7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Umum Banyak alasan yang membuat perlunya dilakukan perkuatan struktur. Pada
umumnya perkuatan struktur dilakukan pada bangunan yang mengalami perubahan fungsi dari sebelumnya. Beberapa hal lain yang membuat suatu struktur perlu diperkuat adalah adanya kerusakan akibat kegagalan struktur dan renovasi bangunan. Dalam suatu bangunan, ada beberapa bagian struktur yang mendapat perkuatan, tergantung dari tujuan perubahan fungsi. Bukan hanya struktur bagian atas yang mendapat perkuatan, struktur bagian bawah, seperti pondasi juga lazim mendapat perkuatan. Tetapi yang paling sering mendapat perkuatan adalah bagian balok yang memiliki deformasi lentur yang cukup besar. Dikarenakan sering adanya penambahan beban pada balok sebelumnya, maka penambahan profil baja dibawah balok menjadi salah satu solusi memperkuat balok dan memperkecil deformasi akibat lentur. Bahan profil baja digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yang dianggap mendukung sebagai perkuatan balok. Selain kelebihan utama yang tahan terhadap tarik, material baja juga relatif lebih ringan dan mudah dipabrikasi dibandingkan material beton. Profil baja dengan beton balok harus disatukan agar menghasilkan kekuatan yang diharapkan. Penyatuan profil baja dengan beton yang sudah ada dapat kita lakukan dengan menggunakan penghubung geser berupa besi beton.
7 Universitas Sumatera Utara
8
2.2
Perkuatan Perkuatan atau retrofitting adalah suatu proses untuk memperkuat atau
memperbaiki struktur yang sudah ada. Bukan hanya untuk memperkuat, metode ini juga digunakan dalam renovasi struktur. Dengan harapan struktur yang mengalami retrofitting akan menjadi lebih kuat dan dalam segi biaya juga lebih hemat dibandingkan dengan membangun kembali struktur yang baru. Tidak semua struktur yang pernah mengalami kerusakan dapat diperkuat. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memulai proses retrofitting, diantaranya: 1. Peninjauan struktur ke lapangan, memungkinkan kita menganalisa sebab kerusakan yang terjadi. 2. Pemilihan jenis material dan pemeriksaan mutu bahan yang akan digunakan. 3. Melakukan analisa terhadap bangunan yang akan diperkuat, apakah masih mampu menahan beban atau tidak. 4. Setelah bangunan dianalisa dan dianggap masih mampu menahan beban, maka tidak perlu dilakukan retrofitting, namun jika struktur bangunan dianggap tidak mampu, maka perlu dilakukan perkuatan. maka perbaikan terhadap struktur yang rusak harus dilakukan, dapat berupa menambahkan material lain misalnya pemakaian wrap/fiber, penambahan struktur baja, pemasangan external prestress, dan lain sebagainya. 5. Setelah proses retrofitting selesai dilakukan dilapangan, maka struktur harus dianalisa kembali, apakah sudah aman dan layak ditempati.
Universitas Sumatera Utara
9
2.3
Penghubung Geser Salah satu metode perkuatan struktur adalah dengan penambahan elemen, baik
dari material yang sama atau berbeda dengan material elemen eksisting terhadap elemen eksisting tersebut. Dalam pembahasan ini adalah penambahan material baja pada elemen beton yang merupakan elemen eksisting, dimana untuk menyatukan kedua elemen tersebut digunakan angkur
dari material baja pada elemen beton
eksisting. Penggabungan kedua material diatas untuk memanfaatkan keunggulan sifat material pembentuknya dibutuhkan penghubung yang memiliki sifat adhesion, friction atau bearing dan disebut sebagai penghubung geser atau shear connectors (Galambos, 1998). Penghubung geser secara umum bekerja untuk mentransfer gaya ke struktur dan sebagai alat penyatu material baja dan beton agar tidak terpisah. Alat penyambung geser menghasilkan interaksi yang diperlukan untuk aksi komposit antara balok baja dan plat beton, yang sebelumnya hanya dihasilkan oleh lekatan untuk balok yang ditanam seluruhnya dalam beton. Ada beberapa alternatif lain untuk penghubung geser. Diantaranya rigid (penghubung geser tipe-T atau blok), flexible (welded headed shear studs atau penghubung paku berkepala dan penghubung geser berbentuk baja kanal), dan bondtype (penghubung berbentuk lurus, bengkok atau spiral yang dibuat dari baja tulangan). Tipe lain dari penghubung geser terbuat dari baut bermutu tinggi yang digunakan dalam balok komposit .
Universitas Sumatera Utara
10
Alat penyambung geser yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
e) Alat penyambung baut
Gambar 2.1 Alat penyambung komposit yang umum Sumber: Salmon, dkk, 1991
Universitas Sumatera Utara
11
2.4
Aplikasi Baut Angkur Penggunaan baut angkur sebagai penghubung geser banyak digunakan
umumnya untuk peralatan mekanikal elektrikal seperti tiang listrik, AC, rambu lalu lintas, furing plafon dan sebagainya. Belakangan ini para engineer banyak mempergunakan angkur pada konstruksi, seperti: angkur pada retaining wall, angkur pada tiang pedestal baja, dan pada sambungan-sambungan konstruksi baja. Baut angkur yang digunakan sudah dipabrikasi dengan spesifikasi produk masing-masing penyedia jasa. Baut angkur yang dibautkan pada stuktural harus diberi chemical anchor sebagai bahan aditif agar daya rekat antara baut angkur dan struktural semakin kuat dan mengurangi pull out pada sambungan tersebut. Produk bahan aditif yang biasanya digunakan antara lain bermerk dagang Hilti, Ramset, Dia-Kress, Sormat, Simpson.
2.5
Klasifikasi Baut Angkur Pada Beton Baut angkur dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam tipe klasifikasi,
salah satunya adalah pengklasifikasian pada cara pemasangannya. Menurut Wiston Wayne Clendennen (1994), berdasarkan klasifikasi ini, angkur terbagi menjadi baut angkur cor ditempat (cast-in-place) dan baut angkur dipasang (post-installed). Berikut adalah sistem pembagian angkur: 1. Cast-in place, terdiri dari Headed, J&L Bolts, dan Studs. 2. Post-installed, terbagi atas: 2.1 Bonded, terbagi atas: a. Adhesive, terdiri dari: Polymer dan Hybrid system.
Universitas Sumatera Utara
12
b. Grouted, terdiri dari : Cementitious dan Polymer. 2.2 Mechanical, terbagi atas: a. Expansion. b. Undercut.
2.5.1 Baut Angkur Cor Ditempat (cast–in–place) Baut angkur tipe ini dipasang sesuai disain pada bagian struktur beton yang akan di cor,sehingga penggunaannya hanya terbatas pada konstruksi baru. Berikut beberapa tipe angkur cor di tempat, yaitu: headed bolt, L-bolt, J-bolt dan Headed stud.
2.5.2 Baut Angkur Dipasang (post-installed) Baut angkur tipe ini dipasang pada beton yang telah mengeras atau beton eksisting. Pemasangan tipe ini dapat digunakan pada konstruksi baru ataupun rehabilitasi konstruksi lama. Berikut beberapa tipe angkur dipasang: 1. Expansion anchors terdiri dari: Torque-controlled expansion anchors; deformation-controlled expansion anchors dan Displacement-controlled expansion anchors. 2. Undercut anchors. 3. Bonded anchor terbagi atas: Adhesive dan Grouted anchors. Berikut penjelasan dari masing – masing pembagian angkur: 1. Expansion Anchor Angkur tipe ini sangat baik untuk digunakan di area yang memiliki rongga, atau area yang sering mengalami getaran, seperti di stadium atau bangunan
Universitas Sumatera Utara
13
bandara. Expansion anchor didisain untuk mengembang setelah dipasang. Setelah pemasangan, muncul gaya gesekan antara angkur dan beton yang kemudian menimbulkan kekuatan gaya tarik angkur terhadap beton. Expansion anchor terbagi atas dua tipe, yaitu: Torque controlled dan Displacement controlled, yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Expansion anchors; (a) Torque-controlled, (b) Deformation controlled
2. Undercut Anchor Tipe angkur ini adalah tipe angkur yang cukup kuat dalam mengikat masing – masing elemen dibandingkan tipe lainnya. Karena itu angkur ini biasa digunakan di tempat-tempat yang beresiko, seperti: roller coaster, bangunan tenaga nuklir, dan struktur lainnya yang menuntut keamanan tinggi. Angkur ini biasa digunakan pada struktur beban dinamik dan perkuatan bangunan gempa. Undercut anchor sangat kuat sehingga tidak akan runtuh terlebih dahulu daripada betonnya, maka tipe ini lebih banyak dipilih oleh para insinyur.
Universitas Sumatera Utara
14
Angkur ini terbagi dua, yaitu: a. Undercut drilled bit, dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Undercut drilled bit anchor b. Undercut drilled hole, dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Undercut drilled hole
3. Bonded Anchor Bonded anchor dapat terbagi atas adhesive dan grouted anchor. Adhesive anchor memerlukan adhesive chemical untuk pemasangannya sehingga angkur akan mengikat dengan beton. Grouted anchor ditanam pada beton yang sebelumnya telah dilubangi dengan langkah – langkah pemasangan yang sama dengan adhesive anchor. Angkur tipe ini mengharuskan lubang yang akan ditanam bersih dan kering agar kekuatan mengikat antara pasta, angkur dan beton menjadi maksimal. Perbedaan mendasar pada kedua tipe ini adalah jika diameter lubang sama dengan 1 kali diameter angkur atau lebih kecil, maka dapat dikategorikan
Universitas Sumatera Utara
15
sebagai adhesive anchor, sebaliknya jika diameter lubang lebih besar 1 kali diameter angkur, maka dapat dikategorikan sebagai grouted anchor.
2.6
Kekuatan Baut Angkur Pada Beton Mekanisme penyaluran gaya geser horizontal yang terjadi dari balok baja ke
pelat beton ditransfer seluruhnya oleh penghubung geser, dalam hal ini adalah angkur besi beton. Yang mana kekuatan dan luas bidang kontak tulangan angkur beton tersebut dengan beton sangat mempengaruhi kapasitas suatu angkur besi beton untuk dapat mentransfer geser horizontal. Pada Pedoman Perencanaan Lantai Jembatan Rangka Baja Dengan Menggunakan CSP (Pd T-12-2005-B), disebutkan bahwa kekuatan sistem penghubung geser dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: 1. Jumlah penghubung geser. 2. Tegangan longitudinal rata-rata dalam pelat beton di sekeliling penghubung. 3. Ukuran. 4. Penataan dan kekuatan tulangan pelat di sekitar penghubung. 5. Ketebalan beton di sekeliling penghubung. 6. Derajat kebebasan dari setiap dasar pelat untuk bergerak secara lateral dan kemungkinan terjadinya gaya tarik ke atas (up lift force) pada penghubung. 7. Daya lekat pada antar muka beton-baja.
Universitas Sumatera Utara
16
8. kekuatan pelat beton dan tingkat kepadatan pada beton disekeliling pada setiap dasar penghubung geser. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya deformasi pada angkur besi beton yaitu: bentuk dan ukurannya, lokasinya pada balok, lokasi momen maksimum, dan cara pemasangannya pada balok baja. Dalam perencanaan pemasangan angkur besi beton pada beton, ACI mengenai Anchorage to Concrete secara umum dapat menjadi acuan, peraturan lain dapat kita adopsi dari European Organisation for Technical Approvals (EOTA) yang juga telah menetapkan pedoman teknisnya “Guideline for European Technical Appropal of Metal Anchors for Use in Concrete (ETAG-001)”. Berbagai macam kegagalan yang mungkin terjadi diakibatkan oleh berbagai pembebanan (tarik, geser) antara lain sebagai berikut: steel failure, pull-out failure, concrete cone failure, splitting failure. Model keruntuhan dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Tipe Keruntuhan Angkur pada Beton
Universitas Sumatera Utara
17
2.6.1 Beban Tarik Secara umum, beban tarik yang terjadi pada suatu angkur bisa dihitung berdasarkan teori elastisitas menggunakan asumsi berikut: 1. Plat dari angkur haruslah kaku sehingga tidak akan berdeformasi sebelum dibebani. 2. Kekakuan dan modulus elastisitas angkur sama dengan modulus elastisitas baja. 3. Pada daerah yang tertekan, angkur tidak ikut menyalurkan gaya normal. Jika besaran gaya tarik yang berbeda – beda (
) diberikan pada masing –
masing angkur yang berada pada suatu grup angkur, maka eksentrisitas eN dari gaya tarik grup (
) harus diperhitungkan untuk mendapatkan kekuatan nominal grup
angkur.
2.6.2 Beban Geser Berbeda dengan beban tarik, distribusi beban geser pada suatu pengangkuran bergantung pada model keruntuhan yang terbagi atas: 1. Steel failure dan concrete pry-out failure. Diasumsikan bahwa semua angkur dalam suatu grup pengangkuran akan terkena gaya geser bila diameter angkur tidak lebih besar dari diameter lubang angkur. Jika diameter angkur lebih kecil dari lubang angkur dalam beton, maka di sela-sela rongga sisa harus diisi mortar atau bahan aditif.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Concrete edge failure. Pada model kegagalan ini, berdasarkan metode kesetimbangan, angkur di bagian ujung dan saling paralel yang terkena gaya geser. Jika besaran gaya geser yang berbeda – beda (
) diberikan pada masing –
masing angkur yang berada pada suatu grup angkur, maka eksentrisitas e V dari gaya tarik grup (
) harus diperhitungkan sesuai Gambar 2.6 dan 2.7 untuk mendapatkan
kekuatan nominal grup angkur.
Gambar 2.6 Contoh distribusi beban ketika semua angkur diberi beban geser
Gambar 2.7 Contoh distribusi beban ketika hanya sebagian angkur yang mendapat beban geser
2.6.3 Ketahanan terhadap beban tarik Untuk mendapatkan kekuatan nominal angkur terhadap beban tarik berbeda – beda dalam hal keruntuhannya. Berikut ketahanan beban tarik berdasarkan tipe
Universitas Sumatera Utara
19
keruntuhan menurut ETAG-001 (Annex C: Design Methods for Anchorage) sebagai berikut: 1. Keruntuhan yang terjadi pada angkur. =
,
(2.1)
2. Keruntuhan yang terjadi pada beton . ,
,
=
,
,
Ψ , .Ψ
.Ψ
,
(2.2)
,
Dimana penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut: a. Nilai awal ketahanan angkur untuk beton retak dan tidak retak. ,
=
.
,
. ℎ
.
(2.3)
Dimana: Fck,cube
= kuat desak beton karakteristik kubus ukuran 150x150mm (N/mm2).
hef
= kedalaman efektif baut angkur (mm).
k1
= 7.2 diaplikasikan pada beton yang retak.
k1
= 10.1 diaplikasikan pada beton yang tidak retak.
b. Pengaruh lebar dan jarak pada angkur terhadap beton. c. Faktor Ψs,N mempengaruhi distribusi penyaluran tegangan pada beton. Untuk pemasangan angkur dengan jarak yang berbeda-beda, jarak yang paling dekat ke ujung beton yang perlu dimasukkan dalam perhitungan kuat geser. Ψ , = 0.7 + 0.3
,
≤1
(2.4)
Universitas Sumatera Utara
20
d. Shell Spalling factor Ψre,N memberi pengaruh pada penulangan. Ψ
= 0.5 +
,
≤1
(2.5)
Jika dalam area pengangkuran terdapat penulangan dengan jarak ≥ 150 mm (diameter berapa saja) atau dengan diameter ≤ 10 mm dan jarak ≥ 100 mm, maka shell spalling factor Ψre,N =1.0 dapat diaplikasikan. e. Faktor Ψec,N akan berpengaruh ketika beban tarik bekerja pada masingmasing angkur dalam suatu grup. Ψ
=
,
/
,
≤1
(2.6)
2.6.4 Ketahanan Terhadap Beban Geser Untuk mendapatkan kekuatan nominal baut angkur terhadap beban geser dapat dihitung berdasarkan keruntuhannya. Berikut ketahanan beban geser berdasarkan tipe keruntuhan menurut ETAG-001 (Annex C: Design Methods for Anchorage) sebagai berikut: 1. Keruntuhan yang terjadi pada angkur. ,
= 0.5
.
(2.7)
2. Keruntuhan yang terjadi pada beton. ,
=
,
,
,
Ψ , . Ψ
,
. Ψ
,
. Ψ
,
.Ψ
(2.8)
,
Dimana penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut: a. Nilai awal ketahanan angkur untuk beton retak dan tidak retak. ,
=
.
. ℎ .
,
.
.
(2.9)
Universitas Sumatera Utara
21
Dimana: Fck,cube
= kuat desak beton kubus 150×150mm (N/mm2).
hef
= kedalaman efektif baut angkur (mm).
dnom
= diameter terluar baut angkur (mm).
k1
= 1.7 diaplikasikan pada beton yang retak.
k1
= 2.4 diaplikasikan pada beton yang tidak retak. = 0,1 . = 0,1 .
.
(2.10) .
(2.11)
b. Faktor jarak antara angkur terluar dengan ujung beton dan ketebalan beton mempengaruhi karakteristik beban. Posisi angkur terluar dan ketebalan beton akan memberikan pengaruh dalam disain suatu pemasangan angkur. Pengaruh posisi angkur terluar ini akan berdampak pada kekuatan dari suatu proses pengangkuran. Beberapa posisi beban posisi angkur dan ketebalan beton yang diperhitungakan antara lain: 1. Posisi angkur dipinggir yang ideal pada beton. 2. Angkur tunggal diujung beton. 3. Grup dua buah angkur yang berada di ujung beton tipis. 4. Grup dari empat buah angkur yang berada di ujung beton tipis.
Universitas Sumatera Utara
22
Nilai perhitungan Ac,N yang berbeda-beda pada beban geser dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Contoh luasan aktual Ac,N dari kerucut beton
c. Faktor Ψs,V mempengaruhi distribusi tegangan pada beton. Seperti pada faktor jarak angkur terluar, posisi angkur dalam faktor Ψs,V juga memberikan pengaruh. Pengaruh jarak tersebut tidak pada karakteristik beton, akan tetapi akan mempengaruhi distribusi beban pada beton. Untuk pengangkuran dengan jarak yang berbeda-beda, jarak yang paling dekat ke ujung beton yang dimasukkan. Ψ , = 0.7 + 0.3
.
≤1
(2.12)
Universitas Sumatera Utara
23
d. Faktor Ψh,V mempengaruhi kekuatan geser yang mana tidak akan berkurang dikarenakan ketebalan beton yang diasumsikan dengan rasio ,
⁄
,
. Ψ
=
,
/
.
≥1
(2.13)
e. Faktor Ψα,V berpengaruh pada sudut αV diantara beban yang diberikan, Vsd, dan tegak lurus terhadap beton terluar seperti pada Gambar 2.9. Ψ
,
≥1
= (
)
(2.14)
.
Gambar 2.9 Angkur yang dibebani oleh beban yang arahnya bersudut f. Faktor Ψec,V berpengaruh ketika besar gaya geser yang berbeda-beda bekerja pada masing – masing angkur dalam satu grup. Ψ
,
=
/(
)
≤1
(2.15)
g. Faktor Ψre,V berpengaruh terhadap tipe penulangan yang digunakan pada beton yang retak. Ψre,V
= 1.0 untuk pengangkuran pada beton retak dan tidak retak tanpa penulangan ujung.
Universitas Sumatera Utara
24
Ψre,V
= 1.2 untuk pengangkuran pada beton retak dengan penulangan ujung (≥ Ø12 mm).
Ψre,V
= 1.4 untuk pengangkuran pada beton retak dengan penulangan ujung (a ≤ 100 mm).
Untuk angkur multiple atau angkur dalam satu grup, jarak minimum angkur harus diperhatikan. Angkur yang tidak memenuhi jarak minimum akan mengalami kerusakan yang berlapis seperti pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Efek grup angkur
2.7
Besi Beton
2.7.1 Definisi dan Komposisi Besi Beton Penelitian dalam tesis ini menggunakan penghubung geser dari besi beton. Maka itu penulis membahas sedikit mengenai besi beton, jenis – jenisnya, dan juga komposisinya terlebih dahulu. Besi beton biasa dikenal dengan baja tulangan beton, merupakan baja yang berbentuk bulat sebagai fillet pada penampang beton dengan bahan dasar terbuat dari
Universitas Sumatera Utara
25
billet. Bahan baku dari billet ini sendiri adalah tua, skrap, serta bahan penolong seperti kokas, grafit, lime, ferro alloys yang dilebur dengan berbagai metode. Bahan penolong tadi digunakan untuk mendapatkan unsur carbon (C), Si (silicon), Mn (Mangan) yang akan sangat berpengaruh pada kualitas besi beton. Besi beton ini adalah sejenis logam yang kini banyak digunkana didalam pembuatan gedung-gedung, rumah, pabrik dan lain sebagainya. Dimana sifat besi beton ini sangat kuat untuk menahan hasil coran, cetakan dan bersifat ulet.
2.7.2 Jenis Besi Beton Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: 1. Baja tulangan beton polos Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton berpenampang bundar dengan permukaan rata dimana permukaan sekelilingnya tidak bersirip disingkat BjTP, seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Besi Beton Polos SNI 10 mm 2. Baja tulangan beton sirip.
Universitas Sumatera Utara
26
Baja tulangan beton sirip adalah baja tulangan beton dengan bentuk khusus yang permukaannya memiliki sirip melintang dan rusuk memanjang yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya lekat dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton disingkat BjTS, seperti pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Besi beton ulir Beberapa bentuk baja tulangan beton sirip, yaitu: a. Jenis Bambu (Bamboo type). Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip seperti pada ruas-ruas pohon bambu, seperti pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Baja tulangan beton sirip jenis bamboo b. Jenis tulangan ikan (Fish bone type) Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip seperti pada ruas-ruas ikan, dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Baja tulangan beton sirip jenis tulangan ikan
Universitas Sumatera Utara
27
c. Jenis sirip curam (Tor type) Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip yang curam, seperti pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Baja tulangan beton sirip jenis sirip curam
2.7.3 Persyaratan Mutu Sifat fisik dari besi beton adalah: 1. Tidak boleh mengandung serpihan, lipatan, retakan,gelombang. 2. Hanya diperkenankan berkarat ringan pada permukaan. Ditinjau dari bentuknya terbagi atas: 1. Baja tulangan beton polos, harus rata dan tidak mempunyai sirip. 2. Baja tulangan beton sirip. a. Sirip harus teratur serta usuk memanjang yang searah dan sejajar dengan sumbu batang. b. Terdapat sirip-sirip lain arah melintang sumbu batang. c. Sirip-sirip melintang harus mempunyai bentuk, ukuran dan jarak yang sama. d. Sirip melintang tidak boleh membentuk sudut < 450 terhadap sumbu batang.
Universitas Sumatera Utara
28
e. Apabila mempunyai sudut 450 < α < 700, arah sirip melintang pada satu sisi atau kedua sisi dibuat berlawanan. f. Bila α > 700, sirip arah yang berlawanan tidak diperlukan. 2.7.4 Sifat Mekanis Sifat mekanis baja berbeda antara baja tulangan beton polos dengan baja tulangan beton sirip. Untuk mengetahui perbedaan sifat mekanis tersebut, maka dilakukan beberapa pengujian dan didapat hasil masing-masing dari baja tulangan beton polos dan baja tulangan beton sirip. 1. Sifat mekanisme baja tulangan beton polos. Setelah dilakukan beberapa pengujian terhadap baja tulangan beton polos, baja tulangan ini diklasifikasikan menjadi dua kelas. Dimana pengujian yang dilakukan meliputi uji tarik dan uji lengkung. Hasil klasifikasi dan pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Properti besi beton polos Uji Tarik Kelas Baja Tulangan
Nomor Batang Uji
No.2 BjTP 24 No.3 No.2 BjTP 30
No.3
Batas ulur Kgf/mm2 (N/mm2)
Kuat tarik Kgf/mm2 (N/mm2)
Minimum 24 (235)
Minimum 39 (380)
Minumum 30 (295)
Minimum 45 (440)
Uji Lengkung
Regangan (%)
Sudut lengkung
Diameter Lengkung
1800
3xd
1800
d > 16 = 3xd d > 16 = 4xd
20 24 18
20
Universitas Sumatera Utara
29
2. Sifat mekanisme baja tulangan beton sirip. Pada baja tulangan beton sirip juga dilakukan pengujian yang sama dengan baja tulangan beton polos. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Properti besi beton sirip Uji Tarik Kelas Baja Tulangan
BjTS 30
Nomor Batang Uji
Batas ulur Kgf/mm2 (N/mm2)
Kuat tarik Kgf/mm2 (N/mm2)
No.2
Minimum 30 (295)
Minimum 45 (490)
No.3 BjTS 35
No.2
No.2
Minimum 30 (345)
Minimum 50 (490)
Diameter Lengkung
18
1800
d < 16 = 3xd d > 16 = 4xd d > 16 = 3xd 16
1800
18
Minimum 40 (390)
Minimum 57 (500)
1800
16 18
Minimum 50 (490)
Minimum 57 (620)
1800
d < 25 = 5xd d > 25 = 6xd Catatan : Batang uji Tarik no.2 untuk diameter < 25 mm dan batang uji Tarik no.3 untuk diameter > 25 mm.
2.8
No.2 No.3
Sudut Lengkung
20
No.3 BjTS 50
Regangan (%)
20
No.3 BjTS 40
Uji Lengkung
12 14
Beberapa Penelitian Terdahulu Berikut penelitian – penelitian sebelumnya yang banyak membahas tentang
angkur pada beton dan memiliki relevansi terhadap eksperimen yang akan dilakukan dan dapat dijadikan pertimbangan dalam proses penulisan ini.
Universitas Sumatera Utara
30
Anton Rieder (2008), membahas tentang retrofitting structure menggunakan bonded anchor dan undercut anchor yang dipasang pada balok dan kolom suatu struktur beton dalam suatu percobaan, kemudian di uji menggunakan shake table test dan didapat bahwa pembebanan geser siklik dengan penambahan amplitudo akan menunjukkan beban ultimit dan redaman histeretik bergantung pada tipe angkur, dimana untuk sleeve type menunjukkan kemampuan lebih besar dalam menahan beban ultimit pada tes monotonik daripada bolt type. Pada kasus pembebanan aksial dan pembebanan geser, tipe undercut anchor menghasilkan deformasi yang lebih kecil dari bonded anchor. Tujuan mengetahui perilaku angkur terhadap kondisi gempa ini nantinya berguna untuk menghitung ketahanan antara beton eksisting dengan elemen tambahannya. Iswandi (2013), melakukan eksperimen terhadap angkur pada sambungan kolom beton baja. Eksperimen pada angkur yang ditanam memiliki pola seri dan gabungan seri dan paralel. Hasil eksperimen pada pola paralel adalah keruntuhan terjadi pada angkur saat beban ultimitnya tercapai. Untuk pola seri diketahui kekuatan geser pada angkur paling bawah adalah yang paling kecil sehingga disimpulkan bahwa pola pengangkuran seri ini dapat menurunkan kemampuan struktur secara keseluruhan dalam menahan beban. Sedangkan pada pola gabungan seri dan paralel diketahui bahwa distribusi beban yang terjadi tidak merata pada pada masing – masing angkur
Universitas Sumatera Utara