BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Konsep Penerimaan (acceptance) Sejak tahun 1990-an, penerimaan (acceptance) telah menjadi suatu hal yang
penting sebagai suatu bidang dalam riset. Riset pada penerimaan (acceptance) telah memberikan pemahaman yang penting dalam menjelaskan sukses atau gagalnya suatu produk atau jasa baru (Silberer dan Wohlfahrt 2001, dalam Bauer et.al, 2005). Riset ini juga menjelaskan tentang bagaimana (how) dan kenapa (why) setiap individu mengadopsikan teknologi informasi baru (Venkatesh et.al, 2003). Sebagaimana banyak konsep inovasi lainnya, mobile marketing sangat tergantung pada penerimaan konsumen terhadap saluran komunikasi baru. Agar dapat meramalkan penerimaan konsumen terhadap mobile marketing, penting sekali untuk menguji pengadopsian dan penggunaan dari layanan ini. Hal ini menjadi permasalahan karena mobile marketing masih dalam suatu tahap embrio dimana banyak konsumen belum banyak yang menggunakan layanan tersebut. Cara yang terbaik dalam meramalkan penerimaan konsumen ialah dengan mengukur attitude toward acceptance. Hal itu dapat dilakukan dengan mengembangkan model, dimana penerimaan konsumen terhadap mobile marketing dapat teruji. Terdapat berbagai teori yang dapat menjelaskan tentang penerimaan (acceptance) konsumen ini yaitu Theory of Reasoned Action, Theory of Planned Behavior, Motivational Theories, Technology Acceptance Model, Innovation Diffusion Theory, dan Domestication Approach. Dari berbagai teori tersebut, Theory of Reasoned Action merupakan salah satu teori yang telah dianggap umum dan banyak diaplikasikan untuk menjelaskan perilaku 8 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
(behavior) dalam pengadopsian teknologi. Teori ini sangat sistematis, dan pendekatan yang digunakan telah diaplikasikan secara luas pada riset mengenai attitude dan behaviour. Konstruk utama dari teori ini dibangun dari attitude toward behavior dan subjective norm. Attitude toward behavior ialah suatu perasaan positif atau negatif (pengaruh evaluasi) tentang melakukan suatu perilaku tertentu, sedangkan subjective norm ialah persepsi seseorang dimana banyak orang yang penting baginya berpikir apakah seseorang tersebut seharusnya melakukan suatu perilaku atau tidak (Fishbein dan Ajzen, 1975, dalam Venkatesh et.al, 2003). Asumsi dasar dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang diperkenalkan oleh Ajzen dan Fishbein ini adalah bahwa setiap individu sadar memutuskan menjalankan atau tidak menjalankan suatu perilaku spesifik. Mereka mempertimbangkan dan mengevaluasi berbagai variasi kriteria mengenai perilaku sebelum secara aktual melakukannya. Dalam skema dasar dari TRA adalah bahwa behavior ditentukan oleh behavioural intention. Behavior adalah tindakan spesifik yang diarahkan pada beberapa target objek. Behavior selalu terjadi dalam suatu konteks situasi atau lingkungan dan pada suatu waktu khusus. Sedangkan Behavioural Intention adalah suatu proposisi yang menghubungkan diri sendiri dan suatu tindakan di masa depan. Behavioural Intention diturunkan menjadi suatu fungsi dari attitude toward the act (Aact) dan subjective atau social norms (SN) setiap individu. Apakah attitude toward the act atau social norms yang menjadi pengaruh terbesar pada behavioural intention tergantung pada individu atau objek keputusan (Ajzen dan Fishbein, 1980). Hubungan ini dapat ditulis sebagai (1) B ~ BI = w1 Aact + w2 SN Paramater w1 dan w2 merefleksikan kekuatan dari dampak relative pada attitude toward the act dan komponen social norm pada behavioural intention. Attitude toward the
9 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
act selanjutnya ditentukan oleh belief individu yang menonjol tentang konsekuensi (Bi), dan evaluasinya terhadap konsekuensi tersebut, yaitu: (2) Aact = Bi · Ei; i = number of consequences Norma sosial sebagai suatu hasil dari normative beliefs (NBi) seseorang, seperti asumsi dasar tentang sesuatu yang orang lain ingin seseorang untuk lakukan, dan motivasinya untuk mengikuti (MCi) dengan ekspektasi dari orang lain tersebut. Hal ini dapat ditulis sebagai (3) SN = NBi · MCi ; i = number of norm givers Dalam model yang dikembangkan untuk penelitian ini konstruk penerimaan (acceptance) digambarkan oleh konstruk “attitude toward the act” dan “behavioral intention”. Dua faktor tersebut terhubungkan oleh hubungan kausal seperti attitude toward the act memprediksi behavioral intention. Untuk mengidentifikasikan dan mengerti faktorfaktor yang menentukan penerimaan konsumen dari mobile marketing, sangat penting bila kita mengukur faktor-faktor yang menentukan attitude toward mobile marketing.
2.2.
Konsep Mobile Marketing 2.2.1. Definisi pemasaran dan penggunaan mobile device sebagai bagian dari direct marketing Sebelum memahami tentang mobile marketing, sebelumnya kita harus memahami tentang pengertian dari pemasaran terlebih dahulu. Definisi pemasaran berdasarkan American Marketing Association (AMA) (Kotler 2006) adalah: Marketing is an organizational function and a set of processes for creating, communicating, and delivery value to customer and for managing customer relationships in ways that benefit the organization and its stake holders. Berdasarkan pengertian tersebut, menegaskan peran penting dari pemasaran dalam proses membangun dan menjaga hubungan yang berkelanjutan dengan
10 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
pelanggan (customer) dan menyampaikan value pada mereka. Dalam hal ini, pemasaran berfokus pada hubungan (relationship) dan value. Berdasarkan Belch dan Belch (2007), value yaitu persepsi konsumen terhadap semua keuntungan dari suatu produk atau jasa yang ditimbang terhadap semua biaya dalam mendapatkan dan mengkonsumsi produk atau jasa tersebut. Fokus pada hubungan dengan pelanggan (customer) dan value telah membawa perusahaan-perusahaan pada penekanan relationship marketing, dimana termasuk menciptakan, menjaga, dan meningkatkan hubungan jangka panjang dengan setiap individu dari pelanggan sebaik dengan para stakeholder yang lain untuk berbagai manfaat yang saling menguntungkan Terkait dengan hal diatas, dalam mengkomunikasikan value kepada konsumen, dibutuhkan suatu komunikasi pemasaran. Berdasarkan Kotler (2006), komunikasi
pemasaran
yaitu
cara
dimana
perusahaan
berusaha
untuk
menginformasikan, mempengaruhi, dan mengingatkan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung tentang produk, dan brand yang mereka jual. Dalam pengertiannya, komunikasi pemasaran mewakili bentuk dari brand dan suatu cara dimana dengan komunikasi pemasaran dapat menciptakan dialog, dan membangun hubungan dengan konsumen. Dalam mencapai sebuah objektif komunikasi organisasi, dibutuhkan suatu program yang terencana dan terkontrol secara seksama yang tergambar dalam bauran promosi (promotional mix) yaitu personal selling, direct marketing, public relation/publicity, advertising, dan sales promotion. Salah satu cara untuk berkomunikasi dalam era modern ini ialah menggunakan direct marketing. Direct marketing memiliki definisi sebagai (Kotler, 2006): The use of consumer-direct (CD) channels to reach and deliver goods and services to customers without using marketing middlemen. 11 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
Saluran yang termasuk dalam direct marketing ini ialah direct mail, catalogs, telemarketing, interactive tv, kiosks, web sites, dan mobile device. Khususnya dalam mobile device, perkembangan teknologi yang pesat dari peralatan selular seperti ponsel, PDA, dan sebagainya, mengubah cara pandang dari perusahaan dalam memasarkan produk dan jasa yang mereka miliki. Besarnya peran ponsel pada kehidupan sehari-hari masyarakat, meningkatkan kepentingan perusahaan yang ada saat ini untuk memahami penggunaan ponsel sebagai media pemasaran brand-nya. Karena sifatnya yang lebih personal, mereka melihat efektifitas komunikasi pemasaran yang lebih baik dimana informasi dapat langsung diakses melalui ponsel pribadi. Saat ini, telah terjadi segmentasi pasar dan komunikasi massal menjadi kurang efektif karena sifatnya tidak personal, akibatnya komunikasi one-to-one menjadi sorotan dalam dunia pemasaran. Pada saat itulah, perusahaan mulai melirik pada media mobile (ponsel) sebagai alternatif pemasaran brand-nya yang lebih efektif. Steinbock (2005) memberikan beberapa potensi keunggulan yang dimiliki oleh mobile device dibandingkan alat komunikasi pemasaran lainnya yaitu: 1. Jangkauan (reach) Tingkat penetrasi selular saat ini telah mencapai 1,6 milyar pengguna di seluruh dunia pada tahun 2004 (Steinbock, 2005), dan di Indonesia telah mencapai 63,7 juta pengguna pada tahun 2006 (Telkom, 2006). Besarnya penetrasi juga diikuti perkembangannya yang fenomenal khususnya di Indonesia, dimana meningkat secara signifikan dari hanya 1,7% pada tahun 2000 menjadi 14,4% pada tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dari telepon selular sangat luar biasa, dimana tingkat pertumbuhannya tidak dapat diraih oleh berbagai media iklan lainnya. Selain itu, daya jangkau media ini sangat luar biasa karena selain
12 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
menjangkau menembus batas wilayah, media ini juga dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat yang saat ini belum mungkin untuk dilakukan oleh berbagai media iklan lainnya. 2. Keintiman (intimacy) Handset generasi terbaru telah berkembang menjadi suatu alat pribadi yang dapat dipercaya, dimana dapat menjadi suatu alat manajemen untuk hidup, bisnis, dan bermain. Alat itu juga melayani sebagai suatu platform aplikasi untuk jasa yang berhubungan dengan transaksi, termasuk perbankan, dan pembayaran. Sebagai aksesoris dari gaya hidup, handset telah merefleksikan identitas kita. Pada akhirnya, ponsel telah menjadi alat yang sangat pribadi dengan kehidupan sosial yang kita miliki. 3. Sarana Media (medium) Pada tahun 1990, bom internet disertai dengan hadirnya berbagai istilah jaringan mengubah cara kita hidup, bekerja, dan bermain. Lebih jelasnya, komputer-komputer yang saling berhubungan tersebut menguasai tempat dimana orang-orang berada. Hal ini yang disebut mobilitas yang saat ini telah menguasai kita. Karena jangkauan (reach) dan keintiman (intimacy) yang luar biasa seperti disebutkan sebelumnya, mobilitas yang dimiliki oleh mobile device merupakan media pemasaran dan iklan yang paling istimewa.
2.2.2. Pendefinisian Mobile marketing Perkembangan mobile device juga diikuti dengan perkembangan teknologi yang dimilikinya. Metode komunikasi dari telepon selular saat ini tidak hanya sebatas pada suara (voice) saja, akan tetapi sudah merambah pada komunikasi data, seperti short message service (SMS), dan multimedia message service (MMS), dan
13 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
teknologi lainnya yang menunjang komunikasi data, seperti WAP, GPRS, dan terakhir 3G. Dari berbagai teknologi komunikasi data tersebut, SMS memiliki perkembangan
yang
sangat
pesat.
Menurut
data
dari
ATSI
(Asosiasi
Telekomunikasi Selular Indonesia) mencatat kontribusi SMS bagi pendapatan operator berkisar 20% hingga 30%. Berdasarkan penelitian dari Portio Research, SMS telah menghasilkan pendapatan sebesar USD 47,5 miliar atau sekitar Rp 430 triliun di seluruh dunia pada tahun 2006. Selain itu, layanan ini diprediksi akan mencapai angka USD 52,5 miliar, atau sekitar Rp 475 triliun dalam menghasilkan pendapatan pada tahun 2007. Penelitian tersebut juga memperkirakan SMS yang dikirimkan pada tahun 2012 akan mencapai 3,7 triliun pesan (Elisawati, 2002). Karena
penggunaan SMS yang luas saat ini, dan penyebaran dan
pengadopsian terbatas dari teknologi lain selain SMS, maka SMS banyak digunakan dalam melakukan iklan. Walaupun masih dalam tahap awal, beberapa perusahaan telah mengirimkan iklan, kupon, dan penawaran direct-response melalui ponsel, dan PDA (Belch dan Belch, 2007). Didasari hal tersebut, maka muncul mobile marketing yang menunjuk kepada direct marketing melalui ponsel, PDA, atau bahkan melalui laptop dengan menggunakan teknologi yaitu SMS, MMS, Bluetooth, WLAN, atau infrared (IRDA) untuk mendistribusikan isi komersial ke ponsel (La Marca, 2007). Mobile marketing didefinisikan sebagai: “Mobile marketing adalah penggunaan medium nirkabel (wireless media) interaktif untuk memberikan pelanggan (customer) dengan sensitivitas waktu, sensitivitas lokasi, dan informasi personal yang digunakan dalam mempromosikan barang, jasa dan pemikiran, dengan demikian menghasilkan value bagi seluruh stakeholder” (Dickinger et. al, 2005). Menurut beberapa pakar, terdapat beberapa konsep pengertian dari mobile marketing yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
14 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
Tabel 2-1. Berbagai Konsep Mobile Marketing Referensi Konsep Penjelasan Barnes&Scornavacca Mobile marketing “The distribution of any kind of message 2004 M-commerce or promotion that adds value for the Wireless marketing customer while enhancing revenue for the firm” (Kalakota & Robinson 2002)
Bauer et al. 2005a Bauer et al. 2005b
Karjaluoto et al. 2004
Mobile marketing & Mobile communication Mobile marketing
Mobile marketing
Innovative form of commercial communication, individualised and dialogue-oriented communication An innovative form of commercial communication. Personal, ubiquitous, interactive, localised, dialogue-oriented communication Two-way marketing medium, interactive channel to drive sales.
Mobile marketing communication Mobile marketing
A fresh element in companies’ promotion mix. Scharl et al. 2005 Using a wireless medium to provide consumers with timeand locationsensitive, personalised information that promotes goods, services and ideas, thereby benefiting all stakeholders Sumber : Jurnal “Mobile Advertising or Mobile Marketing : A Need for a New Concept?”
Dari berbagai konsep tersebut, pada dasarnya istilah mobile marketing sebagai bentuk dari komunikasi pemasaran menggunakan teknik komunikasi selular untuk mempromosikan barang, jasa, dan pemikiran. Terdapat 2 (dua) model bentuk kampanye iklan yang menjadi kunci utama dalam mobile marketing yaitu push dan pull campaign (Dickinger et.al, 2005, dan Jelassi dan Enders, 2004). Push-model campaign ialah perusahaan mengirimkan pesan yang tidak diminta oleh
pengguna,
melalui
SMS
Alert,
sedangkan
pull-model
campaign
mempromosikan melalui informasi yang diminta oleh konsumen. Push, sebagai metode pengiriman utama melalui nirkabel (wireless) sangat menghemat waktu,
15 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
dan uang jika dibandingkan dengan menjelajahi internet menggunakan WAP, akan tetapi informasi harus relevan dengan pada penerima pesan. Kebanyakan pengguna melihat iklan yang dipaksakan ke mobile device mereka seperti ponsel atau PDA sebagai suatu gangguan yang tidak diinginkan (Yunos et.al, 2003, dalam Bauer et.al, 2005). Barwise dan Strong (2002), mengidentifikasi terdapat 6 (enam) cara dalam menggunakan SMS untuk iklan: Brand building, special offer, timely media treasure, product, service, atau information request, competition, dan polls/voting. Di seluruh kategori tersebut, mereka menemukan bahwa iklan yang bagus harus yang pendek/langsung pada intinya, lucu atau menghibur, relevan pada target group, menarik, dan informatif dengan hadiah dan promosi. Sebuah pesan harus memiliki sesuatu yang menarik, ringkas, mempunyai bahasa yang dimengerti oleh target grup, dan menggunakan 160 karakter tersedia secara efektif. Dickinger et.al, (2005) membagi menjadi 7 (tujuh) macam pengaplikasian yang dapat digunakan dalam mobile marketing yaitu: 1. Mobile couponing Perusahaan dapat mengirimkan kupon ke ponsel via SMS. Mobile couponing memberi 3 keuntungan: targeting berdasarkan nomor ponsel konsumen, sensitivitas waktu seperti menerima diskon 20% ketika akan membeli setelah memasuki suatu toko, dan pelayanan yang efisien dengan hanya mengamati isi pesan yang berisi kupon di meja kasir. 2. Layanan informasi Iklan membiayai layanan informasi termasuk berita, cuaca, lalu lintas, kurs pasar, horoskop, ataupun lagu yang sedang diputar di stasiun radio. Penerima dari jasa akan membayar sedikit atau tidak sama sekali untuk informasi yang relevan
16 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
dan personal tersebut. Tiga ahli dalam agensi periklanan menyatakan bahwa prasyarat untuk meningkatkan sukses dari metode periklanan adalah adanya hubungan yang kuat antara informasi yang dibutuhkan, dan iklan. Maka, perusahaan seharusnya hanya mengirimkan iklan yang melengkapi kebutuhan konsumen. 3. Mobile CRM Pesan teks mendukung aktivitas customer relationship management (CRM) seperti menerima newsletter gratis, gambar, nada suara, bonus poin, dan kupon setelah mengikuti program untuk konsumen. Perusahaan telepon selular juga dapat menggunakan SMS untuk kepentingan customer relationship management lainnya, seperti dengan mengirimkan konsumen mereka informasi mengenai tempat untuk mendapatkan kartu prabayar yang murah ketika sisa pulsa mereka sedikit. 4. Branding Mobile marketing merupakan alat untuk branding. Hampir lebih dari seabad, branding berusaha menghubungkan antara image dan emosi dengan brand supaya mendapatkan posisi kompetitif diluar perbedaan manfaat. Brand, biasanya aset paling stabil dari perusahaan, dan prinsip fundamental dari sukses bisnis, mensimplifikasikan pilihan konsumen dengan suatu nama brand yang berhubungan secara dekat pada suatu kategori produk. Brand yang dipercaya sangat penting di dunia virtual ketika mereka mempengaruhi pembelian online, menghasilkan loyalitas konsumen, dan menarik konsumen ke web site (Barwise et.al, 2002 dalam Dickinger et.al, 2004). Efek “virtual branding” ini mungkin dapat diaplikasikan pada SMS dengan baik.
17 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
5. Sarana Hiburan (Entertainment) Layanan
hiburan
dapat
meningkatkan
loyalitas
konsumen,
dan
menambahkan value untuk konsumen. Sebagaimana banyak orang mempunyai sifat alami suka bermain, memberikan permainan, dan hadiah menghasilkan partisipasi yang tinggi, seperti dinyatakan oleh seorang ahli
dalam mobile marketing.
Mengirimkan permainan, dan harga ke ponsel konsumen merupakan suatu cara yang menyenangkan untuk menarik, dan menjaga konsumen. 6. Peluncuran produk Mobile marketing juga mendukung untuk peluncuran produk seperti jasa. Dua belas dari lima belas ahli dalam pemasaran percaya bahwa aktivitas mobile marketing
lebih
menguntungkan
ketika
memperkenalkan
jasa
daripada
memperkenalkan barang konsumen atau industri. Seperti disebutkan sebelumnya, seluruh ahli sepakat bahwa iklan melalui media wireless akan sukses hanya jika dilekatkan secara tepat dalam bauran pemasaran. 7. Location based service Pengalokasian berdasarkan jasa dimana menghubungkan pada suatu lokasi yang berbeda, sangat relevan untuk iklan lokal seperti seseorang mungkin menerima suatu pesan teks termasuk arah ke restoran cepat saji terdekat atau stasiun kereta terdekat. Perusahaan dapat mengirimkan iklan pada konsumen yang teregistrasi ketika konsumen tersebut melewati point-of-purchase.
2.3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen Berdasarkan Bauer et. Al (2005), penerimaan (acceptance) konsumen ditentukan
oleh attitude toward mobile marketing yang dibentuk dari 2 (dua) pendorong yaitu consumer-based acceptance drivers, dan innovation-based acceptance drivers.
18 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
2.3.1. Consumer-Based Acceptance Drivers a. Konsep Tingkat Inovasi (Innovativeness) Konstruk pertama dari penelitian ini membahas tentang Innovativeness. Inovasi adalah segala barang, jasa, atau pemikiran yang dirasakan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru (Kotler, 2006). Dalam definisi tersebut, suatu pemikiran mungkin mempunyai sejarah yang panjang, akan tetapi hal dapat menjadi sebuah inovasi bagi orang yang melihat pemikiran itu sebagai suatu yang baru. Penyebaran dari suatu inovasi dilakukan melalui sistem sosial. Dalam teori Diffusion of Innovation, Rogers mendefinisikan proses difusi inovasi sebagai penyebaran dari sebuah pemikiran atas sumber penemuan atau penciptaan kreasi pada pengguna atau adopter akhir. Rogers juga menyatakan level dari innovativeness seseorang adalah tingkat dimana seorang individu relatif lebih cepat dalam mengadopsikan pemikiran baru dibandingkan anggota lainnya dalam sistem sosial mereka. Setiap individu dapat diklasifikasikan kedalam kategori adopter berikut ini: innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggards. Berdasarkan klasifikasi tersebut, seorang inovator merupakan penggemar teknologi; mereka menikmati mengerjakan sesuatu tanpa keahlian dengan produk baru, dan menjadi ahli dalam keruwetan tersebut (Kotler, 2006) Untuk
suatu
konseptualisasi
yang
tepat
tentang
innovativeness,
innovativeness terbagi dalam konsep “innate innovativeness”, dan “actual innovativeness” (Im et al., 2003). Konsep innate innovativeness merupakan konsep yang telah digunakan secara luas di psikologi untuk mengidentifikasi karakteristik innovativeness dari individu. Innate innovativeness didefinisikan sebagai sebuah kecenderungan umum yang tidak dapat diukur terhadap penggunaan inovasi di semua golongan produk. Penelitian sebelumnya melihat innate consumer 19 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
innovativeness sebagai keterbukaan proses informasi, dimana didefinisikan sebagai suatu bentuk penerimaan seorang individu pada pengalaman baru dan novel stimuli (Goldsmith, 1984; Leavitt dan Walton, 1975 dalam (Im et al., 2003). Pada dasarnya, innate innovativeness merupakan "innovativeness" yang menjadi bagian dari
setiap
kepribadian
seseorang.
Innovativeness
sendiri
merupakan
kecenderungan untuk membeli produk/brand yang baru dan berbeda dibandingkan mempertahankan pilihan, dan pola konsumsi sebelumnya (Steenkamp, ter Hofstede, dan Wedel, 1999, dalam Im et al., 2003). Jadi, disini innate innovativeness ialah kemauan seorang individu untuk mengetahui suatu produk/jasa baru yang berdasarkan pada suatu pengalaman yang baru dan novel stimuli dalam penggunaan suatu inovasi. Sedangkan konsep actual innovativeness dari definisinya merupakan akuisisi aktual dari informasi baru, pemikiran, dan produk. Pada dasarnya, "actual innovativeness" berarti penggunaan aktual dari suatu inovasi tertentu oleh individu tertentu.
Dengan
menggunakan
perspektif
perilaku
(behavior),
actual
innovativeness berdasarkan pada tingkat dimana seorang individu menggunakan inovasi relatif lebih cepat dibandingkan anggota lain dalam sistemnya (Rogers, dan Shoemaker 1971, dalam Im et al., 2003). Dalam pengujian empiris, banyak peneliti menggunakan berbagai variasi ukuran tidak langsung pada perilaku ini, termasuk di dalamnya jumlah dari produk yang dimiliki, kepemilikan pada suatu produk khusus, tujuan pembelian (purchase intention), dan waktu relatif dari pengadopsian untuk suatu produk khusus. Terkait dalam penelitian ini, mobile marketing sampai saat ini belum digunakan secara resmi sebagai instrumen pemasaran dan hanya beberapa konsumen yang mempunyai pengalaman dalam mendapatkan iklan dalam ponsel
20 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
mereka. Dari kedua konsep diatas, konsep dari “actual innovativeness” tidak terlihat begitu menentukan dalam penelitian ini. Sedangkan dilain pihak, konsep dari “innate innovativeness” dapat dianggap relevan untuk menginvestigasi pendorong penerimaan (acceptance) pada mobile marketing. Pertimbangan ini didasarkan
pada
konsumen
yang
mempunyai
karakter
dengan
tingkat
innovativeness yang tinggi biasanya sangat terbuka pada pengalaman baru dan cenderung untuk membuat penggunaan yang konstruktif dari informasi yang diterima (Leavitt and Walton, 1975, dalam Bauer et.al, 2005). Hal ini yang mendorong individu untuk mendapatkan pengetahuan (knowledge) yang besar dari segala permasalahan yang berhubungan dengan komunikasi selular (mobile communication) b. Existing Knowledge Salah satu yang menentukan dalam perilaku konsumen adalah pengetahuan (knowledge) dari seorang individu. Knowledge terjadi ketika seorang adopter potensial belajar tentang adanya suatu inovasi dan mendapatkan beberapa pemahaman yang berkaitan dengan fungsinya. Knowledge terdiri dari dua komponen yaitu familiarity dan expertise. Familiarity didefinisikan sebagai jumlah pengalaman terkait dengan suatu produk yang dimiliki oleh konsumen, sedangkan expertise adalah kemampuan konsumen untuk menggunakan produk dengan baik (Alba & Hutchinson, 1987). Dalam perkembangannya, existing knowledge menentukan kemampuan seseorang untuk mengerti fasilitas (feature) dan penggunaan dari sebuah inovasi yang mempengaruhi proses cognitive yang berhubungan dengan keputusan seorang konsumen dalam menentukan penerimaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Moreau et al. (2001), existing knowledge juga mempengaruhi persepsi konsumen 21 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
terhadap kompleksitas inovasi. Dalam penelitian tersebut, dia menemukan bahwa untuk suatu inovasi yang berkelanjutan, seorang yang ahli memiliki pemahaman yang lebih tinggi pada inovasi tersebut daripada pemula. Sedangkan ketika dihadapkan pada inovasi yang tidak berkelanjutan, dia memiliki pemahaman yang kurang dalam teknologi yang baru sehingga memiliki pemahaman yang sama dengan pemula. Dengan hal tersebut, maka inovasi dirasakan akan berkurang kompleksitasnya apabila konsumen telah mempunyai jumlah yang cukup dari pengetahuan (knowledge) dari inovasi tersebut atau dari sebuah produk yang mirip dengan itu (Sheth, 1968, dalam Bauer et.al, 2005). Hal tersebut dapat tercapai dengan penggunaan dalam kategori produk atau teknologi tersebut, dan pengalaman. Dalam teori diffusion of innovation, terdapat 5 karakteristik yang mempengaruhi tingkat adopsi dari inovasi: pertama, Relative advantage yaitu tingkat dimana inovasi terlihat superior daripada produk sebelumnya; Compatibility yaitu tingkat dimana inovasi sesuai dengan value dan pengalaman dari individu; Complexity yaitu tingkat dimana inovasi relatif lebih sulit untuk dimengerti atau digunakan; Divisibility yaitu tingkat dimana inovasi dapat dicoba dalam jumlah terbatas; Communicability yaitu tingkat dimana hasil yang menguntungkan dari penggunaan teknologi yang dapat diobservasi atau dijelaskan pada lainnya. Terkait pada penelitian ini yaitu mengenai mobile marketing, pengetahuan yang relevan untuk mengurangi kompleksitas dari mobile marketing adalah pengetahuan tentang komunikasi selular (mobile communication). Teknologi komunikasi selular merupakan basis teknologi pada mobile marketing. Semakin terbiasanya seorang konsumen terhadap komunikasi selular secara umum mengurangi kesulitan dalam menggunakan jasa mobile marketing yang datang padanya.
22 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
c. Information-seeker behavior Kecenderungan seorang individu untuk mencari dan menggunakan informasi merupakan sebuah konstruk yang penting dalam analisis dan penjelasan dari perilaku konsumen (Kroeber-Riel and Weinberg, 2003, dalam Bauer et.al, 2005). Dalam hal pencarian informasi (information search), terdapat dua pola dasar yang tujuannya saling bertentangan di dalam suatu kumpulan konsumen: konsumen dengan kecenderungan (propensity) tinggi untuk mencari dan menggunakan informasi,
dan
konsumen
dengan
kecenderungan
(propensity)
rendah.
Kecenderungan untuk mencari dan menggunakan informasi akan tergantung dari hal lain, seperti pada individu, faktor pribadi seperti pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan perencanaan, dimana merefleksikan suatu sensitifitas yang umum atau spesifik dari informasi produk. Seseorang yang terkarakterisasi dengan tingkat sensitifitas informasi yang tinggi, mereka yang kemudian disebut dengan “information seeker” (Becker, 1976). Berdasarkan pada teori Optimum Stimulation Level (OSL), individuindividu berjuang untuk mencapai suatu level tertentu dari stimulasi dan secara intrinsik termotivasi untuk mengumpulkan informasi. Optimum Stimulation Level merupakan suatu sifat yang mengkarakterisasi seorang individu dalam bentuk respon umum dari individu tersebut pada stimuli yang berasal dari lingkungan (environmental stimuli). Konsep ini diperkenalkan hampir secara simultan dalam literatur psikologi oleh Hebb (1955) dan Leuba (1955). Mereka berargumen bahwa setiap organisme lebih memilih suatu level stimuli tertentu, dimana diistilahkan sebagai “optimum stimulation”. Ketika environmental stimuli (dimana ditentukan oleh sifat-sifat seperti novelty, ambiguity, complexity, dsb) berada di bawah optimum, seorang individu akan berusaha untuk meningkatkan rangsangan 23 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
(stimulation). Begitu juga sebaliknya, ketika environmental stimuli berada diatas di optimum, maka individu tersebut akan berjuang untuk menguranginya. Besarnya OSL yang selanjutnya mendorong untuk berusaha menyesuaikan rangsangan (stimulation) dari lingkungan. Perilaku ini yang bertujuan untuk memodifikasi stimulation dari lingkungan, dan dapat diistilahkan sebagai “exploratory behavior”. Berdasarkan Berlyne (1960), respon eksploratori adalah kemampuan untuk memasuki informasi lingkungan yang sebelumnya belum tersedia. Mereka melakukannya dengan mengintensifkan atau mengklarifikasikan stimulation dari objek yang telah dipresentasikan pada bidang stimulus, dan kemudian mengurangi ketidakpastian tentang sifat dari objek ini. Dalam meneliti exploratory behavior dan konstruk yang mendasarinya seperti OSL, sangat berguna dalam (1) mempelajari respon pada karakteristik stimulus seperti novelty, dan complexity, (2) mempelajari perilaku pencarian informasi dari konsumen, dan (3) mempelajari efek dari pengulangan stimulus (seperti iklan), dan (4) mempelajari perbedaan individu dalam exploratory behavior. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Raju (1980), menunjukkan bahwa seseorang dengan OSL tinggi memiliki sesuatu yang berbeda dalam pola respon mereka. Mereka cenderung suka merespon dibandingkan menghindar dari ambiguous stimuli, dan mereka juga kurang kaku dalam pola respon mereka. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kecenderungan yang tinggi terhadap “exploratory behavior” dikarakterisasi oleh OSL yang tinggi. Setiap individu yang menampakkan kecenderungan yang kuat terhadap “exploratory behavior” juga cenderung menampilkan kecenderungan yang tinggi untuk mencari dan menggunakan informasi. Mereka yang kemudian diklasifikasikan sebagai “information seeker”, dimana berimplikasi bahwa “information seeker” juga
24 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
mempunyai OSL yang tinggi, yang menyukai menerima pesan iklan, dan mempunyai attitude toward advertising yang tinggi secara umum. Dan hubungan antara OSL dan variabel demografis menunjukkan bahwa OSL tinggi dikarakterisasi oleh orang-orang muda, terpelajar, dan bekerja. d. Attitude toward Advertising Attitude toward advertising didefinisikan sebagai: “Suatu kecenderungan mempelajari respon dalam suatu pendekatan yang secara konstan dapat menjadi positif atau negatif terhadap iklan secara umum” (MacKenzie, dan Lutz, 1989). Sedangkan, attitudes digambarkan sebagai suatu kondisi mental yang digunakan oleh individu-individu untuk membentuk cara mereka menerima lingkungan mereka dan memandu mereka cara merespon lingkungannya (Aaker, Kumar, dan Day, 1995; p. 254). Secara umum, attitudes toward advertising dari konsumen
merefleksikan
tingkat
dimana
mereka
mengidentifikasi
iklan
(Mackenzie et al., 1986; Shimp, 1981). Di dalam penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi efek yang ditimbulkan dari iklan outdoor, Donthu, Cherian, dan Bhargava (1993) menemukan efek yang baik ditunjukkan oleh responden yang memiliki attitudes toward advertising yang positif secara umum. Akan tetapi, walaupun terdapat efek yang positif dari attitudes toward advertising seperti yang digambarkan pada awal-awal penelitian, aspek negatif dari iklan mulai ditemukan oleh penelitian yang banyak dilakukan saat ini. Pergeseran dimulai pada tahun 1970-an (Zanot, 1984), dan menjadi lebih signifikan pada tahun 1980-an, dan 1990-an (Alwitt & Prabhaker, 1994; Mittal, 1994). Kekuatan yang mendorong hal ini dapat terjadi disebabkan oleh faktorfaktor, seperti meningkatnya kesadaran akan konsumerisme, persepsi risiko,
25 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
perlindungan diri, dan aktifitas iklan yang berlebihan (Mackenzie et al., 1986). Faktor ini telah dijelaskan oleh banyak penelitian yang dilakukan saat ini yang mengidentifikasi media baru sebagaimana media tradisional. Sebagai contoh dalam menguji 6 (enam) media komunikasi massa tradisional (televisi, radio, majalah, koran, yellow pages, dan direct mail), Elliot, dan Speck (1998) mengidentifikasi 3 (tiga) fenomena yang berhubungan dengan persepsi negatif dari iklan. Pertama, jumlah iklan yang berlebihan menjadi suatu permasalahan persepsi dibandingkan objektivitas data. Kedua, konsumen sering melihat iklan sebagai suatu gangguan yang menghalangi penerimaan content ke mereka. Ketiga, konsumen seringkali memutuskan untuk mendapatkan kontrol atau menghindari eksposure (paparan) dari iklan yang tidak diinginkan. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Tsang, Ho, dan Liang (2004) juga membuktikan aspek negatif dari attitude toward advertising konsumen dalam konteks mobile commerce. Terkait dengan itu, teori “Cognitive Dissonance” yang dikembangkan oleh Festinger (1978) merupakan satu dari konsep teori yang paling penting dalam menjelaskan integrasi dari sebuah attitude tunggal kedalam sebuah sistem attudinal seorang individu. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa seorang individu selalu mencoba untuk menjaga sistem cognitive mereka dalam keseimbangan. Jika ketidakkonsistenan antara beberapa cognition seperti opini, attitude, atau ekspetasi meningkat, konsumen mengalami sebuah perasaan ketidaknyamanan. Untuk keluar dari perasaan yang tidak diinginkan ini, konsumen mencoba untuk mengurangi ketidakkonsistenan antara cognition mereka. Satu strategi yang berguna ialah membentuk kembali attitude yang menonjolkan resistensi rendah untuk menjadi lebih konsisten dengan attitude lainnya dalam sistem (Güttler, 2003, dalam Bauer et. al, 2005). Hal yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengubah kepercayaan
26 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
(belief), mengubah tindakan, dan mengubah persepsi dari tindakan. Pertimbangan ini memegang implikasi penting untuk penelitian ini, karena pertimbangan ini memberikan kita untuk menentukan hubungan antara attitude toward advertising secara umum, dan attitude toward mobile marketing. Kedua attitude tersebut berhubungan: mobile marketing dapat dianggap sebagai bagian dari seluruh instrumen yang tersedia untuk mengkomunikasikan iklan. Konsumen mungkin sangat terbiasa dengan iklan secara umum, yang disebabkan mereka melihat hal tersebut setiap hari. Akibatnya, mereka dapat diperkirakan memiliki attitude toward advertising yang stabil dan konsisten secara umum. Mobile marketing disisi lain diklasifikasikan sebagai suatu inovasi, dimana hanya beberapa konsumen yang telah melihatnya. Attitude toward advertising konsumen terhadap mobile marketing dapat selanjutnya diasumsikan kurang stabil dan mudah sekali berubah-ubah. Attitude toward mobile marketing mempunyai resistensi rendah untuk selalu berubah dibandingkan attitude toward advertising secara umum. Oleh karena itu, hal ini terlihat nyata bahwa attitude toward mobile marketing akan sangat tergantung pada attitude toward advertising secara umum.
2.3.2. Innovation-Based Acceptance Drivers a. Perceived utility Banyak penulis menyatakan bahwa konsumen hanya akan menerima mobile marketing ketika mereka merasakan suatu keuntungan dalam menerima pesan iklan pada ponsel mereka (Kavassalis et al. 2003). Konsep teori yang lain memberikan suatu penjelasan bahwa perception utility dari mobile marketing sebagai prasyarat untuk penerimaan dari mobile marketing adalah uses-and-gratification approach. Pada permulaan sejarah dari penelitian dari komunikasi (Cantril, 1942, dalam Katz
27 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
et.al, 1973) sebuah pendekatan dikembangkan untuk mempelajari kepuasan (gratification) dimana menarik dan menahan penonton/pendengar (audience) pada jenis-jenis media dan tipe content dimana memuaskan kebutuhan sosial dan psikologi mereka. Berdasarkan konsep ini konsumen secara sadar memilih dan menggunakan media dan content tertentu untuk memenuhi kebutuhan yang spesifik. Konsep ini yang dikenal dengan uses-and-gratification approach. Katz et al. (1973) mengidentifikasikan 3 kategori berikut ini sebagai kebutuhan yang sangat penting bagi seseorang: 1. Kebutuhan yang berhubungan dengan menguatkan informasi, pengetahuan, dan pemahaman akan sesuatu. 2. Kebutuhan yang berkaitan dengan menguatkan estetika, kesenangan, dan pengalaman emosional 3. Kebutuhan yang berkaitan untuk menguatkan hubungan dengan keluarga, teman, dan dunia. Uses-and-gratification approach akan berdampak pada mobile marketing hanya bila layanan yang akan diterima oleh konsumen dirasakan sebagai suatu kesempatan untuk memenuhi kebutuhan akan information, pengetahuan, dan penerimaan sosial. b. Perceived risk Perceived risk adalah fungsi subjektif pengguna pada besarnya konsekuensi yang merugikan dari penggunaan mobile marketing dan kemungkinan dari konsekuensi ini yang mungkin terjadi bila layanan ini digunakan (van der Heijden et al, 2004). Perilaku konsumen sangat kuat dipengaruhi oleh persepsi dari risiko, konsumen biasanya tidak yakin tentang konsekuensi dari suatu keputusan atau suatu tindakan (Bauer, 1976, dalam Bauer et. al, 2005). Lebih lanjut, hal ini
28 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
mengungkapkan bahwa konsumen berusaha untuk meminimasi risiko daripada memaksimalisasi kegunaan. Persepsi risiko subjektif dari konsumen menentukan perilaku ini (Mitchell, 1999). Hal ini khususnya terjadi untuk adoption dari inovasi, yang disebabkan kurangnya pengalaman dari konsumen dengan produk baru dan menemukan diri mereka sendiri pada suatu situasi dengan risiko tinggi. Walaupun demikian konsumen mencoba untuk mengurangi risiko yang terkait dengan keputusan perilaku tertentu. Selama pengambilan keputusan adoption tersebut, dapat menghasilkan penolakan pada suatu inovasi. Risiko terkait dengan mobile marketing yang paling utama dirasakan adalah keamanan
data.
Pengguna
baru
dari
layanan
media
cenderung
untuk
memperhatikan tentang adanya manipulasi data, akses data tanpa hak, dan pelacakan yang tidak diinginkan dari pola penggunaan dari pengguna layanan media. Permasalahan keamanan lain menyangkut tentang privasi konsumen. Dengan menggunakan media komunikasi selular, hal ini memungkinkan pemasar untuk mencapai konsumen kapan saja, dan dimana saja. Karakteristik ini memberikan potensi yang besar, mobile marketing yang personal disatu sisi, tetapi disisi lain sebagai ketakutan konsumen atas gangguan privasi. Dalam definisi, privasi adalah hak dari seorang individu untuk mengontrol informasi yang diberikan untuk mereka oleh pihak ketiga (Chaffey, 2004, dalam Barnes et al, 2004). Dickinger et al. (2005) menemukan bahwa telepon selular tidak dapat membedakan antara spam dan komunikasi sebenarnya secara otomatis. Mereka juga menemukan bahwa ketakutan konsumen untuk registrasi pada layanan informasi berbasis SMS karena permasalahan privasi. Berdasarkan hal tersebut, persepsi dari risiko kuat mempengaruhi keinginan konsumen untuk mengadopsikan
29 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
mobile marketing sebagai suatu inovasi. Hubungan kausal antara persepsi risiko dan attitude toward mobile marketing dapat diasumsikan negatif.
2.4.
Gambaran Umum Perusahaan dan Layanan Produk 2.4.1. Industri Telepon Selular (Mobile Phone) Selama 8 tahun terakhir (tahun 1996 – 2004) industri seluler Indonesia mengalami pertumbuhan pelanggan yang cukup tinggi dengan tingkat penetrasi seluler yang meningkat secara signifikan dari hanya 1,7% pada tahun 2000 menjadi 14,4% pada tahun 2004 (Teddy Kurnia, 2005). Data terbaru menyebutkan saat ini tingkat penetrasi selular telah mencapai 27 % pada tahun 2006. (Telkom, 2007).
Tabel 2-2. Tingkat Penetrasi Seluler Berbagai Negara dan Jumlah Penduduk Tahun 2004 % Penetrasi Seluler
Jumlah Penduduk (ribu orang)
Hongkong Taiwan
110,9 94,0
6.855 22.750
Singapura
89,7
4.354
Australia
89,2
19.913
Korea Selatan
76,0
48.234
Jepang
70,9
127.333
Malaysia
62,7
23.522
USA
59,3
293.028
Thailand
43,0
64.866
Filipina
38,6
86.242
Cina
25,8
1.299.848
Indonesia Pakistan
14,4 5,4
238.453 159.196
India
4,5
1.065.071
Sumber: Business Monitor International & Bloomberg dan sumber lain
30 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
Gambar 2-1. Grafik tingkat penetrasi selular di Indonesia
Pertumbuhan yang fenomenal dari ponsel ini disebabkan oleh beberapa faktor yang melatarbelakanginya, antara lain (Teddy Kurnia, 2005): 1. Variasi ponsel yang makin beragam 2. Diperkenalkannya kartu prabayar oleh operator seluler pada tahun 1998 3. Harga ponsel yang makin murah atau terjangkau yang disebabkan oleh: a) Persaingan antar produsen ponsel yang semakin ketat dan juga tingkat produksi produsen ponsel yang telah mencapai skala ekonomis b) Munculnya pasar ponsel bekas (second hand) baik ponsel bekas dari dalam negeri maupun ponsel bekas dari luar negeri 4. Adanya fasilitas pembiayaan konsumen sehingga ponsel dapat dicicil 5. Daerah jangkauan operator seluler (coverage area) yang semakin luas sampai ke daerah terpencil seiring dengan ekspansi yang dilakukan oleh para operator seluler 6. Perubahan pola hidup masyarakat (terutama di kota-kota besar) yang semakin membutuhkan sarana komunikasi yang fleksibel, dan mobile (membutuhkan mobilitas tinggi). Selain itu, sekarang ini penggunaan telepon juga merupakan
31 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
bagian dari gaya hidup dari masyarakat modern yang telah lebih maju dalam hal pengetahuan teknologi. 7. Persaingan antar operator seluler yang menguntungkan konsumen
Saat ini, perkembangan dari ponsel tidak hanya terbatas kepada komunikasi melalui suara, tetapi telah merambah ke layanan komunikasi data. Perkembangan terbaru dari komunikasi data ialah melalui layanan yang dikenal dengan 3G dan HSDPA. Evolusi teknologi generasi ketiga atau 3G identik dengan hadirnya era baru wireless broadband atau layanan internet berkecepatan tinggi HSDPA (HighSpeed Downlink Packet Access). Kecepatan data yang semakin tinggi meningkatkan kapasitas sistem tanpa memerlukan spektrum frekuensi tambahan, sehingga pasti akan mengurangi waktu download dan biaya layanan mobile data secara signifikan. Bahkan teknologi berbasis HSDPA memberikan kecepatan hingga 3,2 Mpbs (Mega bit per second) atau 10-40 kali lebih cepat dari sistem dial up internet biasa. Prospek perkembangan dari layanan data ini di Indonesia, dan dunia dapat ditunjukkan sebagai berikut (Telkomsel, 2007): 1. Melihat pertumbuhan pelanggan di Indonesia dalam 5 tahun terakhir rata-rata sekitar 60%, antusisme ATPM ponsel dan content provider serta kecepatan dukungan vendor network; menjadikan layanan 3G sangat prospektif. 2. Pertumbuhan pelanggan yang begitu tinggi di mana hanya dalam setahun sejak diluncurkan, pelanggan 3G Telkomsel mencapai 3,25 juta pelanggan, telah memposisikan Negara Indonesia di urutan ke-10 dunia sebagai negara dengan jumlah pelanggan 3G terbesar setelah : Jepang, Cina, Korea Selatan, Hongkong, Italia, Inggris, Perancis, Jerman.
32 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
3. Animo masyarakat yang mempunyai karakter dengan kekerabatan yang tinggi seperti di Indonesia, tentunya juga salah satu yang membuat layanan 3G mendapat respon yang sangat bagus. Masyarakat Indonesia yang punya hobi merantau sangat tertolong dengan adanya video call sehingga selalu terasa dekat dengan keluarga. 4. Data
UMTS
(Universal
Mobile
Telecommunications
System)
forum
menyebutkan saat ini 159 negara telah mengimplementasikan 3G, di mana jumlah pelanggan 3G di seluruh dunia akhir 2006 mencapai 100 juta atau tumbuh 100% dari tahun 2005. Dan tahun 2007 ini diperkirakan tumbuh 200%, begitu juga pelanggan 3G Telkomsel yang diperkirakan akan mencapai 4 juta pelanggan. 5. Diperkirakan di tahun 2010, pelanggan ponsel mencapai 120 juta, dan jumlah pengguna internet akan mencapai 58,7 juta. Ponsel, dan internet akan berkonvergensi, di mana kehadiran mobile wireless internet broadband menjadi solusi para pengguna internet yang mempunyai tingkat mobilitas tinggi dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Telkomsel memprediksi pelanggan mobile wireless internet broadband akan mencapai 3,5 juta pada 2010, potensi tersebut semakin menggambarkan besarnya peluang pengembangan layanan 3G di Indonesia.
2.4.2. Profil Telkomsel Telkomsel telah beroperasi selama 12 tahun sejak beroperasinya pada tanggal 26 Mei 1995. Selama itu pula, Telkomsel telah konsisten dalam melakukan pengelolaan perusahaan yang baik sebagai wujud kepeduliannya terhadap Indonesia (pasar, industri, dan lingkungan). Sebagai pemimpin jasa layanan selular yang
33 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
sampai dengan bulan Juni 2007 telah dipercaya melayani 42,811 juta konsumen atau berdasarkan statistik industri mewakili market share sekitar 55% di Indonesia, Telkomsel konsisten dengan komitmennya menghadirkan kemanfaatan bagi pelanggan melalui pemenuhan 5 pokok kebutuhan pengguna selular yakni: cakupan terluas, jaringan berkualitas, inovasi produk, pelayanan pelanggan dan tarif yang wajar. Sejak awal beroperasinya pada tahun 1995 dimana Telkomsel hanya memiliki 149 BTS (Base Transceiver Station), kini telah menggelar lebih dari 18.000 BTS atau 120 kali lipatnya, dimana telah menjangkau lebih dari 95% populasi Indonesia dengan jaringan yang berkualitas dan tingkat kontinyuitas kenyamanan komunikasi memenuhi standar kelas dunia mencapai 99,5% (sangat minim area blankspot-nya). Telkomsel di tahun 2006 tepatnya pada bulan September kembali mempelopori penggelaran era baru layanan 3G di Indonesia yang menjadikan Telkomsel operator pertama di Indonesia yang meluncurkan layanan 3G dalam melengkapi ragam teknologinya untuk melayani masyarakat. Dan untuk melengkapi kecanggihan konvergensi IT dan network, Telkomsel di tahun 2007 ini mengimplementasikan Convergent Online Charging (COC), dimana sistem ini mempunyai kemampuan meningkatkan Fleksibilitas, Efisiensi dan Penyederhanaan proses dalam menghadirkan ragam inovasi produk dan layanan konvergen prabayar dan paska bayar. Seiring dengan penggelaran jaringan terluas, teknologi ter-update dan ragam produk yang inovatif, Telkomsel juga berkomitmen untuk hadir lebih dekat dan lebih nyata dengan menghadirkan lebih dari 260.000 titik pelayanan Telkomsel, baik yang dikelola sendiri maupun yang dikelola bersama mitra yakni 68 GraPARI,
34 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
210 GeraiHALO, 2.300 KiosHALO, 2.950 Retail Nasional, 250.000 m-Kios dan 5.000 Outlet Dealer.
II.4.3. Produk dan Layanan Telkomsel menyediakan layanan selular GSM di Indonesia, melalui jaringan nasional Telkomsel GSM Dual band 900/1800 MHz, dan di internasional, melalui 268 partner roaming internasional di 155 negara (akhir tahun 2006) yang membuat pelanggan merasakan komunikasi yang tak terputus (seamless roaming). Telkomsel mempelopori industri selular Indonesia untuk Go International dengan menjadi salah satu pendiri Bridge Mobile Alliance (BMA) yang merupakan aliansi mobile selular terbesar di Asia Pasfik beranggotakan 11 operator yakni: Airtel (India), Advanced Info Service (Thailand), CSL (Hong Kong), CTM (Macau), Globe Telecom (Philippines), Maxis (Malaysia), SingTel Mobile (Singapore), SingTel Optus (Australia), SK Telecom (Korea), Taiwan Mobile (Taiwan), dan Telkomsel (Indonesia). Pada tahun 2007 ini, Telkomsel bersama BMA juga telah memperluas layanannya melalui kerjasamanya dengan aliansi operator terbesar di Eropa yakni Freemove yang beranggotakan: Orange, TeliaSonera, Telecom Italia Group dan T-Mobile. Kerjasama tersebut merupakan ekspansi layanan dengan wilayah kerjasama terluas meliputi 38 negara dan lebih dari 400 juta pelanggan di empat benua (Eropa, Amerika, Asia dan Australia). Tujuan dari aliansi ini adalah menghadirkan pelayanan global melalui pengembangan produk dan layanan selular regional secara bersama dan mengeksplor platform layanan yang kompatibel lintas negara. Seiring dengan semakin luasnya layanan Telkomsel di seluruh Kota dan Kabupaten hingga ke kecamatan, tentunya akan memberikan manfaat bagi
35 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
Indonesia, seperti: meningkatkan kelancaran komunikasi antar penduduk, meningkatkan daya tarik investasi daerah (metropolitan sampai pedesaan), meningkatkan peluang usaha (skala besar, menengah dan kecil), serta meningkatkan percepatan pertumbuhan perekonomian dan kemasyarakatan. Telkomsel menyediakan 3 jenis produk (paska bayar yaitu kartuHALO, prabayar yaitu simPATI, dan KartuAs) sebagai upaya menyediakan pilihan solusi sarana komunikasi berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan segmentasi pelanggan yang berbeda-beda. Kartu As – kartu prabayar terbaru Telkomsel yang sejak diluncurkan 24 Mei 2004 tercatat sebagai kartu prabayar dengan pertumbuhan pelanggan fantastis, di mana kini jumlah pelanggannya mencapai lebih dari 16,5 juta. Keunggulan kompetitif yang sangat menonjol adalah skema tarifnya perdetik dan flat ke seluruh Indonesia. simPATI -- kartu prabayar yang paling digemari pasar dimana saat ini simPATI telah digunakan oleh sekitar 21 juta pelanggan atau 40% pengguna prabayar di Indonesia, serta merupakan kartu prabayar isi ulang pertama di Asia yang diluncurkan tahun 1997. kartuHALO -- kartu paska bayar Telkomsel yang menerobos pasar melalui pendekatan kultur ke-Indonesiaan, baik dari sisi nama “kartuHALO” sebagai pengganti sebutan simcard, maupun desain kartunya yang menampilkan ragam budaya yang ada di Indonesia, yang merepresentasikan luasnya jangkauan layanan Telkomsel dari Sabang sampai Merauke. Saat ini kartuHALO digunakan oleh 65% pelanggan kartu paska bayar di Indonesia. Kenyamanan pelanggan kartuHALO pun semakin meningkat dengan diluncurkannya paket HALObebas, yakni: Bebas Komunitas, Bebas 150 SMS perbulan, Bebas Abonemen Bebas Bicara dan HALOHybrid. 36 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
Bagi pelanggan Telkomsel tersedia layanan komunitas khusus yang memberikan berbagai layanan eksklusif, di mana bagi pelanggan kartuHALO bernama HALOClub, simPATIzone untuk simPATI, dan Gen’ Asik bagi pelanggan Kartu As. Telkomsel juga menghadirkan beragam inovasi yang memiliki keunggulan kompetitif dibanding layanan sejenis. Bahkan beberapa diantaranya hanya dimiliki Telkomsel seperti PelindungDataku (pengaman data di ponsel), HALOhybrid (layanan prabayar, dan paska bayar dalam satu kartu), TelkomselFlash (HSDPA berbasis waktu dan bisa dinikmati pengguna prabayar), You’ve Got Mail (push email hingga 5 account bagi pengguna prabayar dan paska bayar) dan Telkomsel Call Me yaitu sebuah fasilitas yang memungkinkan pelanggan tidak terputus komunikasinya walaupun kehabisan pulsa. Konvergensi layanan secara nyata diimplementasikan Telkomsel, sebagai upaya menghadirkan manfaat bagi lingkungan bisnis, contoh: konvergensi dengan industri perbankan (m-banking, m-ATM dan e-wallet), media massa dan konten (mobile TV live, dan mobile video streaming), industri musik yang sekaligus membangkitkan dari keterpurukan karena pembajakan (ring back tone atau Nada Sambung Pribadi), industri otomotif (layanan info otomotif seperti m-Toyota), bahkan Telkomsel melahirkan era baru untuk menggairahkan olahraga nasional (layanan sepakbola Indonesia *465#). Semua inovasi produk dan layanan Telkomsel dihasilkan dari konvergensi kecanggihan IT, dan jaringan di mana Telkomsel telah mengimplentasikan berbagai teknologi GSM: mulai dari generasi kedua (2G) berbasis CSD (Circuit Switched Data), GPRS (Global Packet Radio Service), atau 2½ G, EDGE (Enhanced Data rate GSM Evolution) atau 2¾ G dan WiFi (Wireless Fidelity) sinergi dengan
37 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
Wireless LAN, serta teknologi generasi ketiga atau 3G berbasis WCDMA (Wideband CDMA), dan HSDPA (High Speed Data Packet Access). Telkomsel mempelopori layanan 3G di Indonesia pada tanggal 14 September 2006, dengan alokasi investasi sebesar 3 triliun untuk kurun waktu 3 tahun. Investasi tersebut fleksibel bertambah disesuaikan dengan kebutuhan melayani pasar yang dinamis. Di tahun 2007 Telkomsel mengalokasikan dana 1,5 triliun untuk membangun 1.500 node B. Saat ini Telkomsel telah menggelar lebih dari 1.486 node B tersebar di 49 kota: Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Cirebon, Semarang, Jogja, Solo, Kudus, Tegal, Purwokerto, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Malang, Batu Malang, Lamongan, Pasuruan, Kediri, Bangkalan, Banda Aceh, Lhoksumawe, Langsa, Medan, Lubuk Pakam, Pematang Siantar, Sibolga, Kisaran, Tanjung Balai Asahan, Bukittinggi, Padang, Palalawan, Siak, Tanjung Pinang, Batam, Palembang, Lampung, Denpasar, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, Pontianak, Makasar, Mataram, Gorontalo dan Pekanbaru. Disamping perluasan cakupan 3G di jaringan nasional, Telkomsel juga telah menghadirkan akses internasional video call 3G via IDD call 007 ke 15 negara, yakni : Singapura, Malaysia, Filiphina, Taiwan, Australia, Hongkong, Jerman, Belgia, Perancis, Arab Saudi, Italia, Yunani., Belanda, Swedia, dan Jepang. Layanan 3G yang banyak digunakan oleh pelanggan dimana ponselnya telah memungkinkan video call ialah menikmati pengalaman baru berkomunikasi tatap muka. Dari sisi konten, saat ini Telkomsel telah menghadirkan sekitar 200 konten hasil kerjasama dengan 20 content provider, di mana animo pelanggan yang sangat besar ada pada fasilitas video call (63%), dan Mobile TV (37%). Sedangkan minat untuk layanan konten tertinggi TV Channel (31%), disusul Entertaiment (21%), Religius (15%), dan Anak-anak (11%). ARPU (average revenue per user)
38 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
pengguna 3G Telkomsel berkisar US$ 7-8 (Rp. 60-70 ribu) perbulan. Layanan 3G dapat dibagi menjadi: a. Mobile TV Live, layanan siaran TV yang bisa dinikmati secara langsung secara real time di layar ponsel. Sebagai contoh pelanggan yang ingin menonton Metro TV, tekan 8801>pilih option>pilih video call, saat ini terdapat 9 Mobile TV live yang dapat diakses pelanggan Telkomsel yakni Metro TV, SCTV, Indosiar, O Channel, Bali TV, Makassar TV, Jak TV, Space Toon, dan Live Event. b. Mobile Video dikelompokkan dalam beberapa jenis, seperti : Dunia Bola, Dunia Fashion, Dunia Film, Dunia Olahraga, Dunia Musik, Dunia Religi, Dunia Games, Dunia Budaya, Dunia Berita, Dunia Anak, dan Dunia Lifesyle & Entertainment.
Berbagai strategi dilakukan Telkomsel untuk mensukseskan layanan 3G di Indonesia. Strategi tersebut diterapkan secara menyeluruh dalam rangka memandu industri selular Indonesia memasuki era baru 3G, seperti: sukses ujicoba 3G 26 Mei 2006, proses lelang frekuensi 3G, peluncuran GENIE (media edukasi 3G interaktif), memulai implementasi 3G yang menandai kesiapan Telkomsel beserta mitra jaringan, dan content providers, praregistrasi pelanggan yang ingin mencoba gratis saat 3G Telkomsel diluncurkan, konsultasi umum melalui seminar 3G, pameran solusi bisnis 3G, proses ULO (uji laik operasi), dan pelatihan 3G bagi wartawan sebagai juru kunci dalam menyampaikan informasi dan edukasi era baru industri 3G, serta roadshow peluncuran di berbagai kota di Indonesia. Hal lain yang dilakukan ialah menggelar jaringan 3G secara cepat ke lebih banyak kota di Indonesia (lebih dari 1.486 BTS 3G di 49 kota hanya dalam waktu setahun) dan
39 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
implementasi ratusan jenis konten. Hal ini menjadikan Telkomsel sebagai operator dengan jaringan 3G terluas, dan layanan konten terlengkap. Bahkan kini pelanggan semakin nyaman mengakses layanan Dunia 3G telkomsel, di mana telah diluncurkan satu akses mudah 8800 (mobile portal TV, dan Video 3G) sehingga pelanggan tidak perlu lagi menghapal setiap akses layanan 3G yang tersedia.
II.4.4. Kinerja dan Shareholder dari Telkomsel Pendapatan kotor Telkomsel telah tumbuh dari Rp 3,59 trilliun di tahun 2000 menjadi Rp 34,89 trilliun di tahun 2006. Pada periode yang sama, jumlah total pelanggan selular Telkomsel tumbuh dari perkiraan 1.7 juta pelanggan pada 31 Desember 2000 menjadi 35,6 juta pelanggan pada 31 Desember 2006 (Telkomsel, 2006). Hal ini dapat dilihat dalam grafik berikut ini:
Gambar 2-2. Grafik kinerja Telkomsel
sumber: www.telkomsel.com
Sebagai service leader operator selular di Indonesia, performansi Telkomsel di triwulan ketiga 2007 mencatatkan pertambahan pelanggan mencapai 8,86 juta di 40 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
mana jumlah pelanggan menjadi 44,5 juta per 30 September 2007. Dari jumlah tersebut, pelanggan kartu prabayar Telkomsel (simPATI dan Kartu As) mencapai 42,57 juta dan sisanya 1,89 juta merupakan pelanggan paskabayar (kartuHALO). Peningkatan 8,86 juta pelanggan sampai triwulan ketiga 2007 ini memberikan kontribusi pada pertumbuhan pendapatan perusahaan (gross operating revenue) sebesar 27% dari periode sembilan bulan tahun 2006. Telkomsel juga dapat menjaga tingkat profitabilitas perusahaan pada level yang baik, di mana EBITDA (earning before interest, taxes, depreciation, dan amortization) tumbuh 22% dari periode yang sama tahun 2006, dengan EBITDA margin terhadap gross revenue mencapai 58% atau lebih baik dari rata-rata industri telekomunikasi selular di Indonesia. Pendapatan bersih perusahaan (net income) Telkomsel pun mengalami pertumbuhan 16%, di mana pendapatan masih didominasi dari layanan komunikasi suara, yakni sekitar 73%, sisanya 27% dari pendapatan SMS (Short Message Service) dan layanan mobile data. Kinerja dari Telkomsel mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak dengan meraih predikat sebagai Best GSM Operator di ajang Indonesia Cellular Award 2007. Indonesia Cellular Award merupakan penghargaan bagi ponsel dan operator terbaik atas kinerja dan performa perusahaan selama tahun 2006-2007. Penilaian dilakukan oleh juri independen yang berkecimpung sebagai jurnalis, pengamat pasar ponsel dan pengamat industri selular Indonesia. Sebagai Best GSM Operator 2007, Telkomsel dinilai berhak menyandang predikat terbaik berdasarkan parameter: inovasi, pertumbuhan pelanggan, kualitas suara, pelayanan pelanggan, tarif dan kinerja. Dalam semester pertama dari tahun 2007, Telkomsel telah berhasil mendapatkan pengakuan terbaik untuk performasi produk, layanan, maupun kinerja
41 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
perusahaan, yakni: Top Brand Award, Service Quality Award, Selular Award (Best GSM Operator, Best Multimedia Services, Best Post Paid GSM, dan Best Operator of The Year), Call Center Award, Sertifikasi ISO 9001:2000 (sertifikasi mutu berstandar internasional), Operator Of The Year di Mobile Asian Award dan Best GSM Operator di Indonesia Cellular Award. Pemegang saham dari Telkomsel adalah Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), dan Singapore Telecom Mobile Pte Ltd (SingTel Mobile). Gambar 2.3. Perbandingan kepemilikan dalam Telkomsel
Sumber : www.telkomsel.com
Telkom yang mempunyai 65% dari saham Telkomsel, merupakan operator layanan penuh telekomunikasi terbesar di Indonesia. Telkom terdaftar pada Jakarta Stock Exchange (JSX: TLKM), New York Stock Exchange (NYSE: TLK), dan London Stock Exchange (LSE: TKID), dan mayoritas dimiliki oleh pemerintah Indonesia. SingTel Mobile memiliki 35% dari saham Telkomsel dan merupakan sebuah cabang yang sepenuhnya dimiliki oleh Singapore Telecommunications Limited (SingTel). SingTel merupakan salah satu dari operator layanan
42 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008
telekomunikasi terbesar di Asia. SingTel terdaftar pada Singapore Exchange (SGX: ST), dan Australian Stock Exchange Limited (ASX: SGT). Kepemilikan dari SingTel mayoritas dimiliki oleh pemerintah Singapura. Pada akhir 2001, SingTel Mobile membeli saham Telkomsel dimana saat itu dipegang oleh KPN Royal Dutch Telecom of The Netherlands (17.28%) dan Setdco Megacell Asia (5%). Pada pertengahan 2002, SingTel Mobile mengakuisisi tambahan 12.72% saham dari Telkom sehingga total saham yang dimilikinya sebesar 35% saham.
43 Pengukuran penerimaan ... Daru Linggar Pratikto, FE-UI, 2008