BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Metode Perancangan Sistematis Metode perancangan sistematis adalah metode pemecahan masalah teknik yang menggunakan analisis dan sintesis. Analisis adalah penguraian sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen serta mempelajari karakteristik masing-masing elemen tersebut beserta korelasinya. Sintesis adalah penggabungan elemen yang telah diketahui karakteristiknya untuk menciptakan suatu sistem baru. Pada perancangan sistematis, suatu tahap merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya dan menjadi acuan untuk tahap selanjutnya. Dengan tahapan-tahapan tersebut informasi yang bersifat kuantitatif diproses menjadi data yang bersifat kualitatif dimana hasil dari tahapan yang baru akan selalu lebih nyata dari tahapan sebelumnya. Tetapi dalam kenyataannya kondisi seperti ini tidak selalu dapat dicapai dan membutuhkan pengulangan kerja dimana prosedur pemecahan masalah secara umum dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :
7
8
Gambar 2.1 Prosedur pemecahan masalah secara umum Perancangan dalam bidang teknik merupakan suatu usaha yang ditempuh untuk mendapatkan penyelesaian masalah keteknikan dengan menggunakan metode dan analisa teknik, sehingga hasil rancangan mempunyai daya guna dari segi fungsi, penampilan, keamanan, kehandalan, ekonomis, maupun dari segi lainnya sesuai dengan tuntutan perancangan. Dalam proses perancangan banyak sekali disiplin ilmu yang terlibat didalamnya seperti matematika, mekanika, termodinamika, teknik produksi, material,
9
ekonomi
dan ilmu-ilmu lain yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam
perancangan tersebut. Dalam perancangan juga dipelajari adanya keterkaitan antara aspek-aspek yang ada pada sistem rancangan yang berupa : a.
Kaitan fungsi, merupakan suatu keterkaitan antara masukan dan keluaran dari suatu sistem untuk melakukan kerja tertentu yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya.
b.
Kaitan fisik, yaitu hubungan dimana kerja yang dilakukan merupakan bagian dari proses fisika yang menimbulkan efek fisik. Efek ini dapat digambarkan secara kuantitatif yang artinya hukum fisika menentukan banyaknya efek fisik yang terlibat. Fenomena kimia dan biologi juga termasuk didalamnya.
c.
Kaitan bentuk, yaitu suatu perwujudan nyata dari bentuk dasar dan bahan menjadi suatu struktur yang lengkap dengan susunan dan pemilihan gerak kinematikanya.
d.
Kaitan sistem, merupakan bentuk teknik hasil rancangan yang berinteraksi dengan sistem secara menyeluruh, yaitu dengan lingkungan dimana sistem itu berada. Langkah-langkah dalam metode perancangan sistematis dapat dikelompokkan
menjadi empat tahapan utama yaitu: penjabaran tugas, perancangan konsep, perancangan wujud dan perancangan terperinci.
10
Tahap tahap utama di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut :
Gambar 2.2 Skema langkah kerja
11
2.1.1 Penjabaran Tugas (Clarification of task) Tahap ini meliputi pengumpulan informasi tentang syarat-syarat yang diharapkan dapat dipenuhi oleh solusi akhir. Informasi ini akan menjadi acuan dalam penyusunan spesifikasi rancangan. Spesifikasi adalah daftar yang berisi persyaratan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh konsep yang dibuat. Pada saat membuat daftar persyaratan yang penting adalah membedakan sebuah persyaratan apakah merupakan suatu tuntutan (demand) atau suatu keinginan (wishes). Demand adalah persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap kondisi dengan kata lain apabila syarat ini tidak terpenuhi maka rancangan dapat dianggap tidak benar. Wishes adalah persyaratan yang diinginkan apabila kondisinya memungkinkan. Misalnya suatu persyaratan yang membutuhkan biaya besar tanpa memberi pengaruh teknik yang signifikan, maka persyaratan ini dapat diabaikan. Untuk mempermudah penyusunan spesifikasi dapat dilakukan dengan meninjau aspek-aspek tertentu seperti aspek geometris, kinematika, gaya, energi, dan sebagainya. Selanjutnya dari aspek-aspek tersebut dapat diuraikan syarat-syarat yang bersangkutan. Daftar aspek-aspek tersebut beserta penguraiannya dapat dilihat pada tabel 2.1.
12
Apabila memungkinkan, sebaiknya daftar spesifikasi ditulis dalam bentuk kuantitatif. Untuk produk yang membutuhkan perawatan maka daftar spesifikasi ini perlu didokumentasikan karena hal ini sangat berguna dalam melakukan perbaikan apabila ditemukan atau terjadi kerusakan di kemudian hari. Format dan daftar spesifikasi ditunjukkan dalam tabel 2.1 dibawah ini. Tabel 2.1 Daftar pengecekan untuk pedoman spesifikasi Judul Utama
Contoh – contoh
Geometri
Lebar, tinggi, panjang, diameter, jarak.
Kinematik
Tipe gerakan, arah gerakan, kecepatan, percepatan.
Gaya
Energi
Arah gaya, besar gaya, frekuensi, berat, deformasi, kekuatan, elastisitas, gaya inersia. Output, efisiensi, kerugian energi, gesekan, tekanan, temperatur, pemanasan, pendinginan, kapasitas. Aliran dan transportasi material, pengaruh fisika dan kimia
Material
dari material pada awal dan akhir produk, material tambahan.
Sinyal
Keselamatan
Ergonomi
Input, output, bentuk, display, peralatan kontrol. Sistem proteksi langsung, keselamatan operasional dan lingkungan. Hubungan operator mesin, tipe pengoperasian, penerangan dan keserasian bentuk.
13
Produksi
Kontrol kualitas Perakitan
Perawatan
Batasan pabrik, kemungkinan dimensi maksimum, produksi yang dipilih.
Kemungkinan dilakukan kalibrasi dan standarisasi.
Aturan khusus, instalansi, fondasi. Jangka waktu servis, penggantian dan reparasi, pengecatan dan pembersihan.
Biaya
Biaya maksimum produksi.
Jadwal
Tanggal penyerahan.
2.1.2 Perancangan Konsep Perancangan konsep mencakup tahap-tahap yang ditunjukkan pada gambar 2.3 dan akan dibahas pada sub bab berikut ini.
14
Gambar 2.3 Tahap-tahap perancangan dengan konsep 2.1.2.1 Abstraksi Tujuan abstraksi adalah untuk megetahui masalah utama yang dihadapi dalam perancangan. Prinsipnya adalah mengabaikan hal-hal yang bersifat umum dan memberikan penekanan pada hal-hal yang bersifat khusus dan perlu. Dengan demikian daftar spesifikasi yang
15
sudah dibuat, dianalisa dan dihubungkan dengan fungsi yang diinginkan serta kendala-kendala yang ada. Abstraksi dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Mengesampingkan
persyaratan-
persyaratan
yang
tidak
mempunyai pengaruh besar terhadap produk. 2. Mengubah data kuantitatif menjadi data kualitatif. 3. Generalisasi (pengambilan keputusan umum) atas langkah sebelumnya. 4. Merumuskan masalah utama.
2.1.2.2 Pembuatan Strukur Fungsi A. Struktur Fungsi Keseluruhan (overall function) Apabila masalah utama sudah diketahui, kemudian dibuat struktur fungsi secara keseluruhan. Struktur fungsi ini digambarkan dengan blok diagram yang menunjukkan hubungan antara input dan output, dimana input dan output tersebut berupa aliran energi, material ataupun sinyal.
B. Sub Fungsi
16
Apabila
fungsi
keseluruhan
cukup
rumit,
maka
cara
mengatasinya adalah dengan membagi menjadi beberapa sub fungsi seperti gambar 2.4 di bawah ini.
Gambar 2.4 Pembuatan Sub Fungsi Pembagian ini akan memberikan keuntungan, yaitu : 1. Memberikan kemungkinan untuk melakukan pencarian
solusi
lebih lanjut. 2. Memberikan beberapa kemungkinan solusi dengan melihat kombinasi solusi sub fungsi.
17
Pada saat pembuatan struktur fungsi, harus dibedakan antara perancangan murni (original design) dengan perancangan ulang (adaptive design). Pada perancangan murni yang menjadi dasar struktur fungsi adalah spesifikasi dan masalah utama, sedangkan dalam perancangan ulang dimulai dari struktur fungsi yang kemudian dianalisa. Analisa
ini
akan
menghasilkan
kemungkinan
bagi
pengembangan variasi solusi sehingga diperoleh solusi baru. Pada langkah ini dilakukan penentuan fungsi-fungsi dimulai dengan fungsi keseluruhan, kemudian dijabarkan menjadi fungsi bagian (sub function) bila diperlukan. Hasil kerja yang diperoleh adalah satu atau beberapa bagian fungsi yang biasanya berupa gambargambar atau diagram-diagram sederhana. C. Pencarian dan Kombinasi Prinsip Solusi Dasar-dasar pemecahan masalah diperoleh dengan cara mencari prinsip solusi pada masing-masing sub fungsi. Dalam tahap ini dicari variasi solusi sebanyak mungkin.
Ada beberapa metode yang dipakai antara lain : 1. Metode Konvensional
18
Pecarian dalam literatur, text book, jurnal teknik dan brosurbrosur yang dikeluarkan oleh perusahaan, menganalisa gejala alam atau perilaku makhluk hidup dengan membuat analogi atau model, dimana model ini diharapkan dapat mewakili karakteristik dari produk. 2. Metode Intuitif Pencarian solusi untuk masalah yang rumit, bisa juga diperoleh dari intuisi atau suara hati. Solusi ini datang setelah periode pencarian dan pemikiran yang panjang. Solusi ini masih ada kemungkinan untuk dikembangkan dan diperbaiki. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan intuisi ini, antara lain dengan cara berkomunikasi dengan orang lain. 3. Metode Kombinasi Metode ini mengkombinasikan kemungkinan solusi yang ada. Metode yang dapat digunakan adalah metode bentuk matrik, dimana sub fungsi dan prinsip solusi dimasukkan dalam kolom dan baris. D. Pemilihan Kombinasi yang Sesuai
19
Bila kombinasi yang ada terlalu banyak, maka waktu untuk memilih
kombinasi
terbaik
menjadi
lebih
lama.
Untuk
mempersingkatnya maka jumlah kombinasi harus dikurangi namun hanya bila memungkinkan untuk dilakukan. Prosedur yang dapat dilakukan adalah dengan mengeliminasi dan memilih yang terbaik. Beberapa kriteria yang diperlukan adalah : 1.
Kesesuaian dengan fungsi keseluruhan.
2.
Terpenuhinya demand yang tercantum dalam daftar spesifikasi.
3.
Dapat dibuat dan diwujudkan.
4.
Informasi atau pengetahuan tentang konsep yang bersangkutan memadai.
5.
Kebaikan dalam hal kinerja dan kemudahan produksi.
6.
Faktor biaya. Apabila kombinasi yang ada masih cukup banyak, maka usaha
selanjutnya
adalah
pemilihan
kombinasi
memperhatikan : 1.
Segi keamanan dan kenyamanan.
2.
Kemungkinan pengembangan lebih lanjut.
E. Pembuatan Varian Konsep
terbaik
dengan
20
Sebuah konsep apabila memungkinkan harus memenuhi beberapa persyaratan seperti keamanan, kenyamanan, kemudahan produksi, kemudahan perakitan, kemudahan perawatan, dan lain sebagainya. Informasi lebih lanjut sangat diperlukan untuk pembuatan varian konsep yang akan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh dari : 1.
Gambar atau sketsa untuk melihat kemungkinan keserasian.
2.
Perhitungan kasar berdasarkan asumsi yang dipakai.
3.
Pengujian awal berupa pengujian model untuk menentukan sifat utama atau pendekatan kuantitatif untuk pernyataan kualitatif mengenai kinerja dari suatu produk jadi.
4.
Konstruksi model untuk variasi dan analisa.
5.
Analogi model dan simulasi yang sering dilakukan dengan bantuan komputer.
6.
Penelitian lebih lanjut dari literatur.
F. Evaluasi Evaluasi berarti menentukan nilai, kegunaan atau kekuatan yang dibandingkan dengan sesuatu yang dianggap ideal. Dalam
21
keteknikan, salah satu metode yang biasa digunakan adalah metode VDI 2221. Secara garis besar langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut : 1.
Menentukan kriteria (identification of evaluation criteria) yang didasarkan pada spesifikasi yang dibuat.
2. Pemberian bobot kriteria evaluasi (weighting of evaluation criteria). Langkah ini merupakan kriteria pilihan yang mempunyai tingkat pengaruh pada varian konsep. Sebaiknya evaluasi dititikberatkan pada sifat utama yang diinginkan pada solusi akhir. 3. Menentukan parameter kriteria evaluasi (compiling parameter). Agar perbandingan setiap varian konsep dapat dilihat dengan jelas, maka dipilih suatu parameter atau besaran yang dipakai oleh varian konsep. 4. Memasukkan nilai parameter (Assesing Value). Sebaiknya harga yang dimasukkan adalah harga nominal, tetapi apabila hal ini tidak memungkinkan maka VDI 2221 memberikan harga korelasi dan harga kualitatif tersebut.
22
5. Memperlihatkan
ketidakpastian
evaluasi
(Evaluation
Uncertanities), yaitu dengan kesalahan evaluasi yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : a. Kesalahan subyektif, seperti kurangnya informasi. b. Kesalahan perhitungan parameter. Dalam hal ini kerja keras yang dilakukan oleh suatu tim akan memberikan kemungkinan kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan perorangan.
2.1.3 Perancangan Wujud Tahap perancangan ini meliputi beberapa langkah perancangan, yaitu : 1. Langkah-langkah penguraian ke modul- modul (modul structure). 2. Pembentukan lay-out awal (preliminary lay-out). 3. Pembentukan lay-out jadi (definity lay-out). Perancangan wujud dimulai dari konsep produk teknik. Kemudian dengan
menggunakan
kriteria
teknik
dan
ekonomi,
perancangan
dikembangkan dengan menguraikan struktur fungsi ke dalam struktur modul untuk memperoleh elemen-elemen pembangun struktur fungsi yang memungkinkan dapat dimulainya perancangan yang lebih terperinci.
23
Hasil tahap ini berupa lay-out, yaitu penggambaran dengan jelas rangkaian dengan bentuk elemen suatu produk dan bahannya, pembuatan prosedur produksi, serta membuat solusi untuk fungsi tambahan. Hasil ini kemudian dianalisa untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kekuatan, getaran, kinematika, dinamika, pemilihan material, proses, dan sebagainya. Langkah ini dapat menjadi umpan balik pada langkah sintesis untuk pencarian alternatif solusi yang lebih baik. Analisa diikuti evaluasi dimana dapat timbul kemungkinan perlu dibuat model atau prototype untuk dapat mengukur kinerja, kualitas dari kemungkinan tersebut dan beberapa kriteria lain dari hasil perancangan.
2.1.4 Perancangan Terperinci Tahap ini merupakan akhir dari metode perancangan sistematis yang berupa presentasi hasil perancangan dalam bentuk gambar lengkap (gambar susunan dan gambar detail) daftar komponen, spesifikasi material, toleransi, perlakuan panas dan sebagainya, yang secara keseluruhan merupakan dokumen lengkap untuk pembuatan mesin atau sistem mesin lainnya. Pada akhir tahap ini dilakukan evaluasi kembali untuk melihat apakah produk mesin atau sistem teknik tersebut benar-benar sudah memenuhi spesifikasi dan semua gambar dokumen produk lainnya telah selesai dan lengkap.
24
2.2 Perhitungan Pada Pad Eye 2.2.1 Perancangan Pad Eye Pad eye adalah perangkat yang digunakan untuk mengangkat peralatan /kontainer dalam industri penambangan minyak dan gas, posisinya berada pada bagian atas kontainer dan dilas ke primary structure kontainer tersebut. Bentuk dan syarat-syarat perancangan dan penempatan pad eye ini diatur dalam standar DNV 27-1 pasal 4.4.1. Berdasarkan persyaratan dasar yang ada pada DNV 27-1 pasal 4.4.1 maka perancangan offshore container harus memperhatikan hal-hal berikut : 1.
Posisi Pad Eye Pad eye harus berada pada posisi terjauh untuk menghindari resiko terbelitnya sling terhadap kontainer ataupun kargo dalam kondisi pemakaian normal. Pad eye juga harus dirancang dengan menjaga kebebasan dari pergerakan shackle dan sling tanpa harus terbelit ke pad eye itu sendiri. Pad
eye ditempatkan secara
vertikal dan sejajar menuju
titik pusat
kontainer agar dapat mengakomodasi variasi sudut sling, seperti lifting set dengan sudut kemiringan 45° diganti dengan sudut yang lebih besar ataupun lebih kecil tanpa menimbulkan akibat yang buruk terhadap pad eye maupun kontainer itu sendiri.
25
Kontainer yang dirancang untuk memiliki pusat gravitasi yang dioffset dari pusat geometris dapat dilengkapi dengan lifting set dengan panjang asimetris, sehingga kontainer tetap menggantung horizontal ketika terangkat. Jika lifting set asimetris maka pad eye harus disejajarkan ke pusat angkat. 2.
Desain Pad eye yang sebagian permukaannya ditanam (slotted) ke dalam primary structure secara umum dianggap lebih baik, tapi tidak menutup kemungkinan bagi desain dengan cara yang lain untuk dapat disetujui. Ukuran dan bentuk dari shackle yang akan digunakan harus diperhatikan saat merancang pad eye karena nantinya hanya ada satu jenis shackle yang akan cocok dengan pad eye tersebut. Karena shackle diproduksi dengan ukuran yang sudah standar, maka perancang sudah harus terlebih dahulu menentukan shackle mana yang akan
digunakan
sebelum merancang pad eye dan juga
memperhatikan ketebalan pin shackle, tebal dan panjang bagian dalam shackle serta ruang kebebasan yang dibutuhkan untuk memasang shackle tersebut. Shackle dee atau busur (omega) adalah jenis shackle yang sering digunakan
pada
standar
internasional
(EN13889,
US
Federal
Specification RR-C-271 atau ISO 2415) namun banyak juga perusahaan
26
pembuat shackle menggunakan standar dan bentuk shackle menurut desain mereka masing-masing. Berikut ukuran shackle untuk standar EN 13889 : Tabel 2.2. Standar shackle EN13889
Nominal
Diameter
Lebar
Diameter
Diameter
WLL (Ton)
pin (mm)
dalam pin
dalam Shackle
dalam Shackle
(mm)
Dee (mm)
Bow (mm)
3.25
19
27
47
57
4.75
22
31
52
65
6.5
25
36
65
76
8.5
28
43
74
88
12
35
51.5
87
101
13.5
38
57
104
126
17
42
60
115
139
25
50
74
139
168
3.
Kekuatan pada Pad Eye Berdasarkan DNV 27-1 pasal 4.4.1 maksimum tegangan yang terkonsentrasi pada lubang baut harus berada dua kali di bawah yield stress minimum yang sudah ditentukan (berdasarkan material yang digunakan). Metode paling mudah yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran minimum dari pad eye agar sesuai dengan permintaan di atas
27
adalah dengan memastikan jarak ke sisi pad eye tidak melebihi dua kali Re pada design load. Metode yang lebih rinci tetap diperlukan untuk optimalisasi rancangan. Dalam beberapa kondisi, perhitungan rancangan harus disertakan sebagai dokumen pengesahan. Dokumen tersebut berupa perhitungan kekuatan pad eye dan perhitungan kekuatan pengelasan pad eye.
2.2.2 Perhitungan Kekuatan Pad Eye 2.2.2.1 Tujuan Untuk menentukan kekuatan minimal dari lifting set dan pad eye.
2.2.2.2 Referensi dan Data Teknis a. DNV Standard for Certification No 2.7-1 Offshore Containers, April 2006. b. EN 12079-1:2006.
2.2.2.3 Dasar Perancangan a. Skid MPFM dengan empat Lifting points. b. Rating atau maximum gross mass. c. Sling empat kaki dengan sudut kaki ke arah vertikal.
28
d. Sling dengan Quad Assembly (Master link & Intermediate). e. Material = ASTM A 131 atau yang setara, yield strength minimum 235 Mpa = 235 N/mm2.
2.2.2.4 Resultan Gaya dari Sling
RSL =
3.R.g (n − 1). cos α
Dimana : RSL = Resultan gaya dari sling pada pad eye (N). R = Rating atau Maximum gross mass dari offshore container (Kg). g = Gaya gravitasi (~ 9.81 m/s2 ). n = Jumlah kaki sling. α = Sudut kemiringan kaki sling ke arah vertikal.
Gambar 2.5 Sling 4 kaki dengan fore runner
29
2.2.2.5 Kekuatan dari Pad Eye
Untuk perhitungan kekuatan dari pad eye ada dua kriteria yang harus dipenuhi yaitu : A. Tear Out-Stress Re ≥
3.RSL 2.H .t − DH .t
B. Contact Stress
Re ≥ 23.7
RSL DH .t
Dimana : Re = Spesifikasi minimum yield strength material pad eye (N/mm2). RSL = Resultan gaya dari sling pada pad eye (N). H = Jarak terpendek dari tengah lubang baut ke sisi luar pad eye (mm). DH = Diameter lubang baut (mm). t = Ketebalan pad eye (mm). Hasil perhitungan dari rancangan formula di atas tidak boleh melebihi yield strength (Re) dari material pad eye.
30
Gambar 2. 6 Spesifikasi Pad Eye
2.2.3 Perhitungan Kekuatan Pengelasan Pad Eye 2.2.3.1 Tujuan
Untuk memastikan kekuatan pengelasan dari pad eye apakah sudah memenuhi kemampuannya untuk menahan beban dari skid MPFM.
2.2.3.2 Referensi & Data Teknis
a. AWS D1.1/D1.1M:2004. b. Rating atau maximum gross mass approx. (R). c. Banyaknya pad eye terpasang.
31
d. Filler weld = AWS ER 70S-6. e. Panjang kampuh las. f. Material = ASTM A 131 Grade D atau yang setara, yield strength 235 Mpa = 235 N/mm2.
Gambar 2.7 Spesifikasi dan gaya-gaya pada pad eye
2.2.3.3 Mencari Gaya pada 4 Pad Eye pada Sudut-sudut Frame
RSL =
3.R.g (n − 1). cos α
Dimana : RSL = Resultan gaya sling pada pad eye (N). R = Rating atau Maximum gross mass dari offshore container (Kg).
32
g = Gaya gravitasi (~ 9.81 m/s2 ). n = Jumlah kaki sling. α = Besarnya sudut dari kaki sling dari arah vertikal (derajat). L = Jarak lubang pad eye ke frame. l = Panjang kampuh las. h = Besar kampuh las.
Gambar 2.8 Spesifikasi kampuh las
33
Gaya-gaya yang terjadi pad eye adalah: F=
RSL g
Fy = F . cos 30 ο Fx = F . cos 60 ο
1. Shear stress in weld
τsw =
3.F (2.4.l.h)
2. Bending stress in weld
τbw =
3.Fx.L ( 2.l 2 .h)
3. Tensile Strength of filler weld AWS ER 70S-6 τer =70ksi = 70000 psi = 49.3 kg/mm2 τall = τer x safety factor