BAB II LANDASAN TEORI
A.
Perilaku Inovatif Kerja
1. Definisi Perilaku Inovatif Kerja West dan Farr (dalam West, 2006) mengatakan inovasi bisa diartikan sebagai pengenalan dan pengaplikasian ide, proses , produk atau prosedur yang baru dalam pekerjaan, tim kerja atau organisasi yang dirancang untuk menguntungkan organisasi, tim kerja atau pekerjaannya sendiri. Sejalan dengan Farr dan Ford (dalam De Jong & Hartog, 2010) mengatakan bahwa perilaku inovatif kerja adalah bentuk perilaku yang bertujuan untuk mencapai inisiasi dan pengenalan suatu ide, proses, prosedur maupun produk baru yang berguna bagi organisasi dalam penelitian ini adalah perusahaan. Messmann (2012) mengatakan perilaku inovatif kerja adalah jumlah dari aktivitas kerja fisik dan kognitif yang dilakukan oleh karyawan dalam konteks pekerjaan mereka, baik sendiri maupun berkelompok untuk mencapai satu set tugas yang dibutuhkan untuk tujuan pengembangan inovasi. Sedangkan Scott dan Bruce (1994) mengatakan inovasi adalah proses bertahap dengan aktivitas dan perilaku yang berbeda di tiap tahapnya. Menurut De Jong dan Hartog (2007) menyatakan perilaku inovatif kerja adalah perilaku yang meliputi eksplorasi peluang dan ide ide baru, juga dapat mencakup perilaku mengimplementasikan ide baru, menerapkan pengetahuan
9 Universitas Sumatera Utara
10
baru dan untuk mencapai peningkatan kinerja pribadi atau bisnis. Perilaku inovatif sering dikaitkan dengan kreativitas. Kedua hal tersebut memang berkaitan tetapi memiliki konstrak yang berbeda. Perilaku kreatif adalah proses untuk menghasilkan sebuah ide, gagasan, atau pemikiran baru yang berkaitan dengan produk, servis, proses dan prosedur kerja. Sedangkan perilaku inovatif kerja tidak hanya sekedar menghasilkan ide baru tetapi juga melibatkan proses implementasi terhadap ide tersebut khususnya pada seting pekerjaan (De Jong & Hartog, 2010) Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku inovatif kerja merupakan perilaku kerja individu yang melalui proses pemunculan ide baru untuk menghasilkan, memperkenalkan dan menerapkan ide baru yang bermanfaat bagi pribadi maupun perusahaan. 2. Dimensi Perilaku Inovatif Kerja (Inovation Work Behavior) Menurut De Jong dan Hartog (2010) terdapat 4 (empat) dimensi perilaku inovatif kerja, yaitu : a. Idea Exploration Idea exploration adalah dimensi yang merupakan tahap awal dari perilaku inovatif kerja dimana karyawan mampu menemukan kesempatan atau sebuah masalah. Termasuk mencari cara untuk mengembangkan produk, jasa, dan proses juga mencoba memikirkan alternatif lain
Universitas Sumatera Utara
11
b. Idea Generation Idea generation adalah tahap kedua dari dimensi perilaku inovatif kerja dimana karyawan mampu untuk mengembangkan ide inovasi melalui proses menciptakan dan menyarankan ide untuk produk, jasa, maupun proses baru. Umumnya ide baru muncul berdasar hasil penemuan pada tahap idea exploration. c. Idea Championing Idea championing menjadi relevan ketika ide sudah berhasil diciptakan. Karena pada tahap ini karyawan diharapkan mulai terdorong untuk mencari dukungan dalam mewujudkan ide inovasi baru yang telah dihasilkannya. Termasuk mencari koalisi agar ide baru bisa diimplementasikan dan percaya dengan keberhasilan ide tersebut d. Idea Implementation Idea implementation merupakan tahap terakhir dari perilaku inovatif kerja. Pada dimensi ini karyawan memiliki keberanian untuk menerapkan idea baru tersebut ke dalam proses kegiatan kerja rutin yang biasa ia lakukan. Termasuk pengembangan dan uji coba terhadap ide produk, proses maupun jasa baru yang ia tawarkan. 3.
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Inovatif Kerja
Terdapat faktor-faktor yang diperkirakan dapat meningkatkan munculnya perilaku inovatif karyawan. Nijenhuis (2015) mengemukakan beberapa faktor eksternal maupun faktor internal yaitu:
Universitas Sumatera Utara
12
a. Faktor Eksternal 1) Competitive pressures. Semakin tingginya tekanan untuk berkompetisi mampu mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik dan memiliki efek positif untuk munculnya perilaku inovatif. 2) Social – Political pressures. Organisasi yang memiliki dukungan dari pemerintah harus terus memberi hasil kerja yang memuaskan jika tetap ingin mendapat dukungan. Sehingga pemimpin dan karyawan harus memuncul perilaku inovasi agar tetap memberi hasil kerja yang terus berkembang dan lebih baik. b. Faktor Internal 1) Interaksi dengan atasan (Kepemimpinan) Karyawan yang memiliki hubungan yang positif dengan atasan mereka lebih mungkin untuk menunjukkan perilaku inovatif kerja dan mampu memberi keyakinan bahwa perilaku inovatif mereka akan menghasilkan keuntungan kinerja. Hubungan yang berkualitas sering ditandai dengan saling percaya dan menghormati. 2) Interaksi dengan grup rekan kerja Karyawan yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerja lebih mungkin memudahkan mereka mengimplementasikan ide baru mereka juga meningkatkan idea generation di dalam sebuah grup rekan kerja mereka. Dan hal ini memudahkan perilaku inovatif kerja untuk berkembang
Universitas Sumatera Utara
13
B.
Gaya Kepemimpinan Transformasional 1.
Definisi Kepemimpinan Transformasional
Menurut Robbins (2006), kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan yang meliputi proses penentuan tujuan organisasi, memotivasi perilaku karyawan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya Kepemimpinan
transformasional
adalah
gaya
kepemimpinan
yang
mengarahkan, membimbing dan merubah strategi organisasi juga budaya organisasi agar bisa sesuai dengan lingkungan sekitarnya (McShane, 2003). Pemimpin dengan transformasional adalah orang yang memberi dukungaan pada karyawan dan mengerahkan mereka ke nilai juga perilaku yang baru. Bass (2006) pemimpin transformasional adalah mereka yang memberi stimulasi dan inspirasi pada karyawannya untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi dan di dalam prosesnya mengembangkan jiwa kepemimpinan mereka juga. Pemimpin yang transformasional membantu bawahannya untuk tumbuh dan mengembangkan kemampuan memimpin mereka juga memperhatikan kebutuhan bawahannya secara individu dengan memberdayakan mereka dan memberi tugas yang tujuannya sama untuk individu, pemimpin, grup, juga organisasi (Bass, 2006). Lanjut Bass (2006) pemimpin yang transformasional cenderung memiliki bawahan yang puas dan berkomitmen. Walaupun pemimpin transformasional
Universitas Sumatera Utara
14
memiliki banyak kemiripan dengan pemimpin yang karismatik, tetapi karisma merupakan bagian dari kepemimpinan transformasional. Dari penjelasan di atas maka ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memotivasi karyawan untuk mencapai kinerja yang lebih baik dengan cara merubah individu, tim atau organisasi dengan membimbing , menginspirasi, memperhatikan kebutuhan karyawan. 2.
Komponen Kepemimpinan Transformasional
Ada 4 komponen gaya kepemimpinan transformasional (Bass & Riggio, 2006), yaitu : a. Idealized Influence (II) Pemimpin transformasional menunjukkan perilaku yang membuat dirinya sebagai panutan bagi bawahannya. Pemimpin dihormati , dipercaya,
dan
dikagumi.
Bawahan
mereka
ingin
meniru
pemimpinnya dan pemimpin menunjukkan kemampuan , ketekunan, dan tekad yang baik. Maka , ada dua aspek di dalam idealized influence : perilaku pemimpin dan elemen yang di atribusikan kepada pemimpin oleh bawahannya. b. Inspirational Motivation (IM) Pemimimpin
transformasional
menunjukkan
perilaku
yang
memotivasi dan menginspirasi sekitarnya dengan memberi tantangan dan arti kepada bawahan mereka. Pemimpin melibatkan bawahan
Universitas Sumatera Utara
15
untuk mencapai masa depan yang lebih baik, pemimpin juga menciptakan ekspektasi yang bisa dicapai oleh bawahannya dan menunjukkan komitmen pada tujuan dan visi bersama. c. Intellectual Stimulation (IS) Pemimpin memberi stimulasi pada bawahannya untuk menjadi kreatif dan inovatif dengan membuat pertanyaan, reframing problem, dan membuat pendekatan baru pada situasi yang sudah lama. Bawahan di dorong untuk mencoba pendekatan baru dan ide mereka tidak dikritisi walaupun berbeda dengan ide pemimpin mereka. d. Individualized Consideration (IC) Pemimpin
memberi
perhatian
lebih pada
tiap
kebutuhan
bawahannya untuk mencapai prestasi yang lebih baik dengan menjadi mentor atau coach mereka. Individualized consideration terlihat ketika ada kesempatan baru untuk belajar terbuka diikuti dengan iklim yang mendukung. Tentu akan ada perbedaan tiap kebutuhan pada bawahannya tetapi perilaku pemimpin menunjukkan penerimaan pada perbedaan tersebut. C.
Gaya Kepemimpinan Transaksional
1. Definisi Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang dan menyediakan lingkungan mereka untuk mencapai tujuan tim atau organisasi (McShane, 2003). Menurut Mulyadi & Rivai (2009), peran pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang diterapkan.
Universitas Sumatera Utara
16
Menurut Judge dan Piccolo (2004) gaya kepemimpinan transaksional pertama
kali
diperkenalkan oleh James MacGregor
Burns kemudian
dikembangkan oleh Bernard Bass. Menurut Burns (dalam Judge & Piccolo, 2004)) kepemimpinan transaksional berfokus pada pertukaran hal yang memiliki nilai dengan orang lain dan kepemimpinan transaksional juga memberikan bawahan apa yang di inginkan dengan menukarkan apa yang di inginkan oleh atasannya. Sedangkan Bass (2003) memfokuskan kepemimpinan transaksional pada kebutuhan fisik dan keamanan karyawan dimana hubungan antara pemimpin dan karyawan terjadi karena adanya pertukaran tawaran atau sistem reward antara kedua pihak. Bass dkk (2003) melanjutkan bahwa kepemimpinan transaksional berarti bawahan sepakat , menerima atau mematuhi pemimpin dengan adanya pertukaran hadiah (reward), pujian (praise), atau resource yang bernilai. Hadiah dan pengakuan (recognition) diberikan hanya pada bawahan yang berhasil menjalankan peran dan tugasnya. Dari penjelasan di atas maka ditarik kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin untuk memotivasi bawahan melalui hadiah, pujian, atau resource yang bernilai lainnya dan bawahan harus menyelesaikan tugas yang diberikan untuk mendapatkan hadiah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
17
2. Komponen Kepemimpinan Transaksional Ada 3 komponen gaya kepemimpinan transaksional menurut Bass (1990) yaitu a)
Contingent Reward Contingent reward diberikan ketika tugas yang diberikan
diselesaikan tepat waktu dan menjaga karyawan untuk tetap bekerja sampai pekerjaan selesai sesuai dengan yang telah disepakati. Pada Contingent reward hadiah dan pengakuan akan diberikan pada mereka yang bekerja dengan baik sedangkan karyawan yang tidak memenuhi performa yang ditentukan tidak akan diberikan. b)
Management by Exception Active Pemimpin melakukan pengawasan terhadap karyawannya dengan
mengawasi proses pelaksanaan tugas secara langsung. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat kesalahan yang mungkin terjadi selama proses kerja karyawan berlangsung. Pemimpin akan memeriksa dan melakukan corrective action pada kinerja karyawan apabila terjadi kesalahan ataupun ketika proses kerja belum selesai. Hal ini dilakukan agar karyawan mampu bekerja sesuai standar kerja yang sudah ditetapkan
c)
Management by Exception Passive Pemimpin secara pasif menunggu terjadi kesalahan atau eror pada
kinerja karyawan kemudian melakukan corrective action pada kesalahan tersebut. Sama seperti management by exception active pemimpin juga memiliki standar tertentu untuk dicapai oleh karyawan dan melakukan
Universitas Sumatera Utara
18
penilaian pada peforma mereka. Peringatan dan hukuman bisa diberikan jika karyawan melakukan kesalahan. D.
Dinamika Perbedaan Tingkat Perilaku Inovatif Kerja Pada Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Perilaku inovatif kerja merupakan merupakan perilaku kerja yang
bertujuan untuk menghasilkan, memperkenalkan dan menerapkan ide baru yang bermanfaat bagi pribadi maupun perusahaan. Menurut Farr dan Ford (dalam De Jong, 2010) Perilaku Inovatif Kerja adalah perilaku individu untuk memperkenalkan ide, proses, produk, prosedur baru dan berguna di dalam organisasi, kelompok atau peran kerja sendiri. Sedangkan De Jong dan Hartog (De Jong & Hartog, 2010) menyebutkan perilaku inovatif kerja tidak hanya sekedar menghasilkan ide baru tetapi juga melibatkan proses implementasi terhadap ide tersebut khususnya pada seting pekerjaan Untuk sebuah organisasi tentu perilaku inovasi sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan proses internal dan kualitas outcomes. Untuk menjaga tetap berkompetisi dan untuk menjamin bertahan hidupnya sebuah organisasi (Messmann, 2012). Dan untuk karyawan yang berkontribusi dengan melakukan inovasi. Akan membawa keuntungan pada kemampuan untuk menyesuaikan antara kondisi dan kebutuhan kerja dan kebutuhan personal juga kompetensi yang dimilikinya, dan terakhir meningkatnya tingkat kepuasan kerja dan well being (Janssen dalam Messmann. 2012)
Universitas Sumatera Utara
19
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku inovatif kerja, salah satunya adalah hubungan yang dimiliki karyawan dengan atasannya (Nijenhuis, 2015). Hubungan karyawan dengan atasannya menjadi aspek penting dari lingkungan kerja secara langsung mempengaruhi kepercayaan karyawan dalam bekerja dan melihatkan hasil upaya inovatifnya (Nijenhuis, 2015). Menurut Nijenhuis (2015) berpendapat bahwa gaya pemimpin yang berpartisipasi dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang didasari paksaan menjadi penting di dalam proses berinovasi. Beberapa studi umumnya membedakan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional. Gaya kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai gaya pemimpin yang merubah bawahannya untuk mencapai hal yang penting bagi karyawan tersebut dengan merubah nilai, ide, minat dan memotivasi mereka untuk memberi kinerja yang lebih dari apa yang sudah ditentukan sebelumnya (Bass ,1990). Pemimpin transformasional memberi stimulasi
pada
pengikutnya
untuk
melakukan hal-hal yang lebih dari apa yang diharapkan dengan memotivasi bawahannya secara instrinsik (Bass & Riggio, 2006). Pada dimensi Intelectual stimulation pemimpin dengan gaya transformasional mampu membuat bawahan untuk mengevaluasi kembali masalah yang mungkin terjadi dan lingkungan kerja mereka sehingga ide inovatif bisa terus berkembang (Bass
&
Riggio,
2006)
dimensi
inspirational
motivation
pemimpin
transformasional memberi keyakinan pada kemampuan mereka sendiri sehingga bawahan mudah untuk menunjukkan perilaku inovatif. Dan terakhir melalui individualized
consideration
pemimpin
transformasional
dapat
membuat
Universitas Sumatera Utara
20
bawahannya berperilaku inovatif karena pada dimensi ini pemimpin memberikan penekanan pada keberagaman bakat yang dimiliki bawahannya dengan mempelajari karateristik bawahannya (Bass & Riggio, 2006). Beberapa studi menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh dengan perilaku inovatif kerja, seperti Kresnandito (2012) menemukan ada pengaruh yang signifikan antara persepsi kepemimpinan transformasional terhadap perilaku inovatif pada 52 penyiar radio PRSSNI Jawa Timur. Dan Penelitian dari Reuvers, Engen, Vinkenburg dan Evered (2008) menemukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dan innovative work behavior pada 335 partisipan di empat hotel di Australia. Juga penelitian Riaz (2012) pada 100 manajer
bank
Rawalpindi
dan
Islamabad
menunjukkan
kepemimpinan
transformasional secara positif memprediksikan munculnya perilaku inovatif kerja. Sedangkan gaya kepemimpinan transaksional didasarkan pada hubungan pertukaran dimana pemimpin membuat jelas apa yang diharapkan untuk bawahannya (Bass,1999) dan menawarkan imbalan ketika bawahan melakukan apa yang diharapkan, membuat setiap proses sebagai transaksi. Kepemimpinan transaksional bisa dikatakan terkait secara negatif dengan perilaku inovatif karena lebih memfokuskan pada kinerja dan kurang pada stimulasi kegiatan baru (Pieterse dkk, 2010). Tetapi penelitian Riaz (2012) pada manajer bank Rawalpindi dan Islamabad menunjukkan kepemimpinan transaksional juga mendorong munculnya perilaku inovatif kerja, hal ini bisa terjadi jika pemimpin transaksional
Universitas Sumatera Utara
21
menggunakan reward dan reinforcement untuk meningkatkan perilaku inovasi dan performa Bass
(Dalam
Ossebaar , 2012) mengatakan bahwa
kepemimpinan
transaksional memiliki pengaruh negatif pada perilaku inovatif karyawan melalui contingent rewards, passive management by exception dan active management by exception. Hal ini disebabkan karena pemimpin transaksional memberikan hadiah melalui untuk tujuan tertentu saja, karyawan tidak diharapkan untuk melampaui tujuan yang sudah ditentukan di awal dan dengan begitu tidak akan terlibat dalam perilaku inovatif tetapi kepemimpina transaksional bisa memiliki efek positif dalam keadaan tertentu (Ossebaar, 2012) Berdasasrkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional memiliki pengaruh dengan perilaku inovatif karyawan oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melihat perbedaan tingkat perilaku inovatif kerja pada gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian teoritis yang telah dijabarkan, maka peneliti mengajukan suatu hipotesa bahwa ada perbedaan tingkat perilaku inovatif kerja pada gaya kepemimpinan transformasional dan tingkat perilaku inovatif kerja pada gaya kepemimpinan transaksional pada karyawan balai wilayah sungai sumatera II.
Universitas Sumatera Utara