BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Penilaian Kinerja Upaya yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam rangka melakukan pengawasan dan evaluasi atas seluruh sumber daya perusahaan dapat diakomodir dengan membuat suatu sistem penilaian kinerja, tujuannya agar aktivitas di dalam perusahaan sesuai dengan tujuan-tujuan ditetapkan. Hasil yang didapat berguna sebagai informasi bagi perusahaan melakukan penyesuaian terhadap rencana dan pengawasan. Pengertian Penilaian Kinerja seperti dalam buku Performance Appraisal disebutkan bahwa, ” Penilaian Kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standard kerja yang telah ditentukan oleh perusahaan”. (Rivai : 2004).
2.2 Penilaian Kinerja Sistem Tradisional Dalam upaya melakukan penilaian terhadap kinerja perusahaannya, terkadang pihak manajemen perusahaan masih terfokus pada satu aspek saja yaitu, aspek finansial/keuangan, hal ini disebabkan karena pemahaman perusahaan masih sebatas ukuran- ukuran yang bersifat finansial saja tanpa memperhatian aspek-aspek lain yang jelas-jelas sangat membutuhkan fokus perhatian, karena tuntutan bisnis pada saat ini lebih kompleks. Apabila perusahaan masih berfokus pada aspek finansial saja, maka perusahaan tersebut masih melakukan penilaian kinerja dengan sistem tradisional.
5
Dalam sistem penilaian kinerja yang modern saat ini, penilaian telah berkembang pada aspek lain diluar finansial, seperti aspek pelayanan terhadap pelanggan, pertumbuhan dan pembelajaran dan aspek proses bisnis internal, untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam konsep mengenai Balanced Scorecard.
1.3
Balanced Scorecard Balanced scorecard merupakan alat pengukuran kineja yang saat ini banyak
digunakan oleh berbagai perusahaan atau lembaga nirlaba, metode ini digunakan untuk mengatasi kegagalan sistem pengukuran kinerja tradisional yang hanya mengandalkan informasi- informasi keuangan dalam pengambilan keputusan organisasi. Metode ini pada awalnya digunakan hanya sebagai alat pengukuran kinerja saja, namun kemudian berkembang menjadi suatu sistem manajemen strategis. Balanced Scorecard pertama kali diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam Harvard's Business Review tahun 1992 dalam artikel "Balanced Scorecard - Measures that Drives Performance". Dalam artikel itu dikatakan (1992, p.71) Balanced Scorecard adalah: "... a set of measures that gives top managers a fast but comprehensive view of the business... includes financial measures that tell the results of actions already taken.... complements the financial measures with operational measures on customer satisfaction, internal processes, and the organization's innovation and improvement activities operational measures that are the drivers of future financial performance." Secara singkat Balanced Scorecard merupakan suatu set pengukuran yang didapat dari strategi perusahaan. Set pengukuran ini digunakan sebagat alat bagi manajemen untuk berkomunikasi dan mengendalikan kemajuan dan kinerja dari
6
perusahaan. Dengan kata lain, Balanced Scorecard merupakan sistem
manajemen
strategis, yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai visi dan objektif. Balanced Scorecard menjabarkan visi dan strategi perusahaan ke dalam objektif yang terukur, yang lebih dapat dimengerti serta lebih mudah untuk fokus dalam usaha dan mencapai objektif, yang merupakan bagian aktual dari visi dan strategi yang bersifat umum dan luas. Balanced Scorecard menggunakan pengukuran kinerja yang kritis untuk mencapai strategi. Pengukuran kinerja tersebut melihat dari 4 perspektif, yaitu Financial, Customer, Internal Process, Learning & Growth.
B alanc e d Sc ore c ard
F in an ci al “To succeed financially, how should we appear to our shareholders?”
Customer “To achieve our vision, how should we appear to our customers?”
O bj ec tiv es
M ea su re
Ta rg et s
Ini tia tiv es
O bj ec tiv es
M ea Ta su rg re et s
O Internal Business Process bj “To satisfy our ec shareholders and tiv customers, what es business processes must we excel at?”
Vi si o n an d Str ateg y
Learning & Growth “To achieve our vision, how will we sustain our ability to change and improve?”
Ini tia tiv es
O bj ec tiv es
M ea su re
Ta rg et s
M ea Ta su rg re et s
Ini tia tiv es
Ini tia tiv es
Gambar 2.1 Diagram Balanced Scorecard Sumber: R. Kaplan, D. Norton, Translating Strategy Into Action Balanced Scorecard, 1996
2.3.1 Pespektif Keuangan (Financial Perspective) Perspektif financial merupakan salah satu perspektif yang sangat penting dalam
7
perjalanan bisnis perusahaan. Tidak ada satu pun perusahaan yang menginginkan mengalami kerugian dalam perjalanan bisnisnya, hal tersebut sangat wajar karena salah satu ukuran dari kinerja keuangan adalah terciptanya laba perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan mempunyai indentifikasi 3 tahapan dari siklus hidup bisnis: -
Bertumbuh (Growth): Pada tahap pertumbuhan, perusahaan harus rnelibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk/jasa yang belum ada di pasaran; membangun serta memperluas fasilitas produksi; membangun kemampuan operasi; menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distrib usi yang mendukung terciptanya hubungan global; memelihara serta mengembangkan hubungan yang erat dengan pelanggan. Tujuan keseluruhan keuangan perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan dan wilayah.
-
Bertahan (Sustain): Pada tahap bertahan ini, kebanyakan perusahaan akan menetapkan tujuan keuangan yang terkait untuk profitabilitas. Tujuan seperti ini dapat dilakukan evaluasi dengan memakai ukuran-ukuran seperti laba operasi dan marjin kotor; tingkat pengembalian
investasi; return-on-capital-emplayed
(ROCE), nilai tambah ekonomis. -
Menuai (Harvest): sebagai perusahaan akan mencapai tahap kedewasaan dalam siklus hidupnya, di mana perusahaan ingin menuai investasi yang telah dibuat pada 2 tahap sebelumnya. Tujuan utamanya adalah memaksimalkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.
8
Oleh karena itu, jelas terlihat bahwa tujuan keuangan di setiap tahap sangat berbeda.. Untuk setiap strategi, growth-sustain-harvest, ada 3 tema keuangan yang dapat mendorong penetapan strategi bisnis: • Pertumbuhan pendapatan variasi. • Penghematan biaya dan peningkatan produktivitas. • Penggunaan aset dan strategi investasi.
2.3.2 Perspektif Pelanggan (Customer Perspective) Perusahaan dituntut untuk memberikan kualitas pelayanan yang baik (service excellence). Komitmen akan kualitas pelayanan berorientasi pada pelanggan merupakan prasyarat utama dalam menunjang keberhasilan bisnis, oleh karena itu kualitas pelayanan harus menjadi perhatian yang sungguh-sungguh dari pihak Perusahaan. ”Perusahaan dituntut untuk bisa menawarkan derajat kepuasan yang memenuhi harapan atau bahkan melampaui harapan pelanggan” Wirawan (2002).
Hal yang penting dalam perspektif ini adalah bagaimana perusahaan memberikan produk/jasa kepada pelanggan, hal ini akan mengukur respon dari perusahaan terhadap kebutuhan pelanggan. Lebih jauh, pengukuran ini akan memberikan sistem umpan-balik bagaimana perasaan pelanggan terhadap perusahaan. Dengan memiliki pengukuran ini, perusahaan juga dapat menentukan karyawan yang dibutuhkan untuk menangani pelanggan. Pada perspektif ini ada 2 pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada perusahaan: ”Siapakah target pelanggan anda; dan apa nilai proposisi kita dalam memberikan
9
pelayanan bagi mereka?” Niven (2002, p 32). Pertanyaan ini akan membantu perusahaan untuk fokus dan membantu diferensiasi produk yang dimiliki terhadap kompetitor lain. Nama baik dan reputasi perusahaan tergantung penuh terhadap faktor yang sukar untuk diukur ini. Seberapa baik perusahaan dapat melayani pelanggan akan menimbulkan loyalitas pelanggan yang besar. Hal ini dapat memberikan keuntungan yang besar bagi strategi perusahaan. Perspektif pelanggan mempunyai 2 kelompok pengukuran, yaitu: 1. Pengukuran Pelanggan Utama (Customer Core Measurement): kelompok ukuran pelanggan utama pada umumnya terdiri dari ukuran: a.
Pangsa pasar (Market Share): menggambarkan proposisi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu, dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual.
b. Retensi pelanggan (Customer Retention), mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. c.
Akuisisi pelanggan (Customer Aquisition): mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan atau bisnis baru..
d. Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction): menilai tingkat kepuasan atas kriteria tertentu di dalam proposisi nilai. e. Profitabilitas pelanggan (Customer Profitability): mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. 2. Proposisi Nilai Pelanggan (Customer Value Proposition): proposisi nilai pelanggan
10
menyatakan atribut yang diberikan perusahaan kepada produk jasa untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan dalam segmen pasar sasaran. Atribut ini dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori: a.
Atribut Produk/Jasa (Product/Service Attributes): mencakup fungsionalitas produk/jasa, harga dan mutu.
b. Hubungan Pelanggan (Customer Relationship): mencakup penyampaian produk/jasa kepada pelanggan, yang meliputi dimensi waktu tanggap dan penyerahan, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan. c.
Citra dan Reputasi (Image & Reputation): menggambarkan faktor- faktor tak terukur yang membuat pelanggan tertarik kepada perusahaan.
2.3.3
Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective) Pada perspektif ini manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat
penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan perusahaan. Di sini akan dikembangkan tujuan dan ukuran- ukuran pada perspektif ini setelah lebih dahulu merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Proses penetapan tujuan dan ukuran perspektif proses bisnis internal yang akan menjelaskan perbedaan antara Balanced Scorecard dengan sistem pengukuran kinerja tradisional. Pada sistem pengukuran kinerja tradisional memusatkan perhatian pada pemantauan dan perbaikan
11
biaya, mutu dan ukuran berdasarkan waktu proses bisnis perusahaan. Sedangkan pada pendekatan Balanced Scorecard memungkinkan tuntutan kinerja proses internal ditentukan dengan berdasarkan harapan pihak eksternal tertentu. Analisis pada perspektif proses bisnis internal dilakukan dengan menggunakan analisis rantai- nilai (value chain) internal lengkap, diawali dengan proses inovasi, mengenali kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang, serta mengembangkan pemecahan kebutuhan tersebut. Kemudian dilanjutkan oleh proses operasi, diakhiri dengan layanan purna jual yang menawarkan layanan sesudah penjualan, yang memberi nilai tambah kepada produk dan jasa yang diterima oleh operasi, diakhiri dengan layanan purna jual yang menawarkan layanan sesudah penjualan, yang memberi nilai tambah kepada produk dan jasa yang diterima oleh pelanggan. Detail dalam proses tersebut adalah: • Proses Inovasi: dalam proses ini, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, kemudian menciptakan produk/jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. • Proses Operasi: proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Proses ini menjadi sejarah fokus sebagian besar sistem pengukuran kinerja perusahaan. •
Proses Pelayanan Purna Jual: proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan atau penyampaian produk dan jasa.
2.3.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth Perspective)
12
Kemampuan untuk mencapai sasaran serta tujuan keuangan, pelanggan dan proses bisnis internal tidak bisa dilepaskan dari kapabilitas perusahaan dalam pembelajaran dan pertumbuhan.
Tujuan
yang
ditetapkan
dalam
ketiga
perspektif
di
atas
mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai suatu perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan
di
dalam
perpektif pembelajaran
dan
pertumbuhan
adalah
menghasilkan kinerja yang istimewa, di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan dalam tiga perspektif lainnya dapat tercapai. Tujuan perspektif ini menjadi faktor pendorong untuk menghasilkan kinerja yang istimewa dari ketiga perspektif pertama. Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini mempunyai faktor- faktor dari sumber daya manusia, sistem dan prosedur organisasi; • Kapabilitas pekerja (employee capabilities). •
Kapabilitas sistem informasi (information systems capabilities).
• Motivasi, Pemberdayaan, Keselarasan (motivation, empowerment, alignment). Untuk pengukuran utama dalam karyawan adalah: - Kepuasan pekerja (employee satisfaction): tujuannya adalah menyatakan bahwa moral pekerja dan kepuasan kerja secara keseluruhan pada saat ini dipandang sangat penting oleh sebagian besar perusahaan. Pekerja yang puas merupakan pra-kondisi meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu dan layanan. - Retensi pekerja (employee retention), tujuannya adalah untuk mempertahankan selama mungkin para pekerja yang diminati perusahaan.
13
Produktivitas
pekerja
(employee productivity):
tujuannya
adalah
untuk
membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja. yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Setiap tujuan dan ukuran dari setiap perspektif merupakan suatu hubungan sebab akibat, artinya jika tujuan dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan tercapai, maka pada akhirnya adalah peningkatan kinerja finansial organisasi. Hubungan sebab akibat merupakan komponen penting dalam performance measurement model karena hubungan sebab akibat dapat membantu memprediksi tujuan finansial yang akan tercapai, dan dapat menciptakan proses pembelajaran, motivasi dan komunikasi yang efektif (Malina dan Selto 2004).
Hubungan sebab akibat keempat perspektif tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Balanced Scorecard Cause-Effect Hyphothesis (Sumber: Averson 2003)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pespektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan dasar bagi perspektif lainnya. Jika dalam perspektif pembelajaran dan
14
pertumbuhan terjadi peningkatan keahlian karyawan, maka diharapkan terjadi peningkatan kualitas produk yang dihasilkan dalam perspektif proses bisnis internal, selanjutnya produk yang berkualitas akan meningkatkan kepuasan pelanggan (pespektif pelanggan), dan pada akhirnya meningkatkan penjualan dan laba organisasi (perspektif finansial).
2.3.5 Keuntungan dari Penggunaan Balanced Scorecard Pada sistem manajemen Balanced Scorecard, semua berfokus kepada prosesproses strategis manajemen, sehingga strategi perusahaan melalui Balanced Scorecard diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan yang terarah. Ini berbeda dengan sistem tradisional, di mana pelaksanaan strategi perusahaan sangat bergantung kepada anggaran yang tersedia. Konsekuensi dari pengguaan 2 sistem ini, pelaporan pada sistem manajemen tradisional digunakan hanya sebagai alat pengendali dan pengawasan, sedangkan pada sistem manajemen Balanced Scorecard digunakan sebagai alat pelapor strategis. Perbedaan antara pelaporan pengendalian dengan pelaporan strategis adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perbandingan Sistem Pelaporan Manajemen Tradisional vs.Manajemen Balanced Storecard Pelaporan Pengendalian
Pelaporan Strategis
(Manajemen Tradisional)
(Manajemen Balanced Scorecard)
- Pengendalian melalui anggaran
- Umpan balik dan pembelajaran
- Berfokus pada fungsi- fungsi dalam
- Fokus pada fungsi tim fungsional
organisasi - Mengabaikan pengukuran kinerja
silang - Pengukuran
atau pengukuran kinerja dilakukan
yang
15
kinerja
dilakukan
terintegrasi berdasarkan
secara terpisah
hubungan sebab akibat.
Sumber: Vincent Gasperz, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi, Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003
Dalam mendukung proses manajemen strategis, keunggulan sistem Balanced Scorecard adalah sebagai berikut: •
Memberikan motivasi untuk berpikir dan bertindak strategis. Contohnya dalam hal keuangan. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, perlu ditempuh langkah- langkah besar dan berjangka panjang. Selain itu, sistem ini dapat memberikan dorongan untuk mencari inisiatif-inisiatif strategis dalam mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
•
Menghasilkan business plan yang komprehensif. Sistem Balanced Scorecard merumuskan sasaran strategis melalui 4 perspektif. 3 non finansial perspektif hendaknya diperhatikan karena dari ketiganya merupakan pemicu bagi kinerja keuangan. Dalam perspektif pelanggan, sasaran yang perlu diwujudkan adalah firm equity. Pencapaian sasaran strategisnya diharapkan agar menghasilkan peningkatan proses produktivitas dalam menghasilkan produk dan jasa bagi pelanggan secara efektif dan efisien, sehingga perusahaan akan memperoleh kinerja keuangan berlipat ganda. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, sasaran strategis yang perlu diwujudkan adalah human capital. Melalui pencapaian strategis ini, pengetahuan yang dikuasai oleh karyawan diharapkan akan mengingkatkan kualitas proses yang digunakan untuk menghasilkan nilai bagi pelanggan.
•
Menghasilkan business plan yang koheren, yaitu koherensi antara visi, misi, tujuan perusahaan dengan program dan rencana jangka pendek. Pernyataan visi, misi dan
16
tujuan perusahaan ditetapkan kemudian diterjemahkan menjadi sasaran-sasaran dalam 4 perspektif. Ditentukan inisiatif-inisiatif dan biaya yang diperlukan, hingga menghasilkan tujuan yang diinginkan. •
Keseimbangan. Sasaran strategis yang dirumuskan dalam perencanaan strategis perlu diarahkan ke dalam 4 perspektif secara seimbang. 2 perspektif, yaitu perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, merupakan perspektif yang berfokus kepada orang. Perspektif pelanggan diwujudkan melalui pembangunan kualitas sumber daya manusia. Perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis internal merupakan perspektif yang berfokus pada proses-proses untuk menghasilkan produk barang dan jasa dan proses untuk menghasilkan financial return bagi investor. Perspektif proses bisnis interna l dan perpektif pembelajaran dan pertumbuhan berorientasi ke dalam perusahaan, sedangkan perspektif keuangan dan perspektif pelanggan berorientasi keluar perusahaan.
•
Menghasilkan sasaran-sasaran strategis yang terukur. Sistem Balanced Scorecard hendaknya menghasilkan sasaran-sasaran strategis dengan ukuran- ukuran tertentu. Ukuran ini diperlukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis yang telah dirumuskan dan untuk mengukur faktor yang memacu pencapaian sasaran strategis tersebut.
2.4 Analisis SWOT Dalam upaya meningkatkan daya saing perusahaan, maka perusahaan perlu memahami kondisi internalnya sendiri baik kekuatan dan kelemahan maupun kondisi eksternalnya yaitu peluang dan ancaman. Analisis SWOT dapat digunakan sebagai alat
17
untuk mengetahui kondisi internal dan eksternal perusahaan. Disamping itu analisis SWOT dapat digunakan untuk menunjang perumusan strategi bisnis perusahaan. Pendekatan analisis SWOT ini dapat bermanfaat untuk menyusun Key Performance Indicator (KPI) karena hasil dari analisis SWOT bisa digunakan sebagai salah satu masukan bagi manajemen perusahaan untuk menentukan faktor faktor penting apa saja yang harus menjadi perhatian perusahaan dalam menyusun KPI. Analisis SWOT dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu yang menyangkut internal perusahaan yaitu Stength (kekuatan) dan Weakness (kelemahan) dan yang menyangkut eksternal perusahaan yaitu Opportunity (peluang) dan Threat (ancaman) (Suwasono : 2002). Perusahaan diharapkan dapat dengan teliti melakukan identifikasi dan evaluasi secara menyeluruh terhadap faktor internal (strength , weakness) dan eksternal (Opportunity,Threat) tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
2.4.1 Kekuatan dan Kelemahan (Strength and Weakness) Suatu faktor bisa dikatakan kekuatan jika faktor internal tersebut memberikan keunggulan terhadap perusahaan. Perusahaan bisa melakukan sesuatu dengan lebih baik ataupun lebih murah dibanding dengan pesaing lainnya. Paling tidak, faktor tersebut menjadi
determinan
utama
untuk
me mpertahankan,
lebih
mengembangkan, kinerja (performance) masa lalu. Sementara
baik
jika
mampu
faktor internal bisa
menjadi kelemahan suatu perusahaan jika faktor tersebut menyebabkan daya saing perusahaan menjadi lemah terhadap perusahaan lain. Apabila faktor ini tidak tercapai sesuai dengan yang diharapkan (lemah) maka dapat mempengaruhi performance
18
perusahaan tersebut. Perusahaan akan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan ketika kekuatan perusahaan melebihi kelemahan yang
dimiliki. Oleh karena itu perusahaan tersebut
mampu mengeksploitasi peluang bisnis yang ada dan mengeliminir ancaman bisnis yang mengitarinya. Faktor internal meliputi semua aspek manajemen fungsional : pemasaran, keuangan, operasi, sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen, dan budaya perusahaan.
2.4.2 Peluang dan Ancaman (Opportunity and Threat) Faktor eksternal perusahaan merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Faktor eksternal merupakan lingkungan bisnis yang melingkupi operasional perusahaan, yang dapat memunculkan peluang (opportunity) bagi perusahaan namun ada faktor ekternal lain yang dapat menimbulkan ancaman (threat) bagi perusahaan. Faktor ekternal yang dapat menimbulkan peluang dan ancaman bagi perusahaan dapat berupa lingkungan industri (industry environment) dan lingkungan bisnis makro (macro environment): ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan, dan sosial budaya.
2.5 Tahapan Implementasi Balanced Scorecard Implementasi Balanced Scorecard perlu dilakukan secara bertahap dan sistematis, agar dapat mengeliminir tingkat kegagalan dalam proses implementasinya. Kaplan dan Norton merumuskan 10 tahap implementasi sistem manajemen Balanced Scorecard sebagai berikut :
19
Tabel 2.2 Tahapan Implementasi Balanced Scorecard
Mengklarifikasi visi, misi, dan
Penanggung Periode Waktu Jawab Tim Eksekutif Bulan 1 s.d. 3
nilai- nilai organisasi
Puncak
Tahap 1
Deskripsi
Mengkomunikasikan
strategi Tim Manajemen – Bulan 4 s.d. 5
organisasi kepada manajemen Puncak, Menengah, menengah. 2
Pada
tahap
ini Bawah
balanced scorecard digunakan sebagai alat komunikasi yang terfokus. Menghilangkan
investasi- Tim Manajemen – Bulan 6 s.d. 9
investasi
strategis. Puncak, Menengah,
non
Menggunakan scorecard
corporate Bawah dan
melalui
klarifikasi prioritas strategis, 3
manajemen
mengidentifikasi
semua program yang ada dalam perusahaan
yang
tidak
berkontribusi secara signifikan terhadap tujuan-tujuan strategis yang ditetapkan. Meninjau ulang business unit Tim Manajemen – Bulan 9 s.d. 11 scorecard. 4
Puncak
dan
Manajemen
unit
bisnis 5
Memperbaharui
Corporate Tim
20
manajemen Bulan 12
Tahap
Penanggung Jawab Berdasarkan puncak
Deskripsi Scorecard. peninjauan
ulang
Periode Waktu
terhadap
business unit scorecard. Mengkomunikasikan Balanced Tim Manajemen – Bulan Scorecard
ke
12
s.d.
seluruh Puncak, Menengah, seterusnya.
organisasi. Pada akhir tahun Bawah
6
pertama,
setelah
tim
manajemen
merasa
yakin
tentang pendekatan strategis yang
dirumuskan,
balanced
scorecard itu disebarluaskan ke seluruh organisasi. Memperbaharui 7
rencana- Tim Manajemen – Bulan 15 s.d. 17
rencana jangka panjang
Puncak, Menengah, Bawah
Melakukan peninjauan ulang Tim Manajemen – Bulan
18
s.d.
setiap bulan dan setiap tiga Puncak, Menengah, seterusnya 8
bulan.
Bawah, Tim/Individu
Melakukan peninjauan ulang Tim Manajemen – Bulan 25 s.d. 26 setiap tahun 9
Puncak
dan (awal tahun ketiga)
Manajemen
unit
bisnis Mengaitkan
kinerja Tim Manajemen – Bulan 25 s.d. 26
tim/individu dengan Balanced Puncak, Menengah, (awal tahun ketiga) 10
Scorecard
Bawah, Tim/Individu
Sumber: Vincent Gasperz, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi, Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003
21
Dalam Tabel 2.2 tampak bahwa Balanced Scorecard bukan sekadar alat pengukuran atau program-program terpisah yang tidak terintegrasi, tetapi merupakan sistem manajemen yang terintegrasi dengan visi, misi dan nilai- nilai perusahaan. Terkadang implementasi Balanced Scorecard mengalami kegagalan. Beberapa faktor yang bisa menimbulkan kegagalan dalam implementasi Balanced Scorecard adalah sebagai berikut. Vincent (2003, p. 9) : 1. Tidak adanya kesesuaian antara visi, misi dan strategi perusahaan. 2. Kurangnya komitment dari pimpinan puncak, manajemen menengah dan staf dalam implementasi Balanced Scorecard. 3. Kurangnya komunikasi dalam implementasi Balanced Scorecard. 4. Tidak adanya keselarasan antara target, inisiatif dan program 5. Tidak adanya umpan balik dan evaluasi yang sistematis.
22