BAB II LANDASAN TEORI
A. Kurikulum Berbasis Kompetensi 1. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi a. Pengertian Kurikulum Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai saat ini. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curricule” artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. 1 Pengertian kurikulum menurut pandangan lama atau sering disebut dengan pandangan tradisional merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang ditempuh oleh murid untuk mendapat ijazah.2 Apa sebenarnya yang dimaksud ‘kurikulum’ dalam kurikulum 2004? Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Sesuai dengan pengertian tersebut kurikulum 2004 berisi seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi yang dibakukan untuk
mencapai tujuan Nasional dan cara pencapainnya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah, sekolah, dan madrasah.3
b. Kompetensi Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfkeksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. McAshan ( 1981:45 ) mengemukakan bahwa kompetensi: “….is knowledge, skills, and abilities or cabalities that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he 1
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,(Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 16. Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum ( Dasar-dasar dan Perkembangannya), (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 4. 3 Nurhadi, Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta: PT Grasindo, 2004) hlm. 65. 2
20
or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilakuperilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.4 Sejalan dengan itu, Finch & Crunkilton (1979: 222) yang disunting oleh E. Mulyasa mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas kompetensi, ketrampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugastugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan dalam dunia kerja.5 Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan nilainilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Rumusan kompetensi dalam kurikulum berbasis kompetensi merupakan pernyataan yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.6
4 5
Ibid., hlm. 16-17. E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003),
hlm 38 6
Nurhadi, loc.cit.
21
c. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi Berdasarkan pengertian kurikulum dan kompetensi di atas, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standart performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.7 Dalam bukunya Dr. Nurhadi “ Kurikulum 2004” Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pngembangan kurikulum sekolah. o Kompetensi : Pengetahuan, ketrampilan, dan nilai dasar yang tercermin dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. o Siswa yang kompeten : memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai dasar untuk melakukan sesuatu.8
2. Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut, a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun secara klasikal. b. Berorientasi pada hasil belajar ( Learning outcomes ) dan keberagaman. c. Penyampaian dan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
7 8
E.Mulyasa, op.cit., hlm. 39. Nurhadi, loc.cit.
22
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya pengupayaan atau pencapaian suatu kompetensi.9 f. Belajar sepanjang hayat: -
Belajar mengetahui ( learning how to know)
-
Belajar melakukan ( learning how to do )
-
Belajar menjadi diri sendiri ( learning how to be)
-
Belajar hidup dalam keberagamaan ( learning how to live together)10
3. Perbedaan KBK dengan kurikulum 1994 Kurikulum sebagai bidang kajian sangat sukar untuk dipahami, tetapi sangat terbuka untuk didiskusikan. Oleh karena itu untuk memahaminya harus dianalisa dalam konteks yang luas, demikian halnya kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) lahir sebagai jawaban terhadap berbagai kritikan masyarakat terhadap kurikulum 1994, serta sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan dunia kerja. KBK merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi seperti yang digariskan dalam haluan negara. Dengan demikian, KBK diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan dewasa ini, terutama dalam memasuki era globalisasi yang penuh dengan berbagai macam tantangan. Oleh karena itu dalam hal ini akan disajikan perbedaan antara kurikulum 1994 dengan kurikulum 2004 yakni sebagai berikut:11
9
Purwadi Suhandinu, Seminar Lokakarya:KBK dan CTL, (Semarang: UNNES,2003),
hlm. 4. 10 11
Nur hadi, op.cit., hlm. 19. E. Mulyasa, op.cit., hlm. 166-167.
23
PERBEDAAN KURIKULUM 1994 DENGAN KBK NO
KURIKULUM 1994
1
Menggunakan pendekatan penguasaan
Menggunakan
ilmu pengetahuan yang menekankan
menekankan pada pada pemahaman, kemampuan
pada
atau kompetensi tertentu di Sekolah yang
isi
atau
pengetahuan,
materi
KURIKULUM 2004
berupa
pemahaman
atau
aplikasi, analisis , sintesis, dan evaluasi
berkaitan
pendekatan
dengan
kompetensi
pekerjaan
yang
yang
ada
di
masyarakat.
yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan. 2
3
Standar akademis yang diterapkan
Standar
secara seragam bagi setiap peserta
perbedaan individu baik kemampuan, kecepatan
didik
belajar, maupun konteks social budaya
Berbasis konten, sehingga peserrta
Berbasis kompetensi sehingga peserta didik
didik dipandang sebagai kertas putih
berada
yang perlu ditulisi dengan sejumlah
berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian,
ilmu
sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi
pengetahuan
(
Transfer
of
knowledge)
kompetensi
dalam
yang
proses
memperhatikan
perkembangan
yang
bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
4
Pengembangan kurikulum dilakukan
Pengembangan
kurikulum
dilakukan
dengan cara
desentralisasi,
sehingga
pemerintah
sentralisasi, sehingga
Depdiknas
memonopoli
pengembangan
ide
dan
konsepsi
secara dan
masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum
kurikulum. 5
Materi
yang
dikembangkan
dan
Sekolah diberikan keleluasaan untuk menyusun
diajarkan di Sekolah seringkali tidak
dan mengembangkan silabus mata pelajaran
sesuai
sekolah,
sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah,
kebutuhan dan kemampuan peserta
kebutuhan dan kemampuan peserta didik serta
didik, serta kebutuhan masyarakat
kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
dengan
potensi
sekitar sekolah. 6
Guru
merupakan
menentukan
7
8
segala
kurikulum
yang
Guru
sebagai
fasilitator
yang
bertugas
sesuatu
yang
mengkondisikan lingkungan untuk memberikan
terjadi dalam kelas
kemudahan belajar peserta didik.
Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
Pengetahuan,
dikembangkan
dikembangkan berdasarkan pemahaman yang
melalui
pelatihan
ketrampilan,
dan
seperti latihan mengerjakan soal
akan membentuk kompetensi individual
Pembelajaran
Pembelajaran
cenderung
dilakukan
yang
dilakukan
sikap
mendorong
24
hanya didalam kelas, atau dibatasi oleh
terjalinnya
kerja
sama
antara
sekolah,
empat dinding kelas
masyarakat, dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi peserta didik
9
Evaluasi Nasional yang tidak dapat
Evaluasi berbasis kelas, yang menekankan pada
menyentuh aspek-aspek kepribadian
proses dan hasil belajar.
peserta didik
Dalam buku lain dijelaskan juga perbedaan kurikulum 1994 dengan kurikulum 2004, yakni sebagai berikut: KURIKULUM 1994
KURIKULUM 2004
Berbasis isi/ Materi
Menekankan pada pencapaian kompetensi
Pada praktiknya aspek kognisi lebih
Perimbangan antara aspek kognisi dan
diperhatikan dibandingkan afeksi, dan
psikomotorik.
psikomotorik Pengembangan kurikulum bersifat sentralisasi
Pengembangan kurikulum bersifat desentralisasi.
Kurikulum bidang studi berisi daftar materi
Kurikulum bidang studi berisi daftar
yang diajarkan berupadaftar topik yang harus
kompetensi standar ( standar minimal ) yang
dikuasai siswa.
harus dikuasai siswa.12
4. Indikator Keberhasilan KBK Keberhasilan
kurikulum
berbasis
kompetensi
yang
dalam
pengembangannya memberikan kewenangan sangat besar kepada sekolah melalui pengambilan keputusan partisipatif, sangat ditentukan oleh kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan sekolah. Keberhasilan tersebut antara lain dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: 1. adanya peningkatan mutu pendidikan, yang dapat dicapai oleh sekolah melalui kemandirian dan inisiatif kepala sekolah dan guru dalam mengelola dan mendayagunakan sumber-sumber yang tersedia.
12
Nur Hadi, op.cit., hlm. 19.
25
2. adanya peningkatan efisiensi dan efektifitas, pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber pendidikan, melalui pembagian tanggung
jawab yang
jelas, transparant, dan demokratis. 3. adanya peningkatan perhatian serta partisipasi warga dan masyarakat sekitar sekolahan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai melalui pengambilan keputusan bersama. 4. adanya peningkatan tanggung jawab sekolah kepada pemerintah orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya berkaitan dengan mutu sekolah, baik dalam intra maupun ekstra kurikuler. 5. adanya kompetensi yang sehat antar sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat. 6. tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan dikalangan warga sekolah, bersifat adaptif dan pro aktif serta memiliki jiwa kewirausahaan tinggi ( ulet, inovatif, dan berani mengambil resiko). 7. Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui ( Learning to know ), belajar berkarya ( learning to do ), belajar menjadi diri sendiri ( learning to be ), dan belajar hidup bersama secara harmonis ( learning to live together ). 8. Terciptanya iklim sekolah yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan ( enjoyble learning ). 9. Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik tetapi untuk memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut bagi perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran di sekolah.13
13
E. Mulyasa, cp cit, hlm 181-182
26
B. Contextual Teaching and Learning 1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran
kontekstual
(Berbasis
Kompetensi)
adalah
pembelajaran yang mensyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. 14 Dalam seminar Lokakarya tentang Pembelajaran kontekstual (CTL) oleh Sunarko ditulis bahwa awalnya pembelajaran kontekstual (CTL) diusulkan oleh John Dewey untuk diterapkan di sekolah-sekolah Amerika pada awal abad 20.
Pada tahun 1916, Dewey mengusulkan suatu
kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa belajar mesesuatu yang sangat kompleks dan multidimensional melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi kepada latiahan dan rangsangan/tanggapan. Berdasarkan teori pembelajaran kontekstual, belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal dan sesuai dengan kerangka berpilir yang dimilikinya (ingatan, pengalaman, tanggapan)15 Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning ) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar.16
14
DepDikNas, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi SMP, ( Jakarta: 2003), hlm. 28. 15 Sunarko, Pembelajaran Kontekstual (CTL), (Semarang: UNNES, 2003), hlm. 1. 16 Nurhadi, Kurikulum 2004, hlm. 103.
27
2.Tujuan Pembelajaran Kontextual Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Menurut Lee (1999) transfer adalah kemampuan untuk berfikir dan berargumentasi tentang situasi baru melalui penggunaan pengetahuan awal. Ia dapat berkonotasi positif jika belajar atau pemecahan masalah ditingkatkan melalui penggunaan pengetahuan awal, dan berkonotasi negatif jika pengetahuan awal secara nyata mengganggu proses belajar.17
3. Komponen-komponen Kontekstual Adapun pendekatan CTL sendiri memiliki tujuh komponen utama yaitu kontruktivisme (Contructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). a. kontruktivisme (Contructivism) kontruktivisme (Contructivism), merupakan landasan berpikir (Filosofi) pendekatan CTL, Yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, dan hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pada umumnya sudah diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu ketika kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide dan sebagainya. Untuk itu guru dalam hal ini memfasilitasi proses tersebut dengan: -
menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa
-
memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
17
Sunarko, op.cit., hlm. 2.
28
-
Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Landasan berpikir kontruktivisme agak berbeda dengan
pandangan kaum obyektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan kontruktivisme strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.18 Dalam pandangan kontruktivistik, kebebasan berinisiatif dipandang sebagai penentu keberhasilan karena kontrol belajar oleh siswa itu sendiri. Tujuan pembelajaran kontruktivistik menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas yang kreatif dan produktifdalam konteks nyata.19 b. Menemukan (Inquiry) Menemukan
merupakan
bagian
inti
dari
kegiatan
pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat faktafakta, tetapi dari hasil menemukan sendiri. Langkah-langkah kegiatan menemukan (Inkuiri): 1) Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun) 2) Mengamati atau melakukan observasi 3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya. 4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.20 c. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemempuan berpikir siswa.
18
Ibid., hlm. 4. Nurhadi, op.cit., hlm. 47. 20 Ibid. 19
29
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif , kegiatan bertanya berguna untuk: 1) Menggali informasi baik administrasi maupun akademis 2) Mengecek pemahaman siswa 3) Membangkitkan respon kepada siswa 4) Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa 5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa 6) Memfokuskan perhatian siawa pada sesuatu yang dikehendaki guru 7) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa21
d. Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya hiterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. “Masyarakat belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. e. Pemodelan (Modeling) Komponen selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya dalam sebuah pembelajaran ketrampila atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa dengan cara mengoperasikan sesuatu, cara tayamum, berwudhu, dan sebagainya. Atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang 21
Sunarko, op.cit., hlm. 5.
30
“Bagaimana cara belajar”.Jadi guru bukanlah satu-satunya model. Model juga dapat didatangkan dari luar.22 f. Refleksi (Reflection) Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Buku lain dijelaskan refleksi berarti cermin, maknanya adalah kegiatan bercermin pada pengalaman belajar yang baru saja dilakukan para siswa baik secara perorangan maupun kelompok.23 Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Refleksinya berupa: - Pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu - Catatan dibuku - Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu - Diskusi - Hasil karya g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil dan dengan berbagai cara.
22
Ibid., hlm. 7. Dasim Budimansyah, Pembelajaran PAI Berbasis Portofolio,(Bandung: Genesindo, 2003), hlm115 23
31
4. Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL -
Kerja sama
-
Pengalaman nyata
-
Saling menunjang
-
Menyenangkan, tidak membosankan
-
Siswa kritis guru kreatif
-
Dinding kelas & lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, petapeta, gambar, artikel, humor. Dll
-
Laporan kepada orang tua siswa tidak hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dll.24
5. Peran Guru dalam Pembelajaran Kontextual Guru
merupakan
ujung
tombak
proses
kemanusiaan
dan
pemanusiaan telah diterima sepanjang sejarah pendidikan formal, bahkan sebelum itu. Hingga saat ini agenda,wajah kegiatandan fungsi yang ditampilkan oleh guru tidak berubah yaitu menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran dikelas. Mereka ini menjadi ujung sekaligus pengarah tombak proses kemanusiaan dan pemanusiaan melalui jalur pendidikan formal.25 Dengan
KBK
guru
dituntut
untuk
membuktikan
keprofesionalannya, mereka dituntut untuk dapat menyusun dan membuat rencana pembelajaran yang berdasarkan kemampuan dasar apa yang dapat digali dan dikembangkan oleh peserta didik. Guru harus mampu mengejawantahkan potensi diri dan bakat peserta didik sehingga mampu mencari dan menemukan ilmu pengetahuannya sendiri. Tugas guru bukan mencurahkan atau menyuapi peserta didik dengan ilmu pengetahuan tetapi mereka hanya sebagai motivator, mediator dan fasilitator pendidikan. Guru harus mampu menyusun rencana pembelajaran yang tidak saja baik tetapi juga mampu memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mencari, 24
Ibid., hlm. 10. 25 Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 187.
32
membangun, membentuk serta menaplikasikan pengetahuan dalam kehidupannya.26 Secara garis besar peran guru dalm pembelajaran berbasis CTL dapat digambarkan, sebagai berikut: a. Mengkaji konsep atau teori yang akan dikaji oleh siswa b. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama c. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa , selanjutnya memilih dan mengkaitkanya dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam proses pembelajaran konstekstual d. Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan kehidupan mereka e. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengkaitkan apa yang dipelajari dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa didorong untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman
siswa
terhadap
konsep
atau
teori
yang
sedang
dipelajarinya. f. Melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa . Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelakssnaannya.27
6. Penerapan Pembelajaran Kontekstual dalam Kelas Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ke 7 komponen tersebut diatas dalam pembelajarannya.
26
Deny
Suwarja,
“KBK,
http://www.google.co.id/htm , hlm. 1. 27
Sunarko, KBK dan CTL, hlm. 11.
Tantangan
Profesionalitas
Guru”,
33
Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini : 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4) Ciptakan masyarakat belajar ( belajar dalam kelompok-kelompok ) 5) Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
7. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual Dalam pembelajaran kontekstual, rencana pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan engan topik yang akan dipelajarinya. Dalam rencana tercermin indikator hasil pembelajaran, media untuk mencapai hasil belajar tersebut, langkah-langkah pembelajaran dan authentic assessmentnya. Berbeda dengan program yang dikembangkan oleh paham obyektifitas, penekanan program yang berbasis kontekstual bukan pada rincian dan kejelasan tujuan tetapi pada gambaran kegiatan tahap demi tahap dan media yang digunakan. Perumusan tujuan yang berkecil-kecil, bukan menjadi prioritas dalam menyusun rencana pembelajaran CTL, mengingat yang akan dicapai bukan “hasil”, tetapi lebih pada “strategi belajar” yang diinginkan bukan “banyak tetapi dangkal”, melainkan sedikit tetapi “mendalam”.
34
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar “rencana pribadi” tentang apa yang akan dikerjakan bersama siswanya. Gambaran selama ini bahwa RP (Rencana Pembelajaran) adalah laporan untuk kepala sekolah atau pihak lain harus dibuang jauh-jauh. RP-lah yang mengingatkan guru tentang alat apa atau benda apa yang harus dipersiapkan, berapa banyak, ukuran berapa, dan langkah-langkah apa yang akan dikerjakan oleh siswa. Secara umum, tidak ada perbedaan yang mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi yang membedakannya hanya pada penekanannya. Pada program konvensional lebih menekankan pada diskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.28
28
Ibid., hlm. 11-14.