BAB II LANDASAN TEORI
II.1.
Konsep Biaya
II.1.1.
Identifikasi Biaya Definisi biaya menurut Krismiaji (2002), “Cost adalah kas atau ekuivalen kas
yang dikorbankan untuk membeli barang atau jasa yang diharapkan akan memberikan manfaat bagi perusahaan saat sekarang atau untuk periode mendatang”(h. 18). Hansen dan Mowen (2003) mendefinisikan, “Cost is the cash or cash-equivalent value sacrificed for goods and services that expected to bring a current or future benefit to the organization”(p. 34). Singkatnya, biaya adalah kas yang dikorbankan untuk memperoleh manfaat yang diinginkan.
II.1.2.
Klasifikasi Biaya
II.1.2.1. Klasifikasi Biaya secara Umum Krismiaji (2002) menyatakan bahwa dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (h. 18) 1. Biaya manufaktur (manufacturing cost) Perusahaan manufaktur membagi biaya manufaktur ke dalam tiga kelompok, yaitu: a. Biaya bahan baku Secara umum biaya bahan baku adalah biaya yang timbul dari semua bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi. Biaya bahan baku dibagi menjadi dua jenis, yaitu biaya bahan baku langsung (direct material cost) dan biaya
8
bahan baku tidak langsung (indirect material cost). Biaya bahan baku langsung adalah biaya bahan yang menjadi bagian integral dari produk jadi, secara fisik dan meyakinkan dapat ditelusuri keberadaannya pada produk jadi. Biaya bahan baku tidak langsung adalah biaya bahan baku yang sulit ditelusuri secara fisik keberadaannya pada produk jadi. b. Biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja dapat dikelompokkan menjadi biaya tenaga kerja langsung (direct labour cost) dan biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labour cost). Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang dapat dengan mudah (secara fisik dan meyakinkan) ditelusuri ke produk. Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya tenaga kerja yang sulit secara fisik ditelusuri ke produk. Tenaga kerja tidak langsung mencakup antara lain petugas kebersihan, pengawas, dan petugas keamanan pabrik. c. Biaya overhead pabrik Biaya overhead pabrik adalah biaya manufaktur yang mencakup seluruh biaya produksi tidak langsung, seperti biaya bahan baku tidak langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya reparasi dan pemeliharaan peralatan pabrik, biaya listrik dan air untuk pabrik, pajak bumi dan bangunan fasilitas pabrik, biaya depresiasi, dan asuransi fasilitas pabrik. Biaya overhead pabrik digabungkan dengan biaya tenaga kerja langsung, disebut dengan biaya konversi (convertion cost), yaitu biaya untuk mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi. Biaya bahan baku digabungkan dengan biaya tenaga kerja disebut dengan biaya utama (prime cost).
9
2. Biaya non-manufaktur Secara umum biaya non-manufaktur terdiri dari: a. Biaya pemasaran (marketing cost) Biaya pemasaran adalah seluruh biaya yang diperlukan untuk memperoleh pesanan pelanggan dan menyampaikan produk ke tangan pelanggan (pembeli). Contoh biaya pemasaran adalah biaya iklan, biaya komisi penjualan, dan biaya gaji petugas penjualan. b. Biaya administrasi (administrative cost) Biaya administrasi mencakup seluruh biaya pengoperasian perusahaan yang berkaitan dengan manajemen umum. Contoh biaya administrasi adalah biaya gaji karyawan dan biaya depresiasi peralatan kantor.
II.1.2.2. Klasifikasi Biaya Menurut Waktu Pembebanannya Krismiaji (2002) menyatakan bahwa berdasarkan waktu pembebanannya, biaya dapat dikelompokkan menjadi: (h. 20) 1. Biaya periodik Biaya periodik adalah biaya yang ditandingkan dengan pendapatan berdasarkan periode waktu terjadinya. Biaya ini akan dilaporkan dalam laporan laba/rugi pada periode terjadinya biaya tersebut. Contoh biaya periodik ini adalah komisi penjualan, sewa kantor, dan seluruh biaya administrasi dan penjualan. 2. Biaya produk Biaya produk adalah biaya yang berhubungan dengan produk, yang mencakup seluruh biaya untuk memperoleh (membeli dan memproduksi) barang. Dalam
10
perusahaan manufaktur, biaya ini terdiri atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
II.1.2.3. Klasifikasi Biaya Menurut Tujuannya Krismiaji (2002) menyatakan bahwa berdasarkan tujuannya, biaya dapat diklasifikasikan menjadi: (h. 21) 1. Klasifikasi Biaya dalam Laporan Keuangan a.
Neraca Pada dasarnya neraca pada perusahaan manufaktur sama dengan neraca pada perusahaan dagang. Perbedaannya terletak pada pos persediaan. Pada perusahaan dagang, pos persediaan yang dilaporkan hanya mencakup satu jenis, yaitu persediaan barang dagangan (merchandise inventory), sedangkan pada perusahaan manufaktur, pos persediaan yang dilaporkan dalam neraca mencakup persediaan bahan baku (raw material), persediaan produk dalam proses (work in process), dan persediaan produk jadi (finished goods).
b. Laporan laba/rugi Laporan laba/rugi perusahaan manufaktur berbeda dengan laporan laba/rugi perusahaan dagang dalam hal sumber perolehan produk yang dijual. Pada perusahaan dagang, produk yang dijual berasal dari pembelian, sedangkan pada perusahaan manufaktur, produk yang dijual berasal dari proses produksi. Pada perusahaan manufaktur terdapat komponen harga pokok produksi, sedangkan pada perusahaan dagang terdapat komponen pembelian. Yang dimaksud harga pokok produksi mencakup seluruh biaya manufaktur yang berkaitan dengan barang yang diproduksi selama periode yang bersangkutan. 11
2. Klasifikasi biaya untuk prediksi perilaku biaya Perilaku biaya adalah cara sebuah biaya akan bereaksi atau merespon perubahan yang terjadi dalam aktivitas perusahaan. Jika tingkat kegiatan naik atau turun, sebuah biaya dapat mengalami kenaikan atau penurunan, baik secara proporsional atau tidak, bisa pula biaya tersebut tidak berubah. Berdasarkan perilaku biaya maka biaya dapat dikelompokkan menjadi: a. Biaya variabel Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan tingkat aktivitas. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Pada biaya variabel yang mengalami perubahan adalah jumlah rupiah biaya, sedangkan satuan biaya per unit biaya tersebut tetap. b. Biaya tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap, meskipun aktivitas perusahaan berubah dalam kisaran kegiatan relevan (relevant range). Relevant range merupakan kisaran aktivitas yang mencakup kapasitas normal yang dimiliki perusahaan. Pada biaya tetap yang mengalami perubahan adalah satuan biaya per unit biaya, sedangkan jumlah rupiah biaya tersebut tetap. c. Biaya semivariabel Biaya semivariabel adalah biaya yang memiliki sebagian karakteristik biaya tetap dan sebagian karakteristik biaya variabel. Biaya ini berfluktuasi, namun tidak proporsional dalam merespon perubahan kegiatan. Untuk keperluan analisis, biaya ini harus dipisahkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Ada beberapa cara untuk memisahkan biaya semivariabel ini, di antaranya adalah dengan 12
metode titik tertinggi dan titik terendah (high and low method) dan metode kuadrat terkecil (least square method). 3. Klasifikasi biaya untuk pembebanan biaya ke objek biaya Pada dasarnya, biaya dibebankan ke objek biaya untuk penentuan harga jual (pricing), menilai tingkat kemampuan laba (profitability), dan untuk pengendalian pengeluaran (control of spending). Objek biaya adalah suatu tempat data biaya dihitung, termasuk di dalamnya adalah produk, pelanggan, pesanan, dan unit organisasi. Untuk tujuan pembebanan biaya, biaya dikelompokkan ke dalam: a. Biaya langsung Biaya langsung adalah biaya yang dapat dengan mudah dan meyakinkan ditelusuri ke objek biaya tertentu. Contoh biaya langsung adalah biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. b. Biaya tidak langsung Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat dengan mudah dan meyakinkan ditelusuri ke objek biaya tertentu. Contoh biaya tidak langsung antara lain gaji manajer pabrik. 4. Klasifikasi biaya untuk pembuatan keputusan (decision making) Beberapa konsep biaya yang perlu dipahami untuk pembuatan keputusan adalah: a. Biaya diferensial (differential cost) Biaya diferensial adalah perbedaan biaya antara dua alternatif atau lebih. Biaya diferensial dapat pula dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. b. Biaya kesempatan (opportunity cost) Biaya kesempatan adalah manfaat potensial yang hilang ketika sebuah alternatif dipilih. Biaya kesempatan ini tidak selalu dicatat dalam catatan akuntansi, namun 13
biaya ini harus secara eksplisit dipertimbangkan dalam setiap proses pembuatan keputusan oleh manajer. c. Biaya masa lalu (sunk cost) Biaya masa lalu adalah biaya yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak dapat diubah sekarang maupun di masa mendatang. Karena biaya ini tidak dapat diubah oleh keputusan sekarang maupun keputusan di masa mendatang, maka biaya ini bukan merupakan biaya diferensial sehingga dapat dan seharusnya diabaikan ketika melakukan analisis tindakan untuk masa mendatang. d. Biaya tunai (out of pocket cost) Biaya tunai merupakan biaya yang memerlukan pengeluaran kas pada periode berjalan. Contoh biaya tunai adalah biaya gaji karyawan, biaya listrik dan air, biaya pemasaran, dan lain-lain.
II.1.3. Penelusuran Biaya Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A. (1999) mendefinisikan, ”Penelusuran biaya adalah pengenaan biaya pada objek biaya menggunakan pengukuran yang dapat diamati dari sumber-sumber yang dikonsumsi oleh objek biaya”(h. 42). Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A. (1999), terdapat tiga metode yang digunakan untuk menentukan biaya pada suatu objek biaya, yaitu: 1. Direct tracing Direct tracing adalah proses pengidentifikasian dan penentuan biaya ke objek biaya yang secara khusus/fisik dapat dihubungkan dengan objek biaya.
14
2. Driver tracing Driver tracing adalah proses pengidentifikasian dan penentuan biaya yang tidak dapat langsung dihubungkan ke objek biaya, melainkan harus melalui suatu perantara (drivers). Drivers adalah faktor yang mengukur konsumsi sumber oleh objek biaya. 3. Allocation Allocation merupakan proses pembebanan biaya bersama pada dua objek biaya atau lebih.
II.2.
Harga Pokok Produksi
II.2.1. Pengertian Harga Pokok Produksi Definisi harga pokok produksi menurut Krismiaji (2002), ”Harga pokok produksi merupakan biaya manufaktur (produksi) yang dibebankan kepada produk yang dibuat”(h. 41). Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A. (1999), mendefinisikan, ”Harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan”(h. 49). Horngren, Foster, dan Datar (2003), mendefinisikan, ”A product cost is the sum of cost assigned to a product to a specific purpose”(p. 45). Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk menghasilkan produk, yang meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
15
II.2.2. Peranan Harga Pokok Produksi Krismiaji (2002) menyatakan bahwa penentuan harga pokok produksi berperan dalam: (h. 43) 1. Menilai persediaan dan menentukan laba (harga pokok barang yang terjual) Penyajian cost persediaan dan penentuan laba merupakan hal yang harus dilakukan oleh sebuah perusahaan setiap periode. Untuk dapat melaporkan nilai persediaan dalam neraca, perusahaan harus memiliki data tentang jumlah unit barang yang ada di gudang dan harga pokok per unit produk. Pelaporan harga pokok penjualan dalam laporan laba/rugi juga membutuhkan data tentang jumlah unit yang terjual dan data tentang harga pokok per unit. 2. Membuat berbagai keputusan penting Sebagai contoh keputusan tentang penentuan harga yang ditawarkan ke konsumen juga membutuhkan informasi cost per unit yang akurat. Tidak mungkin untuk melakukan kegiatan penawaran (menentukan harga jual) tanpa memiliki informasi tentang cost untuk menghasilkan produk. Dengan demikian, informasi tentang cost merupakan informasi yang penting bagi seorang manajer. Keputusan tentang rancangan produk dan pengenalan produk baru juga dipengaruhi oleh taksiran cost per unit. Keputusan tentang membeli atau membuat sendiri sebuah produk, menerima atau menolak pesanan khusus, atau tetap membuat atau menghentikan pembuatan sebuah produk juga membutuhkan informasi harga pokok per unit.
II.2.3. Elemen-Elemen Biaya dalam Harga Pokok Produksi Mengacu pada pendapat Krismiaji (2002), elemen-elemen biaya yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi adalah: 16
1. Biaya bahan baku Biaya bahan baku langsung terdiri atas persediaan bahan baku awal, pembelian, dan persediaan bahan baku akhir, dengan penyesuaian terhadap bahan baku tidak langsung yang ditambahkan ke overhead pabrik. Biaya bahan baku diperoleh dari biaya bahan baku awal periode ditambah dengan pembelian bahan baku, kemudian dikurangi dengan biaya bahan baku tidak langsung dan biaya bahan baku akhir periode. 2. Biaya tenaga kerja langsung Biaya tenaga kerja langsung mengindikasikan biaya tenaga kerja yang dapat diidentifikasikan langsung dengan produk yang diproduksi. Contoh: gaji pengawas, inspeksi, supervisi, pegawai pabrik. 3. Biaya overhead pabrik Overhead pabrik memasukkan semua biaya yang secara tidak langsung terlibat dalam produksi produk. Contoh: biaya sewa, asuransi, listrik, air, pemanas, pemeliharaan, perbaikan, pajak bangunan pabrik, dan overhead lain-lain. 4. Biaya persediaan barang dalam proses (Work In Process) Total biaya produksi yang terjadi selama periode tersebut disesuaikan dengan persediaan barang dalam proses di awal dan akhir periode. Harga pokok produksi selama periode tersebut disesuaikan dengan persediaan barang jadi di awal dan akhir periode sehingga menghasilkan harga pokok penjualan.
II.3.
Konsep Sistem Activity-Based Costing
II.3.1. Pengertian Sistem Activity-Based Costing Berikut adalah beberapa definisi ABC menurut para ahli manajemen biaya : 17
Brewer, Garrison, dan Noreen yang diterjemahkan oleh Hinduan, N. (2006) mengidentifikasikan, “Perhitungan berdasarkan aktivitas-Activity-Based Costing (ABC) adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap”(h. 440). Hansen dan Mowen (2003) mengemukakan ABC sebagai berikut, ”ActivityBased Costing is a cost accounting system that uses both unit and nonunit-based cost driver to assign cost to cost objects by first tracing cost to activities and then tracing cost from activities to products”(p. 122 ). Krismiaji (2002) mendefinisikan “Activity-Based Costing adalah sebuah sistem yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut dan membebankan biaya aktivitas ke produk”(h. 123). Rayburn (1999) menyatakan, ” Activity-Based Costing (ABC) recognizes that performance of activities triggers the consumption of resources that accountants record as cost”(p. 120). Rudianto (2006) mendefinisikan ”Activity-Based Costing (ABC) adalah pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan oleh aktivitas”(h. 274). Witjaksono (2006) mendefinisikan, ”ABC adalah suatu proses identifikasi aktivitas yang menyebabkan biaya dan menentukan cost driver setiap aktivitas untuk setiap produk yang berbeda.”(h. 209). Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ABC adalah suatu metode perhitungan harga pokok produk yang dilakukan dengan menelusuri biaya
18
ke aktivitas-aktivitas, kemudian membebankan biaya aktivitas-aktivitas tersebut ke objek biaya dengan menggunakan cost driver unit dan nonunit.
II.3.2. Konsep Dasar Sistem Activity-Based Costing Mengacu pada pendapat Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A. (1999), konsep dasar penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas merupakan proses dua tahap yang terdiri dari: 1. Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya-biaya dibebankan pada aktivitas, aktivitas yang berkaitan digabungkan menjadi satu kelompok, kelompok biaya sejenis dibentuk, dan tarif kelompok dihitung. 2. Pada tahap kedua, setiap permintaan produk untuk sumber daya kelompok diukur dan biaya-biaya dibebankan kepada produk dengan menggunakan permintaan ini dan tarif kelompok yang mewakili. Pembebanan overhead harus mencerminkan jumlah permintaan overhead yang dikonsumsi oleh setiap produk. Dengan menggunakan penggerak biaya (cost driver) berdasarkan unit dan nonunit, overhead dapat lebih aktual ditelusuri ke masing-masing produk.
II.3.3. Manfaat Sistem Activity-Based Costing Menurut Krismiaji (2002) beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan ABC dalam suatu perusahaan adalah sebagai berikut: (h. 138) 1. Akurasi penentuan harga pokok produk yang lebih tinggi. 2. Meningkatkan kualitas perencanaan stategis. 3. Meningkatkan kemampuan mengelola aktivitas yang lebih baik. 19
4. Meningkatkan kualitas pembuatan keputusan. Menurut Brewer, Garrison, dan Noreen yang diterjemahkan oleh Hinduan, N. (2006), beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan ABC dalam suatu perusahaan adalah sebagai berikut: (h. 447) 1. Sistem ABC digunakan sebagai laporan khusus untuk pembuatan keputusan seperti penawaran bisnis yang baru. 2. Sistem ABC berusaha untuk mengidentifikasi hubungan antara aktivitas, sumber daya, dan biaya pada suatu produk. Aktivitas mengkonsumsi sumber daya. Konsumsi sumber daya tersebut mengakibatkan timbulnya biaya yang dibebankan ke produk. Singkatnya, manfaat dari penerapan sistem ABC adalah membantu manajemen dalam pengambilan keputusan yang efektif dengan perhitungan biaya produk yang akurat sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan laba perusahaan. II.4.
Konsep Cost Driver
II.4.1. Definisi Cost Driver Rudianto (2006) mendefinisikan ”Pemicu biaya (cost driver) adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas. Cost driver merupakan faktor yang dapat diukur, yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau jasa”(h. 275). Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani (2000) menyatakan, “Cost driver adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau jasa” (h. 120).
20
Jadi, dapat disimpulkan bahwa cost driver merupakan suatu pemicu biaya yang membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas dibebankan ke produk.
II.4.2. Klasifikasi Cost Driver Menurut
Rudianto (2006) secara umum cost driver dapat diklasifikasikan
menjadi: (h. 276) 1. Pemicu sumber daya (resourcer driver) merupakan ukuran kuantitas sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas. Pemicu sumber daya digunakan untuk membebankan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas ke cost tertentu, seperti persentase dari luas lantai yang digunakan oleh suatu aktivitas, luas parkir kendaraan untuk roda dua dan roda empat. 2. Pemicu aktivitas (activity driver) adalah ukuran frekuensi dan intensitas permintaan suatu aktivitas terhadap objek biaya. Pemicu biaya aktivitas digunakan untuk membebankan biaya dari cost pool ke objek biaya. Kelompok biaya (cost pool) adalah sekelompok biaya yang memiliki karekteristik yang sama. Karakteristik ini berkaitan dengan tolak ukur aktivitas yang sama
untuk pembebanan biaya ke
produk.
II.5.
Klasifikasi Tingkat Aktivitas Simamora (1999) menyatakan bahwa terdapat empat tingkat umum aktivitas,
yang kemudian masing-masing aktivitas tersebut dibagi-bagi lagi menjadi pusat-pusat aktivitas tertentu. Keempat tingkat aktivitas tersebut adalah: (h. 198)
21
1. Unit level activities Unit level activities adalah aktivitas yang muncul sebagai akibat jumlah volume produksi yang melalui sebuah fasilitas produksi. Aktivitas ini dilakukan setiap kali sebuah unit produksi. Biaya aktivitas tingkat unit bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan menjadi aktivitas tingkat unit karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit produksi. 2. Batch level activities Batch level activities adalah aktivitas-aktivitas yang mencakup tugas-tugas, seperti penempatan pesanan pembelian, penyiapan perlengkapan produksi, pengiriman produk kepada pelanggan, dan penerimaan bahan baku. Biaya pada tingkat batch lebih tergantung pada jumlah batch yang diproses, bukan tergantung pada jumlah unit produksi, jumlah unit yang dijual, atau ukuran volume yang lain. 3. Product level activities Product level activities adalah aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan produk tertentu yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas-aktivitas ini mendukung produksi dan penjualan masing-masing produk. Aktivitas-aktivitas ini berkaitan dengan suatu produk, tetapi tidak berkaitan dengan produk lainnya, sebagai contoh adalah melakukan inspeksi mutu. 4. Facility level activities Facility level activities adalah aktivitas-aktivitas tingkat fasilitas yang biasanya digabung ke dalam sebuah pusat aktivitas tunggal karena aktivitas-aktivitas ini berkaitan dengan keseluruhan produksi dan tidak dengan batch atau produk tertentu
22
yang diproduksi. Biaya tingkat fasilitas meliputi unsur-unsur, seperti manajemen pabrik, asuransi, pajak bumi dan bangunan, dan fasilitas rekreasional karyawan.
II.6.
Langkah-Langkah dalam Mengimplementasikan Penentuan Harga Pokok Produk dengan Sistem Activity-Based Costing Dua tahap dalam mengimplementasikan sistem ABC untuk menghitung harga
pokok produksi adalah menelusuri biaya berdasarkan aktivitas penyebab timbulnya biaya, kemudian membebankan biaya aktivitas tersebut pada produk. Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A. (1999), dua tahap dalam mengimplementasikan sistem ABC adalah: (h. 147) A. Prosedur tahap pertama Pada prosedur tahap pertama ini terdapat empat langkah yang diperlukan untuk membebankan biaya overhead pada aktivitas, yaitu: 1. Identifikasi dan klasifikasi aktivitas Pada langkah pertama, yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai aktivitas yang terjadi dalam proses produksi. Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A. (1999) menyatakan, ”Aktivitas adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu, identifikasi aktivitas memerlukan suatu daftar dari semua jenis pekerjaan yang berbedabeda”(h. 148). Setelah itu, berbagai aktivitas yang telah teridentifikasi tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkatannya.
23
2. Penentuan penggerak biaya (cost driver) Setelah mengklasifikasikan berbagai macam aktivitas beserta biayanya ke dalam empat kategori tingkatan aktivitas, langkah selanjutnya adalah menentukan penggerak biaya untuk masing-masing aktivitas. 3. Pengelompokkan biaya-biaya (cost pool) yang homogen Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A. (1999) menyatakan, ”Untuk mengurangi jumlah tarif overhead yang diperlukan dan perampingan proses, aktivitas-aktivitas dikelompokkan pada kumpulan yang sejenis berdasarkan karakteristik yang sama (memiliki rasio konsumsi yang sama untuk semua produk). Biaya-biaya dikaitkan dengan setiap kumpulan sejenis dengan menjumlahkan biaya-biaya dari setiap aktivitas yang ada pada setiap kumpulan sejenis tersebut. Kumpulan biaya overhead yang berkaitan dengan setiap kumpulan aktivitas disebut dengan kelompok biaya sejenis (homogeneous cost pool)”(h. 149). 4. Penghitungan tarif overhead kelompok (pool rate) Langkah akhir dalam prosedur tahap pertama adalah menghitung tarif overhead untuk setiap kelompok biaya. Tarif overhead tersebut diperoleh dengan rumus biaya overhead dibagi dengan penggerak biayanya. Tarif Overhead =
Biaya Overhead Total Cost Driver
24
B. Prosedur tahap kedua Pada prosedur tahap kedua dijelaskan proses biaya aktivitas dibebankan pada produk. Hal ini dilakukan dengan cara mengalikan tarif overhead per kelompok biaya dengan besarnya penggerak biaya yang dikonsumsi oleh tiap produk. Overhead yang dibebankan
II.7.
=
tarif kelompok
x
unit penggerak yang dikonsumsi oleh produk
Keunggulan dan Kelemahan Sistem Activity-Based Costing
II.7.1. Keunggulan Sistem Activity-Based Costing Menurut Carter dan Usry (2004), keunggulan dari sistem ABC adalah sebagai berikut: (h. 513) 1. Sistem ABC menghasilkan informasi biaya produk yang lebih dapat diandalkan daripada sistem tradisional. 2. Sistem ABC menggunakan aktivitas sebagai basis penggolongan biaya untuk informasi activity cost yang memberikan informasi bagi para pengambil keputusan untuk mengontrol kinerja perusahaannya. 3. Adanya penelusuran aktivitas-aktivitas yang menimbulkan elemen biaya sehingga profitabilitas yang diperoleh dapat lebih mengoptimalkan personel perusahaan dalam mengelola aktivitas, yang nantinya dapat lebih mengefisienkan pembiayaan dalam proses produksi. 4. Menghasilkan penetapan biaya produksi yang lebih akurat dibanding dengan sistem tradisional sehingga menolong perusahaan dalam mengelola keunggulan kompetitif yang dimiliki.
25
5. Penentuan harga jual per jenis produk akan lebih tepat sehingga perusahaan tidak salah menetapkan harga jual yang kompetitif untuk suatu jenis produk tertentu. Menurut Krismiaji (2002), keunggulan dari sistem ABC adalah sebagai berikut: (h. 124) 1. ABC mampu menghasilkan perhitungan biaya (harga pokok) yang lebih akurat. 2. Dari perspektif manajerial, sistem ABC memberikan informasi tentang seluruh aktivitas yang terkait dengan pembuatan produk dan biaya aktivitas. 3. Informasi aktivitas yang diperoleh dari sistem ABC memungkinkan manajemen untuk memusatkan perhatian pada aktivitas yang memiliki peluang untuk penghematan biaya (cost saving). Jadi, dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari sistem ABC adalah memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi daripada sistem tradisional dalam perhitungan harga pokok produksi. Hal ini menguntungkan perusahaan dalam penetapan harga jual yang kompetitif untuk mencapai laba yang maksimal.
II.7.2. Kelemahan Sistem Activity-Based Costing Menurut Brewer, Garrison, dan Noreen yang diterjemahkan oleh Hinduan, N. (2006), kelemahan dari sistem ABC adalah sebagai berikut: (h. 472) 1. Mengimplementasikan ABC membutuhkan sumber daya yang besar. 2. Keuntungan dari meningkatnya keakuratan mungkin tidak sebanding dengan biayanya. 3. Umumnya laporan yang dihasilkan oleh sistem ABC tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Konsekuensinya, organisasi yang menggunakan ABC harus memiliki dua sistem biaya yang berbeda, yaitu untuk penggunaan internal dan 26
menyiapkan laporan eksternal. Hal ini lebih mahal dari menggunakan satu sistem dan dapat menimbulkan kebingungan tentang sistem yang harus dipercaya dan diandalkan. Menurut Carter dan Usry (2004), kelemahan dari sistem ABC adalah sebagai berikut: (h. 514) 1. ABC menunjukkan konsumsi sumber daya dalam jangka panjang dari setiap produk, namun tidak memprediksikan banyaknya pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut. 2. ABC memerlukan usaha pengumpulan data melampaui yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pelaporan eksternal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kelemahan dari sistem ABC adalah memiliki kompleksitas yang lebih tinggi daripada sistem tradisional karena banyaknya pemicu biaya (cost driver) sehingga biayanya lebih mahal.
II.8.
Perbedaan Sistem Tradisional dan Sistem Activity-Based Costing Menurut Carter dan Usry (2004), perbedaan antara sistem tradisional dan sistem
ABC adalah: (h. 499) 1. Sistem perhitungan biaya tradisional memiliki karakteristik khusus, yaitu dalam penggunaan ukuran yang berkaitan dengan volume atau ukuran tingkat unit secara eksklusif sebagai dasar untuk mengalokasikan overhead ke output. Untuk alasan tersebutlah maka sistem tradisional juga disebut dengan sistem berdasarkan unit (unit cost system). Sistem ABC mengharuskan penggunaan tempat penampungan overhead lebih dari satu.
27
2. Jumlah tempat penampungan biaya overhead dan dasar alokasi cenderung lebih banyak pada sistem ABC, sedangkan sistem tradisional menggunakan satu tempat penampungan biaya atau satu dasar alokasi untuk semua tempat penampungan biaya. 3. Perbedaan umum antara sistem ABC dan sistem tradisional adalah homogenitas dari biaya dalam satu tempat penampungan biaya. ABC mengharuskan perhitungan tempat penampungan biaya suatu aktivitas, maupun identifikasi suatu pemicu aktivitas untuk setiap aktivitas yang signifikan dan mahal. Akibatnya, ada lebih banyak kehati-hatian, paling tidak dalam membentuk tempat penampungan biaya dalam sistem ABC dibandingkan dengan sistem tradisional. 4. Semua sistem ABC merupakan sistem perhitungan dua tahap, sementara sistem tradisional bisa merupakan sistem perhitungan satu atau dua tahap. Pada tahap pertama dalam sistem ABC, tempat penampungan biaya aktivitas dibentuk ketika biaya sumber daya dialokasikan ke aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya. Pada tahap kedua, biaya aktivitas dialokasikan dari tempat penampungan biaya aktivitas ke produk. Sistem biaya tradisional menggunakan dua tahap hanya apabila departemen atau pusat biaya lain dibuat. Biaya sumber daya dialokasikan ke pusat biaya pada tahap pertama, kemudian biaya dialokasikan dari pusat biaya ke produk pada tahap kedua. Beberapa sistem tradisional hanya terdiri dari satu tahap karena sistem tersebut tidak menggunakan pusat biaya yang terpisah, tetapi tidak ada sistem ABC yang hanya terdiri dari satu tahap. 5. Sistem ABC lebih mampu memberikan informasi tentang seluruh aktivitas yang terkait dengan pembuatan produk dan biaya aktivitas dibandingkan dengan sistem tradisional.
28
Menurut Krismiaji (2002), perbedaan antara sistem tradisional dan sistem ABC adalah: (h. 123) 1. Dalam perhitungan harga pokok produk, sistem ABC pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut dan membebankan biaya aktivitas ke produk. Sistem tradisional menelusuri biaya ke tempat terjadinya biaya, kemudian membebankan ke produk. 2. Sistem ABC menggunakan unit-based dan nonunit-based dan umumnya jumlah cost driver yang digunakan jauh lebih banyak dibandingkan dengan unit-based cost driver yang digunakan oleh sistem tradisional. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem ABC berbeda dengan sistem tradisional dalam perhitungan harga pokok produk. Sistem ABC merupakan activity cost system yang umumnya memiliki cost driver lebih dari satu, sedangkan sistem tradisional merupakan unit cost system yang umumnya memiliki satu cost driver.
II.9.
Analisis Rekonsiliasi Menurut Carter dan Usry (2004), ”Point penting mengenai perbedaan dalam
biaya produk yang dilaporkan pada sistem tradisional dan sistem ABC adalah bahwa arah perbedaannya dapat diprediksi”(h. 504). Dibandingkan dengan ABC, sistem tradisional melaporkan biaya per unit yang lebih tinggi untuk produk dengan volume tinggi dan biaya per unit yang lebih rendah untuk produk dengan volume rendah. Hal ini disebabkan alokasi dari seluruh overhead dalam sistem tradisional didasarkan pada volume. Dalam sistem berdasarkan volume, produk yang volumenya lebih tinggi akan dialokasikan bagian yang lebih besar dari semua biaya overhead, termasuk biaya yang tidak berkaitan dengan volume.
29
Perbedaan biaya antara sistem tradisional dan sistem ABC pada suatu produk dapat dijelaskan secara sistematis. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan harga pokok produksi sistem tradisional dan harga pokok produksi sistem ABC pada produk yang sama. Perbedaan harga pokok produksi dari kedua sistem tersebut dapat dihitung melalui tiga tahap, yaitu: 1. Membuat persentase cost driver untuk masing-masing produk terhadap total cost driver tersebut, baik cost driver yang digunakan dalam sistem tradisional maupun cost driver yang digunakan dalam sistem ABC. 2. Menghitung selisih persentase cost driver dalam sistem tradisional terhadap persentase cost driver dalam sistem ABC untuk masing-masing produk. 3. Mengalikan selisih persentase cost driver dengan kelompok biaya overhead sejenis sesuai dengan cost driver yang terkait sehingga diperoleh total kelebihan (overstated) atau kekurangan (understated) biaya tradisional terhadap biaya ABC.
II.10. Analisis Tindakan Menurut Brewer, Garrison, dan Noreen yang diterjemahkan oleh Hinduan, N. (2006), menyatakan ”Laporan analisis tindakan ditujukan untuk membantu manajer tingkat atas untuk mengidentifikasi biaya yang relevan dalam pengambilan keputusan dan memberi tanggung jawab untuk menghapuskan biaya-biaya tersebut kepada manajer yang tepat”(h. 479). Pada laporan analisis tindakan, setiap biaya diberi kode warna, yaitu hijau, kuning, atau merah. Kode warna ini menunjukkan seberapa mudah biaya dapat disesuaikan apabila ada perubahan aktivitas.
30
Biaya dengan kode warna hijau adalah biaya yang menyesuaikan kurang atau lebihnya secara otomatis terhadap perubahan aktivitas tanpa perlu adanya tindakan dari manajemen. Sebagai contoh adalah biaya bahan langsung dan biaya pengiriman. Biaya dengan warna kuning adalah biaya yang pada prinsipnya dapat disesuaikan apabila ada perubahan aktivitas, tetapi diperlukan adanya tindakan dari manajemen. Sebagai contoh adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya utilitas pabrik, gaji dan upah administrasi, biaya penyusutan peralatan kantor, upah dan gaji pemasaran, beban penjualan. Biaya dengan kode warna merah adalah biaya yang sangat sulit disesuaikan apabila ada perubahan aktivitas dan dibutuhkan tindakan dari manajemen. Sebagai contoh adalah biaya penyusutan peralatan pabrik, biaya sewa gedung pabrik, biaya sewa gedung perkantoran. Mengacu pada pendapat Brewer, Garrison, dan Noreen yang diterjemahkan oleh Hinduan, N. (2006), perhitungan margin dalam analisis tindakan dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: 1. Menghitung tarif masing-masing biaya overhead dengan cara membagi biaya overhead tersebut dengan penggerak biayanya. Tarif overhead
Biaya Overhead Total Cost Driver
=
2. Mengalikan tarif masing-masing biaya overhead dengan besarnya cost driver yang dikonsumsi oleh tiap produk. Overhead yang dibebankan
=
tarif overhead
x
unit penggerak yang dikonsumsi oleh produk
31
3. Mengelompokkan semua biaya overhead yang timbul ke dalam biaya hijau, biaya kuning, dan biaya merah. 4. Menghitung margin hijau, margin kuning, dan margin merah. Margin hijau dihitung dengan cara mengurangi total penjualan suatu produk dengan total biaya hijau produk tersebut. Margin kuning dihitung dengan cara mengurangi margin hijau dengan total biaya kuning. Margin merah dihitung dengan cara mengurangi margin kuning dengan total biaya merah.
32