BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Attemperature Spray System Attemperature Spray System merupakan system yang mempunyai peranan menurunkan tekanan dan temperature dari uap air yang melalui superheater dan reheater. Pada Attemperature Spray System terdapat pereduksi tekanan seperti gambar berikut :
Gambar 2.1 Attemperature Spray System UBP SURALAYA unit 1- 4 Adapun proses penurunan tekanan ini pada thermodinamika dinamakan sebagai Throttling Process. Proses ini dilakukan dengan memberikan 6
7
penghalang pada aliran uap air sehingga tekanan uap bisa turun. Secara sederhana penghalang bisa berupa Gate Valve yang membuka sebagian. Pada volume atur yang melingkupi peralatan itu neraca laju massa dan energinya pada keadaan tunak adalah sebagai berikut : 0 = m1 – m2…………. ( 1 ) 0 = Qcv – Wcv + m1 ( h1 + (V12/2) + gz1 – m2 ( h2 + (V22/2) + gz2……( 2 ) Dimana : m1 = Laju massa sisi masukan m2 = Laju massa sisi keluaran Qcv = Perpindahan Kalor Wcv = Kerja yang dilakukan h1 = Enthalpy masukan h2 = Enthapy keluaran V1 = Kecepatan pada aliran masukan V2 = Kecepatan pada aliran keluaran Z1 = Ketinggian sisi masukan Z2 = Ketinggian sisi keluaran Pada umumnya tidak terdapat perpindahan kalor ke sekeliling system dan perubahan energy potensial sisi masukan dan keluaran dapat diabaikan
8
karena memiliki nilai yang sama dengan idealisasi beraca laju massa dan energy bergabung menjadi : h1 + (V12/2) = ( h2 + (V22/2)………….. ( 3 ) Walaupun kecepatan bisa menjadi relative tinggi didalam daerah sekitar penghalang, pengukuran dilakukan dihulu dan hilir penampang dimana aliran dikurangi menunjukkan bahwa untuk kaus perubahan energy kinetic spesifik antara gas atau aliran yang mengalir antara kedua tempat pengukuran dapt diabaikan . dengan demikian penyederhanaan lebih lanjut maka bentuk persamaan menjadi :
h1 = h2………………….. ( 4 ) Desuperheater ( Attemperature Spray ) merupakan alat yang digunakan untuk meurunkan suhu uap air ( Steam ) dengan cara melakukan penyemprotan butiran – butiran air dengan kecepatan tinggi kedalam aliran uap air. Pada keadaan tunaknya persamaan kesetimbangan energy pada Attemperature adalah sebagai berikut : [akumulasi energy desuperheater] = laju energy masuk – laju energy keluar
ρ . V . Cv . dT/dt = (ms . Cv1 . Ts + mw .Cv2 . Tw) – ( ms + mw ) . Cv3 . T Dimana: mw = Massa air (Kg/s) mw = Massa uap air (Kg/s)
9
Cv = Calor Specific (Kj/Kg.0C)
ρ = massa jenis uap air (Kg/m3) Tw = Temperatur air (0C) Ts = Temperatur uap air (0C) V = Volume desuperheater (m3) Attemperature bekerja pada tekanan teta, artinya selama pertukaran panas antara uap air tidak terjadi perubahan tekanan. 2.1.1 Fungsi dari bagian – bagian Desuperheater / Attemperature Spray Adapun fungsi bagian – bagian dari Attemperature Spray adalah sebagai berikut : 1. Spray Nozel Merupakan bagian dari Attemperature spray yang berfungsi sebagai jalur masuknya air yang digunakan untuk menambah kecepatan laju massa air tanpa adanya perubahan tekanan dalam line pipa dan merubah massa air menjadi butiran – butiran air sehingga mempermudah air larut dalam massa uap. 2. Venturi Merupakan bagian dari Attemperature spray yang mempunyai bentuk mengerucut pada ujung keluaran dimana berfungsi sebagai tempat percampuran antara massa uap air dengan butiran – butiran air.
10
3. Header Line Merupakan bagian dari Attemperature spray yang terletak setelah venturi line dimana pada header line uap air sudah mengalami penurunan temperature dibandingkan sebelum Nozzel Spray. 4. Inlet Line Merupakan bagian dari Attemperature spray yang berfungsi sebagai jalur masuknya uap air sebelum mengalami penurunan temperature 5. Outlet Line Merupakan bagian dari Attemperature spray yang berfungsi sebagai jalur keluarnya uap air setelah mengalami penurunan temperature.
Gambar 2.2 Attemperature Spray konstruksi
11
Gambar 2.2 Bagian – bagian Attemperature Spray
12
2.1.2 Peralatan
–
peralatan
yang
menggunakan
Desuperheater
/
Attemperature Spray Desuperheater / Attemperature merupakan peralatan pendukung pada sebuah boiler / ketel yang berfungsi untuk menurunkan temperature. Adapun letak / lokasi dari Desuperheater / Attemperature yaitu : 1. Superheater Superheater atau dusebut juga Alat Pemanas Lanjut merupakan kumpulan pipa ketel (tubes) yang terletak dijalan aliran gas panas hasil pembakaran. Panas dari gas ini dipindahkan keuap yang ada dalam pipa-pipa superheater. Superheater ini pada umumnya ada dua bagian yaitu Primary Superheater dan Secondary Superheater. Primary Superheater merupakan pemanas pertama yang dilewati oleh uap setelah uap tersebut keluar dari steam drum. Setelah itu, uap tersebut akan mengalir melewati secondary superheater. Primary Superheater diletakan pada bagian ketel yang lebih dingin dari pada Secondary Superheater. Peletakan yang seperti itu dimaksudkan untuk menghindarkan pipa-pipa pemanas dari masalah thermal shock. Masalah thermal shock mungkin terjadi karena uap lebih dingin yang berasal dari steam drum langsung kontak dengan pipa-pipa superheater yang lebih panas.
13
Sumber panas dari superheater ini berasal dari gas panas hasil pembakaran di boiler. Temperatur uap pada pipa superheater sangat mungkin untuk dinaikkan lagi sampai mencapai titik yang dapat memecahkan pipa. Untuk menghindari masalah kerusakan pipa akibat temeperatur yang terlalu panas, dipakailah alat penurun temperature (Spray attemperators) atau dikenal dengan nama Desuperheaters. Alat tersebut berfungsi untuk mengontrol temperature uap, dan merupakan salah satu cara dari sekian banyak cara mengontrol temperatur uap. Alat desuperheater ini adalah alat untuk menyemprotkan air dari Feed water. kealiran uap yang sedang dipanaskan lanjut (Lihat Gambar Desuperheater). Ketika air menyentuh uap panas, air tersebut berubah menjadi uap. Dengan begitu, air mampu menghilangkan banyak panas dari uap, sehingga menurunkan temperatur uap. Desuperheater ini biasanya diletakkan diantara Primary superheater dan Secondary superheater. Uap dari secondary superheater kemudian dialirkan untuk memutar turbin yang bertekanan tinggi. Ketika setelah memutar turbin bertekanan tinggi, uap tersebut temperatur dan tekananya menjadi turun. Aliran sirkulasi uap yang terjadi adalah sebagai berikut :
Uap jenuh dari setam drum dialirkan ke primary superheater. Primary superheater terletak dibagian belakang dari ketel dan menerima gas relatif dingin. Pipa-pipa biasanya diatur dengan konfigurasi horizontal.
14
Uap yang dipanaskan ini selanjutnya mengalir ke secondary superheater yang terletak pada bagian gas sangat panas. Sebagian dari superheater terletak tepat diatas ruang bakar dan menerima panas radiasi langsung dari ruang bakar. Kemudian dari secondary superheater, uap mengalir ke turbin tekanan tinggi.
Gambar 2.4 Sirkulasi Uap menuju Superheater.
2. Reheater Di sebagian besar pusat pembangkit, setelah uap memutar turbin bertekanan tinggi yang kemudian mengalami penurunan tekanan dan temperature, uap akan dikembalikan lagi ke boiler untuk pemanasan ulang. Pemanasan ulang ini berlangsung dibagian boiler yang disebut Reheater
15
(pemanas ulang). Reheater ini merupakan kumpulan pipa-pipa (tubes) boiler yang diberi panas dari gas pembakaran seperti halnya Superheater. Jadi, reheater ini sebenarnya alat pemanas lanjut ulang (re-superheater), karena fungsinya menaikkan temperature uap tanpa mempengaruhi tekanan uap tersebut. Dari bagian Reheater ini, uap akan dikembalikan untuk memutar turbin bertekana sedang dan rendah. Seperti halnya superheater, pada Reheater ini juga dilengkapi dengan Desuperheater untuk mengontrol temperatur uap.
Gambar 2.5 Sirkulasi Uap menuju Reheater.
16
Aliran uap reheat yang terjadi adalah sebagai berikut : Uap superheat yang berasal dari turbin tekanan tinggi, kembali ke steam generator (boiler), untuk mendapatkan panas dalam reheat, kemudian setelah dipanaskan di reheat, uap tersebut mengalir ke turbin tekanan sedang. 2.2 Temperature Control Valve Didalam sistem pengendalian suatu proses industri, salah satu elemen sistem kontrol yang sangat penting adalah final control element (control valve). Pentingnyan menggunakan ukuran control valve yang benar harus merupakan penekanan didalam desain suatu sistem kontrol agar tujuan pengendalian suatu proses dapat terpenuhi. Dilihat dari segi operasinya valve yang over size akan memberikan fungsi control yang tidak baik dan dapat menyebabkan ketidak stabilan system. Suatu controller yang mahal, sensitive dan akurat akan menjadi tidak berarti jika control valve tidak dapat mengoreksi aliran secara benar untuk menjaga titik control.
Gambar 2.6. Temperature Control Valve
17
Elemen pengendali akhir merupakan bagian akhir sistem pengendalian yang berfungsi mengubah variabel yang dimanipulasi sehingga diperoleh kondisiyang dikehendaki. Ada bermacam-macam elemen pengendali akhir, dalam plant ini elemen pengendali akhir berupa control valve. Control valve yang digunakan pada pengendalian mempunyai karakteristik linear trim. Fungsi transfer dari control valve dapat dinyatakan dalam orde satu sebagai berikut : Gcv = Kcv / (τCV S+ 1 )………………( 2.1 ) Dimana : Kcv
τCV
= Gain total Control Valve = Time Constant control valve
untuk mendapatkan gain control valve dapat menggunakan persamaan berikut; K = laju aliran maksimum / perubahan tekanan masukan……….( 2.2 ) GT = Span Output / Span Input…………………………………….( 2.3 ) Sehingga Gain total control valve adalah : Kcv = K x GT..................................( 2.4 ) Sedangkan untuk time constant control valve didapatkan dari persamaan,sebagai berikut :
τCV = Tv ( ΔV + Rv )……………..( 2.5 )
18
dimana; Tv
= Time Stroke skala penuh
ΔV = fraksi perubahan control valve Rv = Perubahan Time Constant Inherent dengan Time Stroke = 0.03 ( untuk jenis actuator diaphragma ) = 0.3 ( untuk jenis actuator piston ) Adapun time stroke dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut; Tv = Yc / Cv………………………( 2.6 ) Dimana; Yc = Faktor stroke time valve ( 0.676 ) Cv = Koefisien control valve = 0.39 ( untuk jenis positioned I/P )
19
Gambar 2.7. Pneumatic Actuator 2.2.1 Jenis – jenis Kontrol Valve Berdasarkan desain bodi, jenis-jenis control valve adalah: 1. Globe merupakan valve gerakan linier dengan bentuk yang diputar, darimana nama "globe" diturunkan. Valve ini banyak digunakan di industri untuk mengatur aliran fluida baik pada kasus on/off maupun kasus pengkatuban (throttling). 2. Diaphragma merupakan valve yang berhubungan dengan pinch valve, namun menggunakan diaphragma elastomerik, selain penghubung elastomerik pada bodi valve, untuk memisahkan aliran dari elemen tertutup. Daripada
20
menjempit penghubung sehingga tertutup untuk menghasilkan kondisi shutoff, valve ini menggunakan diaphragm yang ditekan sehingga kontak dengan bagian dasar bodi valve untuk menghasilkan kondisi shut-off. 3. Pinch adalah valve dengan bodi elastomer yang f1eksibel sehingga dapat dijepit menutup, menghentikan aliran, menggunakan tekanan mekanik atau fluida. Valve ini penuh pemboran, bertindak linier sehingga dapat digunakan baik pada keperluan on/off atau posisi variable (variable position) atau pengkatuban (throttling). 4. knife atau gate, adalah valve yang bergerak Iinier dimana sebuah elemen penutup berbentuk flat diselipkan kedalam aliran untuk mendapatkan kondisi shut-off. Valve control gate biasanya dibagi ke dalam dua jenis: parallel dan bentuk irisan (wedge-shaped). Valve gate parallel menggunakan gerbang berbentuk disk flat antara dua tempat yang parallel, upstream dan downstream. Valve knife adalah salah satu jenis valve gate parallel, namun dengan pinggiran yang tajam pada bagian dasar gerbang memangkas padatan-padatan yang terbawa atau untuk memisahkan slurry. 5. Needle adalah valve yang mempunyai titik yang langsing dan runcing pada bagian akhir batang valve sehingga lebih direndahkan melewati tempat dudukan untuk membatasi atau menghalangi aliran. Fluida yang mengalir melalui valve dibelokkan 90 derajat dan selanjutnya melewati orifice yang merupakan tempat untuk batang dengan ujung yang berbentuk kerucut.
21
6. Butterfly adalah valve jenis quick opening yang terdiri atas disk atau baling – baling berbentuk lingkaran dan terbuat dari metal, dengan sumbu porosnya berada pada sudut-sudut yang benar terhadap arah aliran dalam pipa, yang mana jika dirotasikan pada shaft, segel (seals) akan berlawanan dengan dudukan (seats) pada bodi valve. Valve ini biasanya digunakan sebagai valve pengkatuban untuk mengontrol aliran. 7. Ball merupakan valve yang menghasilkan kondisi shut-off yang ketat dan control yang dapat dikarakterisasi. Valve ini memiliki rangeability yang tinggi berdasarkan pada desain elemen pengaturannya, tanpa komplikasi dari sisi beban seperti pada valve butterfly atau valve globe. 8. Plug Disebut juga valve clock atau stop-clock, yang banyak digunakan untuk keperluan on/off maupun pengkatuban. 2.3 Temperature Transmitter Temperature Transmitter merupakan peralatan yang berfungsi untuk mengukur temperature berdasarkan perubahan resistansi dari RTD maupun besaran mV dari Thermocouple seiring perubahan temperature. Besaran resistansi dan mVolt ini akan dilinierisasi dan diconvert kebesaran 4 – 20 mA. Secara umum fungsi alih dari temperature transmitter dapat didekati dengan system orde 1 sebagaimana persamaan dibawah ini : MVmA = KTT x P(s) / τTT s + 1………….( 2.8 )
22
Dimana : MVmA
= Measured Variable ( mA ) KTT
= Gain Transmitter
τTT s
= Time constant / damping constant Transmitter ( detik )
P(s)
= Proses Variable ( Temperature )
KTT = ( Span Ouput ) / ( Span Input )…….( 2.8 )
Gambar 2.8. Temperature Transmitter 2.4 Sistem Kendali Di dunia sistem pengaturan kita kenal dengan adanya jerat terbuka ( open loop control system) dan jerat tertutup (closed loop feedback control system). Sistem kendali jerat terbuka atau umpan maju (feedforward control) umumnya mempergunakan pengatur (controller) serta aktuator kendali (control actuator) yang berguna untuk memperoleh respon sistem yang baik. Sistem kendali ini keluarannya tidak diperhitungkan ulang oleh kontroler. Suatu keadaan apakah plant benar-benar telah mencapai target
23
seperti
yang
dikehendaki
masukan
atau
referensi,
tidak
dapat
mempengaruhi kinerja kontroler.
Gambar 2.9 Sistem pengendalian loop terbuka Pada sistem kendali yang lain, yakni sistem kendali jerat tertutup memanfaatkan variabel yang sebanding dengan selisih respon yang terjadi terhadap respon yang diinginkan. Sistem seperi ini juga sering dikenal dengan sistem kendali umpan balik. Aplikasi sistem umpan balik banyak dipergunakan untuk sist em kemudi kapal laut dan pesawat
terbang.
Perangkat sehari -hari yang juga menerapkan sistem ini adalah penyetelan temperatur pada almari es, oven, tungku, dan pemanas air.
Gambar 2.10 Sistem pengendalian loop tertutup Dengan sistem kendali gambar 2.10 kita bisa ilustrasikan apabila keluaran actual telah sama dengan referensi atau masukan maka input kontroler akan bernilai nol. Nilai ini artinya kontroler tidak lagi memberikan sinyal aktuasi kepada plant, karena target akhir perintah gerak telah diperoleh. Sistem kendali loop
terbuka dan
tertutup tersebut merupakan bentuk
24
sederhana yang nantinya akan mendasari semua sistem pengaturan yang lebih kompleks dan rumit. Hubungan antara masukan ( input) dengan keluaran (output) menggambarkan korelasi antara sebab dan akibat proses yang berkaitan. Masukan juga sering diartikan tanggapan keluaran yang diharapkan. Untuk tentunya
mendalami
lebih
lanjut
mengenai sistem
kendali
diperlukan pemahaman yang cukup tentang h al-hal yang
berhubungan dengan sistem kontrol. Oleh karena itu selanjutnya akan dikaji beberapa istilah -istilah yang dipergunakannya.
Istilah-istilah dalam sistem pengendalian Dalam mempelajari atau mengaplikasikan sistem kendali diperlukan beberapa pengertian
tentang istilah-istilah
pada
pengaturan.
Beberapa
istilah yang sering digunakan pada pembahasan masalah sistem pengendalian dan perlu dimengerti yaitu : 1. Masukan Masukan atau input adalah rangsangan dari luar yang diterapkan ke sebuah sistem kendali untuk memperoleh tanggapan tertentu dari sistem pengaturan. Masukan juga sering disebut respon keluaran yang diharapkan. 2. Keluaran Keluaran atau output adalah tanggapan sebenarnya yang didapatkan dari suatu sistem kendali. 3. Plant Seperangkat peralatan atau objek fisik dimana variabel prosesnya akan dikendalikan, msalnya pabrik, reaktor nuklir, mobil, sepeda motor, pesawat terbang, pesawat tempur, kapal laut, kapal selam, mesin cuci, mesin
25
pendingin (sistem AC, kulkas, freezer), penukar kalor ( heat exchanger), bejana tekan (pressure vessel), robot dan sebagainya. 4. Proses Berlangsungnya operasi pengendalian suatu variabel proses, misalnya proses kimiawi, fisika, biologi, ekonomi, dan sebagainya. 5. Sistem Kombinasi atau kumpulan dari berbagai komponen yang beke rja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. 6. Diagram blok Bentuk kotak persegi panjang yang digunakan untuk mempresentasikan model matematika dari sistem fisik. 7. Perbandingan
antara
keluaran(output)
terhadap
masukan(input) suatu
system pengendalian. Suatu misal fungsi alih sistem pengendalian loop terbuka dapat dicari dengan membandingkan antara output terhadap input. 8. Sistem Pengendalian Umpan Maju Sistem kendali ini disebut juga sistem pengendalian loop terbuka . Pada system ini keluaran tidak ikut andil dalam aksi pengendalian . Di sini kinerja kontroler tidak bisa dipengaruhi oleh input referensi. 9. Sistem Pengendalian Umpan Balik Istilah ini sering disebut juga sistem pengendalian loop tertutup . Pengendalian jenis ini adalah suatu sistem pengaturan dimana sistem keluaran pengendalian ikut andil dalam aksi kendali.
26
Gambar 2.11 Sistem pengendalian loop tertutup 10. Sistem Pengendalian Manual Sistem pengendalian dimana faktor manusia sangat dominan dalam aksi pengendalian yang dilakukan pada sistem tersebut. Peran manusia sangat dominan dalam menjalankan perintah, sehingga hasil pengendalian akan dipengaruhi
pelakunya. Pada
sistem
kendali manual
ini
juga
termasuk dalam kategori sistem kendali jerat tertutup. Tangan berfungsi untuk mengatur permukaan fluida dalam tangki. Permukaan fluida dalam tangki
bertindak sebagai
masukan,
sedangkan
penglihatan
bertindak
sebagai sensor. Operator berperan membandingkan tinggi sesungguhnya saat itu dengan tinggi permukaan
fluida yang dikehendaki, dan kemudian bertindak untuk
membuka atau menutup katup sebagai aktuator guna mempertahankan keadaan permukaan yang diinginkan.
Gambar 2.12 Sistem pengendalian level cairan secara manual
27
11. Sistem Pengendalian Otomatis Sistem pengendalian dimana faktor manusia tidak dominan dalam aksi pengendalian yang dilakukan pada sistem tersebut. Peran manusia digantikan oleh sistem kontroler yang telah diprogram secara otomatis sesuai
fungsinya, sehingga
bisa memerankan
seperti yang dilakukan
manusia. Di dunia industry modern banyak sekali sistem ken dali yang memanfaatkan kontrol otomatis, apalagi untuk industri yang bergerak pada bidang yang prosesnya membahayakan keselamatan jiwa manusia.
Gambar 2.13 Sistem pengendalian level cairan secara otomatis 12. Variabel terkendali (Controlled variable) Besaran atau variabel yang dikendalikan, biasanya besaran ini dalam diagram kotak disebut process variable (PV). Level fluida pada bejana pada gambar 4 merupakan variabel terkendali dari proses pengendalian. Temperatur pada gambar 5 merupakan contoh variabel terkendali dari suatu proses pengaturan. 13. Manipulated variable Masukan
dari
suatu
proses
yang
dapat
diubah -ubah
atau
dimanipulasi agar process variable besarnya sesuai dengan set point (sinyal
28
yang diumpankan pada suatu sistem kendali yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan keluaran sistem kontrol). Masukan proses pada gambar 4 adalah laju aliran fluida yang keluar dari bejana , sedangkan masukan proses dari gambar 5 adalah laju aliran fluida yang masuk menuju bejana. Laju aliran diatur dengan mengendalikan bukaan katup. 14. Servomekanisme Sistem
pengendalian
mekanik, seperti
dimana keluarannya
percepatan,
kecepatan,
berupa besaran-besaran
posisi,
torsi, putaran dan
sebagainya. Besaran besaran inilah yang sebaiknya dimenger ti dan dipahami bagi engineer, sehingga mengetahui bagaimana sistem kendali akan diaplikasikan. 15. Sistem Pengendalian Digital Dalam sistem pengendalian otomatis terdapat komponen -komponen utama seperti elemen proses, elemen pengukuran (sensing element dan transmitter),elemen controller (control unit), dan final control element (control value ).
Gambar 2.14 Sistem pengendalian digital
29
16. Gangguan (disturbance) Suatu sinyal yang mempunyai k ecenderungan untuk memberikan efek
yang melawan
terhadap
keluaran
sistem
pengendalian(variabel
terkendali). Besaran ini juga lazim disebut load. 17. Sensing element Bagian paling ujung suatu sistem pengukuran ( measuring system) atau
sering disebut sensor. Sensor bertugas mendeteksi gerakan atau
fenomena lingkungan yang diperlukan sistem kontroler. Sistem dapat dibuat dari sistem yang paling sederhana seperti sensor on/off menggunakan limit switch, sistem analog, system bus paralel, sistem bus serial serta si stem mata kamera. Contoh sensor lainnya yaitu thermocouple untuk pengukur temperatur , accelerometer untuk pengukur getaran, dan pressure gauge untuk pengukur tekanan. 18. Transmitter Alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing element dan mengubahnya supaya dimengerti oleh controller. 19. Aktuator Piranti elektromekanik yang berfungsi untuk menghasilkan daya gerakan. Perangkat bisa dibuat dari system motor listrik (motor DC servo, motor DC stepper, ultrasonic motor, linier moto, torque motor , solenoid), system pneumatik dan hidrolik. Untuk meningkatkan tenaga mekanik aktuator atau torsi gerakan maka bisa dipasang sistem gear box atau sprochet chain.
30
19. Transduser Piranti yang berfungsi untuk mengubah satu bentuk energi menjadi energy bentuk lainnya atau unit pengalih sinyal. Suatu contoh mengubah sinyal gerakan mekanis menjadi energi listrik yang terjadi pada peristiwa pengukuran getaran.Terkadang antara transmiter dan tranduser dirancukan, keduanya memang mempunyai fungsi serupa. Transduser lebih bersifat umum, namun transmitter pemakaiannya pada sistem pengukuran. 20. Measurement Variable Sinyal yang keluar dari transmiter, ini merupakan cerminan sinyal pengukuran. 21. Setting point Besar variabel proses
yang dikehendaki. Suatu kontroler akan selalu
berusaha menyamakan variabel terkendali terhadap set point. 22. Error Selisih antara set point dikurangi variabel
terkendali. Nilainya bisa
positif atau negatif, bergantung nilai set point dan variabel terkendali. Makin kecil error terhitung, maka makin kecil pula sinyal kendali kontroler terhadap plant hingga akhirnya mencapai kondisi tenang ( steady state) 23. Alat Pengendali (Controller) Alat pengendali sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam mengendalikan
suatu
proses. Controller merupakan elemen yang
mengerjakan tiga dari empat tahap pengaturan, yaitu a. membandingkan set point dengan measurement variable b. menghitung berapa banyak koreksi yang harus dilakukan, dan
31
c. mengeluarkan sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungannya , 24. Control Unit Bagian unit kontroler yang menghitung besarnya koreksi yang diperlukan. 25. Final Controller Element Bagian
yang
berfungsi
untuk
mengubah measurement
variable
dengan memanipulasi besarnya manipulated variable atas dasar perintah kontroler . 26. Sistem Pengendalian Kontinyu Sistem pengendalian yang ber jalan secara kontinyu, pada setiap saat respon sistem selalu ada. Sinyal e(t) yang masuk ke kontroler dan sinyal m(t) yang keluar dari kontroler adalah sinyal kontinyu.
Gambar 2.15 Sistem pengendalian kontinyu 27. Sistem pengendalian Adaptive Sistem pengendalian yang mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan disekitarnya. 28. Sistem Pengendalian Diskrit (digital) Sistem
pengendalian
yang
berjalan
secara
diskrit,
proses
pengendalian tidak berjalan setiap saat, hanya pada waktu -waktu tertentu saja (pada saat terjadi pencuplikan pada waktu cupliknya). Pada gambar 2.16. sinyal e*(t) yang masuk ke kontroler dan sinyal m*(t) yang keluar dari
32
kontroler adalah sinyal digital. Sampler pada gambar 2.16 dipergunakan untuk mengubah dari sinyal kontinyu e(t) menjadi sinyal digital e*(t). Rangkaian holding device dipakai untuk mengubah sinyal digital ke sinyal kontinyu.
Gambar 2.16 Sistem pengendalian digital 29. Rangsangan Setiap isyarat masukan yang dimasukkan dari luar yang mempengaruhi keluaran terkendali. 30. Sistem Regulasi Otomatis Sistem pengendalian dimana output sistem dijaga agar sesuai dengan nilai input referensi yang telah ditentukan terlebih dahulu, atau paling tidak mempunyai selang yang kecil dengan input referensinya. 31. Sistem pengendalian loop tertutup Umumnya sistem pengendalian loop tertutup terdiri dari bagian -bagian seperti terlihat pada gambar 2.17.
33
Gambar 2.17 Sistem pengendalian loop tertutup
Input referensi, r(t) Disebut juga set point, adalah sinyal yang diumpankan pada suatu system pengendalian yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan output
system pengendalian
tersebut.
Sinyal -sinyal
yang
banyak
digunakan sebagai input referensi adalah: a. Sinyal impulse b. Sinyal step c. Sinyal ramp d. Sinyal parabolik e. Sinyal sinusoida
Sinyal feedback, b(t) Sinyal yang dihasilkan dari elemen feedback.
Summing point (error detector) Bagian yang berfungsi untuk menjumlahkan semua sinyal yang masuk padanya. Pada gambar 2.17, sinyal yang masuk adalah input referensi (bertanda positif) dan sinyal feedback (bertanda negatif).
34
Sinyal error, e(t) Sinyal yang dihasilkan dari perbedaan antara input referensi dan sinyal feedback. Jadi e(t)= r(t)- b(t)
Elemen pengatur Bagian menghasilkan
dari
sistem
pengendalian
sinyal pengendalian
yang
berfungsi
untuk mengendalikan
untuk
proses/plant.
Kontroler sebenarnya terdiri dari bagian summing point dan elemen kontrol, tetapi kadang -kadang elemen kontrol ini dalam diagram blok sistem pengendalian ditulis sebagai kontroler, misalnya pada gambar 2.16 .
Sinyal pengendalian, m(t) Disebut juga sinyal termanipulasi (manipulated signal) adalah sinyal yang dihasilkan dari kontroler.
Sinyal output, c(t) Sinyal keluaran dari plant atau proses yang dikendalikan oleh kontroler.
Elemen feedback Bagian yang berfungsi untuk mengubah sinyal output menjadi sinyal feedback.Sinyal feedback ini mempunyai bes aran yang sama dengan sinyal input
referensi. Bagian ini biasanya terdiri dari transducer atau sensor yang berfungsi untuk mengubah satu bentuk sinyal ke bentuk yang lainnya. Bagian ini bisa ada atau tidak pada suatu sistem pengendalian diperlukan elemen f eedback jika sinyal output mempunyai besaran yang tidak sama dengan sinyal input referensi dan tidak diperlukan elemen feedback jika besaran sinyal output sudah sama dengan besaran sinyal input referensi.
35
2.5. Pengkontrol PID Suatu pengkontrol Proportional-Integral-Derivative (PID controller) adalah komponen simpul umpan balik yang umum dalam sistem kontrol industri. Pengkontrol mengambil harga terukur dari suatu proses atau peralatan lainnya dan membandingkannya dengan harga setpoint acuan; beda/deviasi (error signal)nya kemudian digunakan menyetel beberapa masukan ke proses agar mengembalikan harga proses terukur ke harga setpoint yang diinginkan. Tidak seperti pengkontrol sederhana, pengkontrol PID bisa mengatur keluaran proses didasarkan pada penyebab dan laju perubahan deviasi, sehingga kontrol menjadi stabil dan lebih akurat. Pengkontrol PID tidak memerlukan matematik tingkat tinggi untuk merancangnya, dan dapat disetel dengan mudah (tuned) sesuai penerapan yang diinginkan, tidak seperti kontrol berbasis algoritma yang rumit pada teori kontrol optimal. Simpul PID berusaha mengotomaTiskan apa yang akan dikerjakan oleh operator cerdas dengan alat ukur dan tombol kontrol. Satu simpul/loop kontrol terdiri dari Tiga bagian: 1. pengukuran dengan sensor yang disambungkan ke proses (“plant”), 2. keputusan dalam elemen pengkontrol 3. Aksi melalui peralatan penggerak (actuator) seperti katup kontrol. Pengkontrol membaca sensor dan mengurangkan pengukurannya terhadap “setpoint” untuk menentukan “error” atau deviasi, kemudian menggunakan error ini untuk menghitung besaran koreksi ke variabel
36
masukan proses (the “action”), sehingga koreksi ini akan menghilangkan error dari pengukuran keluaran proses. Pada simpul PID, koreksi dihitung dari error dengan Tiga cara: 1. Langsung menghilangkan error/deviasi yang ada, disebut Proportional (P). 2. Beberapa saat error dibiarkan terus tidak dikoreksi , disebut Integral (I). 3. Mengantisipasi error selanjutnya dari laju perubahan error terhadap waktu, disebut DerivaTive (D). Pengkontrol PID dapat digunakan untuk mengkontrol setiap variabel yang dapat diukur yang bisa dipengaruhi dengan memainkan beberapa variabel proses lainnya. Misalnya dapat digunakan untuk mengkontrol suhu, tekanan, laju aliran, komposisi komia, kecepatan, putaran dan variabel lainnya. Simpul PID menambahkan koreksi positif, menghilangkan error dari variabel proses yang bisa dikontrol (masukan/inputnya). Istilah-istilah berbeda pada industri kontrol proses; “process variable” disebut juga “process’s input” atau “controller’s output.” Keluaran proses disebut juga “measurement” atau “controller’s input.” Pergerakan sedikit keatas dan sedikit kebawah (“up a bit, down a bit”) dari variabel masukan proses adalah cara simpul PID secara otomais menemukan Tingkat masukan yang benar bagi proses. Memutar tombol kontrol mengurangi error, mengatur masukan proses untuk menjaga keluaran terukur dari proses agar tetap sesuai acuan (setpoint). Kesalahan error diperoleh dengan mengurangi acuan (setpoint) dengan harga terukur.
37
“PID” adalah nama bagi keTiga kalkulasi pembetulan yang merupakan jumlah keluaran (output) dari pengkontrol PID Proportional : untuk mengatasi error mendadak, error ini dikalikan dengan harga kontanta P (“proportional”), dan ditambahkan ke nilai terkontrol yang ada. P hanya absah pada pita rentang dimana keluaran pengkontrol sebanding error dari sistem. Integral : mempelajari telah terjadi, error digabungkan (ditambahkan ) diatas suatu perioda waktu, dan kemudian dikalikan dengan satu konstanta I (membuat rata-rata), dan ditambahkan ke nilai terkontrol yang ada. Suatu sistem proportional sederhana baik yang berosilasi bergerak mundur maju disekitar setpoint karena Tidak ada yang menghilangkan error ketika melampaui batas, ataupun berosilasi dan/atau menstabilkan pada harga terlalu tinggi atau terlalu rendah. Dengan menambahkan sebagian dari error rata-rata (average error) ke masukan proses, maka perbedaan rata-rata antara masukan proses (process output) dengan acuan (setpoint) akan secara terus menerus terkurangi. Maka akhirnya, suatu keluaran proses simpul PID yang disetel dengan baik (well-tuned) akan berkesudahan pada setpoint. DerivaTive : untuk mengatasi yang akan datang, derivative pertama (kecondongan error) terhadap waktu dikalkulasi, dan dikalikan dengan satu kontanta D, dan juga ditambahkan ke nilai terkontrol yang ada. Hubungan derivative mengkontrol tanggapan terhadap perubahan dalam sistem. Makin besar hubungan derivative, makin besar tanggapan pengkontrol untuk merubah keluaran proses. Hubungan D (derivative)nya inilah yang menjadi
38
alasan suatu simpul PID juga disebut pengkontrol prediktif (predictive controller). Hubungan D akan berkurang keTika berusaha memperkecil tanggapan pengkontrol. Pengkontrol praktikal untuk proses-proses yang tidak perlu cepat dapat dilakukan tanpa hubungan D (derivative). Algoritma PID dapat didefinisikan sebagai berikut:
…………..( 2.9) dimana, u(t)
= sinyal kontrol
e(t) = error Kc = gain kontroller TI = integral Time TD
= derivaTive Time
Ada beberapa representasi dari transfer function PID controller : Transfer Function PID controller dalam domain s dapat dinyatakan sebagai berikut: ……………………… ……( 2.10 ) Dengan Kp, Ki , dan Kd masing – masing adalah gain P, I, dan D. Bentuk diatas dapat pula ditulis dalam bentuk lain, sebagai berikut :
……………………( 2.11 )
39
Bila dinyatakan dalam domain waktu (t), PID controller dapat ditulis :
........( 2.12 ) 2.5.1. Pengendali Proporsional (P) Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional (proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif dicerminkan oleh pita proporsional [Gunterus,1994], sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan, Kp. Hubungan antara proporsional band (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan secara oleh Persamaan berikut :
PB = 100 % ............................................ (2.13) Kp Dimana : PB = Proportional Band Kp = Gain Proses Diagram blok pengendali proporTional ditujukkan seperti pada gambar:
Gambar 2.18. Diagram Blok Pengendali Proporsional Penggunaan mode kontrol proporsional harus memperhatikan hal – hal berikut:
40
jika nilai Kp kecil, mode kontrol proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.
jika nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan stabilnya.
Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja Tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi. Kontrol P (ProporTional) selalu sebanding dengan besarnya input. Bentuk transfer function dari kontrol P adalah: U = Kc.e Dimana: Kc = Gain kontrol proporsional
2.5.2. Pengendali Integral (I) Kontroller integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran kontroller ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Diagram blok mode kontrol integral ditunjukkan oleh gambar:
41
Gambar 2.19. Diagram Blok Pengendali Integral
Kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:
Keluaran kontroler butuh selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral cenderung memperlambat respon.
Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai sebelumnya.
Jika sinyal kesalahan Tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki
Konstanta integral Ki berharga besar, offset akan cepat hilang. Saat nilai Ki besar akan berakibat peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroller . Transfer function dari unit control integral adalah:
………………..( 2.14 )
Dimana : T I = integral Time e
= error (input dari unit control)
Kc = gain dari controller 2.5.3. Pengendali Differensial (D) Keluaran kontroller differensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroller, akan
42
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Diagram blok pengendali difrensial ditunjukkan oleh gambar
Gambar 2.20. Diagram Blok Pengendali Differensial Karakteristik dari kontroller differensial adalah sebagai berikut:
Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan atau error sebagai sinyal kesalahan untuk masukannya.
Jika sinyal error berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan kontroller tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan.
Kontroller differensial mempunyai karakter untuk mendahului, sehingga kontroller ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit error menjadi sangat besar. Jadi kontroller differensial dapat menganTisipasi pembangkit error, memberikan aksi yang bersifat korekTif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem [Ogata, 1997]. Transfer function dari unit control differential adalah :
…………………( 2.15 ) dimana, KC e
= gain = error
TD = derivative time
43
Unit pengendali differensial yang bersifat reakTif sangat tepat bagi pengendalian temperatur karena mampu bereaksi secara cepat terhadap perubahan input. Sebaliknya mode control D Tidak dapat dipakai untuk process variable yang beriak (mengandung noise) seperti pengendalian level dan flow, karena riak dan gelombang akan dideferensialkan menjadi pulsapulsa yang Tidak beraturan. Akibatnya, control valve terbuka dan tertutup secara Tidak beraturan dan sistem menjadi kacau. Selain itu, mode control D Tidak dapat megeluarkan output bila Tidak ada perubahan input. Sehingga, control D Tidak pernah dipakai sendirian. Unit control D selalu dipakai dalam kombinasinya dengan P dan I, menjadi mode control PD atau mode control PID. Keluaran kontroller PID merupakan penjumlahan dari keluaran kontroller proporsional, kontroller integral dan kontroller differensial. Gambar diatas menunjukkan hubungan input dan output pada mode control PID. Karakteristik kontroller PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari keTiga parameter P, I dan D. Pengaturan nilai konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen.
Gambar 2.21. Diagram Blok Pengendali PID
44
Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetting lebih menonjol dibanding yang lain sehingga konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi lebih dominan pada respon sistem secara keseluruhan [Gunterus, 1994]. Pengaruh nilai Kp, Ti dan Td pada respon sistem adalah :
Kp yang kecil akan membuat pengendali menjadi sensitif dan cenderung membawa loop berosilasi, sedangkan Kp yang besar akan meninggaakan offset yang besar juga.
Ti yang kecil bermanfaat untuk menghilangkan offset tetapi juga cenderung membawa sistem menjadi lebih sensitf dan lebih mudah berosilasi, seangkan Ti yang besar belum tentu efekTif menghilangkan offset dan juga cenderung membuat sistem menjadi lambat. Td yang besar akan membawa unsur D menjadi lebih menonjol sehingga
respon cenderung cepat, sedangkan Td yang kecil kurang memberi nilai ekstra pada saat – saat awal. 2.6.
Penala PID Proses pemilihan parameter kontrol untuk mendapatkan bentuk yang
spesifik dari proses kontrol dinamakan dengan tuning kontrol. Aturan Zieger Nichols merupakan salah satu bentuk dari tuning kontrol PID, yaitu nilai setTing
Kp, Ti dan Td berdasarkan dari pengalaman step respon atau
berdasarkan dari nilai Kp yang menghasilkan nilai margin yang stabil keTika aksi kontrol proportional digunakan. Aturan Zieger – Nichols menampilkan nilai model matematik pada plant yang tidak kita ketahui. Zieger – Nichols merupakan rule yang menerangkan nilai dari proporTional gain Kp, Integral Time Ti dan Derivative time Td, berdasarkan
45
karakterisiTik respon transien yang diberikan oleh plant. Salah satu pengaruh dari kontrol parameter PID atau tuning pada kontrol PID dapat dihasilkan di dalam plant melalui suatu eksperimen. Dua metode yang disebut aturan Zieger – Nichols pada sistem tuning dibuat sebesar 25% overshoot maksimum dalam step respone. 2.6.1. Metode Pertama Zieger – Nichlos (Kurva Reaksi) Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini digunakan untuk menentukan nilai dari parameter-parameter kontroler PID (Proporsional Integral Derivative). Atau fungsi alihnya adalah:
……………( 2.15 ) Dimana Kp menyatakan kepekaan proporsional, Td menyatakan waktu turunan, dan Ti menyatakan waktu integral. Diagram blok kontroler PID ditunjukkan pada Gambar 2.15.
Gambar 2.22. Diagram Blok Kontroler PID Metode ini ditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%.Gambar 2 menunjukkan kurva dengan lonjakan 25 %.
46
Gambar 2.23. Kurva Respon Tangga Satuan yang memperlihatkan 25% lonjakan maksimum Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem ikal terbuka. Plant sebagai ikal terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan seperti terlihat pada Gambar 2.24. Kalau plant minimal tidak mengandung unsur integrator ataupun polepole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S.Gambar 2.25 menunjukkan kurva respon berbentuk S tersebut.
Gambar 2.24. Respon Tangga Satuan Sistem
Gambar 2.25. Kurva Respon Berbentuk S
47
Sistem dengan respon berbentuk-s dapat dijelaskan dengan sebuah pendekatan fungsi alih :
………………( 2.16 ) Respon berbentuk-s mempunyai dua konstanta waktu, yaitu waktu tunda (L) dan waktu konstan (T) . Dari Gambar 2.25 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan selang waktu T menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 0,63 k, dimana k merupakan gain statis dari plant. Penalaan parameter PID didasarkan perolehan parameter-parameter tersebut. Ziegler dan Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan didasarkan pada parameterparameter tersebut. Tabel 2.1. merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi. Tabel 2.1. Penalaan Parameter PID dengan Metode Kurva Aksi Reaksi Tipe Kontroler
Kp
P
1/a
PI
0,9 / a
3L
PID
1,2 /a
2L
Dimana:
Ti
Td
0,5 L
48
2.6.2. Metode Kedua Zieger – Nichlos (Osilasi) Pada metode ke-2, penalaan dilakukan dalam kalang tertutup dimana masukan referensi yang digunakan adalah fungsi tangga (step). Pengendali pada metode ini hanya pengendali proporsional. Kp, dinaikkan dari 0 hingga nilai kriTis Kp, sehingga diperoleh keluaran yang terus-menerus berosilasi dengan amplitudo yang sama. Nilai kriTis Kp ini disebut sebagai ulTimated gain. Tanggapan keluaran yang dihasilkan pada 3 kondisi penguatan proporsional ditunjukkan pada Gambar 2.17. Sistem dapat berosilasi dengan stabil pada saat Kp = Ku.
Gambar 2.26. Karakteristik Keluaran Sistem dengan penambahan Kp Nilai ultimated period, Tu, diperoleh setelah keluaran sistem mencapai kondisi yang terusmenerus berosilasi. Nilai perioda dasar, Tu, dan penguatan dasar, Ku, digunakan untuk menentukan konstanta-konstanta pengendali sesuai dengan tetapan empiris Ziegler-Nichols pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Penalaan Parameter PID dengan Metode Osilasi Tipe Kontroler
Kp
Ti
Td
P
Ku/2
-
-
PI
2Ku/ 5
4 Tu/ 5
-
PID
3Ku/5
Tu/ 2
3Tu / 25
49
2.6.3. Metode Cohen Coon Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplitudo tetap, Cohen – Coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode quarter amplitude decay. Respon loop tertutup sistem, pada metode ini, dibuat sehingga respon berbentuk quarter amplitude decay. Quarter amplitude decay didefinisikan sebagai respon transien yang amplitudonya dalam periode pertama memiliki perbandingan sebesar seperempat (1/4).
Gambar 2.27 Kurva Respon Quarter Amplitude Decay Kontroler proportional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan quarter amplitude decay, periode pada saat tanggapan ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan KP dengan TP. Sedangkan penalaan parameter kontroler PID adalah sama dengan yang digunakan pada metode ZieglerNichols.
50
Selain cara tersebut, metode Cohen – Coon ini bisa dihitung dengan aturan praktis yang parameter – parameter plantnya diambil dari kurva reaksi sebagai berikut : Table 2.3 Penalaan Parameter PID dengan Metode Cohen Coon