BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PENDAHULUAN Energi listrik pada umumnya dibangkitkan oleh pusat pembangkit tenaga listrik yang letaknya jauh dari tempat para pelanggan listrik. Untuk menyalurkan tanaga listik tersebut secara ekonomis pada jarak yang cukup jauh, perlu dibuat analisa dan perencanaan yang baik dan matang. Pada umumnya sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian, yaitu: a) Pusat pembangkit tenaga listrik, b) Instalasi jaringan transmisi, c) Instalasi jaringan distribusi. Penyaluran listrik kepada para pelanggan secara skematis digambarkan seperti gambar 2.1. Dalam gambar 2.1 sudah tercakup ketiga unsur dari sistem tenaga listrik, sebagaimana yang dimaksud diatas.
Pelanggan Besar
JTR
Factory
JTR
JTM
Gardu Distribusi
Pusat pembangkit
Gardu Penaik Tegangan
Transmisi
Gardu Penurun Tegangan
Gambar 2.1. Diagram satu garis penyaluran tenaga listrik
Tegangan-tegangan pada bagian sistem diatas adalah sebagai berikut: 3
a) Pusat Pembangkit Terdiri dari PLTA, PLTU, PLTD, PLTP, PLTN, dll, umumnya menghasilkan tegangan antara 6 KV, 15 KV sampai dengan 33 KV. b) Transmisi - Tegangan transmisi : 220 KV, 400 KV, 500 KV, 750 KV, 765 KV, 800 KV. Sedangkan di Indonesia pada umumnya menggunakan tegangan antara 150 KV dan 500 KV. - Tegangan sub-transmisi : 33 KV, 66 KV, 110 KV, 132 KV. c) Distribusi -
Tegangan sisi primer gardu distribusi : 3,3 KV; 6,6 KV; 22 KV; 66KV. Di Indonesia pada umumnya memakai 6 KV dan 20 KV.
-
Tegangan sisi sekunder gardu distribusi : 240/415 volt dan 250/431 volt, tiga fasa empat kawat 220/440 volt fasa tunggal ke netral. Di Indonesia digunakan tiga fasa empat kawat 220/380 volt.
2.1.1. Alokasi Biaya Investasi Penyaluran Tenaga Listrik Dalam menyalurkan tenaga listrik ke para pelanggan, mulai dari pusat pembangkit tenaga listrik, transmisi dan distribusi, ternyata bagian distribusinya menyerap biaya investasi paling besar kira-kira 45% dari biaya investasi keseluruhannya, seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Ke 45% dari biaya investasi itu, diserap di bagian distribusi yang terdiri dari sebagian besar rangkaian primernya (JTM) dan rangkaian sekunder (JTR) dan trafo distribusinya. Dari gambar dimaksud jelaslah bahwa sistem distribusi mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Oleh sebab itu diperlukan perencanaan yang matang agar didapat biaya keseluruhan yang efisien.
4
Pusat Pembangkit
GI
GI
GD
GD
17 %
9% Pelanggan Tegangan Rendah
Sub Transmisi
8%
Jaringan Tegangan Rendah
6%
Jaringan Tegangan Menengah
3% Trafo Penurunan Tegangan
4%
Transmisi
2% Trafo penaik Tegangan
40 %
Trafo Penurun Tegangan
11 %
Gambar 2.2. Alokasi biaya penyaluran tenaga listrik Selanjutnya dalam pembahasan tugas akhir ini hanya dibahas saluran distribusi tegangan menengah (SUTM).
2.2. SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI Distribusi adalah bagian dari sistem tenaga listrik yang menyalurkan tegangan listrik dari gardu induk ke gardu distribusi yang kemudian disalurkan ke pemakai tenaga listrik (konsumen). Saluran tegangan menengah atau disebut juga Jaringan Tegangan Menengah (JTM), berfungsi untuk menyalurkan listrik dari gardu induk tegangan tinggi/tegangan menengah ke gardu distribusi tegangan menengah/tegangan rendah ataupun dapat juga menyalurkan listik dari gardu TT/TM langsung ke pelanggan tegangan menengah. Karena berfungsi menyalurkan listrik langsung ke pusat (mulut) beban, maka Jaringan Tegangan Menengah biasa disebut juga sebagai penyulang (feeder). Konstruksi JTM dapat berupa saluran udara maupun saluran bawah tanah. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) biasanya berupa kawat berisolasi atau tanpa isolasi. Sedangkan saluran bawah tanah menggunakan kawat berisolasi penuh (kabel) dan karenanya disebut Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM). 2.2.1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) SUTM disebut saluran udara tegangan menengah karena kawat hantarnya yang bertegangan menengah berada di udara. SUTM yang berfungsi menghantarkan listrik biasanya berupa kawat tanpa isolasi dari jenis AAAC (All Alumunium Alloy 5
Conductor). Kawat penghantar AAAC yang ditumpu/bergantung pada isolator, dibentangkan dari satu tiang listrik ke tiang listrik lainnya. Salah satu kelemahan paling menonjol dari SUTM adalah tingginya angka gangguan temporer. Lebih dari 80% gangguan dari SUTM tercatat sebagai gangguan temporer. Gangguan temporer adalah gangguan yang terjadi hanya sesaat namun cukup untuk membuat alat pemutus bekerja sehingga jaringan padam. Karena gangguan ini bersifat sementara, maka biasanya setelah beberapa saat padam, kemudian pemutus tenaga penyulang dimasukkan kembali maka penyulang akan menyala kembali dengan aman tanpa diketahui penyebab gangguan dengan jelas. 2.2.2. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) Fungsi SKTM sama dengan SUTM, yaitu memasok daya ke pusat beban. Bedanya, SKTM konstruksinya ada di bawah tanah dan karenanya penghantarnya berupa kawat berisolasi penuh (kabel). Kabel untuk SKTM ada yang berisolasi kertas (PILC), tetapi saat ini yang banyak digunakan adalah kabel berisolasi XLPE (CrossLinked Polyethylene). Biaya investasi per kilometer SKTM sangat jauh lebih mahal dibandingkan biaya investasi SUTM. Karenanya keputusan pemilihan penggunaan SKTM menggantikan SUTM sebagai penyulang harus benar-benar melalui pertimbangan yang teliti, baik pertimbangan teknis, finansial maupun pertimbangan ekonomis. SKTM banyak dipilih untuk pasokan daya ke pusat beban di daerah padat beban, daerah perkotaan yang padat atau di tengah kota, daerah yang pertumbuhan bebannya manunjukkan kejenuhan, daerah yang sangat banyak gangguan temporer dan daerah yang rawan petir.
2.3. GARDU DISTRIBUSI Gardu distribusi merupakan titik beban di penyulang. Gardu distribusi berfungsi sebagai terminal switching yang memungkinkan penyaluran listrik ke beban tegangan menengah, penyaluran listrik ke gardu lainnya, penurunan tegangan menggunakan trafo distribusi dari tegangan menengah ke tegangan rendah. Secara umum, fungsi gardu distribusi dikenal sebagai penurun tegangan dari tegangan menengah ke tegangan pelayanan, yaitu tegangan rendah. Karenanya, 6
kecuali untuk pelanggan tegangan menengah, pada gardu distribusi ada trafo penurun tegangan dari tegangan menengah ke tegangan rendah. Ukuran trafo distribusi bervariasi, tergantung dari besar beban yang dilayani disekitarnya. Ukuran trafo distribusi yang banyak digunakan antara lain: 630kVA, 400kVA, 315kVA, 250 kVA, 100kVA dan 50 kVA.
2.4. KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH Pada dasarnya, adanya variasi konfigurasi ini adalah untuk alasan peningkatan kualitas jaringan sehingga diperoleh keandalan yang lebih tinggi dan menghasilkan kualitas listrik yang lebih baik. Konfigurasi jaringan distribusi tegangan menengah yang umum adalah sistem radial, ring (loop) dan spindle. 2.4.1. Sistem Radial Sistem ini merupakan sistem distribusi tegangan menengah yang paling sederhana. Sistem ini ditandai dengan model JTM yang berawal dari GI dan berakhir di pusatpusat beban, seperti terlihat pada gambar 2.3.
PMT
GD
Gambar 2.3. Sistem Radial
Investasi sistem jaringan ini relatif rendah karena, hanya menggunakan satu pemutus beban/PMT (circuit breaker). Kelemahan dari sistem ini adalah keandalan sangat rendah. Jika ada gangguan di jaringan, baik dekat GI maupun di ujung JTM, maka semua jaringan yang dilayani satu penyulang ini akan padam.
7
2.4.2. Sistem Radial dengan PSO atau PBO di Tengah Sistem ini pada dasarnya adalah sama seperti sistem radial di atas. Namun ditengah penyulang dipasang PSO/PBO (pemisah saluran/beban otomatis) untuk mengurangi area padam jika sisi setelah PSO atau PBO mengalami gangguan, seperti terlihat pada gambar 2.4. PMT
GD
PBO
Gambar 2.4. Sistem Radial dengan PSO atau PBO di tengah
2.4.3. Sistem Ring (Loop) Sistem ini merupakan usaha perbaikan sistem dari distribusi radial. Pola ini ditandai dengan pola JTM berawal dari satu GI, keluar melewati pusat/mulut beban, kemudian kembali lagi ke GI semula, seperti terlihat pada gambar 2.5. Sistem ring ini dalam keadaan normal biasanya sama seperti sistem radial. Jika terganggu di salah satu seksi jaringan, barulah sistem ring ini berfungsi sebagai sumber bantuan. Investasi sistem ring ini relatif lebih mahal dari sitem radial, namun keandalannya relatif lebih tinggi.
GD PMT
PMT
Gambar 2.5. Sistem Ring (Loop)
8
2.4.4. Sistem Spindle Sistem ini pada dasarnya sama dengan sistem ring, hanya saja pada sistem spindle ada 7 penyulang, dimana satu penyulang berfungsi sebagai kabel cadangan (express feeder), seperti terlihat pada gambar 2.6. Konfigurasi sistem spindle ditandai dengan 7 penyulang atau kelipatannya keluar dari GI dan kemudian menyatu disatu gardu hubung (GH). Dari satu spindle, 6 penyulang yang berbeban posisinya terbuka di GH. Sedangkan satu kabel cadangan yang tak berbeban (express feeder) selalu pada posisi menutup (normaly closed) di GH. Keandalan sistem spindle ini lebih baik dari sistem ring, karena jika satu penyulang terganggu, tersedia satu kabel cadangan utama. Kelemahan sistem spindle antara lain: a. Biaya investasinya relatif lebih mahal, b. Pada SKTM spindle, jika terjadi gangguan di express feeder, pencarian gangguan sangat sulit karena kabel terlalu panjang.
PMT
GH
GD PMT
GH
Express Feeder Gambar 2.6. Sistem Spindle
2.5. PERKIRAAN KELOMPOK BEBAN Untuk bisa merancanakan jaringan distribusi secara optimum, perlu diperkirakan terlebih dahulu beban yang akan dilayani oleh jaringan distribusi tersebut. Oleh karena itu masalah perkiraan beban merupakan masalah yang penting dalam merencanakan perkembangan jaringan.
9
2.5.1. Karakteristik Beban Karakteristik beban dipengaruhi oleh sifat konsumsi dari kelompok-kelompok konsumen. Berikut ini macam-macam kelompoknya: a. Kelompok konsumen rumah tangga b. Kelompok konsumen perkantoran c. Kelompok konsumen usaha/perdagangan d. Kelompok konsumen industri 2.5.2. Memperkirakan Beban 2.5.2.1. Memperkirakan Beban Jangka Panjang Perkiraan beban jangka panjang adalah untuk jangka waktu di atas satu tahun. Dalam perkiraan beban jangka panjang, masalah-masalah makro ekonomi yang merupakan masalah ekstern perusahaan listrik, adalah sebagai faktor utama yang manentukan arah perkiraan beban. Faktor makro tersebut misalnya pendapatan perkapita penduduk Indonesia. Kenaikan beban serta produksi tenaga listrik untuk jangka panjang di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju, misalnya negara-negara Eropa. Karena perhitungan beban jangka panjang banyak menyangkut masalah makro ekonomi yang bersifat ekstern perusahaan listrik, maka penyusunannya perlu ada kerja sama dengan pihak pemerintah. 2.5.2.2. Memperkirakan Beban Jangka Menengah Perkiraan beban jangka menengah adalah untuk jangka waktu dari satu bulan sampai dengan satu tahun. Poros untuk perkiraan beban jangka menengah adalah perkiraan beban jangka panjang. Sehingga perkiraan beban jangka menengah tidak akan menyimpang terlalu jauh terhadap perkiraan beban jangka panjang. Dalam perkiraan beban jangka menengah, masalah-masalah manajerial perusahaan,
misalnya
kemampuan
teknis
memperluas
jaringan
distribusi,
kemampuan teknis menyelesaikan proyek pembangkit listrik yang baru serta juga kemampuan teknis menyelesaikan proyek saluran transmisi perlu dipikirkan. Masalah penyelesaian proyek ini sesungguhnya tidak sepenuhnya merupakan 10
masalah intern perusahaan listrik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstern khususnya jika menyangkut masalah pembebasan tanah dan masalah penyediaan dana. 2.5.2.3. Memperkirakan Beban Jangka Pendek Perkiraan beban jangka pendek adalah untuk jangka waktu beberapa jam sampai dengan satu minggu (168 jam). Dalam perkiraan beban jangka pendek terdapat batas atas untuk beban maksimm dan batas bawah untuk beban minimum yang ditentukan oleh perkiraan beban jangka menengah. Mengenai karakteristik beban harian dapat dilihat pada gambar 2.7.
1200 Beban puncak
kilowatt
900
600
300
Beban rata-rata
0
02
04
06
08
10
12
14
16
Gambar 2.7. Kurva Beban Harian
11
18
20
22
24
2.6. PADAT DAN DISTRIBUSI BEBAN Setelah diperkirakan besar dan karakteristik beban, perencanaan jaringan distribusi harus memperhatikan pula distribusi pada beban. Secara garis besar, distribusi padat beban adalah sebagai berikut: a. Distribusi merata, dimana arus yang mengalir adalah merata sepanjang saluran.
GD
Beban
Gambar 2.8. Distribusi merata b. Distribusi berat di pangkal, dimana arus yang mengalir lebih besar didekat gardu distribusi.
GD
Beban
Gambar 2.9. Distribusi berat di pangkal c. Distribusi berat di ujung, dimana arus yang mengalir di ujung saluran lebih besar daripada di pangkal saluran.
GD
Beban
Gambar 2.10 Distribusi berat di ujung 12
d. Distribusi berat di tengah, dimana arus yang mengalir di tengah saluran lebih besar daripada di ujung atau di pangkal saluran.
GD
Beban
Gambar 2.11 Distribusi berat di tengah
2.7. PENGHANTAR JARINGAN TEGANGAN MENENGAH Dilihat dari jenis logamnya, penghantar listrik yang digunakan oleh PT. PLN Persero dewasa ini terdiri dari logam tembaga, alumunium dan alumunium campuran. Penghantar yang terbuat dari logam tembaga yang sering disebut BCC (Bare Copper Conductor) merupakan penghantar yang baik untuk menghantarkan energi listrik, meskipun penghantar ini mempunyai bobot yang lebih besar dan mempunyai harga yang lebih mahal. Penghantar yang terbuat dari alumunium murni yang sering disebut dengan AAC (All Alumunium Conductor) adalah penghantar listrik yang cukup baik. Keuntungan penghantar ini adalah bobotnya lebih ringan dari tembaga dan harganya lebih murah atau terjangkau. Namun demikian alumunium mempunyai kuat tarik yang lebih kecil dari tembaga dan juga lebih rapuh. Untuk mengurangi kelemahan tersebut dibuat penghantar alumunium campuran yang sering disebut AAAC (All Alumunium Alloy Conductor) dimana jenis penghantar ini mempunyai kuat tarik yang lebih besar daripada AAC. Kuat arus suatu penghantar listrik perlu mendapat perhatian sewaktu melakukan penarikan kawat. Selain itu perlu juga diperhatikan pada suatu penghantar adalah kuat hantar arusnya (KHA), dimana masing-masing penghantar mempunyai kuat hantar arus yang berbeda-beda seperti terlihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.
13
Tabel 2.1. Kemampuan hantar arus penghantar tembaga
Luas Penampang Penghantar (mm²)
KHA terus-menerus (A)
10
90
16
125
35
200
50
250
70
310
95
390
120
440
150
510
240
700
300
800
400
960
500
1110
14
Tabel 2.2. Kemampuan hantar arus penghantar alumunium
Luas Penampang Penghantar (mm²)
KHA terus-menerus (A)
16
110
25
145
35
180
50
225
70
270
95
340
100
375
120
390
150
455
185
520
240
625
300
710
400
855
500
990
15