BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Pengukuran Kinerja
2.1.1. Definisi Pengukuran Kinerja Kaplan, dan Norton (1996) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai : “the activity of measuring the performance of an activity or the entire value chain”. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
2.1.2. Manfaat Pengukuran Kinerja Pada tahun 1891, ahli ilmu fisika Inggris Lord Kelvin menulis: “Bila anda dapat mengukur apa yang anda sedang bicarakan, dan menyatakannya dalam bentuk angka-angka, maka anda mengetahui sesuatu tentang itu; tetapi apabila anda tidak dapat mengukurnya, dan anda tidak dapat menyatakannya dalam bentuk angkaangka, maka pengetahuan anda adalah tidak lengkap dan tidak memuaskan”. (Gaspersz, 2003, hal 67)
1
2 Menurut Lynch dan Cross (1991), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut : 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. 2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan dan penyedia internal; 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
2.2. Prinsip Pengelolaan TI (IT Governance) Pengelolaan TI (IT Governance) merupakan konsep yang relatif baru dan kebanyakan perusahaan berada pada tahap awal dalam penciptaan proses pengelolaan yang sesuai untuk perusahaan mereka. Beberapa perusahaan bahkan belum mempertimbangkan konsep ini walaupun dibutuhkan. Direktur-direktur perusahaan dan para manajer perlu memahami peluang dan resiko yang melibatkan TI. Pihak manajemen harus bertanya: •
Apakah TI melakukan hal yang benar?
•
Apakah TI melakukannya dengan cara yang benar?
•
Apakah TI berjalan dengan baik?
•
Apakah TI memberikan nilai nyata?
(Hill, 2003)
3 Hal yang benar berarti bahwa apakah TI benar-benar mendukung bisnis. Gambar 2.1 mengilustrasikan hubungan antara tujuan dan strategi bisnis dengan TI. Tujuan-tujuan TI harus mendukung tujuan-tujuan bisnis. Strategi TI harus mendukung implementasi dari strategi bisnis.
Gambar 2.1. Hubungan antara Tujuan Bisnis, Tujuan TI dan Strategi
“Dahulu TI merupakan sebuah sumber biaya, sekarang TI berada pada inti dari banyak bisnis. TI dapat menjadi sebuah sumber dari competitive advantage jika diatur dengan baik, sebuah beban bila diatur dengan buruk. Pendekatan yang terfokus pada biaya terhadap keputusan investasi akan melewatkan peluang bisnis yang besar. Jika salah diterapkan maka investasi tersebut dapat membawa pada eskalasi dalam biaya sejalan dengan waktu. Keputusan TI harus dibuat berdasarkan basis nilai, dengan menggunakan metodologi yang terkait dengan biaya/keuntungan, proses manajemen yang solid, dan keputusan bisnis serta TI yang matang. Hal ini berarti bahwa manajer
4 bisnis harus mengambil kepemilikan dari investasi TI dan terlibat secara penuh dalam proses pengambilan keputusan.” (Grambergen, 2001) Pengelolaan TI merupakan tanggung jawab dari manajemen. Pengelolaan ini merupakan bagian yang integral dari perusahaan yang berisi struktur organisasi dan proses yang memastikan bahwa organisasi TI memberikan sumbangan dalam membantu strategi dan tujuan organisasi. Pada intinya, Pengelolaan TI memiliki dua kewajiban, yaitu mengendalikan dan menciptakan nilai bisnis, dan membantu mengurangi resiko. Sangat penting untuk mengingat bahwa pengelolaan TI bukan merupakan disiplin ilmu yang “unik”, namun ia merupakan sebuah komponen dari pengelolaan perusahaan yang penting. Menurut perkiraan dari para analis seperti Giga, Gartner, dan Compass terdapat sebuah peningkatan terhadap kewajiban pengelolaan TI, yaitu: •
Penyesuaian strategis – berfokus pada penyesuaian TI dengan bisnis dan solusi bersama.
•
Pengantaran nilai – menitikberatkan pada optimasi pengeluaran dan menunjukkan nilai nyata dari TI.
•
Manajemen aset TI – berfokus pada pengetahuan dan infrastruktur.
•
Manajemen resiko – menjaga aset TI dan mengimplemtasi sebuah strategi pemulihan dari bencana (disaster recovery strategy).
(Hill, 2003) Dalam lingkungan yang sangat kompetitif dan sering berubah, semakin banyak kita menggali secara efektif dan mengelola TI dalam bisnis kita, maka semakin berhasil pula perusahaan kita. (Baschab, 2003)
5 Apa yang harus dilakukan manajemen terhadap situasi tersebut? 1. Harus menyesuaikan bisnis dengan TI 2. Harus mengelola resiko 3. Harus mengelola kinerja Terkadang ditanyakan apa yang membuat TI menjadi sangat khusus, yang membutuhkan perhatian yang lebih, alasannya adalah: •
TI membutuhkan pemahaman teknis yang lebih dalam untuk memahami bagaimana TI dapat menciptakan peluang bisnis baru dan meningkatkan efektifitas perusahaan.
•
Pengetahuan mengenai TI yang sesungguhnya dan apa yang dapat dicapai melaluinya cenderung terbatas pada tingkat manajemen. Proses Pengelolaan TI digambarkan dalam Gambar 2.2. Proses pengelolaan
dimulai dari penentuan tujuan untuk TI perusahaan, menyediakan arah awal. Kemudian sebuah lingkaran kinerja yang berkesinambungan terbentuk
yang diukur dan
dibandingkan dengan tujuan, dan menghasilkan perubahan arah jika dibutuhkan dan perubahan tujuan jika sesuai. Sementara tujuan merupakan kewajiban utama dari manajemen, merupakan bukti bahwa tujuan tersebut harus dikembangkan sehingga tujuan dapat tercapai dan ukuran-ukuran mewakili tujuan secara tepat (Board Briefing on IT Governance, 2001).
6
Gambar 2.2. Manajemen Berbasis Pengukuran untuk Mencapai Hasil (Hill, 2003)
Dalam menanggapi arah yang diterima, fungsi TI perlu untuk berfokus pada menyadari keuntungan-keuntungan dengan meningkatkan otomatisasi dan membuat perusahaan lebih efektif, dan dengan mengurangi biaya serta membuat perusahaan lebih efisien, juga dalam mengelola resiko (keamanan, kehandalan, dan kesesuaian). Kerangka kerja pengelolaan TI dapat dilihat seperti yang tergambar pada Gambar 2.2. (Board Briefing on IT Governance, 2001)
2.3. Balanced Scorecard 2.3.1. Terminologi dalam Balanced Scorecard 1. Visi (Vision) merupakan suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang: ! Diciptakan melalui konsensus.
7 ! Gambaran-gambaran
ideal
di
masa
yang
akan
datang,
yang
mempengaruhi mental orang-orang agar berhasrat mencapainya. ! Menggambarkan sesuatu yang mungkin, tidak perlu harus dapat diperkirakan. ! Memberikan arah dan fokus. ! Mempengaruhi orang-orang untuk menuju ke visi itu. 2. Misi (Mission) merupakan suatu pernyataan bisnis dari perusahaan. ! Menyatakan alasan-alasan bisnis tentang keberadaan perusahaan itu. ! Tidak menyatakan suatu hasil. ! Tidak ada batas waktu atau pengukuran. ! Memberikan basis untuk pembuatan keputusan tentang penempatan sumber-sumber daya dan penetapan tujuan yang tepat. ! Mendefinisikan bisnis sekarang dan yang akan datang dalam bentuk produk, hasil, pelanggan, alasan-alasan, dan pasar. 3. Sasaran
(Goals)
merupakan
suatu
pencapaian
menyeluruh
yang
dipertimbangkan penting untuk kesuksesan organisasi di masa mendatang. Sasaran menyatakan di mana organisasi itu ingin berada di masa datang. 4. Tujuan (Objectives) menunjukkan bagaimana tindakan dan hasil-hasil yang diinginkan itu tercapai. Menunjukkan rencana untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Tujuan merupakan hal-hal apa yang secara spesifik harus dikerjakan untuk melaksanakan strategi. Misalnya, hal-hal apa dalam strategi perusahaan yang paling penting bagi keberhasilan masa mendatang? Hal-hal apa yang harus dilakukan oleh organisasi untuk mencapai sasarannya?
8 5. Perspektif (Perspectives) merupakan empat pandangan berbeda yang mengendalikan organisasi. Perpektif memberikan suatu kerangka kerja untuk pengukuran. Empat perspektif dalam Balanced Scorecard adalah (1) Finansial, (2) Pelanggan, (3) Proses Bisnis Internal, dan (4) Pembelajaran dan Pertumbuhan. 6. Target (Targets) merupakan suatu tingkat kinerja yang diharapkan atau peningkatan yang diperlukan di masa mendatang. Misalnya, perspektif finansial memiliki target kinerja tingkat pengembalian investasi (ROI) minimum 35% per tahun, perspektif pelanggan memiliki target kinerja kepuasan pelanggan 100%, perpektif proses bisnis internal memiliki target kinerja tingkat kegagalan produk maksimum 100 DPMO (Defect per Million Opportunities), dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memiliki target kinerja pelatihan karyawan minimum 45 jam per karyawan per tahun. (Gaspersz, 2003)
2.3.2. Konsep Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (1996, hal 71), Balanced Scorecard adalah: “… suatu set ukuran yang memberikan kepada para manajer puncak suatu pandangan bisnis secara cepat namun dapat dipahami… meliputi ukuran keuangan yang memberitahukan hasil dari aksi yang telah dilakukan; melengkapi ukuran-ukuran keuangan dengan ukuran-ukuran operasional berdasarkan kepuasan pelanggan, proses internal, dan inovasi organisasi serta memperbaiki ukuran-ukuran aktivitas operasional yang merupakan pengendali keuangan yang dihasilkan di masa mendatang.”
9
Gambar 2.3. Menerjemahkan Misi Menjadi Keluaran yang Diharapkan (Kaplan, 2001)
Balanced Scorecard merupakan sebuah sistem manajemen dan pengukuran yang memungkinkan
organisasi
untuk
memperjelas
visi
dan
strategi
mereka
dan
menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah aksi. BSC juga memungkinkan untuk menghubungkan misi, visi dan strategi ke dalam tujuan-tujuan personal dalam memperjelas apa yang tiap karyawan harus lakukan untuk mencapai hasil. BSC menyediakan umpan balik dalam proses bisnis internal dan hasil keluaran agar secara terus-menerus dapat meningkatkan kinerja dan hasil. (Gambar 2.3) (Kaplan, 2001) Pencipta Balanced Scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mengembangkan metode ini dalam tiga artikel yang dipublikasikan dalam Harvard Business Review (1992,1993 dan 1996). Ide mereka adalah bahwa ukuran finansial tradisional (seperti ROI) harus ditambah dengan ukuran operasional yang berhubungan dengan kepuasan
10 pelanggan, proses internal dan kemampuan untuk malakukan inovasi. Ketiga ukuran ini akan meyakinkan hasil finansial di masa depan, dan mengendalikan organisasi ke arah tujuan-tujuan strategis dengan menjaga keseimbangan keempat perspektif tersebut. Kaplan
dan
Norton
mengetahui
teori-teori
dibalik
Business
Process
Reengineering (BPR) (Hammer dan Champy, 1993), dimana para penulis juga menekankan
pentingnya
tujuan-tujuan
dan
ukuran-ukuran
kuantitatif
untuk
mengendalikan strategi. Semua pengukuran-pengukuran dan evaluasi-evaluasi tersebut digabungkan dalam sebuah sistem manajemen yang mengendalikan peningkatan dan mempersiapkan perusahaan untuk masa depan. Untuk melakukan hal ini, metode BSC menggunakan struktur tiga tingkat: •
Misi: manajemen pertama-tama menetapkan sebuah misi (misal “menjadi penyedia yang paling dipilih oleh pelanggan”)
•
Tujuan: misi diterjemahkan ke dalam tujuan-tujuan (misal “menyediakan pelanggan kita dengan produk baru”)
•
Indikator: tujuan-tujuan dapat diukur melalui indikator-indikator yang dipilih dengan baik (misal: “persentase turnover yang dihasilkan dari produk baru”)
11
Gambar 2.4. Balanced Scorecard: Empat Perspektif Asli (Kaplan, 2001)
2.3.3. Perspektif Keuangan Secara tradisional, laporan keuangan merupakan indikator historisagregatif yang merefleksikan akibat dari implementasi dan eksekusi strategi dalam satu periode. Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran
12 yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: 1. Bertumbuh (Growth) Adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya, tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan. 2. Bertahan (Sustain) Adalah tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya, jika mungkin. Tolok ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misal, ROI, ROCE, dan EVA. 3. Menuai (Harvest) Adalah tahap dimana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini yang juga digunakan sebagai tolok ukur adalah memaksimalkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.
13
2.3.4. Perspektif Pelanggan Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer satisfaction. Perspektif ini merupakan leading indicator. Jika pelanggan tidak puas mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran yaitu: ukuran utama pelanggan (customer core measurement) dan proposisi nilai pelanggan (customer value prepositions) 1. Ukuran utama pelanggan (customer core measurement) Memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu: pangsa pasar (market share), retensi pelanggan (customer retention), akuisisi pelanggan (customer acquisition), kepuasan pelanggan (customer satisfaction), dan profitabilitas pelanggan (customer profitability). a. Pangsa Pasar (market share): Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, meliputi jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan. b. Retensi Pelanggan (customer retention): Mengukur tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan kosumen. c. Akuisisi Pelanggan (customer acquisition): Mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
14 d. Kepuasan Pelanggan (customer satisfaction): Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition. e. Profitabilitas Pelanggan (customer profitability): Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
2. Proposisi Nilai Pelanggan (customer value proposition) Merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada ukuran utama yang didasarkan pada atribut produk/jasa, hubungan pelanggan, serta citra dan reputasi. a. Atribut Produk/Jasa Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga dan kualitas. Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan. b. Hubungan Pelanggan Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan konsumen sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan masalah waktu penyampaian. c. Citra dan Reputasi Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun citra dan reputasi
15 dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
2.3.5. Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Kaplan dan Norton membagi proses bisnis internal ke dalam: (Robert S. Kaplan dan David P. Norton, 1996) inovasi, operasi dan layanan purna jual. 1. Proses Inovasi Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. 2. Proses Operasi Adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: a. proses pembuatan produk b. proses penyampaian produk kepada pelanggan Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada: waktu, kualitas dan biaya. 3. Proses Pelayanan Purna Jual Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual telah memenuhi harapan pelanggan, dengan
16 menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang telah dilakukan dalam proses operasi.
2.3.6. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Proses pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem dan prosedur organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Tolok ukur kunci untuk menilai kinerja para pekerja adalah kepuasan karyawan, retensi karyawan, produktivitas karyawan. 1. Kepuasan karyawan Kepuasan karyawan mengakui bahwa moral karyawan adalah penting untuk memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan ketanggapan terhadap situasi. Manajer dapat mengukur kepuasan karyawan dengan survei, mewawancarai karyawan, dan mengamati karyawan pada saat bekerja.
2. Retensi Karyawan Retensi karyawan mengakui bahwa karyawan mengembangkan modal intelektual khusus organisasi dan merupakan aktiva non keuangan yang bernilai bagi perusahaan. Disamping itu, sangat mahal menemukan dan menerima orang yang berbakat untuk menggantikan orang yang meninggalkan perusahaan. Perputaran karyawan diukur dengan persentase orang yang keluar setiap tahun. 3. Produktivitas karyawan
17 Produktivitas karyawan mengakui pentingnya keluaran per karyawan, keluaran dapat diukur dalam tolok ukur fisik seperti pendapatan per karyawan, laba per karyawan. (Robert S. Kaplan dan David P. Norton, 1996)
2.4. Pengukuran Kinerja TI “Dalam TI, jika anda bermain dalam suatu pertandingan dan anda tidak mencari angka, maka anda hanyalah berlatih.” (Board Briefing on IT Governance, 2001) Pernyataan di atas menggambarkan bahwa tidak dapat dipungkiri untuk mengukur kinerja TI. Saat ini, kita memiliki tujuan untuk menentukan tujuan-tujuan dari perspektif yang berbeda dengan mengaplikasikan metode Balanced Scorecard. Namun pada saat yang bersamaan Balanced Scorecard tidak dapat digunakan untuk mengukur kinerja. Tugas pengukuran proses-proses dan kinerja TI terkadang tetap merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. CobiT merupakan sebuah alat yang secara luas digunakan untuk perkiraan kinerja proses-proses TI. Pengguna CobiT terdiri dari pengguna, manajer, auditor, dan konsultan.
Gambar 2.5. TI Sebagai Pendukung Bisnis (CobiT Management Guidelines)
18
Balanced Scorecard Bisnis digunakan untuk menentukan tujuan-tujuan bisnis. Ukuran keluaran dalam Balanced Scorecard Bisnis dinamakan Key Goal Indicator (KGI). TI merupakan pendukung dari bisnis dan TI memiliki Balanced Scorecard sendiri. Untuk ukuran kinerja dari pendukung seperti TI dinamakan Key Performance Indicator (KPI) (Gambar 2.5) Proses pengukuran kinerja digambarkan dalam Gambar 2.6. Proses dimulai dengan menentukan apa yang akan diukur dan menentukan tingkat atau standar. Kemudian diikuti oleh tindakan untuk mengukur kinerja dan membandingkan hasil pengukuran dengan tingkat kinerja.
Gambar 2.6. Proses Pengukuran dan Pengendalian. (Hunger, 1997)
2.4.1. KGI (Key Goal Indicator) Mendefinisikan
ukuran-ukuran
yang
menginformasikan
manajemen
mengenai apakah sebuah proses TI telah mencapai persyaratan bisnisnya, biasanya dijelaskan dalam kriteria informasi sebagai berikut: •
Ketersediaan dari informasi yang dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan bisnis
19 •
Penghilangan resiko integritas dan kerahasiaan
•
Efisiensi biaya proses-proses dan operasi
•
Terpenuhinya kehandalan, efektifitas
2.4.2. KPI (Key Performance Indicator) Mendefinisikan ukuran-ukuran untuk menentukan seberapa baik proses TI dalam kinerjanya mencapai tujuan yang ingin dicapai. KPI merupakan lead indicator dari apakah sebuah tujuan akan tercapai atau tidak, dan merupakan indikator yang baik dari kemampuan, praktek, dan keahlian.
2.4.3. CSF (Critical Success Factor) Menurut Raymond McLeod, Jr (2001 , Hal 148), CSF adalah salah satu kegiatan perusahaan yang berpengaruh kuat pada kemampuan perusahaan mencapai tujuannya. Perusahaan biasanya memiliki beberapa CSF. Manfaat CSF : a. Membantu eksekutif untuk fokus pada kegiatan yang paling penting b. Membantu eksekutif untuk memikirkan kebutuhan informasi untuk mendukung
kegiatan tersebut.
CSF mendefinisikan hal-hal yang terpenting atau tindakan bagi manajemen untuk mencapai pengendalian atas proses-proses TI. CSF harus menjadi acuan implementasi yang berorientasi pada manajemen dan mengidentifikasi hal-hal yang paling penting untuk dilakukan, secara strategis, teknis, organisasional atau prosedural. (CobiT – Management Guidelines).
20 Penentuan CSF baru dapat dimulai sewaktu tujuan-tujuan telah diidentifikasi. Tahap pertama adalah mengidentifikasi CSF terhadap setiap tujuan, kemudian, kedua, mengkonsolodasi CSF tersebut ke dalam tujuan-tujuan, karena banyak CFS yang akan muncul kembali. (Ward, 2003)
2.5. Hubungan Sebab dan Akibat TI menciptakan nilai secara tidak langsung, karena TI tidak memiliki hubungan langsung terhadap hasil finansial dari pendapatan atau keuntungan. Peningkatan dalam aset intangible mempengaruhi hasil finansial melalui rantai hubungan sebab-akibat yang melibatkan dua atau tiga tahap perantara. Sebagai contoh: 1.
Investasi dalam pelatihan karyawan menuntun pada peningkatan dalam kualitas pelayanan TI.
2.
Kualitas pelayanan TI yang baik menuntun pada tingkat kepuasan pengguna yang lebih tinggi.
3.
Kepuasan pengguna yang tinggi menuntun pada loyalitas pengguna yang lebih tinggi.
4.
Loyalitas pengguna yang tinggi menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang lebih tinggi.