BAB II LANDASAN TEORI
2.1 New Product Development Sebuah perusahaan harus baik dalam mengembangkan produk-produk baru. Perusahaan juga harus mengatur semua ini dalam menghadapi perubahan selera, teknologi, dan persaingan. Setiap produk akan melalui semacam siklus, yaitu siklus dimana produk itu baru diluncurkan; melalui berbagai fase; dan kemudian mati, seiring dengan datangnya produk-produk baru yang dapat lebih memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan adanya perubahan yang terus terjadi dalam selera, teknologi, dan persaingan, perusahaan tidak dapat sepenuhnya bergantung pada produk-produknya yang sudah ada. Konsumen menginginkan dan mengharapkan produk-produk yang baru dan lebih baik, dimana akan disediakan oleh adanya kompetisi antar perusahaan. Setiap perusahaan membutuhkan sebuah program new-product development. Pengadaan produk baru oleh perusahaan dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan akuisisi, yaitu adalah dengan membeli perusahaan lain, membeli hak paten, atau dengan memiliki lisensi untuk memproduksi produk milik perusahaan lain. Cara yang lain adalah dengan melakukan new-product development yang dilaksanakan oleh internal perusahaan melalui divisi research and development.
7
8
Definisi dari new-product development menurut Kotler (1998;384) adalah “New-product development is the development of original products, product improvements, product modifications, and new brands through the firm’s own R&D efforts.” Definisi di atas berarti bahwa new-product development merupakan pengembangan dari produk yang asli, perbaikan produk, modifikasi produk, dan merek-merek baru yang dihasilkan melalui divisi R&D milik perusahaan. Keadaan
dimana
terjadinya
biaya-biaya
yang
meningkat
untuk
mengembangkan dan memperkenalkan produk-produk baru yang besar, telah mendorong banyak perusahaan untuk lebih melihat kepada merek-merek yang sudah ada ketimbang untuk membuat produk yang baru sama sekali. Perusahaan-perusahaan lain berhasil menghemat banyak uang dengan meniru produk kompetitor atau dengan menghidupkan kembali produk yang lama.
2.2 New Products Process Proses untuk mencari ide-ide produk baru hendaknya dilakukan secara sistematis. Manajemen tingkat atas harus berhati-hati untuk mendefinisikan strategi new-product developmentnya. Strategi ini harus mencakup produk dan pasar mana yang akan menjadi fokus utama. Selain itu juga harus mencakup tentang apa yang diinginkan perusahaan dari produk-produk baru ini, apakah itu adalah cashflow yang tinggi, meraih pangsa pasar, ataupun tujuan-tujuan lainnya.
9
Tentang proses ini, Crawford (2003;23) memiliki apa yang disebut dengan Basic New Products Process. Proses ini terdiri atas lima fase, dimana setiap fase itu dijalankan secara bertahap mulai dari fase pertama sampai kepada fase ke lima. Bagan dari Basic New Products Process dapat kita lihat dibawah ini: BAGAN 1: BASIC NEW PRODUCTS PROCESS Phase 1: Opportunity Identification and Selection Generate new products opportunities as spinouts of the ongoing business operation, new products suggestions, changes in marketing plan, resource changes, and new needs/wants in the marketplace. Research, evaluate, validate, and rank them (as opportunities, not specific product concepts). Give major ones a preliminary strategic statement to guide further work on them.
Phase 2: Concept Generation Select high potential/urgency opportunity, and begin customer involvement. Collect available new product concepts that fit the opportunity and generate new ones as
Phase 3: Concept/Project Evaluation Evaluate new products concepts (as they begin to come in) on technical, marketing, and financial criteria. Rank them and select the best two or three. Request project proposal authorization when in possession of product definition, team, budget, skeleton of developmment plan, and final product. innovation charter (PIC).
Phase 4: Development A. Technical tasks Specify the full development process and its deliverables. Undertake to design prototypes; test and validate prototypes againts protocol; design and validate production process for the best prototype; slowly scale up production as necessary for product and market testing. B. Marketing Tasks Prepare strategy, tactics, and launch details for marketing plan, prepare proposed business plan and get approval for it, stipulate product augmentation (service, packaging, branding, etc.) and prepare for it.
Phase 5: Launch Commercialize the plans and prototypes from development phase; begin distribution and sale of the new product (maybe on a limited basis); and manage the launch program to achieve the goals and objectives set in the PIC (as modified in the final business plan).
10
Bagan diatas memiliki arti sebagi berikut:
Tahap 1: Mengidentifikasi Peluang-peluang dan Pilihan Ciptakan peluang-peluang produk baru sebagai hasil dari kegiatan bisnis yang telah berjalan, usulan atas produk-produk baru, perubahan pada rencana pemasaran, perubahan pada sumber-sumber daya, dan keinginan/kebutuhan yang baru dalam pasar. Telitilah, tinjau, pastikan, kemudian diurutkan (sebagai peluang, bukan konsep produk yang spesifik). Untuk yang hasilnya besar, agar dinyatakan sebagai strategi awal untuk kemudian dikembangkan secara lebih jauh.
Tahap 2: Pengembangan Konsep Pilih peluang-peluang yang berpotensi baik atau yang mendesak, lalu mulailah keterlibatan dari pelanggan. Kumpulkan konsep-konsep produk baru yang tersedia, yang sesuai dengan peluang yang ada kemudian juga kembangkan peluang yang baru.
Tahap 3: Tinjauan atas Produk/Projek Tinjaulah konsep-konsep produk-produk baru (sewaktu baru masuk) dalam kriteria teknis, pemasaran, dan keuangan. Urutkan semua dan pilih dua atau tiga yang terbaik. Mintalah proposal atas keabsahan projek sewaktu berada dalam definisi produk, kelompok, anggaran, kerangka dari rencana pengembangan, dan final product innovation charter (PIC).
11
Tahap 4: Pengembangan A. Tugas-tugas Teknis Jelaskan proses pengembangan secara keseluruhan dan faktor-faktornya. Lanjutkan pada prototip rancangan; uji dan pastikan prototip terhadap protokol; rancang dan pastikan proses produksi untuk prototip yang terbaik; secara perlahan tingkatkan produksi sebagaimana dibutuhkan untuk menguji produk dan pasar.
B. Tugas-tugas Pemasaran Siapkan strategi, taktik, dan rincian peluncuran untuk rencana pemasaran, siapkan proposal rencana bisnis yang telah disetujui, nyatakan aspek-aspek dari produk (service, packaging, branding, dll.) kemudian ambil persiapan untuk itu.
Tahap 5: Peluncuran Sosialisasikan rencana dan prototip dari fase pengembangan; awali distribusi dan penjualan dari produk baru (mungkin dalam jumlah terbatas); dan atur program peluncuran utnuk mencapai tujuan-tujuan sebagaimana diatur dalam PIC (seperti yang telah disempurnakan dalam rencana bisnis yang terakhir).
2.2.1 Product Innovation Charter Di dalam Basic New Products Process di atas disebutkan bahwa terdapat apa yang disebut sebagai product innovation charter (PIC). Tentang PIC tersebut, Crawford (2003;43) mengatakan bahwa:
12
“A new products strategy does several things. It charts the group’s direction – where it must go, and where it must not go. It also tells the group its goals and objectives and provides some rules of the road. We first explore the inputs to this new products strategy – which we prefer to call the product innovation charter (PIC) – then we detail the PIC’s components and explore ways in which it can be built.” Pernyataan diatas dapat kita artikan dimana sebuah strategi produk baru melakukan banyak hal. Ini mengatur arah dari kelompok – mengarah kemana, dan tidak boleh mengarah kemana. Ini juga menyatakan tujuan dan sasaran dari kelompok serta mengatur sebagian aturan main. Kita terlebih dahulu mencari input-input terhadap strategi produk baru ini – yang kita namakan sebagai product innovation charter (PIC) – kemudian kita mendalami komponen-komponen dari PIC dan mencari caracara bagaimana sehingga dapat dijalankan. Adanya PIC ini menunjukkan kepada kita bahwa strategi yang digunakan disini adalah untuk produk, bukan untuk suatu proses atau aktivitas lainnya. Untuk sebuah tim pengembangan produk baru yang merasa kurang dapat membaca situasi, keberadaan dari PIC sangatlah membantu. Crawford (2003;53) membagi PIC atas empat komponen, yang dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
13
BAGAN 2: THE CONTENTS OF A PIC Background Key ideas from the situation analysis; special forces such as managerial dicta; reasons for preparing a new PIC at this time.
Focus At least one clear technology dimension and one clear market dimension. They match and have good potential.
Goals-Objectives What the project will accomplish, either short-term as objectives or longer-term as goals. Evaluation managements.
Guidelines Any “rules of the road” requirements imposed by the situation or by upper management. Innovativeness, order of market entry, time/quality/cost, miscellaneous.
Bagan diatas dapat kita artikan sebagai berikut: Latar Belakang Ide-ide utama dari analisis situasi; keunggulan-keunggulan khusus seperti managerial dicta; alasan-alasan untuk menyiapkan PIC baru pada saat ini. Fokus Paling tidak satu aspek teknologi yang jelas dan satu aspek pasar yang jelas. Saling sesuai dan memiliki potensi yang baik.
14
Sasaran-Tujuan Apa yang akan dicapai oleh projek, baik sebagai tujuan jangka pendek atau sebagai sasaran jangka panjang. Meninjau manajemen. Panduan Setiap “aturan main” yang diatur berdasarkan kepada situasi atau oleh manajemen atas. Ke-inovasi-an, perintah untuk masuk pasar, waktu/kualitas/biaya, dll.
2.3 Market Segmenting, Targeting, and Positioning Setiap perusahaan yang menjual produknya kepada pasar tentu mengetahui bahwa mereka tidak dapat mencapai seluruh pembeli yang ada di dalam pasar, dan juga tidak dapat mencapai semua pembeli dengan cara yang sama. Pembeli yang ada sangatlah banyak, sangat tersebar, dan sangat bervariasi baik dalam kebutuhan maupun dalam keputusan untuk membeli. Perusahaan-perusahaan yang ada juga secara bervariasi memasuki segmensegmen pasar yang berbeda, sesuai dengan kemampuan masing-masing perusahaan. Daripada mencoba untuk bersaing dalam pasar secara keseluruhan, terkadang bersaing dengan kompetitor yang sangat kuat, setiap perusahaan harus dapat mengidentifikasi bagian-bagian mana dari pasar yang bisa dilayaninya dengan lebih baik.
15
2.3.1 Market Segmenting Pasar terdiri atas pembeli, dan para pembeli itu saling berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mereka dapat berbeda dalam hal keinginan, sumber daya, lokasi, dan sikap dalam melakukan pembelian. Secara ideal, dalam hal ini penjual dapat merancang program marketing yang berbeda untuk masing-masing pembeli. Tidak ada suatu cara tertentu untuk mensegmentasi pasar. Seorang pemasar harus mencoba variabel-variabel segmentasi yang berbeda, secara tunggal maupun dikombinasikan, agar mendapatkan cara terbaik untuk melihat struktur pasar. Kotler (1998;299) membagi segmentasi pasar atas variabel-variabel yang utama, antara lain: Geographic, Demographic, Phsychographic, and Behavioral variables.
2.3.1.1 Geographic Segmenting Kotler (1998:299) tentang geographic segmenting: “Geograpic segmenting calls for dividing the market into different geographical units such as nations, regions, states, countries, cities, or neighbourhoods. A company may decide to operate in one or a few geographical areas, or to operate in all areas but pay attention to geographical differences in needs and wants.” Pernyataan diatas berarti bahwa segmentasi secara geografis adalah membagi pasar ke dalam unit-unit geografis seperti negara, kawasan, bangsa, kota, atau lingkungan. Sebuah perusahaan dapat memutuskan untuk beroperasi pada satu atau beberapa
16
lingkungan geografis, tapi tetap harus memperhatikan perbedaan-perbedaan geografis dalam hal kebutuhan dan keinginan.
2.3.1.2 Demographic Segmenting Kotler (1998;303) tentang demographic segmenting: “Demographic segmenting consists of dividing the market into groups based on variables such as age, gender, family size, family life cycle, income, occupation, education, religion, race, and nationality. Demographic factors are the most popular bases for segmenting customer groups. Even when market segments are first defined using other bases, their demograpic charateristics must be known in order to asses the size of the target market and to reach it efficiently.” Pernyataan diatas berarti bahwa segmentasi demografis merupakan pembagian pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan variabel-variabel seperti umur, jenis kelamin, besar keluarga, siklus keluarga, penghasilan, pekerjaan, tingkat pendidikan, agama, ras, dan kebangsaan. Walau saat segmen pasar pertama kali dilihat dengan menggunakan basis yang lain, namun karakteristik demografis mereka tetap harus diketahui untuk melihat besarnya pasar sasaran dan bagaimana dapat meraihnya secara efisien.
17
2.3.1.3 Psychographic Segmenting Kotler (1998;305) tentang phsychographic segmenting: “In phsychographic segmenting, buyers are divided into different groups based on socio-economic status, lifestyle or personality characteristics. People in the same geodemographic group can have different psychographic profiles.” Pernyataan diatas berarti bahwa di dalam segementasi psikografis, pembeli dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan status sosio-ekonomi, gaya hidup atau karakteristik kepribadian. Orang-orang yang berada dalam kelompok geodemografis yang sama dapat memiliki profil psikografis yang berbeda.
2.3.1.4 Behavioral Segmenting Kotler (1998;305) tentang behavioral segmenting: “Behavioral segmenting divides buyers into groups based on their knowledge, attitudes, uses or responses to a product. Many marketers believe that behavioral variables are the best starting point for building market segments.” Pernyataan diatas berarti bahwa segementasi tingkah laku membagi pembeli berdasarkan pada pengetahuan, sifat, kegunaan atau respons mereka terhadap sebuah produk. Banyak pemasar percaya bahwa variabel tingkah laku ini adalah titik awal yang terbaik untuk membangun segmen pasar.
18
2.3.1.5 Loyalty Status Selain keempat faktor diatas, sebuah pasar juga dapat disegmentasikan berdasarkan consumer loyalty. Konsumen dapat loyal terhadap produk, toko, dan merek. Pembeli dapat dibedakan menurut tingkat loyalitas mereka. Ada yang sangat loyal, ada yang setengah loyal (kadang membeli merek lain), dan ada yang tidak loyal sama sekali. Kotler (1998;307) tentang brand loyalty: “ Companies must be careful when using brand loyalty in their segmentation strategies. What appear to be brand-loyal purchase patterns may reflect little more than habit, indifference, a low price, or unavailability of other brands. Thus, frequent or regular purchasing may not be the same as brand loyalty – marketers must examine the motivations behind observed purchase patterns.” Pernyataan di atas berarti bahwa perusahaan harus berhati-hati saat menggunakan brand loyalty di dalam strategi segmentasi mereka. Apa yang dilihat sebagai pola pembelian produk yang loyal, dapat merefleksikan sedikit dari kebiasaan, ketidakbedaan, harga yang rendah, atau tidak tersedianya merek lain. Karena itu, pembelian yang berulang mungkin tidak sama dengan brand loyalty – para pemasar harus meneliti motivasi-motivasi yang berada di belakang pola-pola pembelian yang dipantau.
19
2.3.2 Market Targeting Segementasi pasar membedakan peluang-peluang yang ada dalam setiap segmen yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan kemudian harus mengevaluasi berbagai segmen yang ada dan mengambil keputusan segmen-segmen mana saja yang ingin atau tidak ingin dimasuki. Bagian ini melihat bagaimana perusahaanperusahaan mengevaluasi dan menentukan segmen yang dituju. Tentunya perusahaan ingin menargetkan untuk masuk ke segmen yang ingin paling baik. Dalam menentukan target tersebut, perusahaan harus mengevaluasi besarnya setiap segmen serta karakteristik pertumbuhannya, struktur ketertarikan, dan tentu menyesuaikannya dengan tingkat kemampuan dari perusahaannya sendiri baik secara sumber daya maupun dengan melihat tujuan-tujuan perusahaan. Kotler (1998;325) mengatakan bahwa perusahaan dapat memilih salah satu dari tiga strategi market-coverage, yang antara lain adalah (1) ignore segment differences (undifferentiated marketing) yaitu dengan mengabaikan perbedaan segmen; (2) develop different market offers for several segments (differentiated marketing) yaitu dengan mengembangkan penawaran-penawaran yang berbeda untuk berbagai segmen; (3) or go after one or a few market segments (concentrated marketing) yaitu dengan memilih satu atau beberapa segmen pasar. Keputusan untuk memasuki pasar mana tentunya dengan melakukan pertimbangan pada sumber-sumber daya perusahaan, keaneka ragaman produk, tahap-tahap product life cycle, dan strategi pemasaran dari perusahaan itu sendiri.
20
2.3.3 Market Positioning Setelah perusahaan menentukan segmen mana yang ingin dimasuki, selanjutnya perusahaan harus menentukan strategi marketing positioningnya, dimana memposisikan dirinya untuk menyesuaikan dengan segmen yang dituju tersebut. Pengambilan posisi tersebut dapat dilakukan melalui produk-produknya melalui atribut-atribut produk tertentu, sesuai dengan kegunaan produk, untuk para pemakai produk dalam kelas-kelas tertentu, atau dapat juga melalui perbedaan kelaskelas produk. Proses positioning ini dapat berupa upaya menghadapi atau juga dapat menghindari kompetitior. Kotler (1998;325) membagi tahap positioning ini ke dalam tiga langkah, yaitu: 1. Identifying a set of possible competitive advantages on which to build a position; yang berarti mengidentifkasi beberapa keunggulan komparatif yang dimiliki untuk membangun sebuah posisi. 2. Selecting the right competitive advantages, yang berarti menyeleksi keunggulan-keunggulan komparatif yang tepat. 3. Effectively communicating and delivering the chosen position to the market, yang berarti secara efektif mengkomunikasikan dan mengantar posisi yang dipilih kepada pasar.
2.4 SWOT Analysis Dengan mengacu kepada data-data internal maupun dari lingkungan eksternal perusahaan, kita dapat melakukan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
21
Opportunities, Threats). Data-data yang dijadikan acuan disini disesuaikan dengan kondisi, misi, dan sasaran perusahaan. Kekuatan dan kelemahan perusahaan adalah faktor-faktor internal yang dapat mendukung atau tidak mendukung perusahaan. Ada empat kriteria yang disampaikan oleh Wood (2004;55) dimana kita dapat melihat apakah suatu faktor internal itu termasuk dalam strength atau weakness, yaitu: 1. Previous performance. How has the factor affected earlier performance, as measured by trends in profitability, market share, employee productivity or other appropriate standards? Are prior trends and performance likely to continue? 2. Outcomes. How has the factor contributed to specific outcomes defined by objectives and goals? Will the factor be likely to influence short and long term outcomes in the future? 3. Competitiors. How does the factor compare with that of competitors, and is significant change likely to occur in the future? 4. Management judgement. How do organizational managers currently view the factor? Do they believe their view will change in the coming months or years, and why? Penjelasan dari kriteria-kriteria diatas dapat diartikan sebagai berikut: 1. Kinerja masa lampau. Bagaimana faktor tersebut mempengaruhi kinerja sebelumnya, jika diukur berdasarkan trend pada profitabilitas, pangsa pasar, produktivitas karyawan, atau standar pengukuran lain yang dirasa perlu? Apakah trend dan kinerja tersebut memiliki kecenderungan untuk berlanjut?
22
2. Hasil. Seberapa besar faktor tersebut berkontribusi terhadap hasil-hasil tertentu yang terdapat dalam tujuan dan sasaran perusahaan? Apakah faktor tersebut berkecenderungan untuk mempengaruhi hasil-hasil di masa depan dalam jangka pendek maupun jangka panjang? 3. Pesaing. Bagaimana faktor tersebut jika dibandingkan dengan faktor yang sama dari kompetitior, dan apakah ada kecenderungan terjadinya perubahan signifikan di masa depan? 4. Penilaian manajemen. Bagaimana penilaian manajemen perusahaan kepada faktor tersebut? Apakah mereka merasa bahwa pandangan mereka akan berubah dalam bulan-bulan atau tahun-tahun ke depan, dan mengapa? Dengan menggunakan Analisis SWOT maka dapat membantu para pemasar agar bisa lebih menggabungkan kekuatan-kekuatan dengan peluang-peluang yang menjanjikan, dimana juga memberi pengertian bagaimana kekuatan-kekuatan dapat menutupi kelemahan-kelemahan dan ancaman-ancaman jika dieksploitasikan ke dalam rencana-rencana pemasaran.
2.5 Product Life Cycle Semua produk yang ada akan melalui tahap-tahap yang berbeda-beda, dimana setiap tahap dipengaruhi oleh kondisi kompetitif yang berbeda-beda pula. Tahaptahap ini membutuhkan strategi pemasaran yang berbeda-beda dalam waktu-waktu tertentu, jika tingkat penjualan dan laba ingin secara efisen direalisasikan. Jangka waktu dari suatu product life cycle bukanlah suatu periode waktu tertentu.
23
Bergantung kepada tipe produk itu, jangka waktunya bisa dari hitungan minggu sampai dengan tahunan. Pada umumnya, keberadaan dari product life cycle ini merupakan penggambaran dari sejarah tingkat penjualan dari suatu produk tertentu , yang cenderung membentuk suatu kurva berbentuk “S”. Perlu diingat bahwa belum tentu semua produk mengikuti kurva yang berbentuk “S” tersebut.
Gambar 1: Product Life Cycle Curve Jain (2000;241) membagi product life cycle ini ke dalam empat tahap yaitu: introduction, growth, maturity, decline. Ada juga beberapa penulis yang menambahkan tahap ke lima yaitu saturation. Untuk penjelasan dari ke empat tahap tersebut dapat dilihat di bawah ini:
24
2.5.1 Introduction Jain (2000;241) tentang tahap introduction: “Introduction is the period during which initial marketing acceptance is a doubt; thus, it is period of slow growth. Profits are almost nonexistent because of high marketing and other expenses. Setbacks in the product’s development, manufacture, and market introduction exact a heavy toll. Marketing strategy during this stage is based on different combinations of product, price, promotion, and distribution.” Pernyataan diatas berarti bahwa tahap introduction adalah periode dimana tingkat penerimaan pasar masih diragukan; sehingga, menjadi periode dengan pertumbuhan yang rendah. Laba hampir tidak ada karena tingginya biaya pemasaran dan biaya lainnya. Timbal balik dalam pengembangan produk, manufaktur, dan pengenalan pasar menghadapi cobaan berat. Strategi pemasaran dalam tahap ini didasarkan pada kombinasi-kombinasi yang berbeda dari produk, harga, promosi, dan distribusi.
2.5.2 Growth Jain (2000;241) tentang tahap growth: “Survivors of the introduction stage enjoy a period of rapid growth. During this growth period, there is a substantial profit improvement. Strategy in this stage takes the following shape: (a) product improvement, addition of new features and models; (b) development of new market segments; (c) addition of
25
new channels; (d) selective demand stimulation; and (e) price reductions to vie for new customers.” Pernyataan di atas berarti bahwa bagi mereka yang bertahan melalui tahap introduction akan menikmati pertumbuhan yang berlanjut. Dalam tahap growth ini, terdapat peningkatan laba yang mendasar. Strategi dalam tahap ini akan berbentuk: (a) peningkatan produk, penambahan fitur dan model yang baru; (b) perkembangan dari segmen-segmen pasar yang baru; (c) penambahan akan saluran-saluran yang baru; (d) stimulasi permintaan yang selektif; dan (e) penurunan harga untuk mendapatkan konsumen-konsumen yang baru.
2.5.3 Maturity Jain (2000;242) tentang tahap maturity: “During the next stage, maturity, there is intense rivalry for a mature market. Efforts may be limited to attracting a new popluation, leading to a proliferations of sizes, colors, attachments, and other product variants. Battling to retain the company’s share, each marketer steps up persuasive advertising, opens new channels of distribution, and grants price concessions. Unless new competitors are obstructed by patents or other barriers, entry is easy. Thus, maturity is a period when sales growth slows down and profits peak and then start to decline.” Pernyataan di atas berarti bahwa dalam, maturity, terdapat rivalitas yang tinggi untuk pasar yang mature. Upaya-upaya mungkin dibatasi untuk menarik populasi baru,
26
mengarah kepada perbedaan-perbedaan dari ukuran, warna, attachments, dan variasivariasi produk lainnya. Dalam perang untuk mempertahankan pangsa pasar, setiap pemasar menambahkan persuasive advertising, membuka saluran-saluran distribusi baru, dan memberikan potongan-potongan harga.
2.5.4 Decline Jain (2000;242) tentang tahap decline: “Finally there is the decline period. Though sales and profits continue their downward trend, the declining product is not necessarily unprofitable. Some of the competition may have left the market by this stage. Customers who remain commited to the product may be willing to use standard models, pay higher prices, and buy at selected outlets. Promotional expenses can also be reduced.” Pernyataan di atas berarti bahwa di dalam tahap decline, meskipun penjualan dan laba terus mengalami trend penurunan, tidak berarti bahwa tidak ada profit. Beberapa perusahaan mungkin meninggalkan pasar dalam tahap ini. Konsumen yang tetap commited terhadap produk mungkin akan mau untuk menggunakan model-model yang standar, membayar lebih mahal, atau membelinya di outlet-outlet tertentu. Biaya-biaya promosi juga dapat dipangkas.
27
2.6 Brand Awareness Awareness atau kesadaran akan produk menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Durianto (2004;6) memiliki apa yang disebut sebagai piramida kesadaran merek. Piramida ini terdiri dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, yang dapat dilihat di bawah ini:
Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
Gambar 2: Piramida Kesadaran Merek
28
1. Unware of Brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek. 2. Brand Recognition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal kesadaran merek, di mana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). 3. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall). 4. Top of Mind (puncak pikiran) adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. Kesadaran merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga sangat rendah.
2.7 Marketing Mix Sewaktu
perusahaan
telah
memutuskan
strategi
pemasaran
secara
keseluruhan, maka perusahaan sudah sampai pada tahap untuk merencanakan marketing mix secara detail. Marketing mix adalah salah satu konsep utama dalam pemasaran modern saat ini. Marketing mix merupakan satu set marketing tools yang
29
dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkan oleh target pasar. Kotler (1998:57) mengatakan bahwa marketing mix juga sering disebut sebagai “4P”, yang terdiri atas empat unsur yaitu:
2.5.1 Product “Product means the ‘goods-and-service’ combination the company offers to the target market. Whenever we refer to branded goods and/or services in marketing we refer to products.” Definisi di atas berarti bahwa produk merupakan kombinasi ’barang dan jasa’ yang ditawarkan oleh perusahaan kepada target pasar. Setiap saat kita membicarakan barang bermerek dan/atau pelayanan di dalam pemasaran berarti kita membicarakan produk.
2.5.2 Price “Price is the amount of money customers have to pay to obtain the product.” Definisi di atas berarti bahwa harga merupakan jumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk.
2.5.3 Placement “Placement involves company logistics and marketing activities concerned with making and distributing the finished product to the customer.”
30
Pernyataan di atas berarti bahwa penempatan produk melibatkan logistik perusahaan dan
kegiatan-kegiatan
pemasaran
dikonentrasikan
dengan
membuat
dan
mendistribusikan barang jadi tersebut kepada konsumen.
2.5.4 Promotion “Promotion means activities that communicate the merits of the product and persuade target customers to buy it.” Definisi di atas mengatakan bahwa promosi berarti aktivitas-aktivitas yang mengkomunikasikan kelebihan-kelebihan dari produk dan mempengaruhi target konsumen untuk membelinya.