BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Kepuasan Pernikahan 2.1.1. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan merupakan suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan suami-istri (Karney & Crown, 2007). Kepuasan pernikahan adalah merupakan akibat langsung dari bagaimana cara pasangan berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh bagaimana pasangan pernikahan berhubungan satu sama lain dalam ikatan pernikahan. Ketika dihadapkan pada pasangan yang tertekan yang membutuhkan terapi, para peneliti pernikahan yang merupakan para psikolog mulai mempelajari dengan seksama sumber pencetus dari kebanyakan keluhan mereka yaitu, kualitas komunikasi dan penyelesaian konflik diantara mereka (Karney & Crown, 2007).
2.1.2. Pentingnya Kepuasan Pernikahan Berdasarkan hasil penelitian di dalam masyarakat yang sudah menikah telah diidentifikasi beberapa hal penting yang berkaitan dengan kepuasan dalam hubungan pernikahan, terlepas dari berkelanjutan atau tidaknya suatu hubungan pernikahan. Sebagai contoh, kedua pasangan mendapatkan pengalaman emosional dan kesehatan fisik yang lebih baik, lebih sukses dalam pekerjaannya, dan sepertinya lebih terhindar dari berbagai macam setres ketika merasa puas dengan
7
pernikahannya,
dibandingkan dengan mereka
yang tidak puas dengan
pernikahannya (Karney & Crown, 2007). Kesulitan dalam pernikahan, bagaimanapun juga berkaitan dengan tingkat produktivitas yang rendah. Resiko emosional dan kesehatan fisik yang tinggi terhadap kedua pasangan, dan tingkat pemulihan yang rendah dari suatu penyakit (Karney & Crown, 2007). Kepuasan dalam hubungan pernikahan juga berpengaruh terhadap anakanak. meskipun dalam keluarga yang utuh, anak-anak mendapatkan masalah emosional dan kesehatan yang lebih sedikit dan mendapatkan hasil pendidikan yang lebih baik ketika hubungan diantara kedua orang tuanya memuaskan dan relatif jauh dari konflik (Karney & Crown, 2007). Secara keseluruhan kualitas dari hubungan pernikahan sangat berkaitan erat dengan kepuasan dalam kehidupan diantara orang dewasa dibandingkan dengan hal lain yang telah dipelajari, termasuk kesehatan, kesuksesan dan status finansial Glenn and Weaver (Karney & Crown, 2007).
2.1.3. Perbedaan – Perbedaan Individu Berdasarkan Karakteristik Dasar Studi awal yang mendalam terhadap pernikahan lebih menekankan pada perbedaan – perbedaan individu (individual differences), menunjukkan bahwa beberapa individu, berdasarkan karakteristik dasar yang mereka miliki (enduring characteristics), cenderung memiliki pernikahan yang lebih berhasil dibandingkan yang lainnya (Karney & Crown, 2007). Belakangan ini para peneliti mengidentifikasi petunjuk – petunjuk bahwa melalui kepribadian dan juga
8
perbedaan – perbedaan individu juga berpengaruh terhadap kualitas pernikahan secara langsung (Karney & Crown, 2007).
Karakteristik dasar yang dimiliki seseorang (enduring characteristics) dalam kepuasan pernikahan, seperti: a. Kepribadian, dapat juga mempengaruhi calon pasangan yang akan dimilikinya dan juga keadaan yang kemungkinan sesekali akan dihadapi seseorang dalam kehidupan pernikahannya. Sebab, orang cenderung menikahi individu – individu yang kepribadiannya cocok dengan kepribadian yang mereka miliki (Karney & Crown, 2007), individu yang lebih rentan akan cenderung berpasangan dengan pasangan yang rentan, dan yang lebih tangguh akan cenderung berpasangan dengan individu yang lebih tangguh. b. Pendidikan dan pekerjaan, mereka yang kepribadiannya lebih sulit akan cenderung mendapati diri mereka dalam suatu keadaan yang lebih tidak kondusif (condusive) untuk mendapatkan suatu hubungan yang lebih memuaskan – sebagai contoh, mereka biasanya akan bekerja lebih lama dan mendapatkan penghasilan atau jaminan keamanan finansial yang lebih sedikit (Karney & Crown, 2007).
Sedangkan menurut Sternberg (Papalia, 2009) adanya kepuasan pernikahan adalah adanya rasa cinta dalam individu tersebut. Sternberg menjelaskan dalam
9
teori segitiga cinta (triangular theory of love), unsur cinta terdiri dari tiga jenis, yaitu: a. Intimacy (elemen emosional: keakraban, keinginan untuk mendekat, memahami kehangatan, menghargai, kepercayaan). Intimacy mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang di cintainya. b. Passion (elemen fisiologis: dorongan nafsu biologis atau seksual). passion merupakan elemen fisiologis yang menyebabkan seseorang merasa ingin dekat secara fisik, menikmati/merasakan sentuhan fisik, ataupun melakukan hubungan seksual dengan pasangan hidupnya. c. Commitment (elemen kognitif: tekad untuk mempertahankan keutuhan hubungan cinta dengan orang lain yang dicintainya). Komitmen adalah elemen kognitif yang mendorong individu tetap mempertahankan keutuhan hubungan cinta dengan pasangan hidup yang dicintainya.
2.1.4. Faktor – faktor kepuasan pernikahan Menurut Hurlock (1980) ada empat faktor yang paling umum dan paling penting bagi kepuasan pernikahan yaitu melalui penyesuaian berikut ini: 1. Penyesuaian dengan pasangan Penyesuaian hubungan interpersonal dalam pernikahan lebih sulit dilakukan dari bentuk-bentuk hubungan sosial yang lain karena banyaknya faktor yang mempengaruhi. Diantaranya adalah konsep tentang pasangan ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar
10
belakang, adanya aktifitas atau hal tertentu yang menjadi minat kedua belah pihak, kesamaan nia-nilai yang dipegang, konsep tentang peran, serta perubahan. 2. Penyesuaian seksual Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual antara lain adalah perilaku terhadap seks, pengalaman seks masa lalu, dorongan sesksual, pengalaman seks marital awal, sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi dan efek vasektomi. 3. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan Pernikahan, setiap orang dewasa akan secara otomatis memiliki sekelompok keluarga. Mereka itu adalah anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, mulai dari bayi hingga nenek/kakek, yang kerapkali mempunyai minat dan nilai yang berbeda, bahkan sering sekali sangat berbeda dari segi pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya. Pasangan tersebut harus mempelajarinya dan menyesuaikan diri dengan keluarga bila dia tidak menginginkan hubungan yang tegang dengan sanak saudara mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap keluarga besar adalah adanya stereotype, keinginan untuk mandiri, keluargaisme, mobilitas sosial, perawatan terhadap anggota keluarga berusia lanjut dan tanggung jawab keuangan untuk keluarga pasangan.
11
2.1.5. Kriteria Kerberhasilan Pernikahan Menurut Hurlock (1980) keberhasilan pernikahan tercermin pada besarkecilnya hubungan interpersonal dan pola perilaku. Kriteria ini bervariasi bagi orang yang berbeda dan bagi pernikahannya pada usia yang berbeda, unsure-unsur ini dapat digunakan untuk menilai tingkat kepuasan pernikahan seseorang. Yang paling penting dari kriteria tersebut yaitu sebagai berikut: 1) Kebahagiaan suami – istri Suami dan istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akan membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka jalani bersama. 2) Hubungan yang baik antara anak dan orang tua Hubungan
yang
baik
antara
anak
dengan
orang
tuanya
mencerminkan keberhasilan kepuasan pernikahan terhadap masalah tersebut. 3) Penyesuaian yang baik dari anak-anak Apabila anak dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dengan teman-temannya, maka ia akan sangat disenangi oleh teman sebayanya, ia akan berhasil dalam belajar dan merasa bahagia di sekolah. Itu semua merupakan bukti nyata keberhasilan proses pennyesuaian kedua orang tuanya terhadap pernikahan dan perannya sebagai orang tua.
12
4) Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat Perbedaan pendapat di antara keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan yaitu, adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau masing-masing keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. 5) Kebersamaan Jika penyesuaian pernikahan berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. 6) Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan Di dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. 7) Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan Apabila suami istri memiliki hubungan yang baik dengan pihak kelurga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka ada.
2.1.6. Aspek-aspek kepuasan pernikahan Dalam
kepuasan
pernikahan
terdapat
aspek-aspek
yang
dapat
mengidentifikasi adanya kepuasan dalam hubungan pernikahan. Spanier (1976) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan memiliki 4 aspek yaitu:
13
a) Dyadic Consensus (Kesepakatan), yaitu kesepakatan pada hal-hal penting bagi kelangsungan/fungsi pernikahan. Ada beberapa masalah penting mengenai pernikahan diantaranya keuangan keluarga, rekreasi, agama, teman, karier, tugas rumah tangga, menghabiskan waktu bersama filosofi kehidupan dan membesarkan anak. b) Dyadic Satisfaction (kepuasan) yaitu mengenai perkiraan seberapa sering pasangan memiliki ketidakpuasan yang serius dalam pernikahan serta bagaimana komitmen masing-masing pasangan dalam mempertahankan pasangannya. c) Dyadic Cohesion (kekompakan) yaitu bagaimana pasangan dapat bekerja sama dalam setiap pekerjaan atau mempunyai waktu yang tepat untuk melakukan aktivitas bersama sama d) Affectional Expression (ekspresi kasih sayang) yaitu apakah pasangan pernah berselisih mengenai seks atau tentang bagaimana memperlihatkan kasih sayang.
2.2. Kematangan Emosi 2.2.1. Definisi Kematangan Emosi Menurut (Srivastava, 2005) Kematangan emosi adalah suatu proses dimana kepribadian terus berhubungan untuk mencapai kesehatan emosional yang lebih besar, baik secara intrafisik dan interpersonal. seseorang yang secara emosional
14
terganggu akan berperilaku seperti anak kecil, mencari simpati, akan menjadi egois, kekanak-kanakan dan menuntut. Pengalaman emosi pada anak-anak akan tercermin dalam struktur kepribadian individu dalam tahap selanjutnya. Maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1) Untuk membandingkan kematangan emosi remaja yang memiliki kedua orang tua tunggal dan keluarga yang utuh. 2) Untuk menilai efek dari meninggalnya orang tua dan perceraian orang tua. 3) Untuk menentukan perbedaan antara remaja yang yatim piatu karena ditinggal oleh kedua orang tua dan perceraian kedua orang tua (Srivastava, 2005).
2.2.2. Karakteristik Kematangan Emosi Menurut Murray (2003) mengemukakan karakteristik kematangan emosi pada individu yaitu: 1) Memiliki kemampuan untuk memberi dan menerima cinta 2) Memiliki kemampuan untuk menghadapi kenyataan 3) Terbuka pada pengalaman hidup 4) Menerima kritik positif 5) Penuh harapan 6) Tertarik untuk memberikan seperti dalam menerima 7) Kemampuan untuk belajar dari pengalaman
15
8) Kemampuan
untuk
menangani
permasalahan
(rasa
benci/permusuhan) konstruktif 9) Membuka pikiran
Sementara Abubakar Baradja (2005), menjelaskan bahwa terjadinya kematangan emosi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi individu tersebut, antara lain: a. Faktor Fisiologis, yaitu pada perkembangan kelenjar endorkin yang akan mematangkan perilaku emosi individu. Pada masa bayi produksi kelenjar endrokin sangat kurang dan akan berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Begitu juga dengan kelenjar adrenalin yang memainkan peranan penting pada emosi. Pada awalnya kelenjar andrenalin mengecil, kemudian memperbesar dan sampai pada taraf kestabilan di usia 16 tahun. b. Faktor Psikologis, yaitu perkembangan pengertian individu akan lebih menjelaskan proses munculnya emosi itu sendiri. dengan individu mampu memperhatikan, mengerti satu rangsangan dalam waktu yang lebih lama, kemudian memutuskan untuk bereaksi terhadap rangsan tersebut,
dengan
menyenangkan
atau
tidak
menyenangkan.
Rangsangan yang menyenangkan akan diterima individu dengan reaksi yang takut dan malu. Bertambah matangnya usia dan perkembangan, membuat individu lebih reaktif terhadap rangsangan yang ada.
16
2.2.3. Tingkat Kematangan Emosi Tingkatan pada kematangan emosi terdiri dari 5 tingkatan yaitu: a. Tanggung jawab emosional Ketika
seseorang
mencapai tingkat
salah satu kematangan
emosional, mereka menyadari bahwa mereka tidak lagi dapat melihat keadaan emosi mereka sebagai tanggung jawab dari kekuatan-kekuatan eksternal seperti masyarakat, tempat, hal-hal, kekuatan, nasib, dan semangat. b. Kejujuran emosional Kejujuran emosional berkaitan dengan keinginan orang untuk mengetahui perasaan mereka sendiri. Ini adalah langkah yang diperlukan untuk pemahaman diri dan penerimaan. Mereka berhubungan semata-mata untuk orang yang sadar dan di bawah alam sadar ketakutan yang berhubungan langsung dengan suarasuara kritis yang mereka dengar di dalamnya. c. Keterbukaan emosional Pada tingkat ini, seseorang memiliki keterbukaan, kebebasan untuk merasakan emosi tanpa memerlukan, dorongan untuk menekan atau menahan emosi. d. Sikap emosional Tujuan pertama di sini adalah untuk dapat meminta dan menerima memelihara bahwa salah satu kebutuhan dan keinginan pertama dari diri dan kemudian dari orang lain. Tujuan kedua, seseorang harus
17
belajar bagaimana untuk mengekspresikan perasaan apa pun tepat dalam setiap situasi, yaitu, tanpa nada agresif. e. Pemahaman emosional Seseorang pada tingkat ini memahami penyebab sebenarnya proses efek tanggung jawab emosional dan tidak bertanggung jawab. Konsep diri sebagai “masalah”.
2.2.4. Aspek - Aspek Kematangan Emosi Mengambil aspek di atas (Srivastava, 2005) membentuk skala kematangan emosi yang meliputi lima aspek yaitu:
1) Ketidakstabilan emosional Menjelaskan kurangnya kapasitas untuk mengatur dari masalahmasalah, lemah, keras kepala dan mudah marah. 2) Regresi emosional Menjelaskan seperti perasaan rendah diri, gelisah, permusuhan, dan harga diri. 3) Maladjusment sosial Menunjukkan seseorang kurang bersosialisasi. 4) Kemampuan Berempati Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan dan rasakan.
18
5) Kurangnya kemandirian Menunjukkan orang ketergantungan parasit kurangnya
kepentingan
obyektif
dalam
pada orang lain, masyarakat
dan
menganggapnya sebagai orang yang tidak dapat diandalkan.
2.3. Dewasa Awal 2.3.1. Pengertian Dewasa Awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescene – adolescere - yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Akan tetapi, kata adult berasal dari kata lampau dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kududukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1980). Hurlock (1980) mengatakan bahwa masa dewasa awal di mulai dari usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun, saat pertumbuhan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
2.3.2. Tahap Perkembangan Dewasa Awal Menurut Hurlock (1980), dewasa awal dimulai dari usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya reproduktif. Masa dewasa awal terkadang juga menjadi penanda bahwa seseorang sudah cukup layak untuk memasuki kehidupan rumah
19
tangga dan membentuk keluarga baru. Hal ini memang di dukung oleh perkembangan fisik yang dialami oleh dewasa awal karena sudah melewati masa remaja golongan dewasa awal semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual), sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratannya yang sah (pernikahan diresmikan). Oleh karena itu, mereka akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup dalam pernikahan atau membentuk hubungan rumah tangga untuk selanjutnya.
2.3.3. Karateristik Dewasa Awal Dalam perkembangan psikososial masa dewasa awal terdapat krisis intimacy versus isolation (Erikson, dalam Papalia, dkk 2009). Pada dewasa awal inilah individu membuat komitmen personal yang dalam dengan orang lain, yakni dalam membentuk keluarga. Apabila individu dewasa awal tidak mampu melakukannya, maka akan merasa kesepian dan krisis keterasingan (intimacy). Valliant (dalam Papalia, dkk, 2009) mengatakan bahwa masa dewasa awal ini merupakan masa adaptasi dengan kehidupan. Sekitar usia 20 tahun sampai 30 tahun individu dewasa awal dimulai membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, menikah, mempunyai anak, dan membangun persahabatan yang erat.
20
2.3.4. Kematangan Emosi Pada Dewasa Awal Tahapan dewasa awal dimulai umur 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock, 1980). Lebih lanjut Hurlock menekankan untuk mencapai kematangan emosi harus belajar memperoleh gambaran tentang situasisituasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Pada dewasa awal, perkembangan dan pembentukan sikap dapat terjadi secara maksimum dan diharapkan pada periode ini individu dapat mencapai tingkat kematangan. Menurut Allport (dalam Duane Schultz, 2005) ada enam dimensi kematangan pada masa dewasa awal. enam dimensi mencangkup :
1) Peluasan Diri Individu secara betahap memperluas pemahaman mereka yang meliputi berbagai segi atau unsur lingkungan pada awalnya keterlibatan individu terbatas
dalam
keluarga,
tapi dengan
berjalannya
waktu
maka
keterlibatannya berkembanga dengan kelompok teman sebaya dalam kegiatan sekolah dan sebagainya. 2) Berhubungan Hangat dengan Orang Lain Kapasitas intimasi kearah ingin menyenangkan hati orang lain. Intimasi diartikan sebagai memahami, penerimaan, dan empati terhadap orang lain. 3) Rasa Aman Emosional Ada 4 hal penting dalam hal ini, yaitu: 1) penerimaan diri adalah kemampuan untuk mengakui diri kita seutuhnya dalam kekurangan atau
21
ketidaksempurnaan kita, 2) penerimaan emosi yang matang, orang menerima emosinya sebagai bagian yang wajar, 3) toleransi terhadap frustasi adalah kapasitas untuk tetap berfungsi meskipun dalam keadaan stress sejauhmana keyakinan kita dalam pengungkapan diri kita itu diperhatikan, 4) percaya diri, orang yang sadar akan emosinya sendiri tidak merasa takut diperhatikan memiliki kontrol dalam pengungkapan diri mereka. 4) Persepsi yang Realistik Dalanm hal ini, kematangan diartikan sebagai tetap berhubungan dengan realita tanpa mengubah lingkungan untuk melihat tujuan dan kebutuhan individu. 5) Keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki Seseorang yang memiliki beberapa keteramppilan dasar, sebenarnya tidak memungkinkan untuk memelihara kenyamanan yang penting untuk berkembangnya kematangan orang yang memiliki kemampuan atau orang terampil di dirinya oleh kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan melalui berbagai jenis kegiatan. 6) Pengetahuan atau pemahan diri Menurut Allport, pengetahuan akan diri mencakup tiga kapasitas: mengetahui apa yang dilakukan, tidak dapat dilakukan dan yang harus dilakukan.
22
2.4. Kerangka Pemikiran Kematangan
emosi
merupakan
suatu
aspek
yang
penting
dalam
mempertahankan pernikahan. Seseorang yang memiliki kematangan emosi saat memasuki pernikahan, lebih bisa mengontrol perbedaan emosi antara pasangan suami-istri. Karena, kematangan emosi yang baik lebih bisa menerima perbedaan diantara mereka di dalam menjalani suatu pernikahan. Menurut Karney & Crown (2007) kepuasan pernikahan itu sendiri merupakan suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan suami istri. Kepuasan pernikahan adalah akibat langsung dari bagaimana cara pasangan berinteraksi satu sama lain. Ketika suami istri berselisih paham, pasangan suami istri harus menyelesaikan masalah dengan cara berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah agar permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan baik. Menurut Murray (2003) salah satu solusi dalam menyelesaikan masalah tersebut adalah memiliki kemampuan untuk memberi dan menerima cinta, mampu untuk menghadapi kenyataan, mementingkan memberi daripada menerima, memiliki penilaian yang objektif, mampu untuk belajar dari pengalaman dan mampu menerima masalah. Yang merupakan karakteristik kematangan emosi. Sehingga kematangan emosi sangat dibutuhkan untuk keharmonisan pernikahan dan kelak bisa mendidik anak. Maka, kematangan emosi dari beberapa karakteristik menyangkut dengan kepuasan pernikahan. Karakteristik tersebut yaitu memiliki kemampuan untuk
23
memberi dan menerima cinta atau kasih sayang. Di dalam karakteristik kematangan emosi, kepuasan pernikahan antara pasangan suami istri mampu menerima permasalahan agar pasangan dapat menerima dan menyelesaikan masalah mereka dengan baik. Di dalam pernikahan pasangan suami istri dapat merasakan kepuasan atau kebahagiaan. Dimana dalam hubungan ini kematangan emosi memiliki hubungan dengan kepuasan pernikahan sebagaimana digambarkan ke dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:
Kematangan Emosi: - Memiliki
kemampuan
untuk
memberi cinta - Mampu kenyatan
untuk
Kepuasan Pernikahan
menghadapi
- Mementingkan memberi daripada menerima - Memiliki penilaian yang objektif - Mampu untuk pengalaman
belajar
dari
- Mampu menerima masalah
2.5. Hipotesis Ha : Ada hubungan kematangan emosi dengan kepuasan pernikahan
24
25