BAB II LANDASAN TEORI A. Bank Syariah 1.
Sejarah Bank Syariah Bank syariah di Indonesia telah mengalami berbagai tahap perkembangan.
Pada dasarnya, bank syariah ini muncul untuk meminimalisir bahkan meniadakan adanya unsur riba dalam dunia perbankan. Mulai ada ketika diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan. pada waktu itu masih menggunakan menggunakan istilah “bank bagi hasil” untuk menyebut bank yang berdasarkan prinsip syariah. Sampai pada akhir tahun 1998, jumlah kantor bank syariah secara nasional di Indonesia adalah sebanyak 78 kantor, yang terdiri dari 1 kantor bank umum dan 77 kantor BPR. Dalam kurun waktu 1997 hingga saat ini lembaga perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Jumlah bank tumbuh dengan pesat dari hanya satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi 2 bank umum syariah, 3 UUS, dan 81 BPRS pada akhir Tahun 2001. Jumlah Kantor Cabang dari bank umum syariah dan UUS tumbuh dari 26 menjadi 51. Aset perbankan syariah juga tumbuh dengan pesat dari Rp. 479 milyar pada tahun 1998 menjadi Rp. 2.781 milyar pada tahun 2001. Meskipun kontribusinya terhadap total asset perbankan nasional masih relatif kecil (penetrasi asset 0,26%), asset perbankan syariah mampu mencapai 6
7
pertumbuhan 74 % pertahun selama periode 1998 – 2001. Dana pihak ketiga meningkat dengan cepat dari Rp. 392 milyar menjadi Rp. 1.806 milyar dan rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga hanya turun sedikit 117 % pada tahun 1998 menjadi 113 % tahun 2001. Sampai tahun 2002, industri perbankan syariah memiliki 88 institusi (2 bank umum syariah, 5 bank umum konvensional yang memiliki cabang syariah, dan 81 BPRS) dengan jumlah jaringan kantor sebanyak 136 yang tersebar di 20 propinsi. Hingga akhir tahun 2005, terdapat 3 bank umum syariah dan 16 unit usaha syariah. Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri atas 6 Bank Umum Syariah dan 25 Unit Usaha Syariah. Jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 139 unit pada periode yang sama. Total aset perbankan syariah per Oktober 2010 mencapai Rp86 trilyun. Kemudian secara kelembagaan, jumlah bank syariah juga mengalami peningkatan. Saat ini, sudah ada 11 Bank Umum Syariah, 23 Unit Usaha Syariah, 146 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan jaringan kantor mencapai 1.625 unit. Jaringan perbankan syariah saat ini juga telah menjangkau lebih dari 89 kabupaten atau kota di 33 provinsi.
2. Landasan Hukum Bank Syariah
8
Dengan diterbitkan PP No. 72 tahun 1992 tentang perbankan syariah bagi hasil dengan secara tegas memberikan batasan bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (pasal 6). Dan kini kulminasi telah tercapai dengan disyahkannya UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syariah maupun ingin kengkonversi dari bank konvensional ke bank syariah yang terbaru UU No. 21 tahun 2008.
3. Sejarah Akuntansi Syariah Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumbersumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
9
Menurut Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada konsep Akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu hanief yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Allah SWT. Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya. Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai“Double Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata”Akuntansi Syariah” atau “Akuntansi Islam”, mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada. Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan
10
terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syariah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal”(pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidahkaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………” Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada
11
dosen saya tercinta Bpk. Aminul Fajri SE, Akt yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk membahas topik yang menarik ini. 4. Dasar Hukum Akuntansi Syari’ah Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. 5. Sekilas Tentang Akuntansi Syari’ah Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi.
12
Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181184 yang berbunyi: ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.” Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode,
13
teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing. Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” 6.
Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam Pada zaman Rasulullah SAW cikal bakal akuntansi dimulai dari fungsi
pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan penunjukkan orang-orang yang kompeten (Zaid, 2000); Pemerintahan Rasulullah SAW memiliki 42 pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri (Hawary, 1988); Perkembangan pemerintahan Islam hingga Timur Tengah, Afrika, dan Asia di
14
zaman Umar bin Khatab, telah meningkatkan penerimaan dan pengeluaran Negara. Para
sahabat
merekomendasikan
perlunya
pencatatan
untuk
pertanggungjawaban penerimaaan dan pengeluaran Negara. Umar bin Khatab mendirikan lembaga yang bernama Diwan (dawana = tulisan). Reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh Umar bin Abdul Aziz (681720M) dengan kewajiban mengeluarkan bukti penerimaan uang (Imam, 1951). Al Waleed bin Abdul Malik (705-715M) mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasheen, 1973). Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti Akuntansi
peternakan,
Akuntansi
pertanian,
Akuntansi
perbendaharaan,
Akuntansi konstruksi, Akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku / auditing (Al-Kalkashandy, 1913). 7. Perbedaan Bank syariah dengan Bank Konvensional Dari bebagai ulasan diatas, kita telah mengetahui perbedaan – perbedaan yang diametral antara pradigma yang mendasari bank syariah. Keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah mungkin untuk dikompromikan, kerana masingmasingnya didasarkan atas pandangan dunia (weltanscehauung) yang berbeda. Bank konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekuler (berorientas hanya
15
kepada kehidupan duniawi) dan sama sekali tidak memasukan tuhan serta tanggung jawaba manusia kepada tuhan diakhirat dalam membangun pemikirannya. Karena itu bank konvensional menjadi bebas nilai. Sementara itu, bank syariah justru dibangunatas prinsip religious (beroreientasi pada kehidupan dunia akhirat). Meskipun dalam penerapan masih harus dikaji kembali. Secara garis besar terdapat beberapa perbedaan paradigma diantara Bank Syariah dan Bank Konvensional: Tabel 2.1 Pebandingan Paradigma Bank Syariah dan Bank Konvensional
FAKTOR
BANK KONVENSIONAL
Hubungan bank dengan nasabah Investor dengan investor Sistem pendapatanusaha Bunga, Fee Tidak terdapat struktur pengawasan syariah
Organisasi
Liberal untuk tujuan keuntungan Risiko menengah-tinggi umum karena adanya transaksi spekulasi
Penyaluran Pembiayaan Tingkat risiko dalam usaha
Penanggung resikoinvestasi Satu sisi hanya pada bank Sumber : Muhamad syafi’i Antonio, 2011
BANK SYARIAH
Kreiditur dan debitur Bagi hasil, Marjin, Fee Terdapat struktur pengawasan syariah yaitu Badan Pengawas Syariah Adanya batasan-batasan, memperhatikan unsur moral dan lingkungan. Risiko menengah-rendah karena malarang transaksi spekulasi Dua sisi yaitu bank dan nasabah (deposan maupun debitur).
Selain perbedaan paradigma, terdapat pula perbedaan dasar kegiatan usaha bank konvensional dan bank syariah.
16
Tabel 2.2 Perbedaan dasar kegiatan usaha perbankan syariah dan konvensional Dasar Kegiatan usaha
Bank Konvensional
Kredit (bunga) √ Pembiayaan (bagi hasil) Jual Beli Sewa-beli Simpanan dana (bunga) √ Investasi dana (bagi hasil)
Bank Syariah
√ √ √
Deposito, tabungan, atau giro Investasi tidak terbatas, deposito, tabungan , giro. Prinsip mudharabah muqayadah
√
Investasi terbatas/khusus
Keterangan Penyaluran kredit atau peneneman dana lainnya. Prinsip mudharabah dan musyarakah Prinsip bai / salam Prinsip ijarah
√
Jasa perbankan √ √ Sumber : Muhamad syafi’i Antonio, 2011
Prinsip ujrah (bank syariah), fee base income(bank konvensional)
B. AKAD MUDHARABAH 1.
Pengertian Mudharabah Mudharabah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dharab yang
bermakna
memukul,
bergerak,
pergi,
mewajibkan,
mengambil
bagian,
berpartisipasi. Dalam kaitannya dengan pengertian mudharabah maka yang lebih cocok adalah mengambil bagian dan berpartisipasi.
17
Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, namun di sini penulis hanya mengutip beberapa bendapat saja antara lain: a. Menurut Sayyid Sabiq “Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan”.
b. Antonio
mengutip
pendapat
al-Syarbasyi
sebagai
berikut:
“Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shabib al-mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola, dan keuntungan usaha secara dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola”.
c. Lewis dan Algaoud mendefinisikan mudharabah sebagai sebuah perjanjian di antara paling sedikit dua pihak dimana satu pihak, pemilik modal (shahib al-mal atau rab al-mal), mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, pengusaha (mudharib), untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Konsekuensinya para pemberi pinjaman memperoleh bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang telah mereka biayai.
18
d. Adiwarman
mengutip
pendapat
M.
Anwar
Ibrahim
bahwa
“Mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain, dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung”. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad antara dua belah pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-mal) dengan pengelola usaha (mudhararib) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola usaha (profit and lost sharing).
2.
Landasan Syariah Mudharabah Mudharabah hukumnya adalah boleh sesuai dengan ijma’ (kesepakatan)
ulama. Di dalam Al-Qur’an maupun hadis banyak dijumpai ayat maupun hadis yang menganjurkan manusia untuk menjalankan usaha. Berikut ini akan dipaparkan beberapa ayat dan hadits berkenaan dengan anjuran untuk melakukan usaha. ﻛﺎ ن ﺳﯿﺪﻧﺎ ا ﻟﻌﺒﺎ س ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ا ﻟﻤﻄﻠﺐ إ: روى ا ﺑﻦ ﻋﺒﺎ س رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ ا ﻧﮫ ﻗﺎ ل ذا دﻓﻊ ا ﻟﻤﺎ ل ﻣﻀﺎ رﺑﺔ ا ﺷﺘﺮط ﻋﻠﻰ ﺻﺎ ﺣﺒﮫ أ ن ﻻ ﯾﺴﻠﻚ ﺑﮫ ﺑﺤﺮا وﻻ ﯾﻨﺰل ﺑﮫ وا دﯾﺎ
19
وﻻ ﯾﺸﺘﺮى ﺑﮫ دا ﺑﺔ ذا ت ﻛﺒﺪ رﻃﺒﺔ ﻓﺈ ن ﻓﻌﻞ ذﻟﻚ ﺿﻤﻦ ﻓﺒﻠﻎ ﺷﺮﻃﮫ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﺄﺟﺎ زه Artinya : “Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd al-Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Kemudian hal
tersebut
disampaikan
kepada
Rasulullah
SAW
dan
beliau
membolehkannya.” (H.R. Thabrani). ﻗﺎ ل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﺛﻼ ث ﻓﯿﮭﻦ: ﻋﻦ ﺻﺎ ﻟﺢ ﺻﮭﯿﺐ ﻋﻦ أ ﺑﯿﮫ ﻗﺎ ل اﻟﺒﺮﻛﺔ ا ﻟﺒﯿﻊ إ ﻟﻰ أ ﺟﻞ وا ﻟﻤﻘﺎ رﺿﺔ وأ ﺧﻼ ط ا ﻟﺒُﺮ ﺑﺎ ﻟﺸﻌﯿﺮ ﻟﻠﺒﯿﺖ ﻻ ﻟﻠﺒﯿﻊ Artinya : “Dari Shalih ibn Shuhaib bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (H.R. Ibn Majah). 3.
Jenis-jenis Mudharabah Secara
umum mudharabah
dibagi
menjadi
dua
macam,
yaitu:
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Berikut ini akan dikemukakan kedua macam pembagian mudharabah di atas.
20
a. Mudharabah Muthlaqah Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemodal (shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-mal memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib dalam mengelola modal dan usahanya. b. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified
mudharabah adalah
kebalikan
dari mudharabah
muthlaqah, dimana pengelola usaha (mudharib) dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Dengan adanya batasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum pemilik modal (shahib al-mal) dalam memasuki jenis dunia usaha.
4.
Manfaat dan Resiko Mudharabah Dalam mudharabah di samping terdapat keuntungan dari sistem bagi hasil
yang diterapkan, tapi juga terdapat resiko yang harus ditanggung. Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh shahib al-mal (bank) selama kerugian itu bukan disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengelola usaha (nasabah). Namun, jika usaha yang dijalankan tersebut mengalami kerugian disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengelola usaha, maka
21
kerugian tersebut harus ditanggung oleh pihak pengelola, bukan pihak pemberi modal (bank). Adapun manfaat yang diperoleh dari sistem mudharabah ini antara lain : a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat; b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapat/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benarbenar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. e.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. Sedangkan resiko dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam
pembiayaan, relative tinggi, antara lain : a. side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
22
b. lalai dan kesalahan yang disengaja; c.
penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur. Dengan demikian, esensi dari kontrak mudharabah adalah kerja sama
untuk mencapai profit (keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal, dimana keuntungan ditentukan melalui kedua komponen ini. Resiko juga menentukan profit dalam mudharabah. Pihak investor menanggung resiko kerugian dari modal yang telah diberikan, sedangkan pihak mudharib menanggung resiko tidak mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan usaha yang telah dijalankannya.
5. Perlakuan Pembiayaan Akuntansi Mudharabah Contoh Kasus : 1 Pada tanggal 10 Januari 2008 Bank Syariah setujui memberikan modal mudharabah kepada H Achmad sebesar Rp. 1.000.000.000,-- dengan nisbah yang disepakati 60 untuk bank dan 40 untuk mudharib ( Syafi’i Antonio, 2011) Pembayaran modal: a. Tahap pertama sebesar Rp. 600 juta pada tgl 15 Jan ‘08 dan b. Tahap kedua sebesar Rp. 400 juta pada tgl 20 Jan 2008 Jurnal kasus ke-1 1. Pada saat Investasi mudharabah disetujui, jurnal : Dr. Kontra Kwj komitmen Invest Mdh
Rp. 1.000.000.000,-
23
Cr. Kewajiban Komitment Invest Mdh
Rp. 1.000.000.000,-
2. Tgl 15/01/08 - pembayaran tahap pertama Jurnal : Dr.
Investasi Mudharabah Rp. 600.000.000,Cr.
Dr.
Rekening Mudharib
Rp. 600.000.000,-
Kewajiban Komitmen Investasi Mdh Rp. 600.000.000,Cr.
Kontra Kwj Komitmen Investasi Mdh
Rp. 600.000.000,-
3. Tgl 20/01/08 dilakukan jurnal pembayaran tahap kedua sebesar Rp. 400.000.000,Jurnal : Dr.
Investasi Mudharabah Cr.
Dr.
Rekening Mudharib
Rp. 400.000.000,Rp. 400.000.000,-
Kewajiban Komitmen Investasi Mdh Rp. 400.000.000,Cr.
Kontra Kwj Komitmen Investasi Mdh Rp. 400.000.000,-
4. Dari laporan yang diterima dari H. Achmad sbg pengelolaan dana mudharabah, mengalami kerugian sebesar Rp.50.000.000,- (kerugian tersebut tidak dapat diketegorikan sebagai kelalaian atau kesalahan mudharib) jurnal sebagai berikut: a. Pada saat bank membentuk cadangan kerugian Db. Beban Penyisihan Kerugian Investasi Mdh
Rp. 50.000.000,-
Cr. Akumulasi Penyisihan Kerugian Investasi MudhRp. 50.000.000,-
24
b. Pada saat penghapusbukuan Db. Akumulasi Penyisihan Kerugian Investasi Mudh
Rp. 50.000.000,-
Cr. Investasi mudharabah Rp. 50.000.000,5. Bagi hasil yg menjadi milik bank sebesar Rp. 10.000.000,-- s/d tgl tutup buku belum disetorkan oleh H. Achmad Jurnal : Dr.
Piutang kepada Mudharib Cr.
Rp. 10.000.000,-
Pendapatan Bagi Hasil mudharabah Rp. 10.000.000,-
6. Pembiayaan mudharabah H. Achmad terpaksa harus dihentikan sebelum berakhirnya akad. Dari catatan bank saldo Investasi mudharabah pada H. Achmad sebesar Rp.450.000.000,-- dan atas penghentian, diperoleh laporan kerugian sebesar Rp. 25.000.000,-- Sisa Investasi tersebut tidak dapat dikembali oleh H. Achmad jurnal : Db.
Piutang Mudharib (H. Achmad)
Db
Penyisihan Kerugian Investasi Mdh Rp. 25.000.000 Cr.
Investasi Mudharabah
7. Saat pembentukan penyisihan Investasi mudharabah Jurnal:
Rp. 425.000.000
Rp. 450.000.000
25
Db. Beban penyisihan Investasi mudharabah
xxxxx
Cr. Akumulasi penyisihan Investasi mudharabah
xxxxx
6. Contoh Pembiayaan Mudharabah Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk memberikan modal mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil di Medan, sebesar Rp.50.000.000.,- (lima puluh juta). Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70 untuk LKS “Amal Sejahtera” dan 30 untuk Zainudin. Investasi Mudharabah dengan jangka waktu 2 tahun, yaitu sampai dengan 15 Januari 2010. ( Syafi’i Antonio, 2011) Penyerahan modal mudharabah oleh LKS Amal Sejahtera kepada Zainudin dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Tanggal
25
Januari
2008
diserahkan
uang
tunai
sebesar
Rp.30.000.000,-2.
Tanggal 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai
wajar saat penyerahan sebesar Rp. 20.000.000,- . Mesin textil tersebut dibeli pada tangal 05 Januari 2008 dengan harga perolehan Rp.18.800.000,-Persetujuan Investasi Mudharabah kepada Zainudin sebesar Rp 50.000.000 Dr.
Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp. 50.000.000,Cr. Kewajiban Komitment Investasi Mudharabah Rp. 50.000.000,-
3.
05 Januari 2008 pembelian mesin textil sebesar Rp.18.800.000,--
26
Dr.
Persediaan / Aset Mudharabah Rp. 18.800.000,-Cr. Kas/ Rekening Suplier
Rp. 18.800.000,--
Penyerahan modal kas 1. 25 Januari 2008, penyerahan modal mudharabah dalam bentuk uang tunai, sebesar Rp. 30.000.000,Dr.
Investasi Mudharabah Cr.
Dr.
Rp. 30.000.000,-
Rekening mudharib
Rp. 30.000.000,-
Kewajiban Komitment Invst Mudharabah
Rp. 30.000.000,-
Cr.Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp. 30.000.000,2. 27 Januari 2008, penyerahan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar pada saat penyerahan Rp. 20.000.000,--. Harga perolehan (nilai tercatat) mesin tersebut sebesar Rp.18.800.000,-Dr.
Investasi Mudharabah
Rp. 20.000.000,--
Cr. Persediaan (Aset Mudharabah) Rp. 18.800.000,-Cr.Keuntungan Mudharabah TangguhanRp. 1.200.000,Dr. Kewajiban Komitment Invest Mudharabah
Rp. 20.000.000,--
Cr. Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp. 20.000.000,Amortisasi Keuntungan Tangguhan : 1.200.000 / 24 = 50.000 per bulan Dr.
Keuntungan Mudharabah Tangguhan
Rp. 50.000,-
Cr. Keuntungan Penyerahan modal non kas Mdh Rp. 50.000,-
27
Misalnya penyerahan 4 buah mesin textil harga wajar sebesar Rp. 20.000. 000,dan nilai tercatat Rp.21.000.000,-Dr.
Investasi Mudharabah
Rp. 20.000.000,-
Dr. Kerugian penyerahan modal non kas
Rp. 1.000.000,-
Cr. Persediaan aktiva Rp. 21.000.000,-
Pengukuran investasi mudharabah Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Penurunan nilai Investasi Mdh (penyusutan) Amortisasi keuntungan tangguhan Jumlah penurunan nilai Hasil bersih investasi mudharabah
Rp. 3.500.000 Rp. 800.000 (Rp. 50.000) ------------------Rp. 750.000,------------------Rp. 2.750.000,-
Bagi Hasil Mudharabah 1. Tanggal 20 Februari 2008 diterima bagi hasil dari Zainudin yang menjadi hak LKS sebesar Rp.3.500.000,- (70% x Rp. 5.000.000) yang dibayar dengan tunai. Dr.
Kas / Rekening Zainudin Cr.
Rp. 3.500.000,--
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp. 3.500.000,--
28
C.
AKAD MUSYARAKAH
1. Pengertian Musyarakah Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian keuntungan secara bagi hasil. Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana. Para mitra bersama – sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau asset non kas. Jenis akad musyarakah Berdasarkan eksistensi : 1. Syirkah Al Milk atau perkongsian amlak Mengandung kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan. Syirkah ini bersifat memaksa dalam hokum positif. Misalnya : dua orang atau lebih menerima warisan atau hibah atau wasiat sebidang tanah. 2. Syirkah Al Uqud yaitu kemitraan yang tercipta dengankesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dlam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra berkontribusi dana dn atau dengan bekerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap kemitraan yang sesungguhnya Karena
29
pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat kerjasama investasi dan berbagi keuntungn dan resiko. Syirkah uqud sifatnya ikhtiariyah (pilihan sendiri). Syirkah Al Uqud dapat dibagi menjadi sebagai berikut : a. Syirkah abdan : bentuk syirkah antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja atau professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima. Syirkah ini dibolehkan oleh ulama malikiyah, hanabilah dan zaidiyah dengan alasan tujuan dari kerjasama ini adalah mendapat keuntungan selain itu kerjasama ini tidak hanya pada harta tetapi dapat juga pada pekerjaan. Sedangkan ulama syafiiyah, imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah menyatakan bahwa sirkah jenis ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta (modal) dan bukan pada pekerjaan. b. Syirkah wujuh : Kerjasama antara dua pihak dimana masing – masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Penamaan wujuh ini dikarenaknan jual beli tidak terjadi secara kontan. Kerjasama ini hanya berbentuk kerjasama tanggungjawab bukan modal atau pekerjaan. Ulama hanafiyah, hanabilah dan zaidiyah membolehkan syirkah ini sebab mengandung unsure perwakilan dari seorang partner dalam penjualan dan pembelian. Ulama malikiyah, sayifiiyah berpendapat bahwa syirkah ini tidak sah karena syirkah ini gada unsur kerjasama modal atau pekerjaan.
30
c. Syirkah inan Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal maupun pekerjaan. Ulama foqoh membolehkan syirkah ini. d. Syirkah muwafadah Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Jika komposisi modal tidak sama maka syirkahnya batal. Menurut pendapat ulama hanafiyah dan maliki syirkah ini boleh. Namun menurut syafii dan hanabilah dan kebanyakan ulama fiqih lain menolaknya karena syirkah ini tidak dibenarkan syara, selain itu syarat untuk menyamakan modal sangatlah sulit dilakukan dan mengundang unsure ke-gharar-an. Musyarakah Berdasarkan PSAK adalah : 1) Musyarakah permanen yaitu Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra dotentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No 106 par 04). Contohnya : Antara mitra A dan mitra p yang telah melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing – masing Rp 20 juta, maka sampai akhir masa akad syirkah modal mereka masing – masing tetap Rp 20 juta. 2) Musyarakah menurun atau musyarakah mutanaqisah Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan
31
pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut. Contohnya: Mitra A dan mitra P melakukan akad usyarakah, mitra P menanmkan Rp 100 juta dan mitra A menanamkan Rp 200 juta. Seiring berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal mitra P sebesar Rp 100 juta akan beralih kepada mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang dilakukan oleh mitra A.
3. Sumber Hukum Musyarakah Al Quran QS 4:12 dan QS 38:24 Perlakuan Akuntansi PSAK 106 Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud dengan mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri maupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya, sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya lembaga keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang bertanggungjawab melakukan pengelolaan sehingga ia yang wajiib melakukan pencatatan akuntansi .
32
4. Rukun dan ketentuan Syariah dalam Akad Musyarakah Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah ada 4 : a. Pelaku terdiri dari para mitra b.
Objek musyarakah berupa modal dan kerja
c.
Ijab qabul
d.
Nisbah keuntungan (bagi hasil)
Ketentuan syariah a.
Pelaku : mitra harus cakap hokum dan baligh
b.
Objek musyarakah harus : a) Modal : -
Modal yang diberikan harus tunai
-
Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdagangan atau asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.
-
Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainy aterlebih dahulu dan harus diseoakati bersama.
-
Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.
b) Kerja : -
Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah
-
Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi
-
Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra
33
-
Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.
c) Ijab qabul Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha antara para pelaku akad. d) Nisbah -
Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.
-
Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
-
Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
4. Berakhirnya Akad Musyarakah a. Jika salah satu pihak menghentikan akad b. Salah seorang mitra meninggal atau hilang kal. Dalam hal ini bias digantikan oleh ahli waris jika disetujui oleh para mitra lainnya. c. Modal musyarakah habis
34
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Musyarakah
BANK SYARIAH
NASABAH
DEVELOPER
Sumber : Hosen, 2009 Keterangan : 1). Negosiasi angsuran dan sewa 2). Akad/kontrak kerjasama 3). Beli barang (bank/nasabah) 4). Mendapat berkas dan dokumen 5). Nasabah membayar anguran dan sewa 6). Bank syariah menyerahkan hak kepemilikannya Tahapan dalam pembiayaan musyarakah Mutanaqishah untuk pengadaan suatu barang, adalah : 1) Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk menjadi mitra dalam pembiayaan/ pembelian suatu barang yang dibutuhkan nasabah dengan menjelaskan data nasabah, diantaranya berkaitan dengan pendapatan per bulan
35
nasabah, sumber pengembalian dana untuk pelunasan kewajiban nasabah, serta manfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administrative pengajuan pembiayaan yang berlaku pada masing-masing bank yang telah ditentukan dalam pembiayaan syariah. 2) Petugas bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan barang tersebut secara kualitatif maupun kuantitatif. 3) Apabila permohonan nasabah layak disetujui oleh komite pembiayaan, maka bank menerbitkan surat persetujuan pembiayaan ( Offering letter ) yang didalmnya antara lain : a) Spesifikasi barang yang disepakati; b) Harga barang; c) Jumlah dana banj dan dana nasabah yang disertakan; d) Jangka waktu pelunasan pembiayaan; e) Cara pelunasan (model angsuran); f) Besarnya angsuran dan biaya sewa yang dibebankan nasabah. 4) Apabila nasabah menyetujui persyaratan yang dicantumkan dalam offering letter tersebut, maka pihak bank dan/ nasabah dapt menghubungi distributor/agen untuk ketersediaan barang tersebut sesuai dengan spesifikasinya. 5) Dilakukan akad musyarakah mutanaqishah antara bank dan nasabah yang memuat persyaratan penyertaan modal (kemitraan), persyaratan sewa menyewa
36
sekaligus pengikatan jaminan berupa barang yang diperjual belikan tersebut serta jaminan tambahan lainnya. 6) Penyerahan barang dilakukan oleh distributor/agen kepada bank dan nasabah, setelah bank dan nasabah melunasi harga pembelian barang kepada distributor/ agen. Setelah barang diterima bank dan nasabah, pihak bank akan melanjutkan menyerahkan barang tersebut kepada pihak nasabah dengan menerbitkan surat tanda terima barang dengan penjelasan spesifikasi barang yang telah disepakati.
5. Perlakuan akuntansi Musyarakah Musyarakah merupakan produk yang pedoman akuntansi yang digunakan mengikuti pedoman untuk musyarakah yang telah diatur dalam yaitu PSAK No. 106 tahun 2007 sebagai penyempurna PSAK 59 tahun 2001 (ikatan Akuntan Indonesia, 2007). Berikut adalah kutipan dari PSAK No. 106. Pencatatan jurnal akuntansi untuk usaha musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk diilustrasikan sebagai berikut, (Nurhayati dan Wasilah, 2008) 1) Pengakuan Investasi Musyarakah Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau asset non kas untuk usaha musyarakah. (Paragraf 14)
37
2) Biaya Pra-akad Biaya pra-akad yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai investasi musyrakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra. (Nurhayati dan Wasila, 2008) Pencatatan ketika mitra aktif mengeluarkan biaya pra-akad: Dr. uang muka akad Kr. Uang muka akad
xxx xxx
Apabila mitra lain tidak setuju biaya ini dianggap sebagai investasi musyarakah: Dr. Beban Musyarakah
xxx
Kr. Uang muka akad
xxx
3) Pengukuran investasi musyarakah adalah sebagai berikut: a. Dalam bentuk kas dinilai sebesar julah yang diserahkan, Dr. Investasi Musyarakah-kas
xxx
Kr. Kas
xxx
b. Dalam bentuk asset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku asset nonkas, maka selisi tersebut diakui sebagai selisih penilaian asset musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian asset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah.(Paragraf 15) Dr. Investasi musyarakah
xxx
Dr. akumulasi Penyusutan
xxx
Kr. Selisi penilaian asset Musyarakah
xxx
38
Kr. Asset non kas
xxx
Selisih penilaian asset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah menjadi keuntungan. Dr. akumulasi Penyusutan
xxx
Kr. Keuntungan
xxx
Jika nilai wajar asset non kas yang diserahkan lebih kecil dari niali buku, maka selisihnya dicatat sebagai kerugian dan diakui pada saat penyerahan asset nonkas. Dr. Investasi Musyarakah-Aaset Nonkas
xxx
Dr. Akumulasi Penyusutan
xxx
Dr. Kerugian Penurunan Nilai
xxx
Kr. Aset Nonkas
xxx
c. Apabila investasi dalam bentuk asset nonkas dan diakhir akad akan diterima kembali maka atas asset nonkas musyarakah disusutkan berdasarkan nilai wajar, dengan masa manfaat berdasarkan masa akad atau masa manfaat ekonomis asset. Dr. beban Depresiasi
xxx
Kr. Akumulasi Depresiasi
xxx
4) Apabila dari investasi musyarakah diperolah keuntungan maka jurnal : Dr. kas Piutang
xxx
Kr. Pendapatan bagi hasil
xxx
Apabila dari investasi yang dilakukan rugi maka jurnal:
39
Dr. Kerugian
xxx
Kr. Penyisian Kerugian
xxx
5) Apabila modal investasi yang diserahkan berupa asset nonkas, dan diakhir akad dikembalikan dalam bentuk kas sebesar nilai wajar asset nonkas yang disepakati ketika asset tersebut diserahkan. Maka ketika akad musyarakah berakhir, asset nonkas akan dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan asset ini 9selisi antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada setiap mitra sesuai nisbah). Ketika pelunasan dengan asumsi tidak ada penyisihan kerugian dan penjualan asset nonkas menghasilkan keuntungan, maka jurnal: Dr. kas
xxx Kr. Investasi Musyrakah
xxx
Kr. Keuntungan
xxx
Ketika pelunasan dengan asumsi ada penyisihan kerugian dan penjualan asset non kas menghasilkan keuntungan, maka jurnal: Dr. kas
xxx
Dr. penyisihan Keuntungan xxx Kr. Investasi Musyarakah
xxx
Kr. Keuntungan
xxx
Pencatatan diakhir akad: 1. Apabila modal investasi yang diserahakan berupa kas.
40
Jika tidak ada kerugian, maka jurnal: Dr. kas
xxx Kr. Investasi Musyarakah
xxx
Jika ada kerugian, maka jurnal: Dr. kas
xxx Kr. Investasi Musarakah
xxx
2. Apabila modal investasi berupa asset nonkas, dikembalikan dalam bentuk asset non kas yang sama pada akhir akad. Jika ada kerugian mitra yang menyerahkan asset nonkas harus menyetorkan uang sebesar nilai kerugian, maka jurnal: Dr. penyisihan kerugian
xxx
Kr. Kas DR. Aset nonkas
xxx xxx
Kr. Investasi musyarakah
xxx
6) Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau niali wajar asset nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana sirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi dengan kerugian (jika ada).
41
6. Potensi risiko pembiayaan Akad Musyarakah Musyarakah Mutanaqishah merupakan produk turunan dari Musyarakah sehingga pedoman akuntansi yang digunakan mengikuti pedoman untuk musyarakah yang telah diatur dalam PSAK No. 106 2007 sebagai penyempurnaan PSAK 59 tahun 2001 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007). Berikut adalah kutipan dari PSAK No. 106. Pencatatan jurnal akuntansi untuk usaha musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjukan diilustrasikan sebagau berikut, (Nurhayati dan Wasilah, 2008) 1) Pengakuan Investasi Musyarakah Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau asset nonkas untuk usaha musyrakah. (Paragraf 14) 2) Biaya Pra-akad Biaya pra-akad yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra. (Nurhayati dan wasilah, 2008) Pencatatan ketika mitra aktif mengeluarkan biaya pra-akad: Dr. Uang muka akad Kr. Kas
xxx xxx
Apabila mitra lain tidak setuju biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah :
42
Dr. Investasi musyarakah
xxx
Kr. Uang muka akad
xxx
Apabila mitra lain tidak setuju biaya ini dianggap sebagai investasi musyarakah: Dr. Beban Musyarakah
xxx
Kr. Uang muka akad
xxx
3) Pengukuran investasi musyarakah adalah sebagai berikut: a. Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan, Dr. Investasi musyarakah-kas xxx Kr. Kas
xxx
b. Dalam bentuk asset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku asset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian asset musyarakah tersebut diamortisasikan selama masa akad musyarakah. (Paragraf 15) Dr. Investasi Musyarakah
xxx
Dr. akumulasi penyusutan
xxx
Kr. Selisih penilaian asset musyarakah xxx Kr. Asset non kas
xxx
Selisih penilaian asset musyarakah tersebut diamortisasikan selama masa akad musyarakah menjadi keuntungan.
43
7. Contoh Pembiayaan Akad Musyarakah Pembiayaan jenis ini berdasarkan atas kerja sama bagi hasil. Bank dan Anda sama-sama membeli rumah dengan porsi masing-masing. Kemudian rumah itu disewakan, hasil sewanya dibagihasilkan kepada Anda dan Bank. Anda yang berniat menempati rumah itu, menjadi penyewa sekaligus. Karena Anda ingin memiliki rumah tersebut, maka porsi kepemilikan bank Anda beli secara bertahap. Contohnya :
Harga rumah Rp.200 juta, Bank menyetorkan porsi 80% atau
sebesar Rp.160juta dan Anda menyetor porsi 20% atau sebesar Rp.40juta. Terkumpullah uang sebanya Rp.200juta. uang tersebut dibelikan rumah. Rumah itu kemudian disewa oleh Anda dengan jangka waktu 10 tahun. Dengan harga sewa Rp.1.320.000,- per bulan. Karena rumah ini menjadi milik berdua antara Anda dan Bank, maka hasil sewa itu dibagi antara Anda dan Bank. Dengan porsi bagi hasil disepakati dimuka. Karena Anda ingin memiliki rumah tersebut, maka Anda setiap bulan membeli bagian yang dimiliki oleh bank. Jadi setiap bulan Anda membayar ke Bank, misalkan, sebesar Rp.2.400.000,- itu sudah termasuk biaya sewa yang menjadi bagian Bank dan biaya untuk membeli porsi bank. Sehingga di akhir periode atau di akhir tahun ke 10, porsi kepemilikan Anda menjadi 100% dan porsi kepemilikan Bank menjadi 0%. Pada saat itulah maka Anda menjadi pemilik tunggal rumah tersebut. Karena konsepnya adalah
44
sewa, maka harga sewa bisa berubah dari waktu ke waktu. Jadi cicilan anda bisa berubah.
D. Perbedaan Sistem Bunga dengan Bagi Hasil Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan non islam dan islam adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuangan yang diberikan oleh nasabah kepada keuangan dan yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil. Kecendrungan masyarakat menggunakan sistem bunga lebih bertujuan pada pengomtimalan pemenuhan kebutuhan pribadi, sehingga kurang mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan. Sedangkan system bagi hasil (Profit sharing), berorientasi pemenuhan kemaslatan hidup umat manusia. Adapun perbedaan bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini:
45
Tabel2.3 Perbedaan system bunga dan bagi hasil Bunga a.
Penentuan Bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi selalu untung.
b. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjam b. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjiakan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untuk atau rugi c. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming” d. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikencam) oleh semua agama termasuk Islam Sumber : Muhamad syafi’i Antonio, 2011
Bagi Hasil a) Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung atau rugi. b) Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh c) bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. d) jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. e) tidak ada meragukan keabsahan sistem bagi hasil.
1. Konsep Bagi Hasil ekonomi Syariah Perbedaan antara system ekonomi islam dengan system ekonomi lainnya adalah terletak pada penerapan bunga. Dalam ekonomi islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat islam. Sehingga dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan system bagi hasil yang dalam syariat islam dihalalkan untuk dilakukan. Dalam
46
aplikasinya, mekanisme perhitungan bagi hasil dapat dilakukan dua macam pendekatan, yaitu : 1)
Pendekatan
Profit
sharing
(bagi
laba)
perhitungan
menurut
pendekatan ini adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut. 2)
Pendekatan Revenue Sharing (bagi pendapatan) yang diperoleh dari
pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
E. Pendapatan Bagi Hasil 1. Pengertian pendapatan Bagi Hasil Bank sebagai lembaga perantara keuangan adalah lembaga yang berfungsi sebagai lembaga penyimpanan dari pihak yang kelebihan dana dan lembaga penyalur dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Untuk itu kepada para nasabah penyimpan dana, bank memberikan bunga. Sedangkan kepada nasabah yang meminjam dana, bank akan mengenakan bunga. Mulai tahun 90-an di Indonesia bermunculan lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil yang sering juga disebut bank Syariah.
47
Pendapatan bagi hasil yang diterima oleh bank adalah laba atau pendapatan bagi hasil dari sebuah proyek atau usaha yang telah dibagi hasilkan antara nasabah dengan bank bagi hasil. Pendapatan ini lebih sering disebut pendapatan bagi hasil. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan bagi hasil merupakan keuntungan atau pendapatan dari kegiatan operasional bank syariah dalam sisi penyaluran dana (pembiayaan). Bank syariah melakukan kegiatan pembiayaan pada suatu usaha, dan ketika sebuah usaha tersebut mendapatan keuntungan maka keuntungan tersebut dibagihasilkan dengan nasabah. Dalam bank syariah terdapat beberapa produk pembiayaan, yaitu Bai Bitsaman Ajil, Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, dan Bai salam. Produk pembiayaan bank syariah tersebut tidak semuanya menggunakan prinsip bagi hasil. Bank bagi hasil akan memperoleh pendapatan dari berbagai pembiayan yang disalurkan kepada nasabah. Dari pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah akan diperoleh pendapatan dalam bentuk pendapatan bagi hasil. Pada pembiayaan Bai, Murabahah, Bai salam akan diperoleh pendapatan dalam bentuk pendapatan mark up, yaitu selisih antara harga beli barang dengan harga jual barang, pada pembiayaan Ijarah akan diperoleh pendapatan dalam bentuk pendapatan sewa dan dalam pembiayaan Qordhul Hasan akan diperoleh pendapatan dalam bentuk pengembalian barang administrasi. Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa pendapatan bagi hasil diperoleh dari pembiayaan Musyarakah.
Murabahah dan
48
2. Model penerimaan pendapatan bagi hasil Untuk penerimaan pendapatan bagi hasil dari pihak nasabah, bank bagi hasil tidak melakukan perhitungan yang rumit. Perhitungan tentang jumlah yang disetorkan ke bank dilakukan sepenuhnya oleh nasabah. Bank bagi hasil hanya menerima pendapatan sejumlahyang disetorkan dari nasabah. Ditinjau dari cara menentukan jumlah rupiah pembayaran angsuran dari pokok pemmbiayaan terdapat dua metode, yaitu : a.
Bagi hasil netto adalah bagi hasil yang didasarkan pada pendapatan
dari usaha yang telah dikurangi dengan biaya – biaya yang timbul. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa yang dibagi hasilkan adalah laba dari sebuah uasaha tersebut. b.
Bagi hasil Bruto adalah bagi hasil yang didasarkan pada pendapatan
dari usaha yang dikurangi dengan biaya – biaya yang timbul. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa yang dibagi hasilkan adalah pendapatan dari usaha
tersebut. Ditinjau dari cara pembayaran nasabah kepada bank maka terdapat dua metode penerimaan bagi hasil pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, yaitu: a.
Bagi hasil dibayarkan terpisah dengan angsuran pokok pinjaman. Pada
cara ini pendapatan bagi hasil ynag diterima oleh bank bagi hasil merupakan pembayaran. Terpisah dari pembayaran angsuran pokok.
49
b.
Bagi hasil dibayarakan tidak terpisah dengan angsuran pokok
pinjaman. Pada cara ini pendapatan bagi hasil yang diterima merupakan pembayaran bersamaan dengan pembayaran angsuran pokok pembiayaan. Sebelum menyetujui sebuah usulan pembiayaan yang diajukan oleh nasabah, maka bank bagi hasil akan membuat proyeksi pembayaran terlebih dahulu.
3. Pengakuan pendapatan Bagi hasil Pengakuan suatu jumlah rupiah dalam akuntansi pada umumnya didasarkan pada konsep objektivitas, yaitu bahwa jumlah rupiah tersebutdapat diukur secara cukup ada keterlibatan pihak independent didalamnya. Untuk itu pengakuan pendapatan tergantung pada kondisi yang menjadi criteria pengakuan pendapatan. Dua criteria pengakuan pendapatan menurut Statement Of Financial Accounting Concepts ( SFAC) No. 5 adalah sebagai berikut : a.
Pendapatan baru diakui setelah pendapatan terealisasi atau akan segera
rerealisasi. Pendapatan dan keuntungan telah terealisasi bila produk perusahaan aktiva lain telah dipertukarkan dengan kas atau klaim menerima kas. Pendapatan akan segera terealilasi bila barang penukar yang diterima mudah dikonversi menjadi kas atau setara dengan kas. b.
Pendapatan baru diakui bila pendapatan telah terhimpun. Pendapatan
telah terhimpun bila aktifitas untuk menghasilkan pendapatan tersebut telah
50
berlangsung secara substansial telah selesai, sehingga suatu entitas berhak menguasai manfaat yang terkandung dalam pendapatan. Bagi hasil akan mengakui pendapatan bagi hasil atas dasar kasyaitu sejumlah uang kas yang diterima dari nasabah. Apabila pendapatan bagi hasil dipersamakan dengan pendapatanbunga maka bank bagi hasil belum dapat memenuhi ketentuan PSAK No. 31 tentang akuntansi perbankan. Namun demikian penggunaan dasar kas ini dilandasi oleh suatu dasar pemikiran. Bila pengukuran pendapatan bunga mudah dilakukan yaitu sebesar jumlah rupiah pendapatan berupa persentase tertentu dari pinjaman, maka pendapatan bagi hasil akan dihitung dari presentase tertentu dari keuntungan nyata dari sebuah usaha.
Keuntungan
nyata ini
mengandung unsure
ketidakpastian. Ada kemungkinan nasabah memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian.
4.
Nisbah (Rasio Bagi Hasil) Nisbah adalah merupakan rasio bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-
tiap pihak yang melakukan akad kerjasama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dimana nisbah ini tertuang didalam akad yang telah disepakati dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak.Dengan menggunakan data-data pada contoh diatas, akan diilustrasikan penghitungan nisbah.
51
Contoh : Misalkan, diketahui nisbah yang telah disepakati antara H.Mahdi dengan pihak lembaga keuangan syari’ah sebesar 60:40, maka distribusi pendapatan untuk H.Mahdi adalah sebagai berikut. Nisbah simpanan mudharabah untuk pemilik dana. 25.000.000 x 60% = 15.000.000 Distribusi pendapatan untuk H.Mahdi atas simpanan mudharabahnya adalah 8.774.193,55 500.000.000
X
15.000.000
=
263.225,81
52
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan factor-faktor yang penting telah diketahui pada masalah tertentu. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini menujukan pengaruh pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap bagi hasil pada Bank Muamalat Indonesia. Dimana ukuran spesifik dari performance sebuah manajemen perusahaan.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
X1 Pembiayaan Mudharabah
Y
X2 Pembiayaan Musyarakah
Terhadap pendapatan Bagi hasil Bank Muamalat Indonesia.
53
1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Pembiayaan mudharabah, musyarakah dan pendapatan Bagi hasil. Tabel 2.4 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian
Judul
Variabel Yang
Terdahulu
Hasil Penelitian
digunakan
Qudsiah
Pengaruh
Firdausi
pembiayaan
(2012)
Mudharabah
-
dan
-
pembiayaan
Pembiayaan
-
Mudharabah
tidak
Pembiayaan
pengaruh yang signifikan
Musyarakah
terhadap laba bersih.
Musyarakah terhadap
Pembiayaan Mudharabah
laba
mempunyai
Pembiayaan Musyarakah mempunyai
bersih.
pengaruh
yang signifikan terhadap laba bersih.
Dwi
Pengaruh
Afrianto
pembiayaan
(2012)
Mudharabah
-
dan
-
Musyarakah terhadap pendapatan
bagi
Pemdapatan
-
Secara simultan pembiayaan
Mudharabah
Mudharabah
dan
Pendapatan
pembiayaan
Musyarakah
Musyarakah
memiliki
Pendapatan
sangat
Bagi hasil
terhadap pendapatan bagi
hasil.
pengaruh kuat
dan
yang positif
hasil. -
Secara Parsial pembiayaan Mudharabah
dan
Pembiayaan
,Musyarakah
memiliki sangat
pengaruh kuat
dan
yang positif
terhadap pendapatan bagi hasil.