BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Konsep Dasar Metode Energi Perencanaan bangunan tahan gempa secara tradisional di rencanakan
berdasarkan kekuatan, artinya sejumlah beban gempa statik, dikombinasikan dengan beban gravitasi, yang digunakan pada struktur sebagai kebutuhan kekuatan. Struktur dipilih berdasarkan prinsip kekuatan dimana struktur diambil harus lebih besar atau sama dengan kekuatan yang dibutuhkan. Namun demikian, struktur yang menerima gaya gempa dalam peraturan tidak ditetapkan bahwa struktur tidak boleh mengalami kerusakan. Struktur dirancang sehingga diharapkan harus melewati deformasi inelastis yang besar saat terjadi gempa. Ahli struktur telah mencari alternatif yang lebih rasional dalam perencanaan gempa sehingga struktur tahan gempa dapat dirancang secara eksplisit berdasarkan kinerjanya selama terjadi gempa. Salah satu alternatif itu adalah perencanaan berdasarkan energi. Konsep energi ini sepertinya baik dalam respon akibat gempa. Pengaruh gempa pada struktur dapat dianggap sebagai energi masuk. Kapasitas struktur didefenisikan oleh kapasitas disipasi energi, luas total diagram histeresis gaya dan perpindahan akibat beban siklik. Dengan demikian, gempa rencana akan menjadi seimbang antara energi masuk dan energi kapasitas struktur. Housner (1956) merekomendasikan energi masuk gempa pada struktur berderajat kebebasan tunggal
7 Universitas Sumatera Utara
8
(SDOF) berhubungan dengan spektra kecepatan struktur. Sejak saat itu, peneliti pada konsep energi semakin maju secara signifikan.
2.1.1 Persamaan Energi Fungsi keseimbangan untuk SDOF elastis akibat beban gempa dapat ditunjukaan pada Persamaan 2.1: mẍ + cẋ + f s(x,ẋ) = -mẍg
(2.1)
Dimana: m
= massa struktur.
c
= damping rasio.
fs(x,ẋ) = gaya inersia. k
= kekakuan struktur.
ẍ
= percepatan.
ẋ
= kecepatan.
x
= perpindahan.
ẍg
= percepatan batuan dasar.
Persamaan 2.1 di integralkan terhadap perpindahan x (Chopra 1995), sehingga persamaan energi menjadi: x
x
x
x
∫ m&x&dx + ∫ cx&dx + ∫ f s ( x, x& )dx = − ∫ m&x&g dx 0
0
0
(2.2)
0
Dengan menggunakan hubungan dx = ẋdt, sehingga persamaan diatas menjadi:
Universitas Sumatera Utara
9
x
x
x
x
0
0
0
0
∫ m&x&x&dt + ∫ cx&x&dt + ∫ f s ( x, x& ) x&dt = − ∫ m&x&g x&dt
(2.3)
Dimana Persamaan 2.2 dan 2.3, suku pertama energi kinetik Ek, dan suku kedua energi redaman Ed, dan suku ketiga energi yang diserap Ea yang terdiri dari energi regangan elastis Es dan energi histeresis Eh. Pada persamaan sisi kanan, ini merupakan energi masuk yaitu energi gempa Ei. Oleh karena itu persamaan energi seimbang untuk SDOF dapat ditulis sebagai:
Ek + Ed + Es + Eh = Ei
(2.4)
Energi dalam persamaan diatas adalah energi relatif berdasarkan perpindahan relatif antara struktur. Energi absolut dapat diperkirakan dengan menggunakan perpindahan absolut yang dihubungkan dengan gerakan tanah dan perpindahan relatif. Uang dan Bertero (1988) menyatakan bahwa energi absolut lebih masuk akal dibandingkan dengan energi relatif, karena energi absolut bisa memperhitungkan pergerakan kekakuan struktur. Chopra (1995) menegaskan bahwa energi relatif lebih penting karena gaya pada struktur dihitung berdasarkan perpindahan relatif dan kecepatan relatif. Dengan membandingkan energi relatif dan absolut pada time history dari SDOF, Bruneau dan Wang (1996) menunjukkan bahwa konsepnya berlawanan, dia menyebutkan bahwa energi masuk absolut masih bisa berfluktuasi lama setelah berakhirnya eksitasi masuk. Mereka juga menyimpulkan bahwa energi relatif lebih berarti dari sudut pandang engineering. Perbedaan antara energi relatif dan absolut adalah perbedaan konstribusi dari energi masuk dan energi kinetik. Namun, jumlah total menjadi sama pada getaran terakhir. Selain itu menurut Uang dan Bertero (1988) energi masuk relatif dan absolut
Universitas Sumatera Utara
10
hampir sama ketika periode struktur berada dalam kisaran 0.3 – 5.0 detik. Dalam perencanaan berdasarkan energi, energi histeresis memberikan kontribusi dari deformasi plastik elemen struktur dihitung berdasarkan pada perpindahan relatif yang merupakan salah satu parameter desain yang paling penting. Untuk melihat perbedaan antara absolut dan relatif dapat kita lihat pada Gambar 2.1 untuk SDOF.
Gambar 2.1 Idealisasi model matematis SDOF (a) absolut dan (b) relatif Bentuk energi masuk absolut pada SDOF diperluas oleh Uang dan Bertero pada MDOF N-lantai sebagai berikut: N 1 T u& t mu& t + ∫ u& T cdu + ∫ f sT du = ∫ ∑ m j u&&t ( j ) du g 2 j =1 N = ∫ ∑ m j u&&t ( j ) u& g dt j =1
(2.5)
Dimana: m
= matrik diagonal massa.
c
= matrik damping.
u
= perpindahan relatif tingkat.
mj
= lump mass dari lantai ke-jth.
üt(j)
= catatan percepatan total di lantai-jth.
Universitas Sumatera Utara
11
N
= jumlah lantai.
Dengan cara yang sama, dimungkinkan untuk mengekspresikan energi relatif pada MDOF sebagai berikut: 1 T u& mu& t + ∫ u& cdu + ∫ f s du = − ∫ mu&&g du 2 N = − ∫ ∑ m j u&&g u& j dt j =1
(2.6)
Perbedaan antara formulasi energi absolut dan relatif untuk sistem MDOF dasarnya adalah perbedaan dalam energi kinetik, yang dapat dinyatakan sebagai berikut: E i − E i′ =
N 1 mu& g2 + ∑ m j u& g u& ( j ) 2 j =1
(2.7)
Dimana: Ei
= energi masuk absolut.
E’i
= merupakan energi akibat gaya inersia.
Untuk modelisasi matematis energi relatif dan absolut pada MDOF dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Idealisasi model matematis MDOF (a) absolut dan (b) relatif
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.2 Prosedur Menghitung Energi Masuk Housner (1956) memberikan persamaan untuk menghitung energi persatuan massa sebagi: Ei 1 2 = (PSV ) m 2
(2.8)
Dimana: m
= massa.
PSV
= kecepatan spectra.
Dia menggunkan Persamaan 2.8 untuk perilaku elastis dan plastis. Zahran dan Hall (1984) memberikan persamaan untuk energi masuk persatuan massa sebagai: t Ei = − ∫ u&&g u&dt m 0
(2.9)
Akiyama (1985) memberikan persamaan energi masuk persatuan massa pada SDOF elastis sebagai: Ei 1 2 = (V E ) m 2
(2.10)
Dimana VE merupakan kecepatan ekivalen. Dia merekomendasikan nilai VE sebagai berikut: VE = 2,5Tn
untuk Tn ≤ TG
VE = 2,5TG
untuk Tn ≥ TG
Dimana TG merupakan predominant period motion sebagai fungsi dari tipe tanah. Nilai dari TG yaitu 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 detik untuk tanah tipe I (tanah keras), II, III, dan IV secara berurutan tipe tanah makin lunak.
Universitas Sumatera Utara
13
Kuwamura dan Galambos (1989) menggunakan persamaan Akiyama dan merekomendasikan nilai VE adalah: ଵ
ூ
ܸா = ට்ಶ ܶ ଶ
untuk untuk T ≤ TG
ಸ
ଵ
ܸா = ଶ ඥܶீ ܫா
untuk untuk T ≥ TG
Dimana IE adalah merupakan integral kuadrat dari percepatan tanah untuk total durasi accelerogram tf. tf 2 I E = ∫ u&&g dt
(2.11)
0
Menggunakan 40 akselerogram Fajfar dkk. (1989) menghitung energi masuk gempa untuk periode menengah (kecepatan wilayah - konstan) dengan rasio redaman 5% dan η: 0.5 - 1.0 , dimana η adalah rasio dari gaya leleh dengan mPGA, dimana PGA adalah percepatan tanah maksimum. Mereka merekomendasikan untuk menghitung energi masuk persatuan massa sebagai: Ei 0.5 2 = 2.2(t di ) (PGV ) m
(2.12)
Dimana: tdi
= durasi gerak kuat didefinisikan oleh Trifunac dan Brady (1975).
PGV
= kecepatan tanah maksimum.
Mereka tidak mengusulkan formula untuk jangka pendek dan jangka panjang, yaitu pada wilayah percepatan-konstan dan perpindahan-konstan.
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.3 Pengaruh Karakter Gerakan Tanah Pada Spektra Energi Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Payam Khashaee dkk. dalam laporan distribusi energi pada struktur, pengaruh intensitas gempa, durasi dan besar frekuensi pada energi input gempa dikaji dengan menggunakan 10 accelerogram dengan durasi pendek (tdi lebih pendek dari 8 s) dan 10 dengan durasi panjang (tdi lebih dari 18 s). Durasi tdi dihitung menggunakan definisi yang diusulkan oleh Trifunac dan Brady (1975), yang dikenal sebagai durasi berbasis intensitas. Mereka mendefinisikan durasi sebagai interval waktu antara lima dan sembilan puluh lima persen kontribusi dengan integral dari kuadrat percepatan tanah, lihat Persamaan 2.11. Studi ini menunjukkan bahwa puncak accelerasi meningkat efektif, energi masuk juga meningkat, yang menunjukkan bahwa energi masuk berhubungan dengan intensitas gerakan tanah. Rasio energi seperti rasio energi histeretik maksimum dengan energi masuk maksimum Ehm / Eirm tidak terpengaruh oleh percepatan puncak efektif. Oleh karena itu, skala sebuah accelerogram tidak mengubah distribusi energi masuk gempa antar komponen energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh durasi gerak yang kuat pada input adalah sama pentingnya dengan pengaruh besar frekuensi, khususnya untuk struktur non-linear. Sebagai rasio daktilitas meningkat, pengaruh durasi gerak yang kuat pada spektrum energi masuk menjadi lebih signifikan, terutama di sekitar periode dominan Tpe.
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.4 Pengaruh Properties Struktur pada Spektra Energi Zahrah dan Hall (1984), dan Akiyama (1985) percaya bahwa daktilitas dan redaman tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada energi masuk gempa. Perlu dicatat bahwa studi ini digunakan 4, 8, 1, dan 3 akselerogram. Housner (1956) percaya bahwa dalam merancang struktur untuk memenuhi energi demand, energi masuk elastis dihitung dari ½ m (PSV)2 dapat digunakan konservatif sebagai pengganti energi masuk inelastis. Akiyama menggunakan rekomendasi Housner itu, Persamaan 2.8, untuk mengembangkan sebuah metode desain berbasis energi untuk bangunan baja.
2.2
Kerusakan Pada Struktur Setiap sistem struktur memiliki kerentanan terhadap kerusakan selama
digunakan, dan dapat berbahaya bagi manusia yang menggunakan struktur tersebut apabila kerusakan yang terjadi dibiarkan tanpa dilakukan langkah perbaikan. Secara umum pada bidang teknik sipil, material yang digunakan untuk struktur adalah beton bertulang, kayu dan baja. Kerusakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti korosi pada material, fatigue, beban hentak (impacts), dan beban yang berlebihan. Kerusakan struktur menyebabkan deviasi atau perubahan dari kondisi normal baik secara geometrik maupun properti material. Besar kecilnya kerusakan komponen struktur dan non-struktur akibat gerakan tanah tidak hanya tergantung kepada karakteristik gempa saja. Berikut ini diberikan beberapa faktor utama yang mempengaruhi kerusakan bangunan akibat gempa, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
16
1. Karakteristik gempa yang terjadi a. Percepatan puncak muka tanah. b. Durasi gempa. c. Frekwensi gempa. d. Panjang patahan. 2. Karakteristik lokasi dimana bangunan akan didirikan a. Jarak bangunan ke pusat gempa. b. Struktur geologi antara bangunan ke pusat gempa. c. Jenis lapisan tanah dilokasi bangunan. d. Waktur getar alami tanah dilokasi bangunan. 3. Karakteristik struktur a. Waktu getar alami dari struktur bangunan. b. Redaman (damping) dari struktur bangunan. c. Persyaratan dan konsep detailing yang direncanakan. Faktor utama satu (1) dan dua (2) diatas merupakan kejadian alam yang harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap bangunan yang direncanakan, tetapi faktor yang ketiga (3) merupakan properties dinamis dari bangunan yang dapat dirubah atau direkayasa sedemikian rupa agar pengaruh gempa terhadap bangunan yang direncanakan dapat diminimalisir.
Universitas Sumatera Utara
17
2.3
Indeks Kerusakan Respon fisik struktur digunakan sebagai indikator tingkat kerusakan, yang
disebut dengan parameter kerusakan. Respon struktur digunakan sebagai parameter kerusakan dapat dibagi menjadi: 1. Deformasi plastis struktur. 2. Disipasi energi. 3. Cyclic fatigue struktur. 4. Parameter dinamik struktur. Kerusakan struktur dapat dibedakan pada tiga skala yaitu: a. Skala lokal, dimana kerusakan terjadi pada tingkat cross-section. Sebagai contoh penjelasan adalah kerusakan bagian beton akibat tegangan tekan yang melebihi fc’ dari beton bertulang, ataupun sebaliknya tegangan pada baja yang melebihi tegangan plastisnya pada beton bertulang. b. Skala menengah atau intermediate, dimana kerusakan dilihat pada skala suatu elemen atau member penyusun suatu sistem struktur. c. Skala global, dimana kerusakan dilihat pada skala yang lebih besar, yaitu suatu sistem struktur secara utuh. Setiap skala kerusakan baik itu lokal, intermediate dan global diukur oleh suatu indeks kerusakan. Dimana indeks ini biasanya tidak memiliki dimensi dan memiliki nilai yang berkisar dari 0 hingga 1 untuk suatu bagian yang tidak rusak sama sekali dan 1 untuk bagian yang mengalami kerusakan total atau runtuh.
Universitas Sumatera Utara
18
2.3.1 Indeks Kerusakan Roufaiel dan Meyer Banon
dkk.
(1981)
mengembangkan
indeks
kerusakan
berdasarkan
penyesuaian rasio dari kekakuan inisial dan kekakuan secant pada perpindahan maksimum akibat beban siklik. Mereka menyebutkan indeks kerusakan ini sebagai rasio kerusakan lentur. Kemudian, Roufaiel dan Meyer (1987) memodifikasi batas lentur, sebagaimana diberikan pada Persamaan 2.13: D RM =
fm − f0 fu − f0
(2.13)
Dimana: DRM
= indeks kerusakan Roufaiel dan Meyer.
fo
= lenturan sebelum leleh.
fm
= lenturan secant akibat pembebanan.
fu
= lenturan akibat beban ultimit.
Namun, persamaan ini tidak dapat dipercaya berindikasi pada saat lentur tidak dimasukkan pengaruh beban siklik.
2.3.2 Indeks Kerusakan Park-Ang Park dan Ang (1985) mengusulkan kombinasi dari indeks kerusakan komulatif dan non komulatif. Model ini bisa didefenisikan pada Persamaan 2.14 berikut ini, dimana suku yang pertama berkaitan dengan daktilitas dan suku yang kedua merupakan energi komulatif normalisasi yang diserap oleh struktur. D PA =
um E E hm µ + β hm = +β uu Q y uu µ u Qy u y µu
(2.14)
Universitas Sumatera Utara
19
Dimana: uu
= perpindahan ultimit akibat beban statis.
um
= perpindahan maksimum untuk beberapa siklus.
uy
= perpindahan leleh.
µ
= perpindahan daktilitas untuk beberapa siklus.
µu
= perpindahan daktilitas ultimit.
β
= konstanta pengaruh dari beban siklus dan properties struktur.
Ehm
= energi histeresis demand maksimum.
Qy
= kekuatan leleh struktur.
Park dan Ang menyatakan bahwa nilai indeks kerusakan terdiri dari beberapa tingkatan: a. DPA< 0.1
→ Hanya retak-retak kecil.
b. 0.1 ≤ DPA< 0.25
→ Rusak ringan.
c. 0.25 ≤ DPA< 0.4
→ Rusak sedang.
d. 0.4 ≤ DPA< 1
→ Rusak berat.
e. DPA ≥ 1
→ Runtuh.
Parameter yang digunakan dalam model ini ditunjukkan pada Gambar 2.3. Faktor β, yang menyumbang efek beban gempa siklik, berkisar 0,05-0,15. Hal ini menunjukkan bahwa lebih berat diberikan kepada istilah daktilitas perpindahan daripada istilah disipasi energi. Keakuratan prediksi terutama tergantung pada definisi parameter ultimit dari prediksi kurva monoton. Keuntungan utama dari indeks kerusakan Park dan Ang adalah bahwa sangat sederhana dan intuitif karena berkisar dari '0' mewakili tidak ada kerusakan '1' mewakili mendekati keruntuhan. Kunnath
Universitas Sumatera Utara
20
dkk. (1997) menganalisa model ini dengan sejumlah data eksperimental dan menyimpulkan bahwa model Park dan Ang yang paling tepat untuk kegagalan yang dihasilkan dari perpindahan plastis demand.
Gambar 2.3 Pengertian parameter model Park-Ang, (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi
2.3.3 Indek Kerusakan Zahrah dan Hall Indeks ini dikembangkan oleh Zahrah dan Hall (1984) tingkat kerusakan di struktur yaitu dengan jumlah leleh ekivalen. Indeks ini mencakup kebutuhan energi histeretik maksimum, perpindahan daktilitas, dan kekuatan leleh dari baja, seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan 2.15: N eq =
E hm Q y u y ( µ − 1)
(2.15)
Dimana: uy
= perpindahan leleh.
µ
= perpindahan daktilitas.
Ehm
= permintaan energi histeretik maksimum.
Universitas Sumatera Utara
21
Qy
= kekuatan leleh struktur.
Neq
= jumlah leleh ekivalen.
Keuntungan dari indeks ini adalah bahwa hal itu mencerminkan potensi kerusakan yang terkait dengan jumlah total leleh dan deformasi inelastis kumulatif untuk seluruh durasi gerakan gempa. Ini adalah ukuran dari distribusi siklus amplitudo dan menunjukkan jumlah siklus pada perpindahan plastis maksimum dimana struktur harus mengembangkan untuk mendisipasi jumlah total permintaan energi histeresis (Ehm). Oleh karena itu, nilai-nilai Neq mendekati '1' menunjukkan adanya satu siklus plastik besar dan khas dari gempa impulsif. Sedangkan nilai tinggi Neq mengacu pada sejumlah siklus plastik besar dan khas gempa durasi panjang. Kerugian indeks ini adalah bahwa hal itu sangat tergantung pada karakteristik gerakan tanah dan menghasilkan nilai yang berbeda sesuai dengan gerakan tanah yang dipaksakan.
2.3.4 Indeks Kerusakan Hwang dan Scribner Model ini mencakup kekakuan dan disipasi energi bersama dengan perpindahan dalam siklus tertentu. Definisi parameter untuk indeks ini ditunjukkan pada Gambar 2.4. Persamaan untuk perhitungan indeks kerusakan: M
D HS = ∑ ∆E hi i =1
K mi u 2 mi K0 u2 y
(2.16)
Dimana: DHS
= indeks kerusakan oleh Hwang dan Scribner.
i
= jumlah siklus.
Universitas Sumatera Utara
22
M
= jumlah total siklus leleh.
Ko
= kekakuan sebelum leleh.
∆Ehi
= disipasi energi histeretik dalam siklus ke-i.
umi
= perpindahan maksimum dalam siklus ke-i.
Kmi
= kekakuan secant sesuai dengan umi.
uy
= perpindahan leleh.
Indeks kerusakan ini memberikan sama pentingnya dengan semua parameter (Hwang dan Scribner, 1984). Kerugian utama dari indeks ini adalah bahwa jangkauan tidak menyatu seperti indeks yang diusulkan oleh Park dan Ang. Selanjutnya, sangat tergantung pada properti penampang dan riwayat pembebanan. Ketergantungan ini membuat sulit untuk mengukur kerusakan. Kalibrasi indeks ini terbatas, telah dilakukan pengamatan kerusakan dalam tes laboratorium setelah terjadi gempa. Arti fisik indeks ini dikategorikan ke dalam nilainilai numerik, akan tetapi tidak jelas sampai divalidasi dengan hasil eksperimen dengan berbagai jenis pembebanan. Pengalaman gempa bumi seperti Northridge, 1994, Kobe, 1995, Kocaeli, 1999, Chi-Chi, 1999, dan lain-lain, menunjukkan bahwa struktur bahkan dirancang sesuai dengan peraturan sering gagal di geser atau kombinasi geser dan lentur.
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 2.4 Pengertian parameter model Hwang dan Scribner (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi.
2.3.5 Indeks Kerusakan Cosenza Cosenza dkk. (1993) mendeskripsikan indeks kerusakan sebagai berikut: ID =
EH V y u y ( µ − 1)
(2.17)
Dimana: EH
= energi histeresis demand.
µ
= daktitilitas perpindahan.
Vy
= gaya geser pada saat leleh pertama.
uy
= perpindahan leleh akibat beban monotonic.
Universitas Sumatera Utara
24
Base Shear
Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat Gambar 2.5.
Vy
Displacement
uy
Gambar 2.5 Pengertian Vy dan uy dari kurva kapasitas
2.3.6 Indeks Kerusakan Bozόrquez Metodologi berdasarkan energi pada struktur adalah dimana energi yang tersedia pada struktur harus lebih besar atau sama dengan energi yang diterima struktur tersebut. Persyaratan struktur bangunan tahan gempa dapat dirumuskan sebagai berikut: Energy Capacity ≥ Energy Demand
(2.18)
Energi akan diserap dan didissipasi oleh struktur, energi histeresis plastis Eh dengan jelas berhubungan dengan kerusakan struktur. Eh dapat diartikan secara fisik merupakan luas total area di bawah loop histeresis selama struktur menerima gempa. Oleh karena itu, akan lebih mudah menyatakan Persamaan 2.18 diatas dalam hal energi histeresis plastis: EHC ≥ EHD
(2.19)
Dimana: EHC
= kapasitas energi histeresis plastis.
EHD
= energi histeresis demand.
Universitas Sumatera Utara
25
Persamaan 2.19 dapat dirumuskan sebagai indeks kerusakan berdasarkan energi: I DE =
E HD =1 E HC
(2.20)
Pada Persamaan 2.20 dapat dinyatakan kinerja struktur, dimana apabila EHD dan EHC memiliki nilai yang sama maka dapat dianggap bahwa struktur runtuh. Oleh karena itu ketika IDE = 1 sesuai dengan kegagalan struktur, nilai 0 berarti tidak ada kerusakan struktur (berperilaku elastis). Dari sudut pandang fisik, persamaan ini merupakan keseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan dalam hal energi. Dalam hal ini, formulasi ini mengikuti persamaan yang awalnya diberikan oleh Housner (1995) untuk konsep berdasarkan energi. Menurut
Persamaan
2.20,
kerusakan
struktur
tergantung
kepada
keseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan energi histeresis pada struktur. Sementara energi histeresis demand dapat diperoleh melalui analisa dinamis, suatu tantangan adalah bagaimana menentukan kapasitas energi histeresis pada struktur. Namun, perilaku lentur plastis biasanya berada pada ujung balok struktur, dalam kasus tertentu profil baja WF berada pada sayapnya. Kapasitas energi histeresis plastis pada balok struktur dapat diperkirakan sebagai berikut: EHCm = 2 Zf fy θpa
(2.21)
Dimana: Zf
= modulus section.
fy
= tegangan leleh baja.
θpa
= kapasitas rotasi plastis kumulatif.
Universitas Sumatera Utara
26
Sambil melihat Persamaan 2.21 diatas menganggap bahwa energi plastis didisipasikan eksklusif melalui perilaku plastis di kedua ujung balok, definisi rotasi plastis kumulatif skematis diilustrasikan pada Gambar 2.6. Persamaan 2.21 bisa digunakan bersamaan dengan Persamaan 2.20 untuk menghitung tingkat kerusakan pada struktur baja. Namun, untuk tujuan evaluasi kerusakan akan lebih mudah menormalkan energi histeresis EH sebagai berikut: E ND =
EH f yδ y
(2.22)
Dimana: Fy
= tegangan leleh baja.
δy
= perpindahan leleh pertama.
Persamaan 2.20 dapat dinyatakan dalam EN sebagai berikut: I DEN =
E ND ≤1 E NC
(2.23) ࡺ
ࣂࢇ = ࣂ
Moment
θp3
ୀ
θp1
Rotation
θp2
Gambar 2.6 Pengertian rotasi plastis komulatif
Universitas Sumatera Utara
27
Parameter yang digunakan pada Persamaan 2.23 sama dengan Persamaan 2.20. Keuntungan dari merumuskan masalah dalam hal EN adalah bahwa ini merupakan parameter lebih stabil, dan secara kuantitatif dengan mudah dapat digunakan untuk tujuan praktis. Dengan kata lain, indeks kerusakan berdasarkan energi diusulkan di sini sesuai dengan rasio antara permintaan energi histeresis normal dan kapasitas energi histeresis normal, dan kondisi kegagalan diasumsikan IDEN sama dengan 1. Dalam kasus struktur baja MDOF, tantangan utama untuk penggunaan praktis dari Persamaan 2.23 adalah definisi dari kapasitas energi dari struktur dalam hal frame struktur. Melalui pertimbangan bahwa dalam struktur baja biasa energi didisipasikan secara eksklusif oleh balok (yang merupakan hipotesis yang tepat untuk struktur kolom kuat – balok lemah), kapasitas energi sistem ini dapat diperkirakan sebagai (Bojόrquez dkk.2008): NS
E NC =
∑ (2 N
B
Z f f yθ pa FEHi )
i =1
C y D yW
(2.24)
Dimana: NS
= tingkat lantai.
NB
= blok di gedung.
FEHi
= faktor partisipasi energi yang menyumbang kontribusi yang berbeda dari masing-masing lantai dengan kapasitas disipasi energi sebuah frame.
W
= berat total struktur.
Universitas Sumatera Utara
28
Cy
= koefisien gempa.
Dy
= perpindahan pada leleh pertama.
Cy dan Dy dapat diperoleh dari kurva kapasitas, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Persamaan 2.23 menunjukkan peran kapasitas rotasi plastis kumulatif dari elemen struktural dalam kapasitas disipasi energi total dari sebuah frame. Gambar 2.8 menunjukkan berbagai nilai θpa dikumpulkan oleh Akbas (1997) dari pengujian eksperimental dari frame baja dibebani oleh beban siklik. Berdasarkan hasil yang dikumpulkan oleh Akbas (1997), Bojόrquez dkk. (2008) menemukan bahwa rotasi kapasitas plastik kumulatif frame baja merupakan fungsi kerapatan probabilitas lognormal dengan nilai median sebesar 0,23. Seismic Coefficient
Cy
Dy Maximum roof displacement (m)
Gambar 2.7 Evaluasi Cy dan Dy
Meskipun pemilihan nilai θpa untuk menghitung Persamaan 2.24, kapasitas energi histeresis plastis struktur baja susah didapatkan, perlu ditekankan bahwa hasil eksperimental memberikan dasar yang cukup memadai untuk pemilihan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
29
Khususnya, nilai median dilaporkan oleh Bojόrquez dkk. (2008) dan berdasarkan pada hasil eksperimen yang dikumpulkan oleh Akbas (1997) digunakan 0,23.
1. 2. 3. 4. 5.
140 120
Tsai dkk. (1995) Engelhardt dan Husain (1992) Tsai dan Povop (1998) Anderson dan Linderman (1991) Povop dan Stephen (1972)
3
100 80
3
θpa (%)
5
60
3
1 1
40
2
3
5
4
5
3 2
1
20
5
1 1 2
4
3 3
2 3
3
5
5
5
4
3
4
4
0 1 1 6
1 1
3
2 2 1 2 2 2 1 3
1 1 2
3 1 4 4 2 4
1 1 1 1 2 1 1
1
Number of observation
Gambar 2.8 Rotasi plastis komulatif struktur baja (Akbas 1997)
2.4
Energi dan Distribusi Kerusakan pada Struktur Baja Untuk menghitung kontribusi dari struktur yang berbeda terhadap kapasitas
total energi histeresis plastis pada MDOF, biasanya diperlukan untuk mengasumsikan distribusi disipasi energi plastis di sepanjang tinggi struktur. Sebagai contoh, Akbas dkk. (2001) mengusulkan distribusi linier, studi terbaru menunjukkan bahwa jika disipasi energi terkonsentrasi pada balok dari sebuah frame, distribusi lognormal merupakan pendekatan yang lebih baik (Bojόrquez dkk. 2008). Sebuah faktor partisipasi energi histeresis plastis (FEH) perlu dibentuk untuk menjelaskan dengan baik dalam Persamaan 2.24 untuk kontribusi yang berbeda setiap tingkat pada total kapasitas disipasi energi dari bangunan. Secara khusus, FEH dapat dirumuskan
Universitas Sumatera Utara
30
sehingga dapat di evaluasi persentase dari kapasitas energi ultimit yang hilang selama gempa (lantai kritis memberikan kontribusi kapasitas disipasi energi penuhnya, kenyataannya yang dinyatakan melalui nilai kesatuan untuk FEH). Biasanya, ekspresi untuk menggambarkan variasi FEH sepanjang tinggi bangunan berasal dari distribusi energi plastis demand diperkirakan secara analitis pada prototype bangunan. Dari studi statistik 8 SMRF (Structure Moment Resisting Frame) baja pada beberapa durasi gerakan tanah yang lama, FEHi didapat dengan persamaan oleh Bojόrquez dkk. (2008) berikut ini: FEH = min( FEH *,1)
(2.25)
Dimana: 2 h ln − ln(0.031µ + 0.3461) 1 H 1 (2.26) FEH * = exp − (−0.0675 µ + 2.82) h / H 0.06 µ + 0.39 2
Persamaan 2.26 dapat disederhanakan dari hasil analisa dinamik nonlinier dan analisa regresi menjadi persamaan berikut ini: h ln 1 H 1 FEH * = exp − 2.33h / H 2
− ln(0.52) 0.49
2
(2.27)
Dimana: h
= tinggi lantai yang ditinjau.
H
= tinggi total bangunan.
Universitas Sumatera Utara
31
2.5
Energi Histeresis Energi histeresis, diserap oleh struktur selama terjadi gempa kuat untuk
mendorong sejumlah sistem struktur nonlinier, telah diakui oleh beberapa peneliti secara potensial berguna sebagai indikator kinerja gempa. Secara umum, loop histeresis stabil dengan besar kapasitas disipasi energi pada tingkat struktur diperkirakan menjamin kinerja deformasi yang lebih baik dari struktur, menyiratkan bahwa ada korelasi yang baik antara energi histeresis yang hilang dan deformasi inelastik demand. Gagasan ini sering didasarkan pada pengamatan yang dilakukan percobaan di kuasi-statis cyclic, di mana tampak jelas bahwa antara dua sistem dengan kekuatan yang sama, diuji di bawah beban siklik yang sama, satu dengan penyerapan energi yang lebih tinggi, yaitu penuh loop histeresis, harus menunjukkan kinerja yang superior. Dengan demikian, disipasi energi menjadi kunci bahan dari peraturan gempa modern. Oleh karena itu, dasar perencanaan gempa, definisi dari perilaku (reduksi) faktor q (atau R) memungkinkan bahwa kekuatan tinggi dari sistem elastis linear memiliki penyerapan energi nol dapat digantikan oleh perilaku disipasi efektif dari sistem elastoplastis dengan kekuatan geser dasar yang q kali lebih rendah (setidaknya perpindahan lebih berperan). Meskipun tidak ada pertanyaan tentang perlunya daktilitas, peran disipasi energi masih tidak sempurna untuk dipahami. Disipasi energi biasanya dipahami sebagai proxy untuk redaman viscous, sebuah konsep yang mungkin pertama kali melalui teknik linearisasi ekivalen. Metode tersebut memberikan perkiraan (rata-rata) perpindahan nonlinier osilator elastoplastis dengan memakai struktur SDOF linear ekivalen dengan periode yang lebih lama (diperkirakan pada kekakuan secant) dan ditandai dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
32
peningkatan redaman viscous. Peningkatan redaman disediakan sebagai fungsi langsung dari luas area di bawah kurva gaya-deformasi dari osilator nonlinier, kuantitas berhubungan baik dengan disipasi histeresis kuasi-statis. Hal ini tidak mengherankan bahwa disipasi energi yang lebih tinggi tampaknya menjadi setara dengan redaman tinggi, maka dari itu kinerja lebih baik.
2.5.1 Energi Histeresis Demand Dalam perencanaan berdasarkan energi, kita harus membatasi kerusakan struktur dengan memberikan daktilitas dan kapasitas dissipasi energi yang cukup melalui histeresis dan redaman dalam struktur. Potensi kerusakan berhubungan dengan energi histeresis demand maksimum selama eksitasi dan selama perjalanan leleh terbesar. Kebutuhan energi histeresis dapat dihitung dari spektrum energi input jika rasio energi histeretik maksimum dengan energi input maksimum Ehm / Eirm diketahui. Untuk menguji hubungan antara energi histeresis dan potensi kerusakan tiga rasio energi dianggap: 1. Rasio maksimum histeresis untuk energi input (Eh/Eir) m umumnya terjadi selama perjalanan leleh terbesar. 2. Rasio energi histeresis maksimum energi input maksimum Ehm / Eirm terjadi pada akhir eksitasi. 3.
Jumlah sama dengan Neq. N eq =
E hm E hm E hm = = 2 f y (u m − u y ) f y u y ( µ − 1) ku y ( µ − 1)
(2.28)
Universitas Sumatera Utara
33
Dimana:
2.6
um
= deformasi maksimum.
uy
= deformasi leleh.
µ
= um / uy adalah rasio daktilitas.
Karakteristik Gempa Sebagaimana kita ketahui kerusakan yang diakibatkan gempa khususnya pada
bangunan sangat tergantung terhadap karakteristik gempa. Akan dijelaskan beberapa karakteristik gempa dari beberapa sumber yang penulis ketahui.
2.6.1 Percepatan Puncak Tanah Percepatan permukaan setempat adalah yang langsung mempengaruhi konstruksi. Karena itu, hal ini merupakan titik tolak dari perhitungan bangunan tahan gempa. Percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut percepatan tanah, dan merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap gempa, kemudian dipilih percepatan tanah yang maksimum untuk dipetakan agar bisa memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu lokasi.
Universitas Sumatera Utara
34
2.6.2 Durasi Gempa Lamanya durasi gempa menentukan tingkat masukan energi ke dalam struktur, dan harus dipertimbangkan dalam semua analisis respon struktur linear dan non-linear. Ini memiliki peran penting dalam analisis likuifaksi (Trifunac, 1995) dan pemindahan permanen tanah, dan dalam prosedur dan algoritma untuk penilaian probabilistik respon struktur terhadap gempa bumi. Sebagai contoh, studi tentang distribusi statistik puncak pada respon struktur mengharuskan durasi gempa ditentukan. Studi ini menentukan probabilitas terlampaui tingkat perpindahan, gaya geser atau momen guling, untuk sejumlah waktu tertentu, pada setiap tingkat bangunan bertingkat. Durasi goncangan yang kuat juga diperlukan untuk generasi akselerogram buatan site-specific. Pentingnya durasi gemetar untuk respon non-linear telah diakui, tetapi masih tidak digunakan dalam peraturan perencanaan bangunan. Pengaruh kelelahan dan leleh non-linear diabaikan, atau dianggap dengan cara yang disederhanakan. Definisi durasi yang jelas dan langsung, dan model skala menghubungkannya dengan parameter sumber gempa (Trifunac dkk.), karakteristik jalur propagasi, dan kondisi tanah daerah geologi dan lokasi di lapangan, diminta untuk memasukkan durasi dalam analisis dan desain struktur. Penelitian pertama durasi gerak yang kuat tidak menyajikan definisi kuantitatif atau ketergantungan pada besarnya dan jarak episentral. Dalam studi yang diikuti, durasi didefinisikan sebagai interval waktu antara pertama dan terakhir kali ketika percepatan melebihi tingkat 0.05g atau interval waktu selama 90% dari total energi tercatat di stasiun (Trifunac dan Brady, 1975).
Universitas Sumatera Utara
35
2.7
Getaran Gempa Runtuhnya bagian antar muka pada sesar aktif, baik itu pada sesar mendatar
(strike-slip fault), sesar normal (normal fault) maupun sesar terbalik (reverse fault), adalah merupakan sumber gempa. Luas dan volume bagian yang runtuh tersebut akan mempengaruhi besarnya energi yang dilepaskan ke segala arah dari dalam kerak bumi sampai ke permukaan bumi dalam bentuk gelombang getaran. Rekaman getaran gempa tidak mudah untuk diperoleh di Indonesia dan juga di banyak negara berkembang di berbagai belahan dunia yang terletak di kawasan rawan gempa. Sehingga model getaran gempa diperlukan untuk mewakili getaran gempa yang terjadi di lokasi. Getaran seperti ini disebut dengan gerakan tanah artifisial dan simulasi. Pada makalah ini semua getaran gempa yang tidak asli berasal dari patahan yang ditinjau disebut dengan model getaran gempa sedangkan proses membuatnya disebut dengan pemodelan getaran gempa. Pemodelan getaran gempa terdiri dari: 1. Mengadopsi
rekaman
getaran
gempa
dari
kawasan
lain
dan
menskalakannya ke spektrum rencana gempa. 2. Mensimulasikan getaran gempa dan menskalakannya ke spektrum rencana gempa. Pemodelan getaran gempa berdasarkan rekaman getaran gempa dari kawasan lain sangat lazim dipakai di dalam praktek karena lebih mudah dan praktis di dalam pelaksanaannya. Rekaman yang harus dipilih adalah rekaman gerakan tanah yang didapat di suatu lokasi yang mirip kondisi geologi, topografi dan seismotektoniknya (magnituda
Universitas Sumatera Utara
36
gempa, jarak lokasi ke sumber gempa, dan jenis sesar aktif) dengan lokasi tempat struktur bangunan gedung yang ditinjau berada (SNI 03-1726-2003). Untuk mengurangi ketidak-pastian mengenai kondisi lokasi ini, SNI 1726-2002 telah mengatur bahwa paling sedikit harus ditinjau 4 buah rekaman getaran gempa, dari 4 gempa yang berbeda untuk analisa repon riwayat waktu salah satunya harus diambil dari Gempa El Centro N-S yang telah direkam pada tanggal 15 Mei 1940 di California. Metode pemilihan rekaman gempa lain adalah berdasarkan konsep probabilitas yang sudah mulai sering dipakai seperti yang diusulkan oleh Prof. Baker dari Universitas Stanford. Baker memperkenalkan cara memilih sekumpulan rekaman gempa yang dinamakan conditional mean spectrum (CMS). Dalam CMS, pertamatama nilai spektrum percepatan disain pada perioda alami struktur ditentukan. Kemudian rekaman dipilih dari database berdasarkan skenario magnituda dan jarak terdekat. Setelah mengubah semua rekaman ke bentuk spektrum respon (Sa) dan ke bentuk log Sa, nilai rata-rata dan standar deviasinya kemudian dihitung. Lalu nilai epsilon (conditional mean) ditentukan untuk semua perioda dan dikalikan terhadap koefisien korelasi. Kemudian CMS dapat ditentukan dengan menjumlahkan nilai ratarata log Sa kepada hasil kali epsilon dengan standar deviasi logaritma Sa. Respon struktur terhadap berbagai jenis rekaman gempa akan berbeda secara signifikan. Respon struktur bertingkat banyak akan mengalami deformasi yang lebih besar bila terkena getaran gempa dekat dibanding bila struktur tersebut mengalami getaran gempa jauh. Struktur bertingkat banyak yang terkena getaran gempa dekat epek pulsa (fulse effect) akan memberikan respon yang cenderung besar pada kondisi
Universitas Sumatera Utara
37
ragam getar yang tinggi (higher mode effect). Ini berbeda bila struktur tersebut terkena getaran gempa dekat epek simpangan permanen dimana struktur akan cenderung memberikan respon yang besar pada kondisi ragam getar alami. Berdasarkan hal ini maka rekaman gempa harus dipilih secara hati-hati untuk analisa riwayat waktu.
2.8
Penskalaan Gempa Untuk analisa riwayat waktu (time history analysis), rekaman gerakan tanah
dipilih dan dijadikan sebagai respon spektrum disain. Ada beberapa metode dalam menskalakan gempa. Dibawah ini akan dijelaskan bebarapa metode menskalakan gempa.
2.8.1 Skala PGA (Peak Ground Acceleration) Teknik skala ini yaitu memasukkan beberapa catatan gempa kemudian di match terhadap PGA target yaitu PGA peraturan gempa: Scala factor =
PGAds PGAgmr
(2.29)
Dimana: PGAds = PGA desain spekrum. PGAgmr = PGA ground motion record.
Universitas Sumatera Utara
38
2.8.2 Skala Ordinat Teknik skala ini yaitu penskalaan berdasarkan nilai respon spektrum pada perioda T yang sama dengan perioda alami struktur (T1) disingkat RSA (T1), mengacu kepada spektra desain yang ada pada peraturan gempa: Scala factor =
T 1ds T 1 gmr
(2.30)
Dimana: T1ds
= T1desain spekrum.
T1gmr = T1ground motion record.
2.8.3 Least Square Teknik skala ini yaitu dengan memasukkan beberapa catatan gempa dan kemudian meminimalisir perbedaan antara jumlah total percepatan catatan gempa dengan spektra disain yang ada pada peraturan. Percepatan yang diambil yaitu pada 4 mode (T1, T2, T3 dan T4): Scala factor =
0.6 s1 r1 + 0.6 s 2 r2 + 0.6 s 3 r3 + 0.6 s 4 r4 0.6r12 + 0.6r22 + 0.6r32 + 0.6r42
(2.31)
Dimana: S1
= percepatan pada spektra desain pada T1.
S2
= percepatan pada spektra desain pada T2.
S3
= percepatan pada spektra desain pada T3.
S4
= percepatan pada spektra desain pada T4.
r1
= percepatan pada rekaman gempa pada T1.
Universitas Sumatera Utara
39
r2
= percepatan pada rekaman gempa pada T2.
r3
= percepatan pada rekaman gempa pada T3.
r4
= percepatan pada rekaman gempa pada T4.
2.8.4 Partial Area Teknik skala ini yaitu luas area percepatan respon spektrum rekaman gempa dan luas area pada percepatan respon spektrum yang ada diperaturan tetapi area yang diambil adalah area pada 1.2 T1 sampai dengan T2: Scala factor =
area under targ et spectrum area under input ground motion record
(2.32)
2.8.5 PSa Teknik skala ini memerlukan area dibawah input spectrum dan target spectrum sehingga sama pada peride 0 – 2 detik:
Scala factor =
area under targ et spectrum area under input ground motion record
(2.33)
2.8.6 ASCE-7 Teknik skala ini memiliki metode yang sama dengan Partial Area perbedaan terletak pada periode yang ditinjau. Disini yaitu diantara 0.2T1 dan 1.5T1: Scala factor =
area under targ et spectrum area under input ground motion record
(2.34)
Universitas Sumatera Utara
40
2.8.7 Spectrum Matching Metode numerik untuk penyesuaian spektra telah diusulkan termasuk oleh Hancock dkk. (2006). Metode Hancock dkk. ini dipakai di dalam program SeismoMatch dan RSPMatch.
2.9
Accelelogram Perbedaan gempa menghasilkan gerakan tanah dengan karakteristik gempa
yang berbeda juga, gerakan tanah (ground motion) juga mengandung intensitas, frekuensi dominan dan durasi yang berbeda. Untuk melakukan analisa riwayat waktu (time history analysis) pada bangunan sangat di pertimbangkan, penskalaan berdasarkan nilai respon spektrum pada perioda T yang sama dengan perioda alami struktur (T1) disingkat RSA (T1), mengacu kepada spektra desain yang ada pada peraturan gempa. Ke empat accelerogram berbeda dipilih dari data PEER tahun 2011. Rekaman gerakan tanah pilihan (atau juga hasil simulasi) ini kemudian harus diskalakan berdasarkan spektrum respon percepatan disain setempat untuk rentang perioda alami 0,2T sampai dengan 1,5T. Hal ini dibuat agar seluruh ragam getar yang dimiliki struktur dapat terakomodir dalam analisa riwayat waktu. Metode penskalaan gerakan tanah ini disebut dengan metode penyesuaian spektra (spectral matching). Sejumlah metode numerik untuk penyesuaian spektra telah diusulkan termasuk oleh Hancock dkk. (2006). Metode Hancock dkk. ini dipakai di dalam program SeismoMatch. Accelerogram ini disesuaikan (matching) terhadap respon spektrum desain Banda Aceh dengan kelas D. Faktor skala yang digunakan untuk pencocokan semua
Universitas Sumatera Utara
41
catatan accelerogram target spektrum menggunakan software seismomatch sampai dengan periode fundamental (T1). Rincian ground motion diberikan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1.Ground Motion No. Tahun Nama Gempa
Magnitude Stasiun
PGA (g)
1.
1980
Imperial Valley
6.53
El Centro
0.31
2.
1989
Loma Prieta
6.93
Capitola
0.53
3.
1994
Northridge
6.69
Bevery Hills
0.44
4.
1995
Kobe
6.90
Takatori
0.61
Universitas Sumatera Utara