BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 1.
Pengertian Anggaran Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi
instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Menurut National Committee on Governmental Accounting (NCGA), saat ini Governmental Accounting Standarts Board (GASB): A budget is a plan of financial operation embodying an estimated of proposed expenditures for a given periode of time and the proposed means of financing them.
John F. Due, mendefinisikan anggaran sektor publik atau 7state budget sebagai: A budget, in general sense of term, is financial plan for specified period time. A government budget therefore, is a statement of proposed expenditures and expected revenues for coming period, together with data of actual expenditures and revenues for current and past period.
7
Government Finance, an Economics Analysis. 3rd ed. Illinois: Irwin, 1963.
6
7
Sementara itu, Otto Eckstein memberikan pernyataan mengenai anggaran sektor publik sebagai “A budget is detailed statement of governments expenditures and revenues usually for a year”. Sedangkan anggaran menurut M. Marsono adalah sebagai berikut: Suatu rencana pekerjaan keuangan yang pada satu pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan Negara pada satu masa depan, dan pada pihak lain perkiraan pendapatan (penerimaan) yang mungkin diterima dalam masa tertentu. Adapun pengertian anggaran menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri adalah sebagai berikut : Suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Dengan anggaran, manajemen mengarahkan jalannya kondisi perusahaan. Tanpa anggaran, dalam jangka pendek perusahaan akan berjalan tanpa arah, dengan pengorbanan sumber daya yang tidak terkendali (at any cost). Dalam
tataran
implementasi
pada
tingkat
kementerian/lembaga,
pelaksanaan anggaran pada setiap instansi pemerintah didasarkan pada sebuah dokumen yang disebut Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). 8Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk 8
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005.
8
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran Negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. DIPA merupakan suatu daftar isian yang memuat uraian: sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan
dalam
satu
tahun
serta
pendapatan
yang
diperkirakan
oleh
kementerian/lembaga. 2.
Fungsi Anggaran Anggaran pada suatu organisasi memiliki peran sebagai alat untuk
membantu manajemen dalam pelaksanaan, fungsi perencanaan, koordinasi, pengawasan dan juga sebagai pedoman kerja dalam menjalankan organisasi untuk tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Marconi dan Siegel (1983) dalam Hehanusa (2003, p.406-407) manfaat anggaran adalah : a. Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan, berarti anggaran mewakili kesepakatan negosiasi di antara partisipan yang dominan dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan di masa yang akan datang. b. Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas perusahaan. c. Anggaran merupakan alat komunikasi internal yang menghubungkan departemen (divisi) yang satu dengan departemen (divisi) lainnya dalam organisasi maupun dengan manajemen puncak.
9
d. Anggaran
menyediakan
informasi
tentang
hasil
kegiatan
yang
sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. e. Anggaran sebagai alat pengendalian yang mengarah manajemen untuk menentukan bagian organisasi yang kuat dan lemah, hal ini akan dapat mengarahkan manajemen untuk menentukan tindakan koreksi yang harus diambil. f. Anggaran mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan untuk bekerja dengan konsisten, efektif dan efisien dalam kondisi kesesuaian tujuan antara tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan. 9
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban Negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan Negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara tahun anggaran berikutnya. a. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran Negara menjadi dasar untuk
melaksanakan
pendapatan
dan
belanja
pada
tahun
yang
bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat; b. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran Negara dapat menjadi pedoman bagi Negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut;
9
Wikipedia.com, diakses pada 23 Oktober 2012.
10
c. Fungsi pengawasan, berarti anggaran Negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah Negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang Negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak; d. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran Negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran
dan
pemborosan
sumber
daya
serta
meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian; e. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran Negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; f. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
3.
Kekuasaan pengelolaan APBN 10
Presiden selaku kepala pemerintahan adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan Negara. Untuk membantu Presiden dalam pelaksanaan kewenangan tersebut maka sebagian kewenangan tersebut: a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan;
10
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003.
11
b. dikuasakan
kepada
Anggaran/Pengguna
menteri/pimpinan Barang
lembaga
kementerian
selaku
Pengguna
Negara/lembaga
yang
dipimpinnya; c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Dengan demikian, Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO), sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operasional Officer (COO) untuk suatu fungsi pemerintah tertentu. Peran sebagai CFO secara eksklusif hanya didelegasikan kepada Menteri Keuangan. Hal ini sesuai dengan tugasnya sebagai pembantu Presiden di bidang keuangan, yaitu sebagai pengelola keuangan Negara atau lebih tepatnya sebagai Bendahara Umum Negara dan sebagai wakil pemerintah sebagai pemegang saham berbagai perusahaan milik Negara. Sementara itu, peran sebagai COO didelegasikan kepada semua menteri sebagai kepala kementerian, termasuk kepada menteri keuangan. Sebagai COO, pada hakekatnya setiap menteri adalah penanggungjawab terhadap keberhasilan program yang telah disusun dan ditetapkan dalam kementerian masing-masing. Prinsip pemisahan kewenangan dalam pengelolaan keuangan Negara perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat
kejelasan
dalam
pembagian
wewenang
dan
tanggungjawab,
12
terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Sementara itu, pada pemerintah daerah, kewenangan untuk mengelola keuangan daerah yang diterima oleh gubernur/bupati/walikota dilaksanakan oleh: a. Satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD sebagai CFO, dan; b. Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah sebagai COO. Untuk melaksanakan fungsi pengawasan di lingkungan manajemen pemerintahan, dibentuk Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang kita kenal
dengan
BUMN/BUMD.
BPKP,
Irjen,
Bawasda,
dan
Satuan
Pengawas
Intern
13
Secara garis besar, struktur pengelolaan keuangan Negara dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Struktur Pengelolaan Keuangan Negara
Sumber: I Gusti Agung Rai, Peran BPK dalam Perbaikan Pengelolaan Keuangan Negara, 2008.
Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional.
11
Jabatan fungsional
adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam suatu satuan organisasi yang dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu dan bersifat mandiri. Untuk kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan bagi pejabat fungsional dipersyaratkan harus memenuhi angka kredit yang ditentukan. Ketentuan mengenai angka kredit untuk kenaikan pangkat pilihan bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional tertentu ditetapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab 11
Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999.
14
dibidang pendayagunaan aparatur Negara dengan memperhatikan usul dari pejabat
Pembina
Kepegawaian
yang
bersangkutan,
setelah
mendapat
pertimbangan teknis Kepala BKN. Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh Bendahara Umum Negara selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara. 12
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu, dapat
dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; b. Telah memenuhi angka kredit yang ditentukan; dan c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. Pasal 70 Ayat 1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Pembentukan Jabatan Fungsional Bendahara dibentuk selambatlambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan”, yaitu terhitung pada 14 Januari 2005. Dalam konteks perbaikan pengelolaan keuangan menuju opini wajar tanpa pengecualian (WTP), Badan Pemeriksa Keuangan menyarankan agar perubahan sistem administrasi keuangan, mekanisme tender dan peningkatan kapasitas birokrasi dilakukan melalui langkah-langkah konkrit dengan rumusan yang lebih teknis, seperti dijabarkan di dalam tabel berikut:
12
PP No. 99 Tahun 2000 jo. PP No. 12 Tahun 2002.
15
Tabel 2.1 Langkah-langkah Menuju Opini Wajar Tanpa Pengecualian
Hal tersebut seiring dengan semangat reformasi di bidang keuangan Negara yang memberikan pengaturan yang komprehensif mengenai posisi dan
16
peran Bendahara Pengeluaran untuk menggantikan konsepsi lama yang berakar dari produk hukum kolonial. Tabel 2.2 Posisi dan Peran Bendahara Pengeluaran
ASPEK YANG DIATUR
Hubungan Bendahara dengan KPA
KONSEPSI LAMA (berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 332 Tahun 1968)
Pengaruh atasan langsung terhadap Bendahara sangat dominan
KONSEPSI BARU (berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2004, PP Nomor 8 Tahun 2006 dan PMK Nomor 73/MK.05/2008) Bendahara tidak dapat dipengaruhi oleh atasan langsung (KPA). Bendahara diangkat oleh PA/KPA tetapi secara fungsional bertanggungjawab kepada BUN/Kuasa BUN Bendahara bertanggungjawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakan Bendahara dapat menolak perintah bayar yang diajukan oleh KPA (apabila persyaratan tidak terpenuhi)
Hubungan Bendahara dengan KPPN
Hubungan bendahara dengan KPPN tidak jelas/ tidak diatur
UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 53 (1) mengatur: Bendahara bertanggung-jawab secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung-jawabnya kepada KPPN
17
PP 8 Thn 2006 mengatur: Bendahara menyampaikan LPJ kepada KPPN BUN/Kuasa BUN dapat mengenakan sanksi atas ketidak patuhan penyampaian LPJ Bendahara Pembukuan Bendahara
Hanya mengatur pembukuan pada BKU (selebihnya dituangkan dalam modul ajaran BPPK)
Pengaturan lebih luas, meliputi penatausahaan (pengelolaan uang, pembukuan dan pertanggungjawabannya)
Pengaturan pembukuan sangat kaku (harus tulis tangan dengan tinta warna tertentu)
Pengaturan pembukuan sangat luwes (dapat dengan tulis tangan dan/atau menggunakan komputer)
B. Akuntansi Kas Kecil 1.
Pengertian Kas Kecil Kas adalah salah satu komponen dari aktiva yang sangat vital bagi
kelangsungan hidup organisasi, baik organisasi pemerintah maupun perusahaan swasta. Kas merupakan elemen kunci dalam perencanaan atas seluruh aspek operasional perusahaan. Tanpa adanya manajemen kas yang baik, suatu organisasi mungkin dapat kehilangan reputasinya dan sulit untuk bertransaksi dengan pihak lain karena organisasi tersebut tidak dapat membayar tagihannya yang sudah jatuh tempo. Oleh karena itu manajemen kas merupakan suatu keharusan bagi seluruh organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta.
18
Warren, Reeve, dan Fess (2005 : 25) menyatakan bahwa: Kas meliputi uang kertas, cek, wesel (money order atau kiriman uang melalui pos yang lazim berbentuk draft bank atau cek bank) dan uang yang disimpan di bank yang dapat ditarik tanpa pembatasan dari bank bersangkutan. Sementara itu,
13
Kieso, Weygandt dan Warfield (2010 : 344) mengungkapkan
antara lain sebagai berikut: Cash, the most liquid of assets, is the standard medium of exchange and the basis for measuring and accounting for all other itms. Companies generally classify cash as a current asset. Cash consist of coin, currency, and available funds on deposit at the bank. Negotiable instrument such as money order, certified checks, cashier’s checks, personal checks, and bank drafts are also viewed as cash.
14
Weygandt, Kieso dan Kimmel (2009 : 462) mendefinisikan kas sebagai: Kas (cash) terdiri atas koin, uang kertas, cek, money order (wesel atau kiriman uang melalui pos yang lazim berbentuk draft bank atau cek bank), dan uang tunai di tangan atau simpanan di bank atau semacam deposito. Aturan yang berlaku umum di bank adalah jika bank menerima uang untuk disimpan di bank, maka itulah kas. Secara umum, organisasi yang dapat memperbaiki metode dalam
menerima dan mengeluarkan kas akan menjadi lebih sukses. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kekurangan uang dalam organisasi dapat menimbulkan biaya yang seharusnya dapat dihindari manakala terdapat manajemen kas yang baik. Kekurangan kas akan menyebabkan suatu organisasi harus mencari pinjaman dana dalam rangka menutupi kekurangan kas untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya. Namun, pinjaman yang didapatkan dapat menimbulkan 13 14
Intermediate Accounting, Volume 1. IFRS Edition. Pengantar Akuntansi: Accounting Principles, Buku 1. 2009.
19
resiko berupa biaya baru seperti biaya bunga dan denda atas keterlambatan pembayaran. Di sisi lain, dengan adanya manajemen kas yang baik suatu organisasi dapat menyediakan berbagai sumber daya lainnya tepat pada waktunya ketika dibutuhkan, belum lagi kemungkinan memanfaaatkan diskon yang diberikan oleh para pemasok pada saat pembelian barang karena membayar tepat pada waktunya. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara: Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran Negara. Dengan demikian kas dalam pengertian undangundang ini semua uang Negara yang bersumber dari seluruh penerimaan Negara dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Negara. Sedangkan definisi Kas menurut Standar Akuntansi Pemerintah: Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat. Sementara itu, Standar Akuntansi Keuangan memberikan definisi tentang Kas sebagai berikut: Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan.
20
Terdapat 15tiga motif dasar dalam menyimpan kas yaitu: a. Motif Bertransaksi (Transactions Motive) Motif ini melihat kas secara sempit yaitu sebagai media untuk pertukaran dalam rangka membiaya transaksi normal yang terjadi seperti pembayaran kepada pemasok dan pembayaran gaji. Besarnya tingkat saldo transaksi tergantung pada besar kecilnya organisasi dan periode waktu kas masuk dan kas keluar. Organisasi yang besar pada umumnya cenderung melakukan banyak transaksi. Jika arus kas masuk dan keluar dapat disinkronisasi maka saldo kas dapat diminimalisasi. b. Motif Berjaga-Jaga (Precautionary Motive) Motif ini fokus pada kemampuan kas untuk menunjang daya beli pada saat timbul kejadian yang tidak diharapkan atau peluang yang tidak diperkirakan sebelumnya. Saldo untuk pencegahan berfungsi sebagai cadangan pada saat ketidakpastian meningkat sebagai akibat perubahan industri, ekonomi, dan dunia. Saldo untuk keperluan darurat ini umumnya disediakan dengan menggunakan portofolio dari pasar uang dan pasar modal. Kriteria kunci dari penggunaan metode ini adalah tingkat keamanan yang tinggi, likuiditas, dan kemudahan untuk mencairkan surat berharga menjadi kas.
15
George W. Galinger dan P. Basil Healey, Liquidity Analysis and Management, (Massachussets: Aldison-Wesley Publishing, 1991).
21
c. Motif Spekulasi (Speculative Motive) Motif ini timbul seiring dengan keinginan manajemen untuk memiliki sejumlah kas yang dapat digunakan untuk mengambil keuntungan dari kesempatan yang timbul secara tidak terduga. Manajemen harus mempunyai prediksi bahwa saldo kas tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dari operasi normal organisasi. Pada umumnya, organisasi-organisasi tidak menyimpan kas untuk tujuan spekulasi.
Kas merupakan aktiva yang paling likuid. Di neraca, kas diakui pada saat diterima dan disajikan sesuai jumlah nominalnya. Penyajian kas kecil tidak dipisahkan dari akun kas dalam laporan keuangan. Kieso, Weygandt dan Warfield (2010 : 345) menyatakan bahwa: Petty cash, payroll and dividend funds are examples of cash set aside for a particular purpose. In most situations, these fund balances are not material. Therefore, companies do not segregate them from cash in the financial statements. Perusahaan perlu menetapkan mata anggaran apa saja yang bisa dibayarkan dengan menggunakan kas kecil, dan mata anggaran apa saja yang tidak bisa dilakukan dengan menggunakan dana tersebut, karena tidak semua pengeluaran yang jumlahnya kecil layak dibayarkan dengan menggunakan dana kas kecil. Tetapi ada perkiraan-perkiraan karena alasan tertentu tidak dibayarkan dengan kas kecil, walaupun jumlahnya relatif kecil.
22
2.
Pembentukan Kas Kecil Pada praktik yang sering terjadi dalam organisasi sektor privat, dana kas
kecil dibentuk dengan terlebih dahulu memperkirakan jumlah kas yang diperlukan perusahaan dari pendanaan semacam itu untuk periode tertentu, seperti satu minggu atau satu bulan. Setelah mendapat persetujuan, cek disiapkan dan diuangkan sebesar jumlah yang diperlukan. Uang yang diperoleh dari cek tersebut diserahkan kepada karyawan, yang disebut petugas kas kecil. Dalam rangka pengendalian, perusahaan bisa membatasi jumlah maksimal dan jenis pembayaran yang bisa dilakukan dari dana kas kecil. Senada dengan hal tersebut, pada organisasi sektor publik juga dikenal istilah Uang Persediaan yang identik dengan kas kecil yang pengelolaannya diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran dengan karakteristik sebagai berikut: a. Hanya diberikan sekali dalam satu tahun anggaran; b. Diberikan pada awal tahun anggaran; c. Untuk digunakan dalam melaksanakan pembayaran kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional; d. Bersifat revolving (adanya pengisian kembali jika telah terpakai); dan e. Jumlah dan besarannya bersifat tetap (imprest fund). Pembentukan dana kas kecil oleh Bendahara Pengeluaran dilakukan setiap tahun dengan terlebih dahulu memperkirakan jumlah besaran dana kas kecil yang dibutuhkan dan mempersiapkan dokumen dan syarat-syarat yang diperlukan.
23
Setelah mendapat otorisasi, dokumen tersebut selanjutnya disampaikan kepada KPPN. Sejumlah dana selanjutnya ditransfer ke rekening Bendahara Pengeluaran untuk digunakan dalam membiayai kegiatan operasional kantor. 3.
Jurnal Akuntansi Kas Kecil Dana kas kecil adalah dana yang dibentuk untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran rutin perusahaan yang jumlahnya relatif kecil. Rekening kas kecil dibentuk untuk menampung transaksi pembentukan, penggunaan dan pengisian kembali dana kas kecil. Weygandt, Kieso dan Kimmel (2009 : 467) memberikan definisi mengenai kas kecil sebagai berikut: Dana kas kecil (petty cash fund) adalah dana kas yang digunakan untuk membayar jumlah pengeluaran yang relatif kecil namun tetap menjaga pengendalian secara memuaskan. Operasional dana kas kecil, yang seringkali disebut dengan sistem imprest, mencakup tiga tahap: (1) membentuk dana, (2) melakukan pembayaran dari dana), dan (3) mengisi ulang dana. Dalam mengelola dana kas kecil ada dua metode yang bisa digunakan yaitu Imprest Fund Method dan Fluctuation Method. a. Imprest Fund Method Berdasarkan metode ini, jumlah dana kas kecil yang dibentuk jumlahnya selalu tetap. Oleh karena itu pencatatan rekening kas kecil cukup sekali dilakukan, yaitu pada saat kas kecil dibentuk, kecuali kebijakan manajemen menetapkan untuk mengubah jumlah kas kecil.
24
Pencatatan pembentukan dana kas kecil dilakukan dengan mendebit rekening kas kecil dan mengkredit rekening kas. Pada saat transaksi, penggunaan dana kas kecil tidak dijurnal melainkan hanya dicatat dalam catatan intern kasir kas kecil. Pencatatan penggunaan dana kas kecil dicatat bersamaan dengan pengisian kembali kas kecil dengan mendebit macam-macam biaya dan mengkredit rekening kas. Pencatatan jurnal akuntansi kas kecil dengan sistem Imprest Fund dapat dijelaskan dengan menggunakan tabel seperti berikut: Tabel 2.3 Jurnal Kas Kecil pada sistem Imprest Fund Keterangan Pembentukan Kas Kecil Transaksi pengeluaran Kas Kecil Pengisian kembali Kas Kecil
Jurnal
Debet
Kas Kecil
xxx
Kas No entry
xxx
Biaya-biaya Kas
xxx
Kredit
xxx xxx xxx
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diperjelas bahwa pada sistem Imprest Fund jumlah dana kas kecil selalu konstan dan tidak berubah-ubah. Bilamana jangka waktunya telah habis dan jumlah uang dalam kas kecil pun telah menipis, maka kas kecil diisi kembali dengan menarik dana dari kas besar sampai dengan jumlah dana yang telah ditetapkan besarnya. Untuk setiap pengisian
25
kembali dana kas kecil, pemegang kas kecil selalu melampirkan kas kecil serta bukti-bukti pendukungnya. Pada saat terjadi pengeluaran macam-macam biaya tidak dijurnal, tetapi bukti-bukti dikumpulkan dan disimpan sebagai bukti pengeluaran. Petugas kas kecil membuat catatan untuk pencatatan pengeluaran tetapi pencatatan tersebut bukan berupa buku jurnal melainkan catatan intern pembukuan untuk petugas kas kecil. b. Fluctuation Method Sistem dana berubah merupakan suatu dana yang tersedia pada pemegang kas kecil dan jumlahnya tidak tetap. Oleh sebab itu, biasanya pengisian uang dari kas besar kedalam kas kecil tidak dikaitkan dalam jangka waktu tertentu. Pengisian tersebut dilakukan sewaktu-waktu yaitu jika persediaan uang dalam petty cash dirasakan sudah menipis. Berdasarkan metode ini, jumlah dana kas kecil yang dibentuk dapat berubah-ubah, artinya jumlah kas kecil yang pernah dibentuk, dapat berbeda dari jumlah kas kecil awal yang pernah dibentuk sebelumnya. Pada saat kas kecil dibentuk, pencatatan dilakukan dengan mendebit rekening kas kecil dan mengkredit rekening kas. Pencatatan jurnal akuntansi kas kecil dengan sistem Fluctuation Method dapat dijelaskan dengan menggunakan tabel seperti berikut:
26
Tabel 2.4 Jurnal Kas Kecil pada sistem Fluctuation Method Keterangan Pembentukan Kas Kecil Transaksi pengeluaran Kas Kecil Pengisian kembali Kas Kecil
Jurnal
Debet
Kas Kecil
xxx
Kas Biaya-biaya
xxx
Kas Kecil Kas Kecil
xxx
Kas
Kredit
xxx xxx xxx
Dari penjelasan diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa Fluctuation Method merupakan suatu sistem pengelolaan dana kas kecil yang saldo rekeningnya tidak tetap dan tergantung pada besar kecilnya pengeluaran yang terjadi untuk periode tertentu. Pada sistem ini rekening kas kecil yang diselenggarakan harus menunjukkan saldo pada setiap saat sebesar jumlah dana kas kecil yang ada ditangan pemegang dana kas kecil. Walaupun secara teoritis ada dua sistem penggelolaan dana kas kecil, tetapi dalam kenyataanya hampir semua perusahaan yang telah membentuk dana kas, mengelolanya dengan sistem imprest dengan alasan untuk mempermudah pengawasan. Dari penjelasan tersebut maka jelaslah bahwa dana kas kecil yang dikelola dengan sistem Imprest Fund menghasilkan beberapa keuntungan bagi pihak perusahaan yaitu untuk mempermudah pengawasan, perhitungan dan pertanggung jawaban (accountabilities).