BAB II LANDASAN TEORI
A. Balanced Scorecard Balanced Scorecard pertama kali dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1990, namun sistem penilaian kinerja ini mulai populer pada tahun 1996. Kaplan adalah guru besar Ilmu Akuntansi dari Harvard Business School, sedangkan Norton adalah konsultan dalam manajemen akuntansi dari Amerika. Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi
konsep
tersebut,
menurut
kaplan
dan
Norton
yang
diterjemahkan oleh Peter R. Yosi, Balanced scorecard terdiri dari dua kata: ”(1) kartu Skor (Scorecard) dan Berimbang (balanced. Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek : keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.” Adapun pengertian tentang Balance Scorecard yang dikutip dari buku Management Accounting oleh Atkinson, Banker, Kaplan and Young (1995): ”Suatu set dari target dan hasil kinerja yang digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur kinerja yang diarahkan kepada gabungan faktor kritis dari tujuan organisasi.”
6
Sedangkan pengertian tentang Balanced Scorecard yang diberikan oleh Anthony dan Govindarajan (2004) dalam buku Management Control System: “Suatu alat sistem untuk memfokuskan perusahaan, meningkatkan komunikasi antar tingkatan manajemen, menentukan tujuan organisasi dan memberikan umpan balik yang terus-menerus guna keputusan yang strategis .” Secara sederhana Balance Scorecard dapat didefinisikan sebagai seperangkat ukuran yang memberikan pandangan yang menyeluruh mengenai bisnis kepada para manajer secara cepat dalam lingkungan yang kompleks untuk sukses dalam persaingan. Balance Scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan (financial perspective), perspektif pelanggan (customer perspective), perspektif proses bisnis internal (internal bussiness process perspective) serta perspektif proses pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective). Pendekatan Balanced Scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu (Kaplan dan Norton, 1992:72): 1. Perspektif keuangan (bagaimana perusahaan memandang shareholders?) 2. Perspektif
pelanggan
(bagaimana
para
pelanggan
memandang
perusahaan?) 3. Perspektif proses internal (apa yang harus diunggulkan oleh perusahaan?) 4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (dapatkah perusahaan terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai?)
7
B. Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard 1. Perspektif Keuangan Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam Balanced Scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda, menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi, dan menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap: a. Growth (Berkembang) Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh
dan
mengembangkan
hubungan
dengan
pelanggan.
Perusahaan dalam tahap pertumbuhan secara aktual beroperasi dengan
8
cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru. b. Sustain Stage (Bertahan) Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya
diarahkan
untuk
menghilangkan
kemacetan,
mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. c. Harvest (Panen) Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap di mana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya
9
untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu. Tolak ukur yang biasanya digunakan adalah besarnya kas masuk dari kegiatan operasi.
2. Perspektif Pelanggan Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Jika suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang mampu memberikan nilai tambah (value added) bagi pelanggan.
Dalam
perspektif
pelanggan
menurut
Kaplan
dan
Norton(1992:73) ada empat yang menjadi fokus perhatian, yaitu waktu, kualitas, kinerja dan pelayanan, serta biaya.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal. Menurut Kaplan dan Norton (1996), dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat
10
memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi: a. Inovasi. Dalam proses inovasi, perusahaan meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan. b. Proses Operasi. Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi. Pelaksanaan operasi yang
11
baik dan penghematan biaya dalam berbagai proses produksi dan layanan jasa merupakan tujuan yang penting. c. Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan. Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran. Semua aktivitas ini memberi nilai tambah terhadap penggunaan produk dan jasa oleh pelanggan sasaran.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan. Perspektif keempat dalam Balanced Scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling
12
employes. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996): a. Karyawan Hal
yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan
produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus. b. Kemampuan Sistem Informasi. Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.
13
C. Analisis Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard Menurut kamus besar bahasa indonesia, pengertian analisis adalah : ”Penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya”. Sistem umpan balik strategis harus dirancang untuk menguji, memvalidasi, dan memodifikasi hipotesis yang terkandung didalam strategi sebuah organisasi. Hubungan sebab akibat yang disertakan dalam sebuah balanced scorecard memungkinkan para pimpinan menetapkan target jangka pendek yang merefleksikan perkiraan terbaik tentang kesenjangan dan dampak perubahan dalam faktor pendorong kinerja dengan perubahan yang terkait pada satu atau lebih ukuran hasil. Beberapa pendekatan dalam analisis pengukuran balanced scorecard yang digunakan: 1. Analisa Korelasi Para pimpinan dapat membantu memvalidasi hubungan sebab akibat yang dihipotesiskan dengan menghitung korelasi antara dua atau lebih ukuran. Korelasi diantara berbagai variabel memberikan konfirmasi yang dapat diandalkan tentang strategi organisasi. Jika korelasi tidak ditemukan, organisasi mempunyai bukti bahwa teori yang mendasari strategi tidak berlaku.
14
2. Permainan manajemen/Analisa Skenario Para pimpinan organisasi menggunakan keterkaitan scorecard mereka sebagai suatu cara inovatif untuk meningkatkan pembelajaran strategis organisasi. 3. Pelaporan Anekdotal Sering kali, dan terutama untuk organisasi besar, sebelum data dan bukti yang memadai terakumulasi, banyak waktu terlewatkan untuk mendapatkan kesimpulan yang signifikan secara statistik tentang korelasi dan kausalitas di antara ukuran scorecard. Untuk mencapai signifikasi statistik, kinerja mungkin perlu dimasukkan secara dalam ke pusat organisasi, barangkali untuk jangka waktu cukup panjang.
Walaupun
signifikasi dan validitas statistik merupakan tujuan penting, sistem pembelajaran strategis seharusnya memberikan indikasi awal apakah strategi tersebut berhasil atau tidak. 4. Peninjauan Ulang Inisiatif Inisiatif harus ditinjau ulang selama proses pmbelajaran strategis. Tinjauan periodik dan komprehensif seperti ini akan memberi tanda kepada para pimpinan bahwa perkembangan inisiatif terus menerus dikaji. Pengetahuan ini harus membantu agar organisasi tetap fokus kepada pelaksanaan inisiatif dan mengkaji apakah inisiatif itu masih diharapkan untuk mencapai target ambisius yang telah ditetapkan.
15
Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai ”the activity of measuring the performance of an activity or the entire value chain” Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada organisasi. Hasil pengukuran kinerja kemudian dapat digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana organisasi
memerlukan
penyesuaian-penyesuaian
atas
aktivitas
perencanaan dan pengendalian Pengukuran memainkan peranan
yang sangat penting bagi
peningkatan suatu kemajuan (perubahan) ke arah yang lebih baik. Dalam manajemen modern, pengukuran terhadap fakta-fakta akan menghasilkan data, yang kemudian apabila data itu dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat, yang selanjutnya informasi itu akan berguna bagi peningkatan pengetahuan para pimpinan dalam pengambilan keputusan atau tindakan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Berkaitan dengan pengukuran kinerja, pemilihan ukuran-ukuran kinerja yang tepat dan berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis organisasi adalah sangat penting dan menentukan. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan hanya sekedar melaksanakan pengukuran hal-
16
hal yang tidak penting dan tidak berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis organisasi. Organisasi yang menggunakan balanced scorecard sebagai sistem manajemen pengukuran kinerjanya mempunyai dua tugas utama, yaitu : 1. Organisasi harus membangun balanced scorecard; dan 2. Organisasi harus menggunakan atau menerapkan balanced scorecard itu. Berkaitan dengan pembangunan balanced scorecard, organisasi harus menetapkan : 1. Visi, misi, sasaran dan tema strategis; dan 2. Menerjemahkan visi dan strategi ke dalam 4 perspektif. Setiap perspektif dalam Balanced scorecard terdiri dari 4 komponen utama, yaitu : 1. Penetapan tujuan-tujuan strategis; 2. Pemilihan ukuran-ukuran kinerja yang berkaitan langsung dengan tujuan strategis; 3. Penetapan target-target kinerja;
17
4. Penetapan program-program peningkatan kinerja (inisiatif-inisiatif) beserta rencana-rencana tindakan (action plan) setiap program peningkatan kinerja. D. Penerapan Balanced Scorecard pada Sektor Publik Terdapat perbedaan-perbedaan perspektif Balanced Scorecard yang diterapkan pada organisasi bisnis yang berorientasi keuntungan (private sector) dan yang diterapkan pada organisasi pemerintah yang berorientasi pelayanan publik (public sector). Tabel II-1 akan menjelaskan perbedaan perspektif Balanced Scorecard pada sektor bisnis dan sektor publik. Sejumlah perbedaan perspektif Balanced Scorecard yang diterapkan pada organisasi swasta dan organisasi pemerintah mengharuskan kita untuk memodifikasi implementasi Balanced Scorecard dalam organisasi pemerintah.
Tabel 2-1 Perbedaan Perspektif Balanced Scorecard pada Sektor Bisnis dan Sektor Publik
Perspektif Keuangan
Pelanggan
Sektor Bisnis
Sektor Publik
Bagaimana kita melihat
Bagaimana kita memandang
dan memberikan nilai
dan memberikan nilai kepada
kepada pemegang
masyarakat dan/atau
saham?
pembayar pajak?
Bagaimana pelanggan
Bagaimana orang-orang yang
melihat atau
menggunakan jasa/pelayanan
18
memandang dan
publik memandang dan
mengevaluasi kinerja
mengevaluasi kinerja kami?
kami? Proses internal
Apa yang harus
Apakah program-program
diunggulkan dari proses
pembangunan yang
dan produk kami?
dilaksanakan telah memberikan hasil-hasil sesuai dengan yang diinginkan/diharapkan?
Pembelajaran dan
Dapatkah kita
Dapatkah kita melanjutkan
pertumbuhan
melanjutkan untuk
untuk meningkatkan dan
meningkatkan dan
menciptakan nilai untuk
menciptakan nilai
masyarakat/pembayar pajak,
kepada pelanggan,
aparatur dan pejabat
pemegang saham,
pemerintah, organisasi
karyawan, manajemen,
pemerintah, dan pihak-pihak
serta organisasi?
lain yang berkepentingan (stakeholders).
Sumber: Vincent Gasperz, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi: Balanced Scorecard dengan Six Sigma, untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama: 2003, hal. 61.
E. Syarat membangun Balanced Scorecard Kaplan dan Norton berpendapat bahwa langkah pertama dalam membangun sebuah Balanced Scorecard yang berhasil adalah mendapatkan konsensus dan dukungan dari manajemen senior mengenai mengapa Balanced Scorecard itu dibuat. Ketika proses pembangunan Balanced Scorecard dimulai, tim eksekutif senior harus mengidentifikasikan dan menyepakati tujuan utama dilaksanakannya proyek tersebut.
19
Paul R. Niven berpendapat ada tujuh kriteria untuk memulai membangun Balanced Scorecard, yaitu: 1. Strategy Organisasi yang ingin membangun balanced scorecard harus mempunyai strategi yang merupakan penerjemahan visi dan misi perusahaan yang selanjutnya strategi ini diterjemahkan menjadi tujuan dan pengukuran 2. Sponsorship Adanya pihak sponsor yaitu para eksekutif yang mendukung penerapan balanced scorecard dan menyadari betapa pentingnya balanced scorecard sebagai alat penerjemah strategi dan pengukuran kinerja. 3. Need for Balanced Scorecard Kebutuhan untuk menerapkan balanced scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja dapat didasarkan pada kemampuan sistem pengukuran kinerja yang digunakan saat ini dengan mempertimbangkan biaya dan manfaatnya. 4. Support of Key managers and Supervisors Berhasil atau tidaknya penerapan balanced scorecard pada suatu badan usaha sangat tergantung pada dukungan dan komitmen yang tinggi serta keterlibatan seluruh karyawan dan manajemen.
20
5. Organizational Scope Proses scorecard awal akan berhasil pada unit organisasi yang melaksanakan keseluruhan rantai nilai serta memiliki produk dan pelanggan sendiri, pemasaran, dan saluran distribusi. 6. Data Perusahaan mempunyai data yang dibutuhkan untuk penyusunan balanced scorecard seperti data mengenai pengukuran kinerja yang sekarang serta data yang dibutuhkan untuk pengukuran kinerja yang akan datang. 7. Resources Perusahaan mempunyai sumber daya yang sifatnya mendukung penerapan balanced scorecard seperti independensi perusahaan, dukungan sistem informasi yang memadai, serta dukungan tenaga kerja yang memadai baik dari segi jumlah maupun keahlian.
F. Proses Penyusunan Balanced Scorecard Menurut paul R. Niven dalam bukunya yang berjudul “Balanced Scorecard: Step by Step for Government and Nonprofit agencies”, menyebutkan
langkah-langkah
dalam
menyusun
balanced
scorecard.
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan a.
Tentukan tujuan penyusunan balanced scorecard
b.
Tentukan sumber daya yang tersedia dan yang dipersyaratkan
21
c.
Penentuan unit organisasi yang mengawali penerapan balanced scorecard
d.
Dapatkan dukungan dari pimpinan organisasi
e.
Penentuan tim penyusun Balanced Scorecard
f.
Pendidikan dan pelatihan untuk tim penyusun Balanced Scorecard dan pihak-pihak yang terkait
g.
Pengkomunikasian rencana penerapan Balanced Scorecard
2. Tahap pengembangan a. Tegaskan Peran Balanced Scorecard dalam Manajemen Kinerja b. Wawancara dengan Pimpinan Organisasi c. Penentuan Perspektif-perspektif Balanced Scorecard yang Sesuai d. Kembangkan atau Konfirmasikan Visi, Misi, dan Strategi e. Kembangkan Pengukuran Kinerja Berdasarkan Tujuan-tujuan Strategis Tiap Perspektif f. Pemetaan Strategi g. Penentuan Target dan Inisiatif h. Menurunkan (Cascading) Balanced Scorecard i. Rencana Implementasi
22
G. Penetapan Target Kinerja Pengukuran saja tidaklah cukup. Organisasi harus mengendalikan perubahan-perubahan perilaku dalam organisasi apabila mengharapkan untuk mengeksekusi atau melaksanakan strategi. Sehingga, hal ini membutuhkan penetapan target untuk setiap pengukuran dalam balanced scorecard. Target kinerja tersebut didesain dan ditetapkan untuk menjangkau dan mendorong organisasi agar mencapai tujuan-tujuan strategisnya. Target-target kinerja biasa ditetapkan dalam jangka waktu tiga sampai dengan lima tahun, yang apabila tercapai akan mentransformaiskan organisasi yang dikendalikan oleh anggaran (budget oriented) menjadi organisasi yang dikendalikan oleh peningkatan kinerja (performance improvement oriented). Jika organisasi telah dikendalikan oleh peningkatan kinerja, maka manajemen kinerja menggunakan balanced scorecard telah menjadi sangat penting. Penetapan target dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Realistis (bukan angan-angan) 2. Memperhatikan aspek kemampuan sumber daya manusia; 3. Dapat dipahami oleh semua orang; 4. Dapat diukur; 5. Dapat dicapai melalui program-program tindakan;
23
6. Dapat diterima sebagai tugas da tanggung jawab bersama untuk mencapai target tersebut. Sehingga, target harus disepakati secara bersama-sama antara pimpinan dan orang-orang/karyawan atau tim yang bertanggung jawab untuk melaksanakan strategi (program-program tindakan) agar mencapi target yang telah disepakati bersama itu. Salah satu acuan dalam menentukan target masa depan adalah capaian kinerja masa lalu. Kecenderungan masa lalu dapat dikembangkan untuk peningkatan kinerja dimasa yang akan datang.
24