BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Pajak 1. Pengertian Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman ini diharapkan muncul kesadaran akan kewajiban membayar pajak. a. Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU KUP Nomor 16 Tahun 2009 (UU perubahan keempat UU KUP) pengertian pajak adalah: kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan, secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. b. Mardiasmo (2008:1) mengutip pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah sebagai berikut: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
6
7
c. Etty menyatakan bahwa pajak merupakan (2010:1) : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang. Pembayar pajak tidak akan mendapat kontraprestasi atas pajak yang telah dibayarkan. Pajak tersebut digunakan oleh Negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat umum. d. Sedangkan menurut Ray M., Herschel M., dan Horace R., definisi pajak adalah sebagai berikut: Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta kesektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa adanya imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur yang melekat pada pengertian pajak yaitu : a. Pajak
dipungut
berdasarkan
undang-undang
serta
aturan
pelaksanaanya. b. Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat adanya sanksi. c. Dalam pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukan adanya
kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah. d. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemugut pajak tidak boleh dilakukan pihak swasta yang orientasinya adalah keuntungan.
8
e. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
2. Fungsi Pajak a.
Fungsi Penerimaan (budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
b.
Fungsi Mengatur (reguleren) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Kedua fungsi tersebut merupakan peran utama pajak, dalam
perkembangannya, peran tersebut menjadi lebih luas dengan adanya fungsi redistribusi dan demokrasi. c. Fungsi redistribusi fungsi yang lebih menekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak, yaitu tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat atau lapisan peghasilan yang lebih tinggi.
9
d. Fungsi demokrasi merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan fungsi ini pada saat sekarang sering dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat khususnya pembayar pajak. Apabila pajak telah dilaksanakan dengan baik, maka imbal baliknya pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik.
3. Sistem pemungutan pajak a. Official assessment system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan pajak yang terutang. Ciri-cirinya : 1) Wajib Pajak bersifat pasif. 2) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada fiskus. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan oleh fiskus. b. Self assessment system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
10
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Ciri-cirinya : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. 2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. Withholding system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
4. Syarat Pemungutan Pajak Menurut
mardiasmo
(2007:2)
agar
pemungutan
pajak
tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : a.
Pemungutan pajak harus adil (syarat adil). Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan
harus
adil.
Adil
dalam
perundang-undangan
11
diantaranya mengenai pajak secara umum dan merata. Serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. b.
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis). Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2, hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) a. Pengertian Menurut Undang-Undang Ketentuan Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Nomor Pokok Wajib Pajak adalah: Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan Objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. b. Syarat Pemberian NPWP Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas : 1) Bagi Penduduk Indonesia : fotokopi Kartu Tanda Penduduk Atau, 2) Bagi orang asing : fotokopi pasport ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan.
12
c. Fungsi NPWP adalah : 1)
Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan sebagai tanda identitas Wajib Pajak
2) Untuk
ketertiban
pembayaran
pajak
dan
pengawasan
administrasi perpajakan 3) Untuk
keperluan
yang berhubungan dengan
dokumen
perpajakan 4) Untuk memenuhi kewajiban perpajakan
B. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Pajak Penghasilan sebagai berikut : pajak penghasilan adalah Pajak penghasilan pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, honor, upah, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, jabatan dan kegiatan. Pengertian pajak penghasilan sesuai dengan pasal 1 undangundang pajak penghasilan adalah sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima dalam tahun pajak.
13
2. Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Penghasilan Yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 a.
penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
b.
penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c.
penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenis
d.
penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
e.
imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
14
f.
imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi,
uang
rapat,
honorarium,
hadiah
atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. g.
penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: bukan Wajib pajak; 1) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau 2) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma 3) penghitungan khusus (deemed profit).
h.
Pengenaan PPh Pasal 21 bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta para pensiunannya atas penghasilan yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, diatur berdasarkan ketentuan yang ditetapkan khusus mengenai hal Dimaksud.
3. Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan memberikan pengertian PPh pasal 25, dan pasal 29 sebagai berikut :
15
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Pajak Penghasilan Pasal 29 terjadi Apabila Pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (1), maka kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan disampaikan
16
Tabel 2.1 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Keterangan
Setahun
No 1.
Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi
Rp. 15.840.000
2.
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp. 1.320.000,-
3.
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya Rp. 15.840.000,digabung dengan penghasilan suami.
4.
Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah Rp. 1.320.000,semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga Sumber: www.pajak.go.id
Tabel 2.2 Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%
Sumber: www.pajak.go.id
17
C. Pemahaman 1. Pengertian Pemahaman Pemahaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami (Em Zul, 2008 : 607-608). Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti : (1) mengerti benar (akan); mengetahui benar, (2) memaklumi. Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman, artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham) (Depdikbud, 1994: 74). Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya paham dan pengetahuan banyak.
18
D. Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Pasal 3 ayat (1) Undang – undang KUP Nomor 16 Tahun 2009 menyebutkan bahwa : Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya kekantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. 2. Fungsi Surat Pemberitahuan ( SPT ) Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a.
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
b.
Penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan atau bukan Objek Pajak
19
c.
Harta dan kewajiban
d.
Pembayaran
dari
pemotongan
atau
pemungutan
tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau kena pajak badan lain dalam satu masa pajak yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. 3. Surat Pemberitahuan Orang Pribadi. Bentuk formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sangat sederhana (formulir 1770 SS) bagi Wajib Pajak : a. Yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) setahun dan, b. Tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dengan menggunakan formulir 1770 SS maka lampiran bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa bukti pemotong 1721 A1 dan/atau 1721 A2 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari formulir 1770 SS.
20
4. Tempat Pengambilan Surat Pemberitahuan ( SPT ) Wajib
Pajak
sebagaimana
harus
mengambil
sendiri
Surat
Pemberitauan ( SPT ) ditempat yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. Tempat pengambilan Surat Pemberitahuan ( SPT ) adalah sebagai berikut : a.Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) b.Kantor Penyuluhan pajak c.Kantor Pelyanan Pajak Bumi dan Bangunan d.Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak ( DJP ) e.Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak f. Melalui sistem komputer dengan alamat situs internet atau Homepage Direktorat Jendral Pajak yaitu : htpp://www.pajak.go.id g. Mencetak atau menggandakan atau fotokopi sendiri dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya. 5. Pengisian Surat Pemberitahuan a. Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas dan menandatanganinya. b. Dalam hal Surat Pemberitahuan diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus. c. Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi folmulir SPT dengan benar, jelas dan lengkap sesuai dengan
21
petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. d. Pengisian SPT yang tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang bayar, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang – undangan perpajakan. 6. Ketentuan Tentang Penyampaian SPT a. SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP, KP4 atau KP2KP setempat, atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. b. Batas waktu penyampaian: 1) Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak. 2) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. 3) SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak. 4) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak. c. SPT yang disampaikan langsung ke KPP/KP4 diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan.
22
7. Sanksi Keterlambatan Menyampaikan SPT a. Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir. b. Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan. c. Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan. d. Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. e. Wajib
Pajak
yang
alpa
tidak
menyampaikan
SPT
atau
menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar. f. SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100.000
23
Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan secara lengkap dianggap tidak disampaikan atau ditolak dan dikembalikan untuk dilengkapi. SPT tidak lengkap apabila : 1) Nama dan NPWP tidak dicantumkan dalam SPT. 2) Elemen SPT induk dan lampiran tidak atau kurang lengkap isinya. 3) SPT tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak atau ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak, tapi tidak dilampiri dengan surat kuasa khusus atau ditandatangani ahli waris tetapi tidak dilampiri keterangan kematian dari instansi yang berwenang. 4) SPT tidak atau kurang dilampiri dengan lampiran yang disyaratkan 5) SPT kurang bayar tetapi tidak dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau Surat Keputusan Persetujuan Penundaan atau angsuran Pajak Penghasilan pasal 29.
E. Kepatuhan Wajib Pajak 1. Pengertian Kepatuhan Menurut Simon James et al yang dikutuip oleh Gunadi (2008) yang dimaksud dengan kepatuhan pajak (tax compliance) adalah :
24
Kesediaan dari wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa perlu dilakukan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi hukum ataupun administrasi. Sementara Nurmatu (2007) mendefinisikan kepatuhan perpajakan adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajaknnya. Pada dasarnya sikap patuh akan timbul jika seseorang telah mempunyai kesadaran dan kesediaan untuk mematuhi dan memenuhi untuk melaksanakan peraturan dan norma-norma yang ada. Kesadaran yang muncul merupakan sikap seseorang yang secara sukarela mematuhi semua peraturan dan sadar akan hak dan kewajibannya. Kesadaran dan kepatuhan hukum seseorang menurut Soerjini Soekanto dipengaruhi oleh 4 hal, diantaranya : 1) Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum 2) Pengetahuan tantang isi peraturan-peraturan hukum 3) Sikap terhadap peraturan hukum 4) Pola-pola perilaku menurut hukum
2. Kepatuhan Wajib Pajak a. Ismawan (2007:82) mengemukakan prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang
25
punggung sistem self assessment di mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut. b. Kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai ”suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano, 2008:110) sebagai berikut: 1) Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. 2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3) Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4) Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Ada dua macam kepatuhan yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. 1) Yang dimaksud dengan kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan. 2) Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikat memenuhi semua ketentuan materiil
26
perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan materiil meliputi juga kepatuhan formal. Ketika berbicara tentang kepatuhan (compliance), Compliance bisa dikategorikan dalam 2 hal: a) Administrative compliance merupakan
bentuk
kepatuhan
terhadap
aturan-aturan
administratif seperti pengajuan pembayaran yang tepat waktu. b) Technical compliance merupakan kepatuhan wajib pajak terhadap teknik pembayaran pajak, misalnya pajak dihitung sesuai dengan ketentuan teknis dari UU perpajakan. Hadi Purnomo menyatakan tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum patuh, kedua adalah meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya
dapat
dipertahankan
atau
ditingkatkan,
ketiga
meningkatkan kepatuhan dengan program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan (combatting noncompliance).
27
3. Wajib Pajak Patuh a. Kriteria Wajib Pajak Patuh Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai WP Patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut: a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir; b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut; c. SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya; d. Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak: 1) kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
28
2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir; e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus : 1) disusun dalam bentuk panjang (long form report); 2) menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. g. kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; h. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir; Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk dapat ditetapkan sebagai WP Patuh sepanjang memenuhi syarat pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat:
29
a. Dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan b. Apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan Pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%. Penetapan WP Patuh berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun. b. Pencabutan Wajib Pajak Patuh Surat Penetapan Wajib Pajak Patuh dicabut oleh Kepala Kantor Wilayah setelah mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dalam hal memenuhi kriteria pembatalan yaitu: a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan. b. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk semua jenis pajak; c. Dalam hal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa tidak lebih 3 (tiga) masa pajak, terdapat penyampaian SPT Masa yang lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya. d. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk 2 (dua) masa pajak atau lebih berturut-turut untuk semua jenis pajak; atau dalam suatu masa pajak, ternyata tidak memenuhi kriteria “tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana
30
di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir” sejak masa pajak yang bersangkutan. c. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Wahyu Santoso (2008) dalam penelitiannya mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak adalah sebagai berikut: a. Ekonomi Yaitu penghasilan sebelum pajak, tarif pajak, besarnya peluang untuk diperiksa dan besarnya penalti. b. Demografi Faktor demografi meliputi usia, keluarga dan tempat tinggal. Hal ini juga dijelaskan oleh Joulfaian dan rider (1998) sebagai faktor yang mempengaruhi selain tariff pajak dan jenis usaha Wajib Pajak c. Pengetahuan dan pemahaman Wajib Pajak Pengetahuan dan pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan serta sanksi-sanksi atas pelanggaran terhadap pertauran perpajakan juga mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak d. Personal dan situasional Wajib Pajak Faktor personal meliputi moral, orientasi nilai, dan preferensi terhadap risiko. Sedangkan faktor situasional meliputi ada atau tidak adanya pemeriksaan pajak, ketidaksamaan beban pajak,
31
bagaimana perilaku kelompok referensi edala pelaporan pajak, dan faktor tersedianya barang publik (Trivedi et al :2001) F. Teori Motivasi Teori yang mendasari Wajib Pajak Patuh dalam penelitian ini adalah Teori Motivasi. Adapun beberapa Teori Motivasi yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Teori Pengharapan ( Victor Vroom,1964 ) Teori
pengharapan
mengatakan
seseorang
dimotivasi
untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik. Victor Vroom juga memiliki pendapat sebagai berikut bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. Adapun 2 (dua) jenis penghargaan dalm teori ini yaitu Effort Performance Expectancy dan Performance Outcome Expectation. Effort Performance Expectancy adalah persepsi seseorang terhadap usaha untuk mencapai prestasi tertentu berikut kemungkinan konsekuensinya. Sedangkan Performance Outcome
32
Expectation
adalah
setiap
prestasi
akan
dihubungkan
dengan
konsekuensi tertentu baik positif (imbalan) maupun negatif (hukuman). 2. Teori Goal Setting ( Edwin A. Locke ) A.Locke menyatakan bahwa perilaku seseorang sangat ditentukan oleh tujuan
yang
dikehendaki
dan
keinginan-keinginan.
Pemahaman
seseorang terhadap tujuan yang dikehendaki sangat penting pada goal setting theory. Adapun tujuan yang dikehendaki disimbilkan dalam beberapa atribut antara lain adalah Goal Specifity yaitu ukuran kuantitatif. Sedangkan Goal Difficulty adalah tingkat kesulitan pencapaian tujuan. Dan Goal Intensity adalah proses penetapan tujuan.
G. Penelitian Terdahulu Suryadi dalam penelitiannya yang berjudul “Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak” tahun 2006 yang dilakukan di Wilayah Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukan, kesadaran Wajib Pajak yang diukur oleh persepsi Wajib Pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak dan penyuluhan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Pelayanan perpajakan yang diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas SDM dan sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh
33
signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak, penegakan hokum dan kompensasi pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Demikian juga ditemukan dalam penelitian ini bahwa adanya perbedaan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak besar dan kecil dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya. Wajib Pajak besar ternyata lebih tinggi kesadaran dan kepatuhannya dibandingkan Wajib Pajak kecil. Totok tri witanto dalam penelitianya yang berjudul “Pengaruh Intensifikasi Pajak Penghasilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)” tahun 2010 Tahunan.menyimpulkan bahwa 75,7 % Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk menyampaiakan Surat Pemberitahunan Tahunan oleh intensifikasi Pajak Penghasilan, sedangkan sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain. R square 0.757 mendekati angka 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh Intensifikasi Pajak penghasilan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan kuat.