BAB II LANDASAN TEORI
Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah 2.1
Sejarah Lean Manufacturing 1
Lean manufacturing adalah suatu konsep produksi dimana semua
orang bekerja sama untuk menghilangkan pemborosan (waste). 2Seperti terlihat pada gambar 2.1, Lean manufacturing didefinisikan sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah. Untuk menjadi sebuah perusahaan manufaktur yang lean diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem “tarik” yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat, dan suatu budaya di mana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus.
Gambar 2.1 Lima Prinsip Lean 1
Motion and Time Study for Lean Manufacturing, Third Edition, Fred E. Meyers and James
Stewart, 2002, Prentice Hall, hal 1 2
http://www.lean.org/WhatsLean/Principles.cfm
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Konsep lean manufacturing merupakan pengembangan dari Toyota Production System dimulai pertama kali oleh Henry Ford, orang pertama yang benar-benar mengintegrasikan seluruh proses produksi. Pada tahun 1913 ia menciptakan konsep interchangeable parts, dengan standard kerja dan sistem conveyor yang kita sebut dengan aliran produksi. Henry Ford dan tangan kanannya Charles E. Sorensen menciptakan strategi manufakturing yang sangat sukses yang kemudian menjadi trend di seluruh dunia. Mereka mengatur pekerja, mesin, tool, produk menjadi sebuah sistem untuk membuat mobil model T. Permasalahan dengan sistem Ford bukanlah aliran produksi. Ford mampu mengubah persediaan dari seluruh perusahaan setiap beberapa hari. Sebaliknya itu adalah ketidakmampuan untuk menyediakan produk beragam warna. Model T bukan hanya terbatas pada satu warna. Model T juga terbatas pada satu spesifikasi sehingga semua Model T chasis pada dasarnya identik dengan akhir produksi pada tahun 1926. Ini menggambarkan bahwa setiap mesin di Ford hanya memproduksi satu jenis produksi saja tidak ada proses pergantian tool (change overs). Ketika dunia ingin variasi warna, model dan penambahan fasilitas baru Ford sepertinya kehilangan jalannya. Alfred P. Sloan dari General Motors mampu menjawab tantangan tersebut. Dia mampu mengembangkan strategi untuk mengelola perusahaan dalam skala besar dan menghadapi berbagai perubahan. Pada pertengahan decade 1930-an General Motors mengalahkan Ford dalam dominasi pasar otomotif. Setelah perang dunia II, para pemimpin Toyota mengunjungi Ford dan GM untuk mempelajari jalur perakitan dengan seksama. Mereka menguji sistem ban berjalan, mesin pemrosesan yang presisi, dan ide mengenai skala ekonomi pada produksi mesin tenun mereka. Toyota menyadari bahwa kondisi bisnis mereka sangat berbeda dengan Ford dan GM. Dimana Ford dan GM menggunakan produksi massal, skala ekonomi, dan peralatan besar untuk memproduksi komponen sebanyak mungkin dengan harga semurah mungkin, pasar Toyota setelah perang di Jepang merupakan pasar yang kecil. Toyota juga harus membuat beragam
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
kendaraan dalam jalur perakitan yang sama untuk memuaskan pelanggannya. Oleh karena itu, kunci operasi mereka adalah fleksibilitas. Hal ini membantu Toyota menghasilkan suatu penemuan penting: Bila anda memperpendek lead time dan memusatkan perhatian untuk memfleksibelkan jalur produksi, anda akan memperoleh kualitas yang lebih tinggi, respons terhadapa konsumen yang lebih cepat, produktivitas yang lebih tinggi, dan pemanfaatan peralatan dan ruangan yang lebih baik. Pada tahun 1990, James Womack menulis buku yang berjudul “The Machine That Change The World” yang berisi penelitian pengembangan industri manufakturing otomotif di Jepang, Amerika dan Eropa, dan menelurkan istilah baru Lean Manufacturing, yang menarik perhatian praktisi manufakturing di banyak negara. Istilah yang sekarang ini sudah biasa kita dengar.
2.2
Pengertian Waste 3
Waste adalah semua aktifitas yang tidak bernilai tambah, waste
atau muda (dalam bahasa jepang) adalah setiap aktivitas yang tidak bernilai tambah yang pelanggan tidak mau membayarnya. Misalnya pada proses pembuatan socket, pelanggan berkenan
membayar untuk biji
plastic(granulat) yang dimasukkan ke mesin injection, lama pemakaian mesin, tenaga kerja yang dipakai dan proses assembly karena aktifitas tersebut merupakan aktifitas yang memberikan nilai tambah. Tetapi pelanggan tidak mau membayar untuk waktu tunggu, pekerjaan ulang, persediaan yang berlebihan karena aktifitas tersebut tidak memberi nilai tambah dan jika dihilangkan tidak akan mempengaruhi proses. Di dalam penelitian ini, perusahaan menggunakan istilah Red untuk aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah (waste) dan Green untuk aktifitas yang memberikan nilai tambah. Ohno seperti halnya Womack dan Jones mengelompokkan waste dalam 7 kategori (Ohno,1988; Womack dan Jones, 2003) menyatakan 7 waste utama dalam Toyota Production System yaitu : 3
Lean Production Simplified, Pascal Dennis, 2002, Productivity Press, hal. 20
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Waste of over production Memproduksi lebih banyak dari yang diminta atau lebih awal dari yang diinginkan. Sehingga inventori meningkat 2. Waste of time on hand (waiting) Waktu yang lama digunakan untuk menunggu bahan baku, menunggu proses
berikutnya,
mesin
downtime,
operator
yang
sedang
mengerjakan pekerjaan lain, sehingga waktu penyerahan (lead time) bertambah lama 3. Waste in transportation Alur (flow) yang berlebihan dari orang, informasi atau material, sehingga banyak waktu, tenaga serta biaya yang terbuang 4. Waste of processing itself Penggunaan alat, prosedur, atau sistem yang selalu berlebihan, padahal dengan cara yang lebih sederhana bisa dilakukan dengan lebih efektif. 5. Waste of stock on hand (inventory) Penyimpanan barang (inventory) yang berlebihan dan penundaan pengiriman, sehingga mengakibatkan biaya penyimpanan lebih besar dan pelayanan yang buruk pada pelanggan 6. Waste of movement Penataan area kerja yang kurang baik, tidak mengikuti kaidah-kaidah ergonomis, menyebabkan karyawan bekerja tidak nyaman, tidak aman serta cepat lelah. Yang berujung pada menurunnya kualitas produk. 7. Waste of making defective products Masalah kualitas produk, buruknya performa delivery (delivery performance), kesalahan administrasi merupakan contoh-contohnya. Liker (2004) menambahkan waste yang ke 8 yaitu : Unused employee activity, hilangnya waktu, ide, keahlian, kesempatan, perbaikan karena tidak mendengarkan usulan karyawan.
2.3
Pengertian Just In Time Just in Time adalah memproduksi dan mengirim barang yang diperlukan, pada saat yang diperlukan, dan sejumlah yang diperlukan,
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
untuk meningkatkan efisiensi pekerjaan dan menghilangkan berbagai macam muda di tempat kerja. Adapun lead time adalah total waktu yang digunakan untuk produksi. Lead time =
Order per day Cycle time
Cycle time adalah total waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan satu siklus dari seluruh pekerjaannya. Termasuk waktu kerja manual dan waktu jalan. Takt time adalah waktu yang harus digunakan untuk menghasilkan satu buah komponen atau satu unit produk.
Takt time
Working time per day Order per day
Dalam just in time terkait erat dengan adanya hubungan antar departemen yang secara umum dapat dilihat dalam diagram berikut:
Marketing Kemampuan Produksi
Delivery
PPIC
Pengaturan Produksi
Produksi
Kapasitas Produksi
Gambar 2.2 Diagram Hubungan antar Departemen Dalam implementasi just in time, dalam penerapannya terdapat beberapa metode. Pada kesempatan ini penulis menggunakan metode kanban dan heijunka (pemerataan kapasitas) dalam pengimplementasian just in time.
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3.1
Kanban Kanban adalah sebuah alat control yang penting untuk produksi just in time. Kanban membuat produksi hanya membuat barang yang diperlukan oleh proses berikut pada saat diperlukan, menarik barang dari proses sebelum hanya sejumlah yang diperlukan, sehingga proses sebelum hanya memproduksi sejumlah yang telah diambil oleh proses berikut tersebut. Fungsi kanban, 1. untuk memberi instruksi produksi dan instruksi delivery (pengiriman) 2. Alat control visual: 1 ). Mencegah over produksi (produksi berlebihan) 2 ). Monitor progress dan mendeteksi adanya keterlambatan atau kecepatan proses 3. Alat kaizen di dalam proses
Aturan untuk in process kanban 1. Membuat hanya sejumlah yang telah diambil oleh proses berikut. 2. Tidak boleh membuat barang yang tidak ada kanbannya 3. Kanban dan barang harus dialirkan bersama 4. Part NG tidak boleh dialirkan ke proses berikut
Aturan untuk pull kanban 1. Lepaskan kanban pada saat mengambil part awal 2. Bawa kanban yang telah dilepas, dan pergi untuk mengambil ke proses sebelum 3. Di tempat pengambilan, ganti dengan in process kanban 4. Tidak boleh membawa barang yang tidak ada kanbannya
2.3.2
Produksi heijunka (prasyarat just in time)
14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Yang dimaksud dengan heijunka adalah merata-ratakan jumlah kebutuhan unit seperti amount, jenis, dll, dan merupakan syarat awal dari produksi just in time. Produksi heijunka merupakan cara yang efektif untuk menghilangkan waste yang banyak timbul dalam sistem proses produksi terutama pada proses produksi yang varian-nya banyak. Jika fluktuasi (ketidakteraturan) jumlah dan jenis dapat diperkecil, maka timbulnya berbagai macam waste dapat dikurangi. Tetapi
sebaliknya
semakin
besar
fluktuasi
maka
upaya
penanggulangannya cukup sulit, di situ timbul peningkatan (peralatan, material, man power), sehingga cost meningkat.
2.3.3
Tiga Prinsip Dasar Just in Time
1. Pull System Production planning memberi petunjuk hanya kepada proses terakhir, artinya hanya boleh memproduksi sejumlah yang telah digunakan oleh proses berikut, proses berikut mengambil ke proses sebelum, dan proses sebelum hanya boleh membuat sejumlah yang telah diambil, sehingga pengambilan oleh proses berikut pelaksanaan just in time dapat terjamin. Selain itu, dengan melakukan pengambilan oleh proses berikut, berarti barang tidak stagnant, dan masalah dapat dibuat menjadi jelas dengan menggunakan kanban
2. Continuous Flow Process Untuk dapat memproduksi barang yang diperlukan, pada saat
yang
diperlukan,
dan
sejumlah
yang
diperlukan,
makaproduk tidak diproduksi dalam lot, tetapi stock ditiadakan, dan diperlukan produksi yang berjalan (mempunyai flow) Bila barang dibuat dengan cara mengalirmaka lead time produksi menjadi lebih singkat, waste menjadi lebih sedikit. Membuat sejumlah yang diperlukan berdasarkan takt time
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Production Planning dan Sales Planning. Sales planning dan actual sales perlu diupayakan agar (tidak terlalu berbeda). Oleh karena itu, dalam hal menentukan takt time pun, tidak hanya ditentukan berdasarkan kemampuan mesin atau peralatan, tetapi dihitung berdasarkan jumlah yang diperlukan dan jam kerja.
16 http://digilib.mercubuana.ac.id/