BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Produktivitas Kerja Karyawan Produktivitas kerja karyawan menurut Mali (dalam Sedarmayanti, 2009) adalah hasil kerja dengan menggunakan waktu secara hemat (efisien) dan melebihi target yang ditetapkan (efektif), hasil kerja nyata karyawan dalam memenuhi standar kerja ini ditetapkan oleh perusahaan. Efektivitas dan efisiensi kerja karyawan berasal dari sumber daya yang ada pada diri karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Efisiensi kerja adalah perbandingan terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dengan hasil yang dicapai oleh karyawan berupa hasil kerja nyata sesuai dengan yang ditargetkan dalam standar kerja baik dalam hal mutu maupuan hasilnya yang meliputi pemakaian waktu yang optimal dan kualitas cara kerja yang maksimal. Perbandingan ini dilihat dari: segi waktu, suatu pekerjaan disebut lebih efisien bila hasil kerja berdasarkan standar ukuran yang diinginkan oleh karyawan untuk memperoleh sesuatu yang baik dan memuaskan, dan segi kinerja, segi kinerja yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Perbandingan terbaik antara usaha dan hasilnya dalam setiap pekerjaan terutama ditentukan oleh bagaimana pekerjaan itu dilakukan. Jika efisiensi kerja pada umumnya merupakan hasil dari cara-cara kerja yang sesuai dengan prosedur kerja. Cara kerja yang efisien adalah cara yang tanpa sedikitpun mengurangi hasil yang hendak dicapai seperti: dengan cara termudah, tercepat, termurah, teringan, dan terpendek. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti kegiatan yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektivitas merupakan unsur penting untuk mencapai tujuan produktivitas kerja karyawan guna memenuhi standar kerja yang telah diberlakukan semaksimal mungkin.
7
Efektivitas ini diperlukan peningkatan lebih lanjut, melalui sumber daya yang dimiliki masing-masing karyawan melakukan sasaran tujuan yang tepat guna. Efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah wujudkan. Namun jika usaha atau hasil pekerjaan karyawan tidak tepat sasaran, menyebabkan karyawan tidak efektif. Produktivitas kerja karyawan bagian weaving beraneka ragam antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya. Kenaikan atau penurunan produktivitas kerja karyawan bersifat tak menentu/sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Produktivitas kerja karyawan tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan dibutuhkan adanya proses untuk mencapainya. Seperti yang telah diungkapkan oleh Mali (dalam Sedarmayanti, 2009) bahwa produktivitas merupakan hasil kerja nyata karyawan mulai dari proses bahan mentah hingga barang jadi, secara hemat dalam menggunakan sumber daya dan mampu melebihi target yang ditetapkan, yakni mempersiapkan bahan baku atau benang jadi, meliputi benang lusi adalah benang tenunan yang ditenun dengan arah membujur, benang pakan adalah benang tenunan yang ditenun dengan arah melintang, false twisting disebut juga proses texturing adalah mengubah benang filament menjadi textured yarn, sizing adalah proses melapisi benang dengan bahan kimia, beaming adalah kelanjutan dari proses sizing yaitu proses menggulung benang kelos yang dipasang di mesin tenun, dyeing adalah proses pencelupan dari kain mentah menjadi kain jadi , verpacking adalah proses pengemasan pada gulungan kain, dan finishing adalah pengecekan barang-barang untuk dikirim. Proses produksi harus dilakukan dengan tepat, mulai dari persiapan sumber daya hingga penyelesaiannya dengan seefektif dan seefisien mungkin. Untuk dapat melihat seberapa hemat sumber daya yang digunakan oleh karyawan dan seberapa standar kerja yang dapat tercapai oleh karyawan dalam suatu perusahaan, diperlukan adanya suatu pengukuran produktivitas kerja karyawan. Pengukuran produktivitas kerja
8
karyawan ini pertama-tama berasal dari keadaan nyata di lapangan, setiap karyawan mengoperasikan 10 mesin tenun dalam satu hari. Jumlah kain yang dihasilkan oleh tiap-tiap mesinnya, ditentukan oleh seberapa baik karyawan mengoperasikan mesin tenun, misalnya seperti yang dicapai karyawan 1, mengoperasikan mesin tenun 1 memperoleh 3.2 yard, mesin 2 memperoleh 3.2 yard dan seterusnya. Keseluruhan tenunan kain (dalam ukuran yard) dari tiap-tiap mesin lalu dijumlahkan yang disebut sebagai kapasitas total per satu bulan, kemudian dari keseluruhan tenunan kain (dalam ukuran yard) tersebut dihitung nilai rata-rata nya, agar dapat diketahui standard hasil kerja masing-masing karyawan tiap bulannya.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Karyawan Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja karyawan, menurut Mali (dalam Sedarmayanti, 2009) adalah sebagai berikut: 1. Faktor dari dalam diri. Faktor dari dalam diri ini terdiri dari: a. Komitmen. Komitmen adalah suatu perjanjian yang dimulai oleh tenaga kerja/karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Lemah atau kuatnya komitmen itu relatif, bergantung pada masing-masing tenaga kerja/karyawan dan pelaksanaan yang berbeda-beda pula. Komitmen yang benar adalah komitmen yang didasarkan pada motivasi yang positif dan realisasi yang positif pula. Komitmen tidaklah mudah, dibutuhkan kemantapan dalam pengambilan keputusan dan pemikiran yang jernih. Tenaga kerja yang mempunyai komitmen adalah tenaga kerja yang mau memperbarui diri menjadi tenaga kerja yang produktif. Seringkali, tenaga kerja tanpa disadari kehilangan komitmen mula-mulanya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, hanya dikarenakan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Akibat dari hasil perbuatan tersebut adalah penurunan produktivitas kerja. b. Mencintai pekerjaan. Mencintai pekerjaan merupakan perwujudan sikap yang dilakukan secara sadar dalam melakukan pekerjaan. Bagi sebagian tenaga kerja, mencintai pekerjaan merupakan suatu hal yang asing untuk dilakukan, bahkan seringkali terjebak dalam rutinitas dalam bekerja yang monoton. Bagi mereka, bekerja sudah menjadi tanggungjawab yang harus dilakukan dalam melanjutkan hidup tanpa disertai dengan rasa cinta pada pekerjaan yang tengah diemban. Rutinitas yang monoton dapat menimbulkan kebosanan, dan keletihan dalam bekerja. Apapun jenis pekerjaan yang dilakukan, asalkan tenaga kerja mencintai pekerjaan maka tenaga kerja tersebut sedang mempersiapkan dirinya menjadi karyawan yang bekerja dengan sepenuh hati. Mencintai pekerjaan perlu dilakukan oleh setiap karyawan dalam upaya meningkatkan produktivitas kerjanya. c. Minat, motivasi, dan etos kerja. Minat tenaga kerja/karyawan dapat tercermin pada hasil produksi yang mampu dicapai oleh tenaga kerja/karyawan. Semakin tenaga kerja menaruh minat terhadap suatu bidang yang disukai, maka tenaga kerja dapat mengalami peningkatan produktivitas kerja. Apapun yang akan/dikerjakan tenaga kerja tersebut, asal menaruh minat/suatu keinginan, pekerjaan pasti dapat 9
d.
e.
f.
g.
h.
terselesaikan dengan baik. Minat tersebut akan lebih efektif apabila disertai dengan motivasi yang positif. Motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri untuk mencapai sesuatu hal. Motivasi ini hendaknya timbul dari diri tenaga kerja dan bukan hasil paksaan dari orang lain. Motivasi inilah yang akan terus mendorong minat tenaga kerja untuk giat dalam bekerja. Etos kerja adalah suatu norma budaya yang mendukung karyawan untuk melakukan dan bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Etos kerja ini mengarah pada sikap positif terhadap pekerjaan, seorang karyawan yang menikmati pekerjaannya biasanya memiliki etos kerja yang lebih besar daripada karyawan yang tidak menikmati pekerjaannya. Fungsi dari etos kerja ini adalah sebagai pedoman karyawan dalam berperilaku di dunia kerja. Disiplin. Disiplin sangat diperlukan oleh tenaga kerja/karyawan. Disiplin merupakan salah satu tata tertib dan kewajiban yang harus dipenuhi tenaga kerja/karyawan. Disiplin hendaknya dilaksanakan diseluruh bidang pekerjaan. Tanpa disiplin, tenaga kerja dapat merugikan dirinya sendiri karena jika tidak disiplin dalam bekerja berdampak pada turunnya produktivitas kerja sehingga upah kerja pun ikut mengalami penurunan. Pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu keuntungan yang bisa dicapai oleh beberapa karyawan. Tidak semua karyawan dapat mencapai pendidikan yang sebagaimana mestinya. Pada umumnya tenaga kerja yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan/cara pandang yang lebih obyektif dalam menyelesaikan segala pekerjaannya, ia akan benar-benar bekerja menggunakan seluruh kemampuan yang ia punyai, untuk mencapai produktivitas kerja. Komunikasi. Komunikasi adalah proses pemberian informasi dari pihak pemberi kepada pihak penerima di dalam lingkungan pabrik. Komunikasi yang terjadi di dalam pabrik adalah komunikasi antara pimpinan kepada tenaga kerja, komunikasi antara tenaga kerja kepada tenaga kerja dan komunikasi antara tenaga kerja kepada pimpinan. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dibangun dengan niat yang baik seperti bertegur sapa setiap pagi sebelum bekerja baik itu dengan pimpinan maupun rekan sekerja dan juga lebih dari itu terciptanya komunikasi yang melibatkan perasaan, seperti berbagi perasaan/curhat ketika tenaga kerja sedang mengalami kendala-kendala dalam bekerja, dimana kendala-kendala dalam bekerja tersebut dapat disampaikan pada evaluasi kerja setiap akbir bulan. Pada saat evaluasi kerja, segala bentuk kendala-kendala yang dialami oleh pimpinan, tenaga kerja pada masingmasing bagian dapat saling tukar informasi, memberikan masukan, kritik dan saran. Hal itu akan lebih menolong tenaga kerja untuk tetap dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. Ketrampilan dan kemampuan. Ketrampilan diperlukan oleh karyawan, tenaga kerja/karyawan yang terampil mengoperasikan mesin tenun akan lebih mudah menjalankan pekerjaannya. Pekerjaan yang terus menerus dilakukan oleh tenaga kerja akan membuat tenaga kerja tersebut terampil/cekatan. Terampil membutuhkan waktu yang cukup, lambat laun tenaga kerja menjadi terampil dikarenakan tuntutan perusahaan dan penyesuaian diri akan hal-hal yang baru. Terampil membuat tenaga kerja mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan yang dirasa sulit. Jadi ketrampilan dan kemampuan saling berkaitan guna meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Kesehatan. Kesehatan merupakan hal yang harus diperhatikan bagi masing-masing karyawan, baik itu sehat secara jasmani maupun rohani. Apabila tenaga kerja/karyawan menjaga kedua kesehatannya dengan baik, ia dapat mengerjakan tugas dan tanggungjawabnya dalam bekerja sehingga karyawan tersebut akan lebih leluasa
10
dalam bekerja karena tubuhnya sehat sehingga produktivitas kerja yang dimiliki dapat dipertahankan dan ditingkatkan lagi. i. Upah kerja. Upah kerja diperhitungkan sebagai faktor yang penting bagi karyawan untuk mencapai produktivitas kerja. Upah kerja pada saat sekarang ini sudah menjadi hal yang umum dan siapapun boleh mendapatkannya. Sehingga terjadi banyak persaingan demi medapatkan upah kerja yang diinginkan. Persaingan ini terjadi dikarenakan tidak semua karyawan dapat memaknai upah kerja sebagai hal yang berharga. Melainkan menempatkan upah kerja sebagai barang sisaan, dapat ya untung tidak dapat ya juga untung. Pandangan hidup seperti ini yang dapat menghambat produktivitas kerja karyawan, mau upah kerja naik atau turun tidak peduli, yang penting bekerja untuk mendapatkan upah kerja, begitu seterusnya dipandang sebagai rutinitas yang monoton. Akibatnya upah kerja yang maksimal tidak tercapai dan juga produktivitas kerja karyawan tidak tercapai juga. 2. Faktor dari luar diri. Faktor dari luar diri adalah faktor yang terdapat di luar diri tenaga kerja/karyawan seperti di bawah ini menurut Mali (dalam Sedarmayanti, 2009): a. Waktu. Waktu adalah faktor penting dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Tanpa waktu maka tenaga kerja/karyawan akan mengalami kesulitan dalam mengukur produktivitas kerjanya menjadi tidak tepat. Karyawan harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya agar tidak ada waktu yang terbuang dengan percuma pada saat bekerja, waktu ini dapat dijumpai pada jam kerja karyawan. b. Mesin. Mesin adalah salah satu faktor yang penting bagi kelangsungan produksi kain. Mesin merupakan salah satu sarana yang utama dalam menghasilkan tenunan kain. Sehingga diharapkan mesin-mesin yang digunakan dalam menenun kain selalu diperbarui kecanggihannya guna memaksimalkan produktivitas kerja karyawan. Mesin-mesin yang ada di pabrik berguna untuk menunjang para karyawan untuk terus dapat produktif dalam bekerja. Apabila mesin mengalami kendala/kerusakan maka akan menghambat proses produksi kain dan juga karyawan tidak dapat mencapai produktivitas kerja dengan baik pula. c. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah rangkaian usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman dan tentram bagi tenaga kerja, baik secara fisik, sosial dan psikologis. K3 ini diselenggarakan oleh pihak Jamsostek (Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja) bekerjasama dengan pihak perusahaan. K3 ini wajib diperhatikan oleh pimpinan perusahaan, dengan dijaminnya K3 bagi tenaga kerja/karyawan maka kecelakaan kerja dapat dihindari. Tenaga kerja perlu k3 untuk menunjang keselamatan diri sehingga produktivitas kerja karyawan dapat berjalan dengan baik. d. Lingkungan pabrik. Lingkungan pabrik adalah keadaan lingkungan di tempat kerja. Apabila lingkungan kerja mendukung ke arah positif/kondusif maka tenaga kerja dapat nyaman dalam bekerja. Lingkungan kondusif tersebut timbul dikarenakan ada sekumpulan tenaga kerja/karyawan mempunyai kepribadian yang aktif, tanggap, percaya diri, bertanggungjawab, mampu bekerjasama dan menjunjung sikap solidaritas di dalam perusahaan, sehingga keadaan yang demikian mampu mempercepat terjadinya peningkatan produktivitas kerja karyawan. Di lain sisi juga terdapat kultur lingkungan yang lamban tidak selamanya bersifat kondusif, terkadang tenaga kerja/karyawan sulit diajak bekerjasama dan berkarya. Untuk itu tenaga kerja/karyawan perlu memahami keadaan kultur lingkungannya dalam meningkatkan produktivitas kerjanya.
11
e. Penerangan Lingkungan, Tata Ruang dan Mesin. Penerangan lingkungan yang digunakan dalam PT. Timatex Salatiga diperoleh dari sumber energi listrik atau PLN, antara PLN dan PT. Timatex Salatiga mengadakan kerja sama dalam satuan waktu tertentu. Jika dalam keadaan tidak memungkinkan barulah ada pemadaman listrik dari PLN, tentunya sebelum pemadaman listrik PLN memberitahu perusahaan sebelumnya sehingga perusahaan dapat langsung menyiapkan tenaga listrik yang berasal dari genset untuk penerangan di perusahaan. Penerangan lingkungan sangat diperlukan oleh karyawan pada saat bekerja, bila ruangan kerja memperoleh penerangan yang cukup maka dapat membantu karyawan mengoperasikan mesin-mesin tenun dengan baik sehingga tingkat kecelakaan dalam bekerja dapat dihindari dan dapat mengantisipasi penurunan produktivitas kerja karyawan. Tata ruang juga turut memberikan sumbangan dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Tata ruang yang rapi, bersih dan nyaman akan menciptakan suasana yang kondusif bagi karyawan, sehingga dalam bekerja karyawan dapat leluasa dalam bergerak dalam mengoperasikan mesin tenun. f. Dukungan dari rekan kerja. Dukungan ini sangat diperlukan oleh tenaga kerja/karyawan. Dukungan ini diberikan oleh satu karyawan kepada karyawan yang lain pada saat jam-jam istirahat, atau sepulang dari kerja. Biasanya tenaga kerja saling memberikan dukungan lewat perkataan-perkataan yang positif. g. Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah cara pemimpin perusahaan mempengaruhi perilaku tenaga kerja/karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai produktivitas kerja karyawan. Seseorang pemimpin harus tahu bagaimana ia menerapkan kepemimpinannya dalam menjalankan jabatannya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menerapkan gaya kepemimpinannya dengan tepat dan bijak, karena tenaga kerja perlu mendapatkan pengarahan dan tindak lanjut dari pekerjaannya guna peningkatan produktivitas kerja karyawan.
2.3 Pengukuran Produktivitas Kerja Karyawan Menurut Mali (dalam Sedarmayanti, 2009) produktivitas kerja karyawan dapat diukur berdasarkan pengukuran berikut: Produktivitas kerja karyawan:
Hasil kerja yang dicapai Waktu : Mesin
Hasil kerja ini berupa jumlah kain yang dihasilkan karyawan dibagi dengan waktu dan mesin. Hasil kerja karyawan yang telah dicapai ini ditinjau kembali apakah sudah efektif (hasil kerja yang dicapai melebihi standar kerja), begitu pula dengan mesin dan waktu ditinjau kembali apakah sudah efisien (hemat dalam penggunaan sumber daya). Selanjutnya untuk mengetahui apakah karyawan itu efektif (hasil kerja yang dicapai melebihi standar kerja) atau efisien
12
(hemat dalam penggunaan sumber daya) dapat di tinjau dari: jam kerja x hasil produksi x sumber-sumber daya digunakan. Contoh: Produktivitas kerja karyawan A dalam 1 bulan = 7481 yard, dari perhitungan: 936.2 yard
= 936.2 yard
28 hari : 10 mesin
33.4 yard : 10 mesin
= 3.34 yard
Angka 936.2 yard merupakan hasil total produksi A dalam 1 bulan Angka 33.4 yard merupakan hasil rata-rata yard yang diperoleh A dalam 1 bulannya, setelah dibagi dengan 28 hari, kemudian dibagi dengan jumlahnya mesin yakni 10 mesin. Angka 3.34 yard merupakan hasil dari rata-rata tiap-tiap mesinnya. Produktivitas kerja 1 bulan A = 3.34 x 8 x 10 = 267.2 yard x 28 hari = 7481 yard. Jadi dalam 1 bulan, karyawan A mencapai produktivitas kerjanya yakni 7481 yard. Kemudian dicocokkan dengan standar kerja yang ada berikut ini: Standar kerja yang ditetapkan dan harus dicapai adalah : 1. 2.8 yard x 8 jam x 10 mesin = 224 yard (dalam 1 hari) x 30 hari = 6720 yard, berkategori tidak produktif 2. 3.0 yard x 8 jam x 10 mesin = 240 yard (dalam 1 hari) x 30 hari = 7200 yard, berkategori kurang produktif 3. 3.2 yard x 8 jam x 10 mesin = 256 yard (dalam 1 hari) x 30 hari = 7168 yard, berkategori cukup produktif 4. 3.4 yard x 8 jam x 10 mesin = 272 yard (dalam 1 hari) x 30 hari = 8160 yard, berkategori produktif 5. 3.6 yard x 8 jam x 10 mesin = 288 yard (dalam 1 hari) x 30 hari = 8640 yard, berkategori sangat produktif. Berdasarkan hasil yang dicapai oleh karyawan A yakni 7481 yard tiap bulannya, maka karyawan A berkategori sebagai karyawan yang cukup produktif.
13
Dalam pengukuran produktivitas kerja karyawan diperlukan pedoman sebagai berikut menurut Mali (dalam Sedarmayanti 2009): 1. Kesahihan (valid). Suatu pengukuran produktivitas kerja karyawan dapat dikatakan valid apabila alat ukur tersebut secara tepat dapat melakukan fungsi ukurnya. Dalam pengukuran tersebut, dapat secara tepat menggambarkan perubahan produktivitas kerja karyawan yang sebenarnya. Ketepatan dalam pengukuran ini dapat diketahui dari hasil standar kerja yang dicapai dalam bentuk yard lalu dibandingkan apakah melebihi standar kerja yang ada atau justru dibawah standar. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Mali (dalam Sedarmayanti, 2009) yang tertuang dalam rumus output yang dihasilkan dibagi dengan input yang dipergunakan. 2. Kelengkapan (completeness). Kelengkapan menunjukkan bahwa keseluruhan dalam mencapai hasil yang diperoleh penggunaan sumber-sumber daya. Mulai dari persiapan awal dalam proses produksi, persediaan sumber daya seperti bahan baku, pengolahan bahan baku hingga keluarnya hasil produksi dapat terlaksana dengan baik, barulah dapat terjadi kelengkapan yang nantinya berguna untuk memudahkan pengukuran produktivitas kerja karyawan. 3. Dapat diperbandingkan (comparability). Pengukuran produktivitas kerja karyawan ini bersifat relatif. Relatif yang dimaksud adalah dengan pengukuran produktivitas yang digunakan dapat diperbandingkan dengan periode/waktu yang satu dengan periode/waktu yang lain. Walaupun pengukuran produktivitas kerja karyawan digunakan pada era tahun 1990, pengukuran tersebut tetap dapat digunakan di era tahun 2000. Dari periode era tahun 1990 dan periode era tahun 2000, pengukuran tersebut dapat diperbandingkan dengan hasil yang ingin dicapai dengan sumber daya yang sehemat mungkin. 4. Bertepatan waktu (timeless). Bertepatan waktu adalah karyawan dapat melaksanakan tugasnya secara dinamis, cepat, terarah dan tepat waktu dalam mengoperasikan mesin-mesin tenun yang digunakan untuk mencapai produktivitas kerjanya.
2.4 Pengertian Upah Kerja Karyawan Upah kerja karyawan adalah balas jasa yang dibayarkan kepada karyawan dengan berpedoman atas perjanjian yang telah disepakati dalam tiap bulannya, Rate (dalam Hasibuan, 2009). Pemberian upah kerja oleh perusahaan, biasanya dihubungkan dengan proses pembayaran bagi tenaga kerja lepas atau berdasarkan jumlah jam kerja. Namun lain hal nya dengan yang dilakukan oleh PT. Timatex Salatiga, memberi upah kerja kepada setiap karyawan tanpa memandang status karyawan tetap atau karyawan kontrak. Bagi pimpinan perusahaan tersebut upah kerja sama halnya dengan gaji, yakni sebagai bentuk balas jasa
14
berupa uang atas apa yang telah dikerjakan oleh karyawan selama mengabdi bekerja di perusahaan (Hasibuan, 2009). Pemberian upah kerja karyawan kepada tenaga kerja harus mempunyai dasar yang rasional sesuai dengan yang tertuang dalam kesepakatan dan keputusan bersama (KKB) antar pemilik perusahaan dengan pemerintah pusat. Pemberian upah kerja dikatakan penting bagi pegawai karena besarnya upah kerja karyawan yang didapat merupakan cerminan atau ukuran nilai terhadap kinerja kerja karyawan itu sendiri. Besar kecilnya pemberian upah kerja dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja karyawan. Apabila pemberian upah kerja karyawan diberikan sesuai dengan takaran yang berlaku, maka tenaga kerja akan memperoleh kepuasan tersendiri di dalam batinnya, bahwa memang tenaga kerja/karyawan itu sendiri layak untuk mendapatkan upah sesuai dengan kerja kerasnya/hasil kerja nyata di pabrik. Tetapi apabila pemberian upah yang diberikan tidak atau kurang dari sebagaimana mestinya dari yang didapatkan, berkemungkinan akan mempengaruhi hasil kerja nyata pada saat bekerja yakni penurunan produktivitas kerja karyawan. Pemberian upah bukan hanya penting untuk tenaga kerja/karyawan saja, melainkan juga penting bagi perusahaan itu sendiri. Pemberian upah ini merupakan suatu bentuk perwujudan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan sumber daya manusia dan juga merupakan pengeluaran dan biaya bagi perusahaan. Perusahaan mengharapkan agar pemberian upah yang dibayarkan memperoleh imbalan yakni dengan hasil kerja nyata yang dilakukan tenaga kerja/karyawan dalam bekerja bagi perusahaan. Hasil kerja nyata dari masing-masing karyawan harus lebih besar dari upah kerja yang dibayar perusahaan, agar perusahaan mendapatkan laba dan terjaminnya kelangsungan perusahaan itu sendiri. Apabila perusahaan tidak memperhatikan pemberian upah kerja dengan tepat, maka kemungkinan perusahaan tersebut akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas.
15
Hal ini berarti perusahaan harus mengeluarkan biaya lagi untuk mencari tenaga baru, atau melatih tenaga kerja/karyawan yang sudah ada untuk menggantikan karyawan yang keluar. Pemberian upah sudah tidak asing lagi dikalangan tenaga kerja/karyawan itu sendiri. Sebagian karyawan yang bekerja di PT. Timatex Salatiga merasa mengalami pemberian upah kerja yang pas-pasan. Sehingga, dari yang pas-pasan tersebut beralih menjadi hal yang sensitif dikalangan tenaga kerja/karyawan. Akibatnya, beberapa tenaga kerja yang selalu merasa upah kerja yang diberikan tidak manusiawi menurut sudut pandang karyawan itu sendiri, memilih untuk mengundurkan diri dari perusahaan, walaupun upah kerja pokok yang ada telah ditambah dengan tunjangan bila menjadi kepala regu, jam absensi, dan tunjangan harian
setiap
harinya,
namun
tidak
membuat
beberapa
karyawan
membatalkan
mengundurkan diri (sumber: hasil wawancara dengan salah satu karyawan bagian weaving, PT. Timatex Salatiga).
2.5 Sistem Pengupahan Sistem pengupahan yang diterapkan oleh pimpinan PT. Timatex Salatiga bagi karyawannya adalah menggunakan sistem dan upah kerja karyawan dibayar secara periodik tiap bulannya. Menurut Rate (dalam Hasibuan, 2009), dalam sistem waktu besarnya upah kerja ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu atau bulan. Administrasi pengupahan sistem relatif sederhana serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun pekerja harian dan kontrak. Sistem waktu biasanya ditetapkan jika hasil kerja nyata karyawan sulit diukur per unitnya. Kebijaksanaan dalam pemberian upah kerja karyawan oleh pimpinan perusahaan dapat mendorong gairah kerja dan keinginan karyawan untuk mencapai prestasi kerja yang optimal sehingga membantu terwujudnya peningkatan produktivitas kerja karyawan. Besarnya upah kerja harus ditetapkan berdasarkan analisis pekerjaan, uraian pekerjaan, posisi jabatan, konsistensi internal, serta berpedoman kepada keadilan dan
16
Undang-Undang Buruh. Dengan kebijaksanaan ini diharapkan akan terbina kerja sama yang serasi dan memberikan kepuasan kepada semua pihak.
2.6 Mengukur/Pemberian Upah Mengukur/pemberian upah kerja karyawan yang diterapkan oleh pimpinan PT. Timatex Salatiga menggunakan upah per potong proporsional Rate (dalam Hasibuan, 2009). Upah per potong proporsional dibayar berdasarkan produktivitas kerja tenaga kerja dikalikan tarif upah per potong yang didapat dari penyelidikan waktu untuk menentukan waktu standarnya. Misalnya: dalam keadaan normal, para pekerja bisa menghasilkan 500 unit selama 7 jam per hari kerja, inilah yang dijadikan standar penentuan tarif. Jika upah umum perharinya Rp 5.000,00 maka tarif per potong 1 unit adalah Rp 5.000 : 500 unit = Rp 10.00/unit. Misalkan karyawan menghasilkan 600 unit dalam satu hari kerja maka ia akan menerima upah sebesar 600 unit x Rp 10.00 = Rp 6.000,00. 2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Upah Kerja Menurut Rate (dalam Hasibuan, 2009), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya upah kerja karyawan antara lain sebagai berikut: 1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja. Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan (permintaan) maka upah kerja karyawan relatif kecil. Sebaliknya, jika pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka upah kerja karyawan relatif semakin besar. 2. Kemampuan dan kesediaan perusahaan. Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik, maka tingkat upah kerja karyawan akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat upah kerja karyawan relatif kecil. 3. Serikat buruh/organisasi karyawan. Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat upah kerja karyawan semakin besar. Sebaliknya, jika serikat buruh tidak kuat dan kurang berpengaruh maka tingkat upah kerja karyawan relatif kecil. 4. Produktivitas kerja karyawan. Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka upah kerja karyawan akan semakin besar. Sebaliknya, kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit maka upah kerjanya kecil. 5. Pemerintah dengan undang-undang dan Keppresnya. Pemerintah dengan UndangUndang dan Keppres menetapkan besarnya batas upah/balas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya pengusaha tidak sewenangwenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang. 6. Biaya hidup (cost of living). Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat upah kerja karyawan semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah maka tingkat upah kerja relatif kecil. 7. Posisi jabatan karyawan. Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima upah kerja karyawan lebih besar. Sebaliknya, karyawan yang 17
menduduki jabatan yang lebih rendah akan memperoleh upah kerja karyawan yang kecil. 8. Pendidikan dan pengalaman karyawan. Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka upah/balas jasanya semakin besar karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat upah kerja kecil. 9. Kondisi perekonomian nasional. Apabila kondisi perekonomian nasional bertumbuh baik maka tingkat upah kerja karyawan akan semakin besar, karena mendekati kondisi (full employment.) Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang bertumbuh (depresi) maka tingkat upah kerja karyawan rendah, karena terdapat banyak pengangguran (disqueshed unemployment) 10. Jenis dan sifat pekerjaan. Apabila jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko (financial, keselamatan) yang besar maka tingkat upah kerja karyawan semakin besar karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaannya mudah dan kurang beresiko (financial, kecelakaannya) kecil, tingkat upah kerja karyawan relatif rendah (dalam Hasibuan,2009).
2.8 Kajian yang Relevan Penelitian oleh Lolita (2008) di Malang, dengan judul penelitian hubungan antara upah kerja dengan produktivitas kerja karyawan bagian produksi dengan populasi sebanyak 80 orang karyawan dengan menggunakan teknik sampling jenuh (sampel total). Pengolahan data menggunakan teknik korelasi Kendall Tau-b diperoleh koefisien korelasi (rxy) = -0.106 dan koefisien signifikansi (p) = 0.901 > 0.05 yang berarti
tidak ada hubungan yang
signifikan antara upah kerja dengan produktivitas kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Wiratama (2007) di Jakarta, dengan judul penelitian hubungan antara upah kerja dengan produktivitas kerja karyawan dengan populasi sebanyak 120 orang karyawan dengan menggunakan teknik simple random sampling, sampel diambil sebanyak 60 orang karyawan. Pengolahan data menggunakan teknik korelasi Kendall Tau-b diperoleh koefisien (rxy) = 0.824 dan koefisien signifikansi (p) = 0.000 < 0.05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara upah kerja dengan produktivitas kerja karyawan.
18
2.9 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ada hubungan yang signifikan antara upah kerja dengan produktivitas kerja karyawan bagian weaving PT. Timatex Salatiga.
19