BAB II LANDASAN TEORI
A. Perilaku Inovatif 1. Definisi Perilaku Inovatif Menurut Kleysen & Street (dalam Kresnandito & Fajriyanthi, 2012), perilaku inovatif dapat diartikan sebagai keseluruhan tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan pada seluruh tingkat organisasi. Sejalan dengan itu, West & Farr (dalam Helmi, 2011) mengatakan bahwa perilaku inovatif adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan dan mengaplikasikan hal-hal yang baru yang dapat bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Scott & Bruce (dalam Yesil & Sozbilir, 2013) juga mengatakan bahwa Perilaku inovatif adalah adanya perilaku individu untuk menampilkan, mempromosikan, dan mengimplementasikan ide baru di dalam pekerjaan, kelompok, atau organisasi kerjanya. Sejalan dengan ini, Carmeli, A., Meitar, & Weisberg, J. (2006) medefinisikan perilaku inovatif sebagai perilaku yang meliputi beberapa proses, dimana individu menghasilkan ide-ide baru, mempromosikan dan mencari dukungan untuk ide-ide tersebut, dan menghasilkan hal-hal baru yang dapat berguna untuk organisasi maupun bagian-bagian yang ada didalam organisasi tersebut.
10 Universitas Sumatera Utara
Perilaku inovatif sering dikaitkan dengan kreatifitas karyawan. Namun, keduanya memiliki konstruk perilaku yang berbeda (Jong & Den Hartog, 2010). Dimana, kreatifitas dapat dilihat pada tahap pertama dari proses perilaku inovatif yang dibutuhkan karyawan untuk menghasilkan ideide baru (West, dalam Jong Den Hartog, 2010). Sedangkan perilaku inovatif memiliki proses yang lebih kompleks karena ide-ide tersebut akan sampai pada tahap aplikasi (Jong & Den Hartog, 2010) Berdasarkan penjelasan dari beberapa teori diatas, perilaku inovatif yang menjadi fokus penelitian ini adalah semua perilaku individu yang meliputi beberapa proses, yaitu
adanya pemunculan ide-ide baru ,
pengenalan, mempromosikan, dan mengimplementasikan ide-ide baru tersebut ke dalam pekerjaan, kelompok, dan organisasi kerjanya yang dapat bermanfaat bagi seluruh tingkat organisasi. 2. Dimensi-Dimensi Perilaku Inovatif Menurut Kleysen & Street (dalam Kresnandito & Fajriyanthi, 2012), perilaku inovatif memiliki 5 dimensi, yaitu : a. Oppurtunity Exploration Komponen ini mengacu pada mempelajari atau mengetahui lebih banyak mengenai peluang untuk berinovasi. b. Generativity Komponen ini mengacu pada pemunculan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan.
11 Universitas Sumatera Utara
c. Formative Investigation Komponen ini mengacu pada pemberian perhatian untuk menyempurnakan ide, solusi, opini dan melakukan peninjauan terhadap ide-ide tersebut. d. Championing Komponen ini mengacu pada adanya praktek-praktek usaha untuk merealisasikan ide-ide e. Application Komponen ini mengacu pada mecoba untuk mengembangkan, menguji coba, dan mengkomersialisasikan ide-ide inovatif. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi perilaku inovatif adalah mempelajari peluang, memunculkan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan, peninjauan terhadap ide-ide, menunjukkan usaha-usaha untuk merealisasikan ide dan mengaplikasikan ide tersebut. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Inovatif Etikariena & Muluk (2014) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Adapun faktor-faktor tersebut, yaitu : a. Faktor Eksternal 1) Kepemimpinan Karyawan yang memiliki hubungan yang positif dengan pemimpinnya, cenderung memunculkan perilaku inovatif pada
12 Universitas Sumatera Utara
karyawan.
Harapan
yang
tinggi
dari
pemimpin
agar
karyawannya menjadi inovatif juga dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif pada karyawan (Scott & Bruce, 1994). 2) Dukungan Ketika rekan-rekan kerja mendukung individu dengan cara yang dapat memungkinkan suatu perilaku inovatif muncul, yang dapat berupa kerja sama dan kolaborasi, dapat memunculkan perilaku inovatif pada karyawan (Scott & Bruce, 1994). 3) Tuntutan dalam pekerjaan Karyawan yang menerima tuntutan pekerjaan yang tinggi akan dapat
menimbulkan
mengerjakan
suatu
kemauan pekerjaan
yang yang
keras
untuk
sudah
mau
menjadi
kewajibannya demi memajukan perusahaan dimana karyawan tersebut berada (Koesmono, 2007). Salah satu hal yang muncul akibat adanya tingkat tuntutan pekerjaan yang tinggi tersebut adalah perilaku inovatif (Shalley & Gilson dalam Etikariena & Muluk, 2014) 4) Iklim psikologis Brown dan Leigh (dalam Yekty, 2006) mengatakan bahwa iklim psikologis menunjukkan kepada bagaimana lingkungan organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh karyawan. Iklim yang
13 Universitas Sumatera Utara
favorable akan menghasilkan kesediaan individu untuk berusaha semaksimal mungkin dalam bekerja dan berkualitas (French dalam Yekty, 2006).
Dalam hal ini, apabila iklim bersifat
favorable, maka akan memunculkan perilaku inovatif dalam karyawan sebagai usaha untuk bekerja secara maksimal. b.
Faktor Internal 1) Tipe kepribadian Kepribadian adalah kesatuan psikofisik yang sifatnya unik dan dinamis yang didalamnya terkadung kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap yang sangat berguna dalam menghadapi dan menyesuaikan tuntutan hidup dan kehidupan seseorang (Hadjam dalam Widyasari, Syahlani & Santosa, 2007). Menurut Janssen, Van den Ven dan West (dalam Etikariena & Muluk, 2014), karyawan yang memiliki tipe kepribadian yang berani mengambil resiko dapat memunculkan perilaku inovatif. 2) Gaya individu dalam memecahkan masalah Setiap karyawan memiliki gaya yang berbeda-beda dalam memecahkan masalah dalam menangani masalah yang ada di perusahaan. Karyawan yang memiliki gaya pemecahan masalah yang intuitif, dimana menggunakan pendekatan dengan menyesuaikan dengan situasi, dapat menghasilkan ide-ide sehingga menghasilkan solusi yang baru di setiap situasi yang dialami oleh perusahaan (Scott & Bruce, 1994).
14 Universitas Sumatera Utara
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua factor yang mempengaruhi perilaku inovatif, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari kepemimpinan, dukungan, tuntutan dalam pekerjaan, dan iklim psikologis. Sedangkan faktor internal terdiri dari tipe kepribadian dan gaya individu dalam memecahkan masalah.
B. Servant Leadership 1. Definisi Servant Leadership Servant leadership adalah konsep kepemimpinan yang pertama kali dikemukakan oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970. Menurut Greenleaf, servant leadership adalah kepemimpinan yang mengutamakan pelayanan kepada pihak lain, baik kepada karyawan, perusahaan, pelanggan, maupun kepada masyarakat sekitar. Dimana servant leadership ini berawal dari adanya perasaan tulus yang berasal dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu dengan menjadi pihak yang melayani (dalam Astohar, 2012). Mengacu dengan yang dikemukakan oleh Greeanleaf, Neuschel (dalam Rantung 2015) mengatakan bahwa servant leadership adalah bentuk kepemimpinan dimana pemimpin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi dan bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani. Sejalan dengan itu, Page & Wong (dalam Oktavia & Devie, 2014) menyatakan bahwa servant leadership adalah bentuk kepemimpinan yang
15 Universitas Sumatera Utara
mementingkan melayani orang lain dengan mengupayakan pembangunan dan kesejahteraan untuk memenuhi tujuan bersama. Berdasarkan penjelasan definisi - definisi servant leadership diatas, servant leadership yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah bentuk kepemimpinan dimana pemimpin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi dan mengutamakan pelayanan kepada karyawan dengan mengupayakan pembangunan dan kesejahteraan untuk memenuhi tujuan bersama. 2. Dimensi-Dimensi Servant leadership Servant leadership memiliki delapan dimensi yang merupakan gabungan dimensi yang dikembangkan oleh Barbuto dan Wheeler (2006) serta Page dan Wong (2000) yang dituliskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2010). Adapun delapan dimensinya, yaitu : a. Altruistic calling menggambarkan adanya hasrat yang kuat untuk membuat perubahan positif pada kehidupan orang lain dan meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan sendiri dan juga akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan bawahannya. b. Emotional healing menggambarkan komitmen seorang pemimpin untuk meningkatkan dan mengembalikan semangat karyawannya. c. Wisdom menggambarkan pemimpin yang mudah untuk memahami suatu situasi dan dampak dari situasi tersebut. d. Persuasive mapping menggambarkan sejauhmana pemimpin memiliki
keterampilan
untuk
memetakan
persoalan
dan
mengkonseptualisasikan kemungkinan tertinggi yang akan terjadi
16 Universitas Sumatera Utara
dan membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu ketika mengartikulasikan peluang. e. Organizational stewardship
menggambarkan sejauh mana
pemimpin menyiapkan organisasi untuk membuat kontribusi positif terhadap lingkungannya. f. Humility menggambarkan kerendahan hati pemimpin. g. Vision menggambarkan sejauhmana pemimpin mencari komitmen semua anggota organisasi terhadap visi bersama dengan mengajak anggota untuk menentukan arah masa depan perusahaan. h. Service, yang mana menggambarkan sejauhmana pelayanan dipandang sebagai inti dari kepemimpinan dan pemimpin menunjukkan perilaku pelayanannya kepada bawahan. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi servant leadership terdiri dari delapan dimensi, yaitu altruistic calling, emotional
healing,
wisdom,
persuasive
mapping,
organizational
stewardship, humility, vision, dan service.
C. Pengaruh Servant Leadership terhadap Perilaku Inovatif Karyawan Pada era globalisasi seperti sekarang ini, banyak perusahaan-perusahaan baru yang telah terbentuk. Karena hal itu, perusahaan-perusahaan tersebut harus bersaing agar tetap dapat mempertahankan eksistensinya di dunia pasar. Mempertahankan suatu perusahaan dan mengikuti persaingan industri yang
17 Universitas Sumatera Utara
semakin ketat tidaklah mudah. Perusahaan dituntut untuk memiliki usaha yang keras agar mampu untuk bersaing dengan perusahaan lainnya (Hutahean, 2005). Usaha yang keras perusahaan dapat diwujudkan dengan terus berinovasi dalam memproduksi produk-produk baru untuk melakukan perubahan organisasi dan agar tidak tenggelam dalam persaingan. Maka dari itu, perilaku inovatif sangatlah penting untuk efektivitas dan kelangsungan hidup dari suatu perusahaan (Pieterse, Knippenberg, Schippers, & Stam, 2009). Perilaku inovatif dapat diartikan
sebagai
keseluruhan
tindakan
individu
yang mengarah
pada
pemunculan, pengenalan, dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan pada seluruh tingkat organisasi. Inovasi tidak dapat muncul dengan begitu saja, tetapi harus ada faktorfaktor yang mendorong untuk munculnya inovasi tersebut (Hutahaean, 2005). Salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku inovatif adalah Kepemimpinan (De Jong & Den Hartog, 2010). Hal ini dapat terjadi karena inovasi merupakan proses sosial, oleh sebab itu pemimpin memiliki pengaruh yang kuat dalam menciptakan inovasi (Rank, dkk. dalam Kresnandito & Fajrianthi, 2012). Setiap perusahaan memiliki model kepemimpinan yang berbeda-beda, yang mana dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan (Astohar, 2012). Salah satu model kepemimpinan adalah Servant leadership (Kepemimpinan Pelayan).
Menurut Greenleaf, Servant leadership adalah
kepemimpinan yang mengutamakan pelayanan kepada pihak lain, baik kepada karyawan, perusahaan, pelanggan, maupun kepada masyarakat sekitar. Dimana
18 Universitas Sumatera Utara
servant leadership ini berawal dari adanya perasaan tulus yang berasal dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu dengan menjadi pihak yang melayani. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2010), servant leadership adalah salah satu model kepemimpinan yang dapat berhasil dalam mempengaruhi perubahan organisasi. Pemimpin yang menggunakan model servant leadership juga mampu untuk mengembalikan semangat karyawannya melalui emotional healing . sehingga apabila ditambah dengan menggunakan altruistic calling, pemimpin akan mampu untuk merubah karyawannya menjadi lebih positif dan berkontribusi dalam pengembangan perusahaan (Wong & Page, 2003). Salah satu bentuk perubahan positif yang dapat dilakukan karyawan untuk memajukan perusahaan adalah dengan meningkatkan perilaku inovatif. Melalui wisdom dan persuasive mapping, pemimpin juga dapat membaca dan memahami suatu situasi ataupun masalah, memprediksi dampak yang akan terjadi, dan membujuk karyawannya untuk melakukan suatu perubahan pada organisasinya (Wong & Page, 2003). Dalam hal ini, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat menghindari ataupun menyelesaikan masalah yang terjadi di perusahaan adalah dengan memunculkan perilaku inovatif. Dan melalui vision, pemimpin mencari komitmen semua anggota organisasi untuk menentukan visi bersama yang dapat menguntungkan perusahaan (Wong & Page, 2003). Dalam hal ini, perilaku inovatif dibutuhkan agar perusahaan tetap terus berkembang untuk mencapai visi tersebut. Berdasarkan kerangka
berpikir diatas, maka dapat
diduga
atau
diasumsikan bahwa servant leadership dapat mempengaruhi perilaku inovatif.
19 Universitas Sumatera Utara
D. Hipotesa Penelitian Berdasarkan penjelasan kerangka berpikir diatas, maka hipotesa penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh positif antara servant leadership terhadap perilaku inovatif karyawan, dimana semakin atasan menggunakan model kepemimpinan servant leadership, maka akan berkontribusi terhadap frekuensi munculnya perilaku inovatif karyawan.
20 Universitas Sumatera Utara