perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka berkaitan dengan teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian. Teori yang dikaji merupakan pengetahuan ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan dan fenomena yang akan diteliti. 1. Kajian Tentang Bullying a. Pengertian Bullying Istilah bullying sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia sendiri belum begitu akrab dengan istilah bullying. Namun istilah bullying terkadang digunakan untuk bentuk-bentuk perilaku senioritas yang dilakukan oleh peserta didik senior kepada juniornya seperti menghina, memukul, mengumpat, dan lain-lain. Olweus (dalam Wiyani, 2013:12) mengatakan bahwa bullying adalah“Perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang”. Rudi (2010:4), mengemukakan bahwa bullying adalah “Perilaku agresif serta negatif dari seseorang atau sekelompok orang yang menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan fisik seseorang, dengan tujuan menyakiti baik secara mental maupun fisik serta dilakukan secara berulang kali”. Selain itu, Nusantara (2008:2) mengungkapkan definisi yang tidak jauh berbeda mengenai bullying “Yaitu sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok”. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara langsung oleh seorang atau kelompok yang merasa lebih kuat sehingga mengakibatkan tekanan kepada orang lain baik secara fisik maupun psikologis. Pihak yang kuat di sini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi bisa juga kuat secara mental. Korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik atau mental. Selain itu yang sangat penting diperhatikan adalah bukan sekedar committindakan to user tersebut bagi korban. tindakan yang dilakukan, tetapi dampak
9
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Penyebab Bullying Abdul Rahman Assegaf (dalam Wiyani, 2013:21) mengemukakan bahwa“Kekerasan (bullying) terjadi akibat faktor lingkungan, sosial ekonomi keluarga, media, sikap instan solution”. Selain itu, Richard J. Gelles (dalam Huraerah 2012 :52) mengungkapkan bahwa “Penyebab terjadinya kekerasan (bullying) akibat kombinasi dari berbagai faktor personal, sosial dan kultural”. Sugijokanto (2014:37) menyatakan bahwa “Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya perilaku bullying pengaruh keluarga, pengaruh teknologi dan televisi, paksaan atau ajakan teman-teman dan pernah menjadi korban bullying sebelumnya di sekolah dan tidak ada tindak lanjut untuk menghentikannya”. Hal tersebut mengungkap bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi peserta didik untuk melakukan bullying yakni lingkungan sekitar tempat ia berada. Lingkungan dimana individu di dalamnya biasa melakukan kekerasan dapat mendukung seseorang menjadi pelaku bullying. Hal tersebut membuat peserta didik mudah meniru
perilaku
lingkungan
tersebut
dan
merasa
tidak
bersalah
saat
melakukannya, sehingga timbullah perilaku bullying. Selain itu, lingkungan di dalam sekolah juga dapat mempengaruhi timbulnya bullying, seperti kedisiplinan yang sangat kaku dan peraturan yang tidak konsisten. Senioritas yang tidak pernah diselesaikan, senioritas merupakan salah satu penyebab bullying yang cukup dominan. Senioritas yang tidak terselesaikan hanya akan menyuburkan perilaku bullying di sekolah. Hal ini terkait dengan bagaimana sekolah dan para guru menanggapi dan menindaklanjuti masalah senioritas disekolah. Astuti (2008: 4-5) mengemukakan bahwa“ Perilaku bullying diperparah dengan tidak jelasnya tindakan dari para guru dan pengurus sekolah. Sebagian
guru
cenderung
membiarkan,
sementara
sebagian
guru
lain
melarangnya”. Guru seharusnya lebih peduli dengan bullying yang terjadi di sekolah, akan tetapi tidak semua guru peduli. Hal tersebut membuat peserta didik tidak jera dan terus melakukan bullying. Guru dan pengurus sekolah seharusnya dapat membedakan antara senioritas yang dimaksudkan sebagai upaya pendisiplinan atau senioritas sebagai sebagai bentuk kesewenangan-wenangan commit useratau peraturan sekolah. Guru yang senior terhadap juniornya berdasarkan tatatocara
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
membenarkan atau bahkan ikut melakukan bullying dengan alasan perbuatan itu untuk mendisiplinkan peserta didik atau memacu peserta didik agar tidak bodoh hanya akan mengakibatkan makin berkembangnya perilaku bullying. Guru sebagai pengajar di sekolah dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya bullying, terutama guru yang memberikan contoh perilaku yang kurang baik. Wiyani (2013:71) mengemukakan “Berbagai bentuk kekerasan fisik yang dilakukan oleh guru di sekolah seperti peserta didik dilempar dengan kapur dan penghapus papan tulis, memukul tangannya dengan mistar besi panjang, menstrap di depan kelas dan dijemur di lapangan upacara”. Perbuatan guru yang kurang baik dapat mendukung peserta didik melakukan bullying yakni guru yang berbuat kasar kepada peserta didik, guru yang kurang memperhatikan kondisi peserta didik baik dalam prestasi peserta didik atau perilaku sehari hari peserta didik di kelas atau di luar kelas serta bagaimana dia bergaul dengan teman-temannya. Ketidakharmonisan di rumah, keluarga juga berpengaruh terhadap perilaku bullying yang dilakukan oleh peserta didik. Keluarga sebagai tempat tumbuh kembang peserta didik sangat mempengaruhi perilaku dalam kesehariannya. Kompleksitas masalah dalam keluarga seperti ketidakhadiran ayah, kurangnya komunikasi antara orang tua merupakan beberapa faktor penyebab tindakan bullying yang dilakukan peserta didik. Karakter peserta didik yang biasa menjadi pelaku bullying pada umumnya adalah peserta didik yang selalu berperilaku agresif, baik secara fisik maupun verbal. Peserta didik yang ingin populer, peserta didik yang tiba-tiba sering berbuat onar atau selalu mencari kesalahan orang lain dengan memusuhi umumnya termasuk dalam kategori ini. Peserta didik dengan perilaku agresif telah menggunakan kemampuannya untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya pada kondisi tertentu korban, misalnya perbedaan etnis/ras, fisik, golongan/agama, atau gender. Selain itu, karakter peserta didik yang pendendam atau iri hati juga dapat menyebabkan seorang peserta didik melakukan bullying. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab bullying lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan, meski tidak dipungkiri bahwa faktor to user penyebab bullying. Lingkungan dari dalam diri individu pun ikutcommit andil sebagai
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tempat tinggal individu menjadi hal yang sangat berpengaruh termasuk lingkungan sekolah dan keluarga. Lingkungan dapat menyebabkan terbentuknya karakter individu yang rentan terhadap perilaku bullying. Budaya dan kebiasaan tidak baik yang berlaku pada suatu lingkungan juga dapat menyuburkan perilaku bullying.
c. Bentuk-bentuk Perilaku yang dikategorikan Bullying Bullying merupakan tindakan agresif yang bertujuan untuk menyakiti orang lain baik sacara fisik maupun psikis. Pelaku akan menggunakan berbagai cara agar tujuannya itu tercapai. Oleh karena itu ada banyak perilaku yang dapat dikategorikan pada bullying, begitu luasnya hingga para ahli mengelompokkannya dalam beberapa bagian. Dan Olweus(dalam Wiyani 2013:13) mengidentifikasikan dua subtipe bullying, yaitu perilaku secara langsung (direct bullying), misalnya secara fisik dan perilaku secara tidak langsung (indirect bullying), misalnya pengucilan secara sosial. Sedangkan Nusantara (2008:62) mengelompokkan dalam tiga kategori yaitu “ bullying verbal, bullying fisik, bullying psikologis”. Bullying fisik meliputi perilaku menonjok, menampar, mendorong, menendang, menggigit, mencubit, mencakar, dan lain-lain. Bullying verbal meliputi perilaku mengejek, menghina, mengolok-olok, menakuti lewat telepon, mencela, menyebarkan rumor, dan lain-lain. Bullying psikologis meliputi perilaku mengucilkan, mengisolir, mendiamkan, memfitnah, memandang dengan hina dan lain-lain. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka terdapat beberapa bentuk perilaku yang dikategorikan sebagai bentuk dari perilaku bullying diantaranya bullying fisik, bullying verbal, dan bullying psikologis. Bullying fisik meliputi perilaku yang menyerang fisik, bullying verbal meliputi perilaku yang berupa perkataan yang merendahkan korban, sedangkan bullying psikologis meliputi semua perilaku yang menyerang korban secara psikologis yang dapat berbentuk non verbal tidak langsung atau intimidasi dalam kelompok sosial yang berdampak pada psikis korban. commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Akibat Bullying Bullying yang kerap kali terjadi di sekolah seringkali diabaikan, padahal bullying sangat perlu ditanggulangi. Hal tersebut karena bullying dapat menimbulkan akibat yang sangat besar bagi peserta didik yang terlibat, baik sebagai korban ataupun pelaku. Banyak hal yang diakibatkan dari perilaku bullying yang terjadi, seperti Alexander (dalam Nusantara, 2008:9) yang menjelaskan bahwa “Bullying adalah masalah kesehatan publik yang patut menjadi perhatian. Orang-orang yang menjadi korban bullying semasa kecil, kemungkinan besar akan menderita depresi dan kurang percaya diri dalam masa dewasa. Sementara pelaku bullying, kemungkinan besar akan terlibat dalam tindakan kriminal di kemudian hari”. Selain itu, Nusantara (2008:12) mengemukakan gejala-gejala akibat bullying yaitu “Mengurung diri, menangis, minta pindah sekolah, konsentrasi peserta didik berkurang, prestasi belajar menurun, tidak mau bermain/bersosialisasi, penakut, gelisah, berbohong, melakukan
perilaku
bullying
terhadap
orang
lain,
memar/lebam-lebam,
tidak bersemangat, menjadi pendiam, menjadi rendah diri, suka menyendiri, menjadi kasar dan pedendam, tidak percaya diri, mudah cemas, mudah menangis, dan mudah tersinggung”. Sugijokanto (2014:46) mengungkapkan “ Tanda-tanda perubahan sikap peserta didik yang mengalami bullying, yaitu : (1) Adanya luka, lebam, bengkak, goresan dan sebagainya; (2) Ketakutan untuk pergi ke sekolah; (3) Malu dan menarik diri dari pergaulan dengan teman-temannya; (4) Suka menyendiri; (5) Emosi yang tidak stabil; (6) Menangis tanpa alasan; (7) Berubah menjadi pendiam /agresif; (8) Mengeluh sering pusing dan sakit perut; (9) Tidak ada nafsu makan; (10) Sering mengigau di waktu malam”. Berdasarkan penjelasan mengenai akibat yang ditimbulkan oleh pelaku bullying diatas, maka diketahui bahwa bullying dapat menimbulkan banyak akibat negatif baik bagi korban maupun bagi pelaku. Bagi korban akibat negatif dapat berbentuk fisik maupun psikis. Akibat fisik seperti memar, lebam, atau luka. Sedangkan dampak psikis seperti kepercayaan diri peserta didik menurun, malu, commit to user trauma, merasa sendiri, serba salah, mengasingkan diri dari sekolah, mengalami
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketakutan sosial. Sedangkan bagi pelaku kemungkinan besar akan terlibat dalam tindakan kriminal di kemudian hari. 2. Bimbingan dan Konseling di Tingkat Sekolah Dasar a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Menurut Crow and Crow (Sutarno :2010), bimbingan adalah” Bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang secara personal kualifait dan terlatih secara memadai, kepada individu-individu segala umur dalam
rangka
membantunya
mengatur
aktivitas
hidupnya
sendiri,
mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan-keputusan sendiri, dan menanggung bebanya sendiri”. Rochman Natawidjaja (Sukardi :1995) mengemukakan bahwa bimbingan adalah “Proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga sanggup mengarahkan diri dan bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga serta masyarakat”. Di samping itu, Peters dan Shertzer (Willis :2011) mengemukakan bimbingan merupakan “Proses bantuan terhadap individu agar ia memahami dirinya dan dunianya, sehingga dengan demikian ia dapat memanfaatkan potensipotensinya” Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli lepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa; agar yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan; berdasarkan norma-norma yang berlaku. Sedangkan makna konseling menurut Willis
(2011) adalah “Upaya
bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah”. Sedangkan Smith (Prayitno & Amti : 2004) commit mengemukakan to user bahwa konseling adalah “suatu
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses di mana konselor membantu konseli membuat intepretasi-intepretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana atau penyesuaianpenyesuaian yang perlu dibuatnya”.Di samping itu, Shertzer dan Stone (Irham dan Wiyani : 2014) menjelaskan bahwa konseling merupakan “Proses interaksi individu untuk memberikan pemahaman tentang diri dan lingkungannya dalam menentukan tujuan yang akan dilaksanakan atas dasar nilai-nilai yang dianutnya”. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien”. Mengacu pada pengertian bimbingan dan konseling secara terpisah diatas, pada dasarnya bimbingan dan konseling merupakan dua aktivitas yang berbeda. Bimbingan mengacu pada proses pendampingan terhadap peserta didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Sementara, konseling merupakan proses pemberian bantuan dalam bentuk pemecahan problematika yang dihadapi peserta didik melalui proses interaksi secara profesional. Dengan demikian, tujuan konseling adalah pengentasan masalah peserta didik, sedangkan bimbingan bertujuan untuk mencegah munculnya permasalahan pada pesera didik. Namun demikian, bimbingan dan konseling sama-sama mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik secara optimal.
b. Fungsi Bimbingan dan Konseling Menurut Prayitno dan Erman Amti (dalan Wiyani dan M. Irham 2014) “Fungsi bimbingan ditinjau dari kegunaan atau manfaat yang diperoleh dapat dilihat dalam konteks fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan”.
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Fungsi Pemahaman Fungsi pemahaman berusaha membantu peserta didik memahami tentang
diri
peserta
didik
beserta
lingkungannya
dengan
permasalahanya oleh peserta didik itu sendiri dan pihak lain yang berhubungan dengan peserta didik seperti orang tua, guru dan lingkungannya. Fungsi pemahaman menjadi kunci keberhasilan peserta didik. Oleh sebab itu, ruang lingkup yang menjadi tuntutan pemahaman peserta didik, antara lain pemahaman tentang peserta didik (oleh peserta didik, orang tua, guru dan orang dewasa lainnya), pemahaman lingkungan peserta didik (lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat luas) oleh peserta didik, guru, orang tua dan orang deawas lainnya serta masyarakat luas. 2) Fungsi Pencegahan Menurut Horner dan McElhaney (Irham dan Wiyani: 2014) “Pencegahan merupakan upaya mempengaruhi dengan cara positif dan bijaksana terhadap lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian tersebut benar-benar terjadi”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa munculnya kepribadian baik dan sehat, serta terbebas dari gangguan mental psikologis lebih banyak ditentukan oleh upaya pencegahan secara maksimal dan sedini mungkin. Oleh sebab itu, lingkungan harus dipelihara dan dikembangkan. Lingkungan yang kira-kira akan berdampak negatif diubah agar memunculkan dampak positif. House dan Walker ( Prayitno & amti : 2004) mengisyaratkan bahwa “ Salah satu cara untuk mencegah seseorang terjerumus ke dalam jurang permasalahan yang besar adalah dengan cara menujukkan bahaya atau penderitaan yang timbul apabila hal itu dilakukan”. 3) Fungsi Pengentasan Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004), “Fungsi pengentasan commituntuk to user dipahami sebagai proses mengeluarkan peserta didik dari
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permasalahan yang dihadapi dan dari segala keadaan yang tidak disukainya”.
Fungsi pengentasan dalam layanan bimbingan dan
konseling dapat dilaksanakan secara perorangan, kelompok, atau klasikal dalam bentuk orientasi, informasi dan program-program bimbingan konseling lainnya. Fungsi pengentasan akan menghasilkan suatu kondisi terbebaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik. 4) Fungsi Pemeliharaan Fungsi pemeliharaan dalam bimbingan dan konseling berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada peserta didik, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai dari hasil belajar dan pengalaman. Menurut Dewa Ketut Sukardi dan Desak Nila Kusmawati (Irham dan Wiyani
:2014),
“Fungsi
ini
memghasilkan
terpelihara
dan
terkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif yang dimiliki peserta didik”. Pemeliharaan penting diperhatikan dalam rangka pengembangan diri peserta didik di masa mendatang secara berkelanjutan. 5) Fungsi Pengembangan Menurut Achmad Juntika Nurihsan (2007), “Fungsi pengembangan merupakan fungsi bimbingan dan konseling dalam mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh peserta didik”.
c. Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Myres ( Irham dan Wiyani: 2014) mengatakan bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah “Tercapainya pengembangan peserta didik secara optimal yang mengarah pada perubahan positif”. Perkembangan peserta didik bukan tidak mungkin mengarah padahal yang negatif. Oleh sebab itu,bimbingan dan konseling di sekolah sebagai layanan pendampingan berupaya untuk mengarahkan dan mengawal perkembangan peserta didik menuju perubahan yang positif. Secara commit user khusus, berkaitan dengan bimbingan danto konseling sebagai bagian dari sistem
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
pendidikan, menurut Bradshow ( Irham dan Wiyani: 2014) “Tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk memperkuat fungsi-fungsi pendidikan”. Sedangkan menurut Prayitno dan Eman Amti (2004) tentang tujuan bimbingan dan konseling secara umum adalah “Membantu peserta didik mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan sesuai predisposisi peserta didik (potensi dan kondisi awal), latar belakang yang dimiliki, dan tuntutan kondisi dan zaman”. Menurut Dede Rahmat Hidayat dan Herdi (Irham dan Wiyani: 2014) “Pengembangan diri tersebut meliputi pemberian kesempatan pada peserta didik untuk melakukan sesuatu sesuai kebutuhan, bakat, dan minat yang disesuikan dengan kemampuan sekolah melalui proses pendampingan”. Berdasarkan uraian diatas secara lebih rinci, tujuan bimbingan dan konseling adalah membentuk peserta didik yang utuh dan seimbang secara aspek kepribadian, sosial-kemasyarakatan, keberagamaan, dan kesusilaan. Sementara secara khusus, layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan-tujuan perkembangan dalam aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
d. Prinsip-Prinsip Layanan Bimbingan dan Konseling Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakan bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budaya, pengertian, tujuan, fungsi dan proses pelaksanaan bimbingan dan konseling. “Prinsip-prinsip pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling mencakup sasaran layanan, permasalahan yang dihadapi, program layanan, dan pelaksanaan layanan” (Prayitno dan Amti, 2004). Sasaran layanan bimbingan dan konseling adalah seluruh individu yang ada di lingkungan sekolah tanpa terkecuali. Masalah yang ditangani lebih banyak terkait dengan fisik dan psikologis serta lingkungan user Program layanan bimbingan dan yang menghambat perkembangancommit pesertatodidik.
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konseling
dilaksanakan
sejalan
dengan
program
pendidikan,
fleksibel,
berkesinambungan dan program evaluasi.
e. Asas Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam pelaksanaan layanan tersebut. Menurut Prayitno (2004), “Terdapat beberapa asas dalam bimbingan dan konseling, antara lain kerahasiaan, sukarela, keterbuka, kekinian, kemandiri, kegiatan, kedinamis, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tut wuri handayani”.
f. Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah Masa usia Sekolah Dasar/ MI sebagaimana pada umumnya berlangsung dari usia 6-12 tahun. Usia ini ditandai dengan beralihnya masa balita menuju masa kanak-kanak. Pada usia sekolah dasar untuk pertama kalinya anak menerima pendidikan formal. Menurut Sigmund Freud (Adhiputra :2013) sekitar usia ini temasuk fase laten yakni merupakan periode yang penuh ketenangan psikis bagi anak. Kehidupan psikis yang tenang berlangsung sampai anak memasuki fase pubertas (masa remaja awal). Pada masa laten ini anak mangalami perkembangan yang pesat dalam segi intelektual di samping kecakapan-kecakapan sosial lainnya. Pada setiap periode, individu dituntut untuk menjalani tugas –tugas perkembangan yang berlaku pada periode tersebut. Adapun tugas-tugas perkembangan anak Sekolah Dasar / MI, menurut Prayitno ( Adhiputra : 2013), yaitu : 1) Menanamkan dan mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam bermain, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengembangkan keterampilan dasar dan membaca, menulis dan berhitung. 3) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan seharihari. commit to user 4) Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya.
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
5) Belajar menjadi pribadi yang mandiri. 6) Mempelajari keterampilan fisik sederhana yang diperlukan baik untuk permainan maupun kehidupan sosial lainnya. 7) Mengembangkan kata hati, disiplin, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku. 8) Membina hidup sehat untuk diri sendiri dan lingkungan. 9) Belajar menjalankan peran sosial sesuai dengan jenis kelaminnya. 10) Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial lainnya. 11) Mengembangkan pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.
g. Proses Pembelajaran serta Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah Sekolah Dasar/ Madarasah Ibtidaiyah memiliki karakteristik kurikulum dan proses pembelajaran yang khas dibandingkan tingkat sekolah lainnya. Pembelajaran di sekolah dasar sepenuhnya dilakukan oleh guru kelas. Yakni semua mata pelajaran yang diajarkan sebagian besar diberikan oleh seorang guru yang berfungsi sebagai wali kelas, guru kelas dan mungkin guru mata pelajaran. Kondisi tersebut memberikan banyak keuntungan secara psikologis dalam proses pembelajaran, karena pendidik memahami betul keadaan peserta didiknya. Akan tetapi melihat karakteristik pesera didik yang lebih aktif bergerak, cepat bosan ketika harus duduk dan mendengarkan penjelasan dari guru serta masih memiliki kecenderungan untuk bermain dan bersenang-senang, terlebih lagi memiliki rasa ingin tahu yang tinggi menuntut untuk menggunakan pendekatan dan metode mengajar yang khas. Oleh sebab itu, layanan bimbingan dan konseling menghendaki guru pembimbing (konselor sekolah) untuk memahami betul kondisi fisik dan psikologis peserta didiknya dengan pelaksanaan dan pemberian layanan bimbingan dan konseling secara terpadu dengan mata pelajaran. Sebagaimana menurut pendapat Henderson (1987) “Direkomendasikan commitSekolah to user Dasar yang didedikasikan untuk persentase waktu tertentu bagi konselor
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masing-masing empat komponen program untuk mencapai keseimbangan optimal dalam program bimbingan Sekolah Dasar mereka. Henderson menyarankan bahwa konselor Sekolah Dasar menghabiskan 40 persen dari waktu mereka pada komponen Bimbingan Kurikulum, 25 persen dari waktu mereka pada komponen perencanaan individu, 25 persen dari waktu mereka pada komponen Layanan Responsif, dan 10 persen dari waktu mereka pada komponen Support System”. Pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar / MI, mengacu kepada perkembangan peserta didik. Karena pada masa ini Peserta didik mulai mengenal aturan-aturan, nilai-nilai serta norma –norma dalam lingkungannya baik di rumah, sekolah atau masyarakat. Masa ketika peserta didik mulai bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas, serta mempersiapkan diri untuk mengahdapi masa depannya.
h. Wilayah Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah Sampai saat ini dalam sistem pendidikan di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah layanan bimbingan dan konseling masih menjadi tugas terpadu guru kelas. Tetapi hal tersebut berbeda dengan Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jetis Sukoharjo yang sudah memiliki guru Bimbingan dan Konseling. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jatis Sukoharjo merupakan salah satu Madrasah Ibtidaiyah Negeri yang ada di kabupaten Sukoharjo di bawah naungan Kementerian Agama yang melaksanakan pendidikan terpadu antara pendidikan agama dan umum. Pada tahun ajaran 2008/2009 Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jatis Sukoharjo menerima satu Guru Bimbingan dan Konseling dari Kementerian Agama Kabupaten Sukoharjo yang bertugas untuk mengadakan bimbingan dan konseling kepada siswa dan siswi Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jatis Sukoharjo. Posisi Bimbingan dan Konseling dalam struktur organisasi di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jatis Sukoharjo langsung di bawah koordinasi Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jatis Sukoharjo sebagaimana dalam bagan berikut : commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Struktur Organisasi MI Negeri Jetis
Ketua Komite Madrasah
Kepala Madrasah
Koordinator TU / Bendahara
Sie Kurikulum
Sie Keagamaan & Humas
Sie Kesiswaan
Sie sarana & Prasarana
Kepala Perpustakaan
Koordinator BK & Litbang Guru
Peserta Didik
Keterangan Garis Koordinasi Garis Komando
Gambar 2.1 Bagan posisi BK di MIN Jetis
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i. Peran Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah Menurut Schmidt (Murro and Kottman :1995) “Selama tahun 1960, 1970, dan 1980an, peran dan fungsi konselor sekolah mulai berkembang sampai sekarang, yang meliputi pengembangan, implementasi, dan evaluasi program bimbingan yang komprehensif; penyediaan layanan konseling langsung kepada siswa, orang tua, dan guru; perencanaan pendidikan dan kejuruan; penempatan mahasiswa, rujukan, dan konsultasi dengan guru, administrator, dan orang tua” Pada tahun 1966, a Joint Committee on Elementary School Counselor (ACES-ASCA) mengeluarkan laporan yang menggambarkan peran dan fungsi konselor Sekolah Dasar ke dalam tiga kategori yang berbeda yaitu : konseling, konsultasi, dan koordinasi. Sedangkan menurut Wilgus dan Shelley (Murro and Kottman, 1995) menambahkan beberapa tugas lain dan fungsi konselor Sekolah Dasar, yaitu sebagai berikut: 1) Pendidikan orang tua. Mengajarkan orang tua dalam keterampilan mengasuh dengan menyediakan kelas-kelas pendidikan orang tua. 2) Bimbingan dan konseling-pertemuan berorientasi. Menghadiri pertemuan tentang masalah emosional, perilaku, dan / atau perkembangan siswa. 3) Pertemuan Non Bimbingan dan konseling. Menghadiri pertemuan tentang keprihatinan selain masalah emosional, dan / atau masalah perkembangan siswa. 4) Konseling
individu.
Membantu
masing-masing
siswa
untuk
menyelesaikan konflik. 5) Konseling kelompok. Membantu siswa menyelesaikan konflik melalui interaksi kelompok kecil. 6) Program Kelas. Melakukan bimbingan dan konseling kegiatan melalui interaksi dengan siswa di kelas. 7) Program Penghargaan. Berpartisipasi dalam upaya terorganisir untuk mengidentifikasi dan mengakui siswa yang pantas mendapatkan penghargaan khusus. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
8) Konsultasi dengan Staf. Konsultasi dengan personil sekolah tentang akademik, sosial, atau kesejahteraan emosional siswa. 9) Pengujian Individu. Memberikan penilaian siswa secara individual. 10) Pengujian kelompok. Menyediakan dan mengkoordinasikan penilaian siswa secara kelompok. 11) Pengembangan staf. Melakukan program in-service untuk personil sekolah. 12) Referal. Memberikan saran untuk masyarakat dan lingkungan sekolah terkait sumber daya dan jasa. 13) Kelas pengamatan. Memberikan umpan balik kepada personil sekolah berdasarkan pengamatan kelas. 14) Kontak / Menghubungi orang tua. Membahas kebutuhan khusus siswa dengan orang tua mereka.
j. Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah Layanan bimbingan dan konseling di SD/MI mengacu pada perkembangan peserta didik yang tengah beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas dan belajar sosialisasi dengan mengenal berbagai aturan, nilai dan norma-norma. Materi bimbingan dan konseling di SD/MI masuk kedalam empat bidang bimbingan yaitu,bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karier. 1) Bidang bimbingan pribadi Layanan bimbingan dan konseling membantu peserta didik mengenal, menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, aktif dan kreatif serta sehat secara jasmani dan rohani. 2) Bidang bimbingan sosial Layanan bimbingan dan konseling membantu peserta didik dalam proses sosialisasi untuk mengenal serta berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan rasa tanggung commit to user jawab.
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
3) Bidang bimbingan belajar Layanan bimbingan dan konseling membantu peserta didik mengenal, menumbuhkan dan mengembangkan diri dalam sikap belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan ketrampilan sertamenyiapkan untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. 4) Bidang bimbingan karier Layanan bimbingan dan konseling membantu peserta didik mengenal potensi diri sebagai prasyarat dalam mempersiapkan masa depan karier masing-masing peserta didik.
k. Jenis–Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah Layanan bimbingan dan konseling di SD/MI meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, penguasaan konten, konseling individual, bimbingan kelompok dan konseling kelompok. 1) Layanan orientasi Prayitno dan Amti (2004:256) mengemukakan bahwa “Peserta didik yang baru memasuki lingkungan baru perlu segera dan secepat mungkin memahami lingkungan barunya”. Hal-hal yang perlu diketahui salah satunya yaitu mengenai peraturan dan berbagai ketentuan lainnya (seperti disiplin, hak dan kewajiban), jenis personal yang ada, tugas masing-masing dan saling hubungan di antara mereka. Pengenalan hal-hal di atas dapat membantu peserta didik agar terhindar dari tindakan bullying. Dengan memberikan penjelasan bahwa di sekolah terdapat guru bimbingan dan konseling yang akan memberikan layanan kepada peserta didik secara individual. Hal ini bertujuan untuk mengajak peserta didik agar mau menyampaikan berbagai permasalahan yang dialaminya kepada guru Bimbingan dan Konseling, sehingga dapat membantu guru Bimbingan dan Konseling dalam mencegah terjadinya perilaku bullying lebih awal. Selain itu commit to user peserta didik juga diberikan pengenalan terhadap peraturan sekolah
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
yang bisa menjadi langkah awal dalam memperketat peraturan sekolah dan mengenalkan sanksi yang diterima jika terjadi bullying. Nusantara (2008:42) menyatakan bahwa “Dalam menjalankan fungsinya guru Bimbingan dan Konseling perlu bekerjasama dengan bidang kesiswaan dan wali kelas untuk mencari jalan keluar kasus-kasus yang dihadapi peserta didik”. Berdasarkan hal tersebut, peserta didik juga harus tahu bahwa disekolah juga terdapat wali kelas, wakil kepala bidang kesiswaan dan Kepala Sekolah yang dapat bekerja sama untuk mengatasi tindakan bullying yang mungkin terjadi pada diri peserta didik. Peserta didik perlu diberitahu bahwa tindakan bullying mungkin saja terjadi dan sudah menjadi tanggung jawab sekolah untuk membantu peserta didik menyelesaikan kasus bullying yang terjadi padanya. 2) Layanan informasi Secara umum layanan informasi bersama dengan layanan orientasi bermaksud memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta didik. Informasi yang diberikan bermaksud untuk mengenalkan peserta didik pada hal-hal yang berkaitan dengan sekolah, termasuk di dalamnya mengenai bullying. Prayitno (2004:261) mengungkapkan “Mengenai informasi yang dapat diberikan dalam layanan informasi dapat digolongkan ke dalam: a) Informasi pendidikan b) Informasi jabatan, dan c) Informasi sosial budaya Layanan informasi yang diberikan diupayakan dapat menumbuhkan pemahaman peserta didik mengenai bahaya dari perilaku bullying, karena bukan hanya orang tua yang menganggap itu sebagai kenakalan biasa. Awalnya peserta didik menganggap bullying hanya kenakalan dan ejekan dari teman-teman semata. Akan tetapi lama-kelamaan persepsi ini akan membuat peserta didik merasa tidak aman dan commitkepada to usertingkat berikutnya. Hal tersebut nyaman untuk melakukan
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
dapat berakibat pada terus berkembangnya perilaku bullying, bahkan tidak menutup kemungkinan bullying akan menjadi suatu tradisi turun temurun di sekolah tersebut. Prayitno dan Amti (2004:268) menyatakan bahwa “Salah satu informasi yang dapat diberikan dalam layanan informasi yaitu informasi mengenai sosial-budaya, khusunya pada bahasan “antar budaya” manusia ditakdirkan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa”. Mereka dijadikan seperti itu bukan untuk saling bersaing dan bermusuhan, justru agar saling mengenal saling memberi dan menerima sehingga tercipta kondisi dinamis yang mendorong pada perubahan yang semakin baik. Hal tersebut perlu diinformasikan pada peserta didik karena seperti yang diungkapkan oleh Ponny Retno Astuti (2008) bahwa “Salah satu penyebab bullying yaitu perbedaan etnis/ras”. Melalui pemberian informasi mengenai sosial budaya maka diharapkan peserta didik mampu memahami perbedaan tersebut sebagai suatu kekuatan untuk dapat saling memberi dan berbagi bukan menjadi alasan untuk saling bermusuhan. Guru Bimbingan dan Konseling juga dapat memberikan informasi kepada peserta didik tentang konsekuensi yang akan diterima peserta didik dari sekolah(hukuman) jika ia melakukan tindakan bullying. Dengan memberikan informasi yang jelas mengenai perilaku bullying serta akibat yang akan mereka terima jika terlibat
bullying, maka
diharapkan dapat mencegah peserta didik terlibat perilaku bullying di sekolah. 3) Layanan penempatan/penyaluran Layanan penempatan dan penyaluran diberikan untuk menyalurkan potensi dan mengembangkan diri peserta didik. Prayitno (2004:272) mengungkapkan “Bentuk penempatan dan penyaluran yang dapat dilakukan di sekolah yaitu: a) Layanan penenempatan di dalam kelas b) Penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok belajar commit to user c) Penempatan dan penyaluran ke dalam kegiatan ko/ekstrakurikuler
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Penempatan dan penyaluran ke jurusan/program studi Nusantara (2008:13) mengemukakan bahwa “Salah satu cara menangani pelaku bullying yaitu dengan mengangkat kelebihan atau bakat sang pelaku bullying di bidang yang positif, dan mengusahakan untuk mengalihkan energinya pada bidang yang positif”. Hal tersebut dapat terwujud melalui layanan penempatan dan penyaluran. Melalui layanan ini guru bimbingan dan konseling dapat mengarahkan peserta didik untuk dapat menyalurkan potensi dan mengembangkan diri peserta didik. Sehingga peserta didik dapat menjaga keseimbangan metabolisme tubuhnya serta mengarahkannya kepada kegiatan yang positif. Guru Bimbingan dan Konseling dapat mengarahkan potensi peserta didik dengan menempatkan dan menyalurkan peserta didik ke dalam kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai dengan bakat dan minat peserta didik. Dengan begitu peserta didik dapat menyalurkan energinya ke arah yang positif, sehingga mereka tidak perlu melakukan hal-hal negatif untuk menyalurkan energinya yang kemudian berujung pada perilaku bullying. 4) Layanan penguasaan konten Layanan penguasaan konten merupakan layanan bantuan kepada individu untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar. Tujuan umum layanan ini ialah dikuasainya suatu konten tertentu. Prayitno (2004:2) mengungkapkan bahwa “Penguasaan konten diperlukan bagi peserta didik untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara atau kebiasaan tertentu, untuk memenuhi kebutuhannya
dan
mengatasi
masalah-masalahnya”.
Layanan
penguasaan konten memungkinkan peserta didik untuk menguasai suatu materi melalui proses pembelajaran yang berguna untuk membantu peserta didik mengatasi masalah-masalahnya. Dengan penguasaaan konten yang dimaksud itu peserta didik yang commit to user bersangkutan lebih mampu menjalani kehidupanya secara efektif.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prayitno (2004:6) mengungkapkan”Materi layanan penguasaan konten dapat diangkat dari: a) Pengembangan kehidupan pribadi b) Pengembangan kemampuan hubungan sosial c) Pengembangan kegiatan belajar d) Pengembangan dan perencanaan karir e) Pengembangan kehidupan berkeluarga f) Pengembangan kehidupan beragama. Selain itu, Prayitno (2004) mengungkapkan bahwa “Penguasaan konten yang tepat dan terarah memungkinkan individu membela diri sendiri terhadap ancaman ataupun pelanggaran-pelanggaran atas haknya”. Hal itu berarti peserta didik yang mengalami masalah bullying dapat diberikan layanan penguasaan konten. Dengan begitu peserta didik bisa berlatih berkata tidak dan menolak jika ada peserta didik lain yang berusaha menyakitinya atau mungkin mengajaknya untuk melakukan bullying. Peserta didik yang introvert cenderung menjadi korban bullying karena mereka lebih memilih untuk diam jika mengalami suatu masalah. Hal tersebut membuat pelaku bullying dengan
mudah
terus
melancarkan
aksinya.
Melalui
layanan
penguasaan konten diharapkan peserta didik mengalami proses belajar agar
mampu
berkomunikasi
dengan
baik,
sehingga
mampu
mengungkapkan perasaan dan berani untuk mengatakan tidak. Dengan begitu pelaku bullying tidak akan dapat bertindak semena-mena lagi terhadap dirinya, sehingga perilaku bullying dapat dihentikan. 5) Layanan konseling individual Layanan
konseling
individual
dilaksanakan
dengan
tujuan
untuk mengatasi masalah yang ada pada diri peserta didik. Prayitno (2004:288) mengungkapkan bahwa “Konseling perorangan merupakan layanan khusus yang diselenggarakan oleh seorang konselor terhadap klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien yang to usersecara langsung antara klien dan dilaksanakan interaksicommit tatap muka
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konselor”. Konseling merupakan upaya layanan yang paling utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan bagi peserta didik. Dengan layanan ini peserta didik tidak perlu merasa takut dikatakan mengadu atau melapor jika ia menjadi korban bullying, atau menyaksikan perilaku bullying. Guru bimbingan dan konseling dituntut untuk dapat memahami berbagai gejolak yang secara potensial sering muncul dan cara-cara penanganannya. Guru bimbingan dan konseling harus mengetahui teknik-teknik konseling karena aplikasi pendekatan dan teknik konseling serta penyesuaiannya banyak tergantung pada keunikan peserta didik dan masalahnya. Hal itu berlaku pula pada peserta didik yang mengalami kasus bullying, mengingat bahwa kasuskasus bullying memiliki berbagai bentuk sehingga diperlukan teknik khusus untuk menanganinya. 6) Layanan bimbingan kelompok Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang diberikan kepada sekelompok individu. Layanan ini memanfaatkan dinamika kelompok untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Hal ini dapat dikaitkan dengan pendapat seorang ahli yang menyatakan “Layanan bimbingan
kelompok
merupakan
kegiatan
informasi
kepada
sekelompok peserta didik untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat” (Prayitno dan Amti, 2004:309). Informasi yang diberikan merupakan materi topik-topik umum. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang terwujudnya tingkah laku yang lebih efektif. Layanan bimbingan kelompok ditandai dengan ciri homogenitas dalam kelompok, seperti para anggota bimbingan kelompok yang homogen, permasalahan, tindak lanjut serta kegiatan yang dilakukan oleh anggota kelompok pun memiliki kesamaan. Hal ini sangat cocok untuk mengatasi bullying, karena di dalam layanan bimbingan kelompok tujuan bersama menjadi user semua peserta didik bertujuan komitmen bersama. commit Artinya tojika
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mencegah dan memberantas bullying bersama maka semua peserta didik yang ikut di dalam kegiatan tersebut memiliki komitmen yang sama juga untuk melakukannya. 7) Layanan konseling kelompok Prayitno dan Amti (2004:311) menyatakan bahwa “Layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam suasana kelompok”. Sehingga dalam konseling kelompok terdapat pengungkapan dan pemahaman masalah peserta didik, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut. Melalui dinamika interaksi sosial yang terjadi di antara anggota kelompok, masalah yang dialami oleh masing-masing individu anggota kelompok dicoba untuk dientaskan, termasuk diantaranya masalah bullying yang dialami peserta didik. Peranan guru Bimbingan dan Konseling dapat diperkuat oleh peranan dinamika interaksi sosial dalam suasana kelompok. Dengan demikian, proses pengentasan masalah individu dalam konseling kelompok mendapatkan dimensi yang lebih luas. Dengan begitu konseling kelompok dapat menjadi cara yang baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi seperti yang kebanyakan terjadi pada kasus bullying, selain itu peserta didik juga dapat mengembangkan kemampuan pribadinya seperti pengendalian diri, tenggang rasa, dan teposeliro. Hal-hal tersebut diharapkan dapat berguna bagi upaya pengentasan kasus bullying.
B. Hasil Penelitian yang Relevan Maemanah (2011). Meneliti tentang Bimbingan Konseling Islami Dalam Mengantisipasi Kekerasan Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nusantara Weru Kabupaten Cirebon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peran Bimbingan dan Konseling Islami Mengantisipasi Kekerasan Di SMK Nusantara Weru Kabupaten Cirebon. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan “Bahwa pengaruh peran bimbingan konseling Islami dalam mengantisipasi kekerasan peserta didik sebesar 80%, hal ini berarti bahwa peran bimbingan konseling Islami memiliki pengaruh yang baik terhadap kekerasan peserta didik”. Bibit Darmalina (2014). Perilaku School Bullying di SD Negeri Grindang, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi perilaku school bullying di Sekolah Dasar Negeri Grindang, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo Yogyakarta. Pendeketan dalam ini menggunakan pendekaatam kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan observasi non partisipatif, wawancara mendalam, dokumentasi dan catatan lapangan. Teknik analisa data yang digunakan adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dari penelitian diperoleh hasil “Bahwa terjadi school bullying di Sekolah Dasar Negeri Grindang, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo Yogyakarta. Terjadinya school bullying dikarenakan kurangnya pengetahuan guru mengenai school bullying dan adanya pendapat guru yang mengatakan kenakalan di sekolahnya wajar. Bentuk-bentuk school bullying yang terjadi adalah bentuk fisik (memukul dengan gagang sapu, memukul dengan tangan, mendorong) dan non fisik (verbal: mengancam, memaksa, menyoraki, meledek; non verbal langsung: membentak, memarahi, memerintah, menunjuk-nunjuk dengan jari; non verbal tidak langsung: pengucilan).
C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling memiliki peranan penting
di sekolah terutama di
Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah dalam membantu menangani masalahmasalah yang dialami peserta didik termasuk di dalamnya masalah bullying yang dialami oleh peserta didik. Pelaksanaan bimbingan dan konseling harus memberikan perhatian kepada peserta didik yang terlibat dalam bullying, tidak hanya pada peserta didik yang menjadi korban bullying, tapi juga pada pelaku commit to user dan konseling harus melakukan bullying. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbagai upaya untuk dapat menangani kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah. Upaya-upaya yang dilakukan harus sesuai dengan fungsi bimbingan dan konseling di sekolah. Berdasarkan fungsi bimbingan dan konseling guru Bimbingan dan Konseling dapat mengatasi bullying disekolah melalui beberapa langkah yaitu pencegahan, pemahaman, pengentasan, dan advokasi. Langkah-langkah tersebut dapat terwujud melalui layanan yang ada di bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, berdasarkan layanan yang diberikan, guru Bimbingan dan Konseling dapat mengatasi bullying dengan memberikan ketujuh layanan yang ada di bimbingan konseling yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan/penyaluran,
layanan
penguasaan
konten,
layanan
konseling
individual, layanan bimbingan kelompok, dan layanan konseling kelompok terhadap pelaku dan korban. Bullying
Layanan Bimbingan dan Konseling
Faktor dari luar dan dalam
Guru Bimbingan dan Konseling
Kasus Bullying teratasi
Pelaku dan korban
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
commit to user