book tax differences memiliki pengaruh yang sama terhadap persistensi laba pada bidang perusahaan lainnya, oleh sebab itu peneliti mengambil sampel perusahaan pada bidang manufaktur di Indonesia. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Laba Akuntansi Periode Berjalan (X1) Persistensi Laba (Y) Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (X2)