perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Sindrom Premenstruasi a. Definisi Sindrom premenstruasi merupakan perubahan fisik, emosi, kognitif, dan perilaku yang muncul di antara 10 hingga 14 hari sebelum menstruasi dan menghilang saat mulainya menstruasi (Tacani, 2015). Sindrom premenstruasi merupakan kumpulan keluhan dan gejala fisik, emosional, dan perilaku yang terjadi pada wanita usia reproduktif, yang muncul secara siklik dalam rentang waktu 7-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang setelah darah menstruasi keluar yang terjadi pada suatu tingkatan yang mampu memengaruhi gaya hidup dan aktivitas. Gejala-gejalanya dapat sangat berat sehingga mengganggu kehidupan individu tersebut. Pada sekitar 10% perempuan, sindrom premenstruasi cukup berat hingga memerlukan perawatan medis (Prince, 2006). b. Penyebab Penyebab dari sindrom premenstruasi secara pasti tidak diketahui, dan dapat terjadi secara kompleks dan multifaktorial. Menurut Rasheed (2003), etiologi sindrom premenstruasi masih kontroversial. Berbagai hipotesis menyebutkan karena faktor commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
biososial, psikososial, peningkatan modulasi endorfin dari sekresi gonadotropin, olahraga, merokok, konsumsi alkohol, peningkatan keseimbangan cairan transkapiler, penggunaan kontrasepsi oral, diet tinggi daging, tinggi gula, dan makanan mengandung kafein. Terdapat beberapa teori yang mengatakan terdapat faktorfaktor yang menyebabkan munculnya gejala-gejala sindrom premenstruasi. Faktor-faktor tersebut antara lain antara lain: 1) Ketidakseimbangan hormon Faktor
yang
memegang
peranan
dalam
sindrom
premenstruasi adalah ketidakseimbangan antara estrogen dan progesteron yaitu adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dan siklus menstruasi. Wanita yang mengalami PMS kemungkinan rentan terhadap fluktuasi hormon steroid
ovarium.
Peningkatan
estrogen
setelah
ovulasi
memengaruhi serotonin yang berperan penting dalam regulasi emosi (Simanjuntak, 2005). Perubahan hormonal dapat memengaruhi gejala-gejala yang muncul.
Perubahan
hormonal
memengaruhi
kerja
sentral
neurotransmiter (Dickerson, 2003). Menurut Biggs (2011) gejala yang berupa retensi cairan dan pembengkakan disebabkan karena peningkatan aldosteron dan aktivasi plasma renin. Wanita dengan sindrom premenstruasi merespon secara berlebihan terhadap perubahan hormonal. Meskipun kadar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
hormon estrogen dan progesteronnya tidak jauh berbeda dengan wanita tanpa sindrom menstruasi, namun perubahan kadar yang meningkat dengan cepat dari kedua hormon tersebut memacu munculnya gejala emosional dan fisik. 2) Peningkatan norepinefin dan aldosteron Penelitian mengaktifkan
menyebutkan sistem
bahwa
angiotensin,
peningkatan
menghasilkan
renin
pelepasan
norepinefrin dan aldosteron. Gangguan cairan dan elektrolit ini menyebabkan
gejala-gejala
pada
sindrom
premenstruasi
(Simanjuntak, 2005). 3) Gangguan psikologis Faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial, dan lain-lain juga memegang peranan penting. Wanita yang lebih mudah menderita sindrom premenstruasi adalah wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus menstruasi dan terhadap faktor-faktor psikologis (Simanjuntak, 2005). 4) Penyakit organik Beberapa penyakit akan memberikan gejala seperti sindrom premenstruasi misalnya endometriosis, adenomiosis dan radang pada pelvis. Namun harus dibedakan antara penyakit tersebut dengan sindrom premenstruasi (Simanjuntak, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
5) Defisiensi serotonin. Pasien yang sering mengalami sindrom premenstruasi memiliki kadar serotonin yang berbeda. Gejala sindrom premenstruasi dapat membaik dengan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs), yang akan meningkatkan jumlah serotonin yang beredar (Moreno, 2015). 6) Defisiensi magnesium dan kalsium. Defisiensi magnesium dan kalsium merupakan penyebab sindrom premenstruasi dari segi nutrisi. Penelitian menggunakan suplementasi magnesium dan kalsium menunjukkan peningkatan gejala fisik dan emosional (Moreno, 2015). Hormon yang dihasilkan ovarium memengaruhi metabolisme magnesium, kalsium dan vitamin D. Estrogen mengatur metabolisme kalsium, absorbsi kalsium di usus. Gangguan pada homeostasis kalsium berhubungan dengan gangguan afektif. Ditemukan kesamaan antara gejala hipokalsemia dengan gejala sindrom premenstruasi (Lopez et al., 2009). c. Faktor Risiko 1) Usia Gejala sindrom premenstruasi umumnya akan semakin memberat pada pertengahan usia 20 tahun hingga akhir 30 tahun. Sindrom premenstruasi dapat muncul setelah menarke hingga masa sebelum menopause (Freeman, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
2) Faktor Keturunan Seorang wanita yang memiliki riwayat ibu yang menderita sindrom premenstruasi dan riwayat keturunan kelainan mental dapat meningkatkan risiko sindrom premenstruasi (Rasheed, 2003). 3) Faktor Psikologis Faktor psikologis berhubungan dengan hormon pengendali sistem saraf pusat dan sistem neurotransmiter, seperti GABA dan serotonin, yang terbukti berperan dalam timbulnya gejala sindrom premenstruasi (Puspitorini et al., 2007). Wanita yang memiliki stres psikologis memiliki hubungan yang signifikan terhadap sindrom premenstruasi (Mohamed, 2013). 4) Pubertas Prekoks Pubertas prekoks sering disebabkan karena gangguan pada hipotalamus dan hipofisis. Hormon gonadotropin dihasilkan sebelum waktunya sehingga fluktuasi hormon steroid lebih cepat terjadi dan meningkatkan terjadinya sindrom premenstruasi (Anwar et al, 2011; Puspitorini et al., 2007). 5) Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh yang semakin tinggi akan menurunkan kadar serotonin di otak. Serotonin berhubungan dengan reaksi neurotrasmiter yang mengendalikan akses rangsangan kepada aksis Hypothalamic Pitutary Adrenal (HPA). Disfungsi HPA commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
aksis yang terjadi akan menyebabkan munculnya gejala sindrom premenstruasi (Puspitorini et al., 2007). Lemak dan jaringan perifer merupakan sumber pembentukan estrogen. Lemak ini akan dikonversi menjadi androstenoidon yang merupakan prekursor estrogen. Konversi ini meningkat seiring peningkatan IMT (Samir et al., 2015). Peningkatan estrogen selama fase luteal merupakan salah satu dasar terjadinya sindrom premenstruasi. 6) Faktor Perilaku Faktor perilaku dan sosial juga menjadi penyebab timbulnya gejala sindrom premenstruasi. Faktor perilaku tersebut meliputi merokok, meminum alkohol, penggunaan kontrasepsi, pola diet tinggi daging, dan minuman yang mengandung kafein (Rasheed et al., 2003). Pola diet yang rendah magnesium, kalsium, kalium, zinc, dan tinggi kafein dapat meningkatkan risiko sindrom premenstruasi (Bedoya et al., 2013). Konsumsi obat tanpa resep berkepanjangan selama 12 bulan terutama di usia muda dan penggunaan obat multipel dapat meningkatkan risiko sindrom premenstruasi (Ju et al., 2015). Kebiasaan merokok dan meminum
alkohol
juga
meningkatkan
premenstruasi.
commit to user
risiko
sindrom
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
d. Gejala Menurut Tacani (2015) terdapat sekitar 150 gejala sindrom premenstruasi yang telah diketahui, yang dapat terjadi secara bervariasi. Gejala yang sering dijumpai di antaranya menginginkan suatu makanan tertentu, lapar, mudah marah, cemas, mood swing, perasaan ingin menangis, depresi, marah, gangguan tidur, lelah, sakit kepala, sakit perut, dan nyeri punggung. Menurut Dickerson (2003) lebih dari 85% dari wanita yang mengalami menstruasi memiliki satu atau lebih gejala sindrom premenstruasi. Dari 200 gejala yang berhubungan dengan sindrom premenstruasi di antaranya adalah: 1) Gejala fisik: Nyeri kepala, bengkak dan nyeri pada payudara, nyeri punggung, nyeri perut dan kembung, penambahan berat badan, bengkak pada ekstremitas, retensi air, nausea, serta nyeri pada otot dan sendi. 2) Gejala psikis: Mudah marah, depresi, mudah menangis, cemas, tegang, mood mudah berubah, kebingungan, mudah lupa, merasa kesepian, dan merasa rendah diri. 3) Perubahan tingkah laku: Merasa lelah, insomnia, perubahan libido seksual, dan perubahan nafsu makan. Menurut Biggs (2011), gejala yang terjadi dapat berupa gejala secara fisik dan perilaku/psikologis. Gejala fisik meliputi perut kembung, jerawat, payudara terasa kencang dan penuh, kram dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
nyeri perut, lelah, nyeri kepala, mual, ekstremitas membengkak, dan berat badan meningkat. Sedangkan gejala secara psikologis meliputi cemas, mudah marah, perubahan nafsu makan dan libido, penurunan konsentrasi, mood depresi, merasa tak terkendali, kurang tidur dan peningkatan kebutuhan waktu tidur, tertekan, dan penurunan aktivitas sehari-hari. e. Diagnosis Diagnosis sindrom premenstruasi dilakukan dengan beberapa metode, berikut di antaranya : 1) Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), sedikitnya terdapat satu gejala afektif dan somatik yang terjadi dalam lima hari sebelum menstruasi selama tiga siklus berurutan sebagai berikut: a) Gejala afektif: Depresi, mudah marah, irritability, merasa cemas, bingung, dan penarikan diri dari lingkungan sosial. b) Gejala somatik: Nyeri payudara, perut terasa kembung, nyeri kepala, dan pembengkakan ekstremitas. c) Gejala mereda pada hari ke 4 hingga 13 siklus menstruasi. (Dickerson, 2003). 2) Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) Metode ini dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang mencantumkan 10 gejala sindrom premenstruasi, setiap gejala diberi skor oleh responden dalam rentang 1-6. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Sindrom premenstruasi dikategorikan menjadi tidak ada gejala apabila total nilai ≤10, gejala ringan apabila total nilai 11-30, gejala sedang apabila total nilai 31-40, gejala berat apabila total nilai 41-50, dan gejala ekstrem 51-60 (Allen, 1991). 2. Kafein a. Definisi Kafein merupakan derivat xantin
yang termasuk alkaloid
yang bersumber dari tumbuhan yang sejak dahulu sudah digunakan sebagai minuman dan mempunyai efek stimulasi (Louisa dan Dewanto, 2011). Kafein menurut Yeboah dan Oppong (2013) merupakan suatu produk alam yang berasal dari berbagai tumbuhan termasuk kopi, cocoa, biji cola, guarana dan lain-lain, biasanya dikenal juga dengan theine, mateine, guaranine, atau methyltheobromine. b. Struktur Kimia dan Sifat Kafein Kafein,
dengan
nama
kimia
1,3,7-trimethylxantine,
merupakan alkaloid kristal putih yang bekerja sebagai stimulan dan diuretik. Kafein merupakan derivat xantin yang mengandung gugus metil (Louisa dan Dewanto, 2011; Somogyi, 2010). Kafein
secara
kimiawi
diklasifikasikan
dalam
group
heterosiklik yang disebut purin. Rumus kimia kafein adalah C8H10N4O2. Nama IUPAC (International Units of Pure and Applied Chemistry) dari kafein adalah 3,7-dihydro-1,3,7-trimethylcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
1H-purine-2,6-dione dan nama kimia Trimethylxanthine. Kafein juga dapat diklasifikasikan sebagai alkaloid karena kafein muncul sebagai metabolit dari metabolisme nitrogen. Berat molekul kafein kira-kira 194,2 g/mol. Kafein dapat larut dalam air dan pelarut organik seperti alkohol dan kloroform. Kafein didapatkan dari proses ekstraksi berbagai tumbuhan dan dapat disintesis dari asam urat sebagai prekursor. Dalam kondisi yang sudah dimurnikan, kafein berbentuk bubuk putih dengan rasa yang pahit tetapi tidak berbau. Kafein memilik titik didih 178oC dan titik leleh 238oC, berat jenis 1,2 g/cm3, dan pH 6,9 (Yeboah dan Oppong, 2013). c. Sumber Kafein Sumber kafein yang sering dijumpai adalah kopi, coklat, teh, dan beberapa soft drink. Jumlah kafein dalam suatu makanan bervariasi, bergantung pada jumlah penyajian, tipe produk, dan metode persiapan makanan tersebut (Somogyi, 2010). Menurut Somogyi (2010), sumber kafein dapat dibagi sebagai berikut: 1) Sumber Alami a) Cocoa (Theobromacacao) Cocoa merupakan bahan utama dari produk-produk coklat, mengandung sedikit kafein. Satu batang coklat (28 gram) mengandung 11-115 mg kafein. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
b) Biji Kopi (Coffea sp.) Biji kopi yang telah diolah menjadi sumber utama dari kafein. Jumlah kafein yang terkandung dalam kopi ini bervariasi bergantung pada tipe biji kopi, dan cara pengolahannya. Kopi sangrai yang berwarna
lebih gelap
mengandung kafein yang lebih sedikit dibandingkan kopi sangrai yang berwarna lebih terang, karena proses sangrai dapat mengurangi kandungan kafein dalam biji kopi. Secara umum, satu penyajian kopi mengandung kafein yang bervariasi, mulai dari 64 mg untuk 30 ml hingga 145 mg untuk 237 ml. c) Guarana (Paulina cupana) Guarana diolah menjadi bubuk dan ekstrak yang diambil dari biji Guarana. Hasil olahan Guarana mengandung 2-15% kafein dan <0.2% derivat metilxantin lainnya seperti teobromin dan teofilin. Biji Guarana mengandung kafein dua kali lebih banyak daripada biji Kopi (Thomson dan Jones, 2013). d) Cola (Cola nitida) Cola berasal dari pepohonan di hutan tropis Afrika. Biasanya digunakan dalam pembuatan soft drinks, namun sekarang
lebih
sering
menggunakan
Kandungan kafein bervariasi antara 2-3,5%. commit to user
perasa
buatan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
e) Teh (Camellia sinesis) Dedaunan segar Teh mengandung 4% kafein. Teh yang sudah menjadi minuman mengandung 20-80 mg kafein per gelas. Teh hitam mengandung kafein yang lebih banyak dibandingkan Teh jenis lainnya. Pengolahan dari Daun Teh juga memengaruhi kandungan kafein. Meskipun sebenarnya warna dari Teh merupakan indikator yang buruk untuk menentukan kandungan kafein. f) Yerba Mate (Ilex paraguariesis) Yerba mate ditemukan dalam minuman Teh yang didapatkan
dari
pengolahan
daun
dan
batang
Ilex
paraguariesis. Yerba mate mengandung berbagai derivat xantin seperti kafein, teobromin, dan teofilin. Yerba mate mengandung 1-2% kafein (Burris et al., 2012). 2) Sumber Produk Olahan a) Energy Drinks Minuman yang mengandung kafein, vitamin, taurin, Guarana, biji cola, yerba mate, dan suplemen herbal lainnya. Minuman ini bertujuan untuk meningkatkan performa dan kesadaran. Kandungan kafeinnya bervariasi hingga 200 mg per 355 ml penyajian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
b) Energy Shot Enery shot merupakan bentuk lain dari energy drinks. Energy drinks biasanya dijual dengan kemasan sebesar 474592 ml, sedangkan energy shot dikemas sebesar 59,2 ml. Kandungan kafein dalam energy shot biasanya sama dengan kemasan yang lebih besar. c) Berbagai minuman beralkohol Minuman beralkohol merupakan minuman berenergi yang dicampur dengan alkohol. Tabel 2.1 Kadar Kafein dalam Berbagai Sumber Makanan dan Minuman. Sumber Kafein Kadar kafein 1. Minuman a. Kopi instan 0,27 mg/ml b. Kopi olahan 0,56 mg/ml c. Cappucino 0,85 mg/ml d. Kopi dekaf 0,01 mg/ml e. Espresso 2,13 mg/ml f. Teh 0,17 mg/ml g. Soft drinks 0,1 mg/ml h. Energy drinks 0,17 mg/ml i. Minuman coklat 0,02 mg/ml j. Frappucino 90 mg/ml 2. Makanan a. Coklat hitam batangan 0,71 mg/gram b. Coklat susu 0,96 mg/gram c. Puding coklat 0,2 mg/gram d. Kue coklat 0,47 mg/gram e. Es krim coklat 0,11 mg/gram (Somogyi, 2010; Wardlow, 2006 dengan modifikasi). d. Kerja Kafein Kafein
bekerja
dengan
meningkatkan
ketersediaan
neurotransmiter dopamin di area otak. Mekanisme kafein dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
meningkatkan aktivitas dopamin dan neurotransmiter lainnya seperti norepineprin dan glutamat adalah melalui reseptor adenosin, yaitu reseptor A1 dan A2A. Kafein bekerja sebagai antagonis di reseptor adenosin. Apabila adenosin mengikat reseptornya, adenosin akan menghambat produksi dopamin, norepineprin, dan glutamat. Kafein yang berikatan dengan reseptor A1 dan A2A akan menghambat pengikatan adenosin pada reseptor tersebut. Proses penghambatan tersebut akan meningkatkan kadar dopamin di area otak (Brunye et al., 2010). Kafein dapat menimbulkan efek di berbagai macam organ dalam tubuh. Kafein dapat menyebabkan relaksasi otot polos, terutama otot polos bronkus, merangsang sistem saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan diuresis (Louisa dan Dewanto, 2011). 1) Sistem Saraf Pusat Dalam sistem saraf pusat kafein merupakan perangsang yang sangat kuat. Orang yang minum kafein merasakan tidak begitu mengantuk, tidak begitu lelah, dan daya pikirnya lebih cepat dan lebih jernih, namun kemampuannya berkurang dalam pekerjaan yang memerlukan koordinasi otot halus, ketepatan waktu atau ketepatan berhitung. Efek tersebut timbul pada pemberian kafein sebanyak 85-250 mg (1-3 cangkir kopi). Kafein juga dapat menimbulkan mual dan muntah mungkin melalui efek sentral maupun perifer. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
2) Sistem Kardiovaskular a) Jantung Pada jantung, kadar kafein yang rendah dalam plasma akan menurunkan denyut jantung yang mungkin disebabkan oleh perangsangan nervus vagus di medula oblongata. Sebaliknya kadar kafein yang lebih tinggi menyebabkan takiardi, bahkan mungkin pada individu yang sensitif akan menyebabkan aritmia, misalnya kontraksi ventrikel yang prematur. Pemberian kafein 250 mg yang menghasilkan kadar plasma 10 µg/ml akan meningkatkan kadar katekolamin plasma. Kafein dapat meningkatkan tekanan darah sistolik, aktivitas renin plasma, dan tekanan darah diastolik. b) Pembuluh Darah Pada pembuluh darah, kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah koroner dan pulmonal karena efek langsung pada otot pembuluh darah. Dosis terapi kafein akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer yang bersama dengan peninggian curah jantung mengakibatkan
bertambahnya
aliran
darah.
Tetapi
vasodilatasi perifer ini hanya berlangsung sebentar sehingga tidak mempunyai kegunaan terapi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
c) Sirkulasi Otak Pada sirkulasi otak, kafein menyebabkan resistensi pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah dan tekanan gas oksigen di otak. d) Sirkulasi Koroner Secara eksperimental terbukti bahwa kafein dapat menyebabkan vasodilatasi arteri koroner dan bertambahnya aliran darah koroner. e) Tekanan Darah Stimulasi pusat vasomotor dan stimulasi langsung miokard akan menyebabkan kenaikan tekanan darah. Sebaliknya
perangsangan
pusat
vagus
dan
adanya
vasodilatasi menyebabkan penurunan tekanan darah. Karena kedua efek yang bertentangan tersebut biasanya terjadi sedikit kenaikan tekanan darah, tidak lebih dari 10 mmHg. Adanya
vasodilatasi
dan
kenaikan
curah
jantung
menyebabkan tekanan nadi naik, aliran darah lebih cepat dan lebih efisien. 3) Otot Polos dan Otot Rangka Kafein dapat menyebabkan relaksasi otot polos. Pada otot rangka, kafein dapat meningkatkan kapasitas kerja karena efeknya terhadap susunan saraf pusat dan perifer. Kaitannya secara langsung belum jelas dengan transmisi neuromuskular. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
4) Diuresis Kafein dapat meninggikan produksi urin. Cara kerjanya diduga melalui penghambatan reabsorbsi elektrolit di tubulus proksimal maupun di segmen distal, tanpa disertai dengan perubahan aliran darah ginjal ataupun filtrasi glomerulus. 5) Sekresi Lambung Kafein dapat meningkatkan sekresi asam lambung. 6) Efek Metabolik Pemberian kafein sebesar 4-8 mg/kgBB pada orang sehat maupun gemuk akan menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma dan juga meninggikan metabolisme basal. (Louisa dan Dewanto, 2011; Manuaba, 2007). e. Tingkat Konsumsi Kafein Hingga saat ini belum terdapat nilai cut off untuk pengkategorian konsumsi kafein yang pasti, namun berdasarkan penelitian sebelumnya, konsumsi kafein dikatakan rendah apabila dalam sehari total konsumsi kafein < 200 mg, sedang apabila 200600 mg, dan tinggi apabila > 600 mg (Addicott, 2009). Menurut Wardlau dan Smith (2006) dosis konsumsi kafein dalam sehari dalam batas 200 hingga 300 mg perhari, dan konsumsi di atas 300 mg dapat menyebabkan perubahan afektif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
3. Hubungan Konsumsi Kafein dengan Sindrom Premenstruasi Kafein merupakan perangsang sistem saraf pusat yang kuat. Sistem saraf pusat berhubungan dengan sistem hormonal melalui hipotalamus. Konsumsi kafein dalam jumlah banyak menyebabkan perangsangan berlebihan pada hipotalamus yang berdampak ada ketidakseimbangan hormon reproduksi wanita (Louisa dan Dewanto, 2011; Manuaba, 2007). Neurotransmiter sentral adenosin merupakan nukleosida purin yang terbentuk akibat kombinasi dari adenine dan D-ribosa. Adenosin bekerja
menghambat
sinapsis
saraf
sentral,
sehingga
menekan
perangsangan saraf sentral dan menghambat transmisi glutamat serta pelepasan dopamin. Salah satu akibatnya yaitu penurunan reseptor estrogen. Kafein yang merupakan antagonis adenosin, mengurangi efek penghambatan adenosin sehingga terjadi peningkatan eksitasi sistem saraf pusat. Karena sistem saraf pusat bertanggung jawab dalam produksi hormon steroid, aksi penghambatan adenosin oleh kafein ini berpengaruh terhadap kadar estrogen dan progesteron (Vo, 2007). Mekanisme perangsangan kafein di sistem saraf pusat yaitu melalui blokade reseptor adenosin, yaitu reseptor A1 dan A2A (Chawla, 2013). Dalam keadaan normal, perangsangan saraf di sistem saraf pusat akan ditekan oleh purin dan adenosin. Sedangkan dalam konsumsi kafein yang berlebih, mekanisme penekanan ini dihambat melalui blokade reseptor adenosin oleh kafein. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa mekanisme penekanan adenosin dapat dirangsang oleh hormon steroid commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
reproduktif seperti estradiol dan progesteron. Estradiol melawan aksi penghambatan adenosin sehingga menimbulkan perasaan aktif dan energik. Sedangkan hormon progesteron meningkatkan aksi adenosin, dengan menghambat reuptake ke saraf dan sel glial, sehingga menyebabkan perasaan lelah dan depresi yang berhubungan dengan fase luteal (Vo, 2007). Sindrom
premenstruasi
disebabkan
salah
satunya
oleh
ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron yaitu estrogen lebih tinggi dibandingkan progesteron pada fase luteal. Perbedaan hormonal menstruasi pada wanita diatur oleh sistem saraf pusat melalui mekanisme hipotalamus-hipofisis-ovarium. Konsumsi kafein yang berlebihan, akan memengaruhi aktivitas sistem saraf pusat, sehingga dapat memengaruhi mekanisme hipotalamus-hipofisis-ovarium dalam mengatur kadar hormon saat menstruasi (Louisa dan Dewanto, 2011; Vo, 2007). Gejala sindrom premenstruasi yang muncul pada fase luteal berhubungan dengan kadar progesteron. Beberapa penelitian membuktikan bahwa gejala sindrom premenstruasi muncul akibat kurangnya hormon progesteron saat fase luteal (Vo, 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
B. Kerangka Pemikiran Konsumsi Kafein
Blokade reseptor adenosin A1dan A2A Menghambat pengikatan adenosin
Kerja adenosin Menurun Sistem Hipotalams-HipofisisOvarium terganggu
Ketidakseimbangan hormon estrogen-progesteron Pubertas prekoks, Perilaku (Alkohol, merokok), Usia, Indeks Massa Tubuh, Penyakit
Sindrom Premenstruasi
ginekologis, Kontrasepsi obat dan hormonal
Keturunan dan Psikologis Diteliti commit to user Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran
Tidak diteliti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
C. Hipotesis Ada hubungan konsumsi kafein dengan kejadian sindrom premenstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
commit to user