BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Industri Tekstil dan Industri Garment Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia secara teknis dan struktur terbagi dalam 3 sektor industri, yaitu: 1. Sektor Industri Hulu (Upstream) •
Sifat industri ini: padat modal, full automatic, berskala besar, jumlah tenaga kerja relatif kecil dan output tenaga kerja besar.
•
Merupakan industri yang memproduksi serat atau fiber (natural fiber dan man–made fiber atau synthetic) dan proses pemintalan (spinning)
•
Produk yang dihasilkan: benang (unblended dan blended yarn).
2. Sektor Industri Menengah (Mid Stream) •
Sifat industri ini: semi padat modal, teknologi madya dan modern dan jumlah tenaga kerja lebih besar daripada industri hulu.
•
Meliputi proses penganyaman (interlancing) benang menjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui proses pertenunan (weaving ) dan rajut ( knitting) yang kemudian diolah lebih lanjut melalui
proses
pencelupan
(finishing)
12
(dyeing),
dan
penyempurnaan
13
•
Produk yang dihasilkan: kain jadi
3. Sektor Industri Hilir (Downstream) •
Sifat industri ini: padat karya karena banyak menyerap tenaga kerja
•
Merupakan industri manufaktur pakaian jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing, dan finishing.
•
Produk yang dihasilkan: pakaian jadi (ready made garment).
Pohon Industri Tekstil HILIR
HULU
HULU
Gambar 2.1 Pohon Industri Tekstil
Industri pakaian jadi atau garment tidak bisa terlepas dari industri tekstil karena untuk membuat pakaian jadi memerlukan hasil-hasil dari industri tekstildi sector lainnya, yaitu sektor upstream yang menghasilkan produk benang dan sektor industri midstream yang memproduksi kain sebagai bahan bakunya.
14
Pakaian jadi/clothing/garment adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tekstil, berbagai jenis pakaian yang siap pakai (ready to wear) dalam berbagai ukuran standar, antara lain pakaian pria dan wanita baik dewasa, remaja dan anak-anak, pakaian pelindung, pakaian seragam, pakaian olah raga, dan lain-lain. Berdasarkan
kutipan dari Indonesia Competitivenesss Program (2007),
dalam memproduksi pakaian jadi, industri ini memakai bahan nylon, rayon, polyester dan cotton sebagai bahan baku dasar untuk produksi pakaian jadi. Produksi pakaian jadi dimulai dengan pengembangan rancangan. Ada tiga pendekatan umum perancangan, masing-masing bergantung pada pasar. Pabrikan yang menjual produknya ke toko pengecer yang berskala kecil membuat rancangan sendiri berdasarkan pada pengetahuan tentang kecenderungan pasar saat ini, sementara produsen yang menjual ke toko berskala besar biasanya mendapatkan rincian rancangan produk dari agen pembelian. Operasi kegiatan berikutnya kemudian disesuaikan ke arah pengembangan rancangan tersebut. Perakitan dan penjahitan didominasi oleh kerja manual. Karyawan dikelompokkan menurut divisi, dan setiap devisi berfokus pada penyelesaian satu kegiatan tunggal. Beberapa diantaranya,yaitu divisi memotong kain, divisi jahit, divisi penyelesaian dan lain sebagainya.
15
2.1.1 Industri Garment atau Pakaian Jadi Industri Garment Di Indonesia Industri garment merupakan bagian dari industri tekstil dan produk tekstil yang telah berkembang di Indonesia. Industri ini memiliki pasar dalam negeri yang cukup besar dan pasar ekspor yang besar dengan penilaian yang cukup bagus di luar negeri. Industri ini telah berkembang sejak lama dan tercatat pada Juni 2010, telah memiliki sarana dan prasarana produksi yang memadai serta investasi yang sudah tertanam cukup besar, yang mencapai hingga Rp 127,9 trilliun.
Karakteristik Industri Garment Nasional Karakteristik utama dari industri Garment Nasional adalah: •
Merupakan industri padat karya Berdasarkan data dari Dirjen ILMEA Depperindag, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri garment mencapai 373 ribu orang pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 377 ribu orang pada tahun 2001.
•
Berorientasi Ekspor (Export Oriented) Di pasaran ekspor, produk yang dihasilkan oleh industri garment telah memiliki image yang baik dan kuat di kelas menengah. Nilai produksi yang dihasilkan oleh industri garment dalam negeri ini mencapai Rp 56,1 T pada tahun 2001. Dan sekitar 30% dari total produksi yang dihasilkan diekspor ke berbagai negara di dunia dan dari tahun ke tahun porsi ekspornya cenderung
16
meningkat. Tingkat utilisasi produksi sejak tahun 2000 cukup tinggi yaitu telah mencapai 96,7%. •
Kuatnya industri pendukung (Supporting Industries) Industri pendukung tersebut, antara lain industri serat nasional yang berkapasitas 684 ribu ton, industri benang 2,0 juta ton, industri kain 1,5 juta ton, dan industri aksesori seperti retsleting, kancing baju, label dan kemasan.
Tabel 2.1 Indikator Industri Garment Nasional, 1997 – 2001 Keterangan
Unit
Investasi
1997
miliar 2,288.3 Rp. orang 346,167 Tenaga Kerja miliar 19,729.80 Nilai Produksi Rp. 94.71 Utilisasi Produksi % Sumber: Dirjen ILMEA, Depprindag
1998
1999
2000
2001
Trend(%)
2,348.5
2,472.4
2,715.4
2,808.6
5.3
348,419 44,025.70
355,236 49,063.50
372,716 54,951.12
376,584 56,050.14
2.1 37.1
94.71
94.95
96.68
96.68
0.5
Industri garment nasional secara umum menghadapi permasalahan yang sama seperti produsen garment di negara-negara lain. Permasalahan tersebut adalah: 1. Persaingan global Æ Memaksa para produsen menekan harga jual produk mereka 2. Keinginan konsumen yang semakin meningkat Æ Jumlah per pesanan semakin kecil sementara tuntutan jenis atau ragam desain yang diminta oleh pasar semakin banyak 3. Tekanan margin, dimana tingkat keuntungan semakin tipis 4. Kebutuhan untuk selalu berinvestasi
17
ÆAgar dapat bersaing secara global, produsen harus selalu meningkatkan kinerjanya dengan cara selalu berinvestasi salah satunya mesin untuk produksi. 5. Rasa tidak aman karena tingkat persaingan semakin tinggi dan konsumen dapat dengan mudah berpindah pelanggan 6. Tekanan dari pemerintah dan lingkungan sosial Æ Adanya isu-isu perburuhan dan lingkungan yang semakin sensitif
2.1.2 Sejarah Industri Garment di Indonesia -
Tahun 1998-1999:
Produksi garment industri mengalami pertumbuhan yang negatif pada tahun 1998 dan 1999, yang disebabkan oleh lesunya pasar domestik akibat krisis ekonomi yang tengah dialami Indonesia. Krisis ekonomi ini diiringi oleh melonjaknya biaya produksi, sehingga banyak industri garment yang mengurangi produksinya, bahkan menutup usahanya. Kelesuan tersebut sangat dirasakan terutama oleh perusahaan menengah kecil dan home industri. Mereka yang tetap mampu bertahan di masa krisis adalah mereka yang bisa melakukan ekspor, meskipun pasaran ekspor juga menurun karena dampak resesi global yang dialami oleh sejumlah negara tujuan ekspor. -
Tahun 2000:
Pada tahun 2000, produksi garment industri tumbuh sebesar 7%, namun masih jauh dibawah angka produksi pada tahun 1997. Pada tahun tersebut pasar
18
internasional mulai pulih sehingga ekspor meningkat pesat dan mampu memacu produksi nasional meskipun pasar domestik masih stagnan. Pertumbuhan tersebut terutama dipicu oleh meningkatnya permintaan di pasar domestik. -
Tahun 2001:
Pada tahun 2001, ekspor hanya meningkat sebesar 4,5% dan pasar domestik hanya meningkat sebesar 1%, namun cukup untuk mendorong angka produksi untuk meningkat sebesar 4%. Sementara itu, jumlah garment non-industri (yang diproduksi oleh tailor) sulit diketahui secara pasti mengingat banyaknya jumlah tailor. Dengan melakukan pendekatan melalui penggunaan bahan baku tekstil yang digambarkan dari suplainya, yaitu jumlah produksi yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik tekstil yang ada dan impor, dikurangi dengan ekspor maka dapat diperkirakan berapa besar yang dikonsumsi oleh industri garment. Dari asumsi tersebut, maka produksi garment pada tahun 1997 sampai 2001 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2 Total Produksi Garment Menurut Kelompok Industrinya, 1997 – 2001 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 *)Note
PRODUKSI GARMENT Industri Porsi(%) Non Industri (tailor) 862,465 94.7 48,269 560,422 95.2 28,257 537,470 94.8 29,481 574,932 94.2 35,399 600,531 94.5 34,952 : Non industri adalah garment
Pertumbuhan (%)
Porsi(%) Total 5.3 910,733 – 4.8 588,679 (35.4) 5.2 566,952 (3.7) 5.8 610,331 7.7 5.5 635,483 4.1 via tailor dan home
industri
Sumber: CIC
19
Sejak terjadinya krisis moneter, porsi produksi garment oleh non industri cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa selama krisis ekonomi banyak pengusaha kecil yang berhenti produksinya akibat sepinya order atau mereka mengalami kesulitan dalam permodalan. Produksi garment dalam negeri selama periode 1997 – 2001 tumbuh rata-rata -6,8% per tahun dengan angka produksi mencapai 32,86 miliar potong pada tahun 2001 lalu. Lebih jelasnya lihat tabel berikut.
Tabel 2.3 Total Produksi Garment Dihitung Berdasarkan Jumlah Potong, 1997 – 2001 Tahun
(000′Meter)
(000′Potong)
%
1997 1998 1999 2000 2001
7,285,867 4,098,300 – 4,709,429 2,649,054 (35.4) 4,535,615 2,551,284 (3.7) 4,882,651 2,746,491 7.7 5,083,861 2,859,672 4.1 Rata-rata pertumbuhan (%) (6.8) *) Note: jumlah diatas termasuk garment non-industri (home industri)
Pengolongan bermacam-macam jenis produk industri garment tersebut, yaitu sebagai berikut: 1. Pakaian pria dan wanita 2. Pakaian anak perempuan dan anak laki-laki 3. Pakaian bayi 4. Perlengkapan pakaian, terdiri dari: o
Kaus kaki, kaus kaki panjang, pantyhose dll.
o
Sarung tangan,saputangan
20 o
Syal, selendang, kerudung, cadar dll.
o
Dasi, dasi kupu-kupu dll.
2.1.3 Kunci Sukses Industri Tekstil dan Industri Garment (Pakaian Jadi – Kaos T-shirt) di Indonesia A. Industri Tekstil Kunci sukses keberhasilan industri tekstil di Indonesia, tidak lepas dari dukungan dan kebijakan pemerintah. Didukung oleh penuturan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (APGAI) Farid Magenda, salah satu kunci keberhasilan pengusaha tekstil di negara lain dalam menggenjot pangsa pasar adalah dukungan pemerintah. Pemerintah Vietnam, India, dan China mengenakan bunga yang rendah untuk para pengusaha. Selain itu program pemerintah untuk mengangarkan restrukturisasi mesin TPT memang memiliki arti sangat penting bagi para pengusaha tekstil dalam negeri. Sebab, selama ini, banyak pengusaha tekstil lokal masih mengoperasikan mesinmesin tua. Akibatnya, produktivitas mereka rendah dan para pengusaha sulit melakukan efisiensi. Kondisi ini membuat produk tekstil buatan para pengusaha lokal kalah bersaing dengan produk tekstil impor yang lebih efisien dan murah. Karena
itu,
keseriusan
pemerintah
dalam
melaksanakan
program
restrukturisasi mesin TPT menjadi kunci pemulihan daya saing industri tekstil dalam negeri. Semakin banyak pengusaha yang bisa mengganti mesin tua dengan mesin baru, maka industri tekstil bisa kembali bersaing dan mulai bangkit.
21
B. Industri Garment ( Pakaian Jadi – Kaos T-shirt) Bisnis Kaos T-shirt memang memiliki peluang yang cukup baik. Banyak masyarakat Indonesia yang menjadikan T-shirt sebagai cindera mata atau pakaian kasual yang cocok untuk iklim di Indonesia. Di Indonesia terdapat beberapa pengusaha garment yang ahli dan sukses, yaitu beberapa diantaranya Dagadu dari Yogya, Joger dari Bali dan C59 dari Bandung. Salah satu kunci keberhasilan mereka adalah karena mereka memiliki desain yang orisinil dan khas. Artinya kunci sukses bisnis kaos T-shirt ini adalah desain, karena secara sederhana desain adalah kreativitas. Maka dari itu menciptakan desain-desain yang baik dan unik untuk menempati posisi yang baik di mata konsumen ini dianggap sangat penting jika ingin membangun brand sendiri. Berbeda jika membuat kaos biasa seperti pesanan dari instansi tertentu, sebab rata-rata design yang diminta sudah baku, karena sistem pesanan ini harus disesuaikan dengan selera konsumen. Desain kaos yang 'biasa' ini banyak diperjualbelikan karena sifatnya yang umum. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mutu, baik mutu bahan baku maupun mutu produksi beserta hasil akhirnya. Hal yang tidak kalah penting dari kesuksesan industry garment dengan sistem made by order adalah ketepatan waktu pengerjaan. Sebab hampir 90 % pengusaha garment tidak tepat waktu dalam penyelesaian pesanan. Selain itu pula dari ke tiga merek tersebut mereka masing-masing melakukan diferensiasai baik dari segi pemasaaran dan diferensisi pada produk yang mereka hadirkan. Dagadu bermain kata-kata dan mengangkat tema kehidupan seharihari dan
22
sangat Jogja, sedangkan Joger bermain kata-kata “nyleneh” dan diferensisai pada strategi pemasarannya sedangkan C59 selalu menggali ide desain yang tidak akan pernah berakhir, bagi C59 riset desain (R&D) sangatlah penting karena kekuatan produknya ada pada rancangan, apalagi
2.2 Family Business Berdasar data survey yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2007) yang telah menyelenggarakan Survey Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2006, di Indonesia terdapat 48.929.636 perusahaan, dan sebanyak 90,95% dapat dikategorikan sebagai perusahaan keluarga. Dalam survey tersebut juga diperoleh data bahwa perusahaan keluarga menyumbang 53,28% dari GDP dan menyerap sebanyak 85.416.493 orang sebagai tenaga kerja atau 96,18% dari seluruh angkatan kerja.
2.2.1 Pengertian Perusahaan Keluarga (Family Business) Menurut pendapat Stuart Rock (1991) “family business defined as a firm where the family holds a majority of voting shares; where a proportion of the senior management post are held by members of one family and where their children are expected to follow suit” Bisnis Keluarga adalah suatu perusahaan dimana sebuah keluarga adalah pemegang saham mayoritas dan menduduki sebagian posisi manajemen serta keturunan keluarga tersebut diharapkan mengikuti jejak mereka.
23
Sedangkan menurut John L. Ward dan Craig E. Arnoff suatu perusahaan dinamakan perusahaan keluarga apabila terdiri dari dua atau lebih anggota keluarga yang mengawasi keuangan perusahaan. Sedangkan suatu organisasi dinamakan perusahaan keluarga menurut Robert G. Donnelley dalam bukunya “The Family Business” yaitu apabila paling sedikit terdapat
keterlibatan
dua
generasi
dalam
keluarga
tersebut
dan
mereka
mempengaruhi kebijakan perusahaan. Menurut AB. Sutanto, et.al (2007, pp: 4) Dalam perusahaan keluarga terbagi menjadi dua tipe Perusahaan Keluarga, yaitu: 1. Family Owned Enterprise (FOE) yaitu perusahaan yang dimiliki oleh keluarga, namun dikelola oleh profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga. Peran keluarga hanya sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi di lapangan. 2. Family Business Enterprise (FBE) yaitu perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh keluarga pendirinya. Ciri perusahaan tipe ini adalah posisi-posisi kunci dalam perusahaan dipegang oleh anggota keluarga.
Menurut Westhead (1997) Ciri-ciri perusahaan keluarga pada umumnya adalah: 1. Dimiliki oleh kelompok keluarga tunggal yang dominan dengan jumlah kepemilikan saham lebih dari 50%
24
2. Dirasakan sebagai perusahaan 3. Dikelola oleh orang-rang yang berasal dari keluarga pemilik mayoritas saham.
2.2.2 Perbedaan Perusahaan Profesional dan Perusahaan Keluarga Tabel 2.4 Perbedaan Perusahaan Professional dan Perusahaan Keluarga
Perusahaan Profesional
Perusahaan Keluarga
pemberian gaji pada nilai pasar dan riwayat pemberian gaji pada kebutuhan kerja (kinerja) seseorang. menuntut sikap yang profesional kepentingan keluarga akan mengalahkan kepentingan-kepentingan yang lain Komitmen lebih rendah, karena sense of komitmen yang tinggi, serta interdepedensi belonging tidak ada, rata-rata hanya yang juga tinggi Æ sense of belonging menjalankan tugas dan terpaku pada visi tinggi misi perusahaan bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan memiliki sudut pandang jangka panjang jangka pendek karena terkait dengan terhadap bisnisnya fluktuasi saham Sumber: Ringkasan Penulis
Seperti halnya bisnis keluarga pun menyimpan kekuatan dan kelemahannya tersendiri. Di sisi kekuatannya, bisnis keluarga umumnya memiliki nilai-nilai yang kokoh, serta komitmen yang kuat atas kepemilikan. Di sisi kelemahannya, mengurusi bisnis keluarga jauh lebih kompleks dibandingkan bisnis pada umumnya, butuh perhatian yang detail, serta perlu perencanaan dan tata kelola yang lebih baik.
25
Ada perbedaan yang sangat signifikan antara bisnis dan keluarga. Bisnis selalu
membicarakan
tentang
uang,
sedangkan
keluarga
senantiasa
lebih
menggunakan sisi emosional yaitu kasih sayang. Untuk menyelaraskan dua titik ekstrem ini, diperlukan upaya ekstra, sebab setiap keputusan bisnis harus dilakukan secara rasional. Namun, pengambil keputusan di dalam bisnis keluarga adalah para anggota keluarga sendiri, maka dari itu akan sangat dipengaruhi oleh aspek emosional. Apa pun perubahan yang terjadi, setiap pendiri dan pemilik perusahaan keluarga pastilah ingin agar perusahaan yang telah dibangun dengan susah payah dapat mampu bertahan dan semakin berjaya meskipun sang pendiri telah meninggalkan perusahaan. Maka dari itu menjadi tugas generasi peneruslah untuk mewujudkan cita-cita sang pendiri. Kekuatan dan keuntungan perusahaan keluarga dibanding perusahaan lainnya menurut John L.Ward yang dikutip dalam Susanto et al. (2008), yaitu: -
Biroksrasi kecil
-
Lebih fleksible dengan mengedepankan Corporate Governance dan system akuntabilitas
-
Jelasnya system tanggung jawab
-
Adanya kemauan untuk menginvestasikan kembali profit sesuai dengan kesepakatam bersama untuk mengembangkan perusahaan.
26
-
Budaya
keluarga
merupakan
suatu
kebangsaan
tersendiri
yang
menunjukkan adanya stabilitas, identifikasi, motivasi dan komitmen yang kuat serta kontinuitas dalam kepemimpinan. -
Tingginya tingkat kemandirian tindakan (independence of action), karena tidak ada tekanan pasar bursa.
2.3 TAHAPAN / SIKLUS HIDUP PERUSAHAAN
Gambar 2.2: Tahapan Perkembangan Perusahaan Keluarga
1. Perkembangan perusahaan keluarga bermula dari close-circle family atau immediate family sang pendiri. 2. Ketika perusahaan sudah mulai tumbuh berkembang (growth), dan disertai masuknya generasi kedua (extended family), akan terjadi era the dynasty of family. 3. Apabila perusahaan keluarga telah berhasil untuk survive, perusahaan akan mulai mengalami tahap professional influx.
27
4. Dan di saat mencapai kematangan (maturity) dan telah stabil, peran profesional akan diperlukan untuk membantu menangani perusahaan. Bila berhasil mencapai tahap ini, kemampuan bersaing perusahaan telah terbukti.
Namun perubahan yang diakibatkan oleh pengaruh globalisasi, persaingan yang mulai tinggi, teknologi yang maju namun juga cepat usang, serta krisis ekonomi global juga akan berdampak bagi perusahaan keluarga. Mendirikan atau membangun sebuah perusahaan membutuhkan energi dan pemikiran yang besar, terlebih untuk menjaganya agar tetap unggul di persaingan. Berbeda dengan kondisi sebuah perusahaan yang sudah established secara profesional, perusahaan keluarga akan mengalami berbagai permasalahan yang berkaitan dengan sistem dan organisasi. Secara garis besar, menurut AB.Sutanto, terdapat 4 fase yang akan dilalui sebuah perusahaan keluarga untuk mencapai titik stabilitas atau bisa dikatakan established. Mengingat hampir semua bisnis di dunia ini dimulai dari perusahaan keluarga, dan hampir dapat dipastikan semua perusahaan besar yang berhasil dan tetap bertahan di dunia ini telah mengalami fase-fase tersebut.
A. DEVELOPING PHASE Fase perkembangan ini dimulai oleh para pendiri yang berkutat dengan produk dan konsumen pertama mereka. Dalam tahap pengembangan ini, perusahaan berinteraksi dengan para stakeholders mereka, yaitu konsumen dan karyawan. Jika
28
sebuah perusahaan dapat melalui fase ini dengan baik dan memiliki hubungan yang positif dengan para stakeholders, maka perusahaan dapat maju dan berkembang ke fase selanjutnya.
B. MANAGING PHASE Dalam fase inilah, sebuah perusahaan keluarga mengalami begitu banyak konflik. Mengingat bahwa perusahaan mulai bertumbuh semakin besar, jumlah konsumen dan karyawan yang bertambah banyak, menuntut berbagai hal meningkat, baik dalam hal skala maupun kompetensi. Pada tahap ini disertai pula masuknya generasi kedua (extended family), dan pada tahap ini pula akan terjadi era the dynasty of family. Beberapa permasahalan yang muncul pada fase ini, yaitu : 1. Value Conflict Konflik nilai yang dimaksud adalah mulai terasanya gap antara hubungan profesional dalam perusahaan dengan hubungan kekeluargaan. Di mana nilai-nilai emosional dan logika mulai berbenturan dan menjadi penghambat berbagai langkah pengambilan keputusan ataupun sikap menghadapi permasalahan perusahaan. 2. Succession Proses suksesi yang terencana, menjadikan masa transisi mudah diterima dengan kesepakatan visi yang sama, sedangkan proses suksesi yang tidak terencana menjadikan kondisi tidak menentu dan membutuhkan proses
29
dan waktu yang panjang untuk mendapatkan kembali kestabilan dan identitas perusahaan di tangan yang berbeda. Konflik akan muncul pada saat adanya peralihan
manajemen
atau
kepemimpinan
antar
generasi,
dimana
membutuhkan penyesuaian baik dari masing-masing figur yang terlibat maupun dari seluruh isi perusahaan, baik dalam hal sistem hingga budaya. 3. Management Structure Perusahaan yang sudah berkembang membutuhkan pengorganisasian SDM yang tepat, setiap SDM diharuskan memiliki posisi masing-masing secara jelas, termasuk anggota keluarga. Dualisme kepemimpinan adalah hal yang sering terjadi dan menjadi ujung pangkal konflik dan perpecahan. Terlalu banyak anggota keluarga yang mendominasi menunjukkan kekacauan struktur organisasi dalam perusahaan. 4. Compensation (kompensasi) Di kalangan karyawan non keluarga, sering timbul wacana keadilan yang berkaitan dengan gaji yang diberikan, yang berkaitan dengan hubungan dengan keluarga pemilik. Sistemasi penggajian berdasarkan hirarki organisasi menjadi satu-satunya cara untuk menghindari konflik yang serupa, di mana ketetapan kompensasi ditentukan dari posisi dan prestasi yang dilakukan bukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan. 5. Competency Berhubungan dengan SDM, kompetensi merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan perusahaan. Perusahaan dengan SDM yang kompeten
30
memiliki persentase kemajuan yang lebih pesat dibandingkan yang tidak. Pengukuran kemampuan merupakan hal yang harus didisiplinkan sejak awal. Permasalahan yang sering muncul dalam perusahaan keluarga adalah adanya anggota keluarga yang tidak atau kurang kompeten menjalankan tugasnya. Konflik yang terjadi adalah ketidak enakan anggota keluarga yang lain untuk menegur atau bahkan mencopot jabatannya. Untuk mengedepankan profesionalisme
dalam
kepentingan
perusahaan,
maka
sikap-sikap
‘menganak-emaskan’ anggota keluarga, maka hal ini harus segera disikapi. Kondisi yang sama juga dapat muncul terhadap “orang-orang lama” yang mungkin bukan anggota keluarga, tetapi sudah “ikut” lama dengan pendiri, atau sebagai karyawan lama. Persaingan kompetensi dengan SDM yang baru menjadikan mereka cenderung kalah dalam hal pengetahuan dan kemampuan. 6. Revenue Distribution Jika sebelumnya keuntungan perusahaan dapat dibagi hingga secara keseluruhan, namun dalam fase pertumbuhan, perusahaan membutuhkan dana untuk pengembangan. Maka dibutuhkan kesepakatan bersama berkaitan dengan persentase keuntungan yang dibagi ke dalam anggota keluarga dan persentase yang dikembalikan ke perusahaan sebagai modal ekspansi yang lebih besar. Maka dari itu pembagian hasil keuntungan pada perusahaan keluarga yang sudah berkembang menjadi wacana yang harus disepakati bersama.
31
7. Alignment Dasar penyelesaian seluruh konflik adalah adanya penyelarasan antara nilai-nilai atau keinginan dalam keluarga dengan business requirement, sehingga menciptakan proses yang mendukung ke arah perkembangan perusahaan.
C. TRANSFORMATION PHASE Pada tahap ini, perusahaan keluarga mengalami proses perubahan menjadi sebuah organisasi profesional dengan diduking oleh segenap sistem dan budaya. Dalam tahap ini perusahaan akan melalui berbagai perubahan yang signifikan, di mana perusahaan bertransformasi menjadi lebih besar. Syarat untuk melewati fase ini adalah dengan memiliki : -
Career Development and Path Planning: Sistem pengembangan karir yang riil bagi para karyawan.
-
New Roles of The Family : Posisi yang lebih jelas dan profesional antar anggota keluarga yang terlibat dalam manajemen.
-
Monitoring and Controlling System : Kontrol terhadap aktivitas perusahaan yang lebih ketat dan evaluasi terhadap kegagalan-kegagalan yang terjadi.
-
Organization Development : Pengembangan struktur organisasi untuk mendukung proses bisnis yang lebih kompleks.
-
Company and Personal Assets : Memisahkan dengan lebih jelas asset perusahaan dan masing-masing anggota keluarga.
32
D. SUSTAINING PHASE Jika ketiga fase sebelumnya telah terlalui dengan baik, maka pertumbuhan skala bisnis dan pemasukan akan terasa pada fase ini. Pada fase ini seluruh sistem, pengelolaan, prosedur serta kebijakan telah tertata dan terimplementasi dengan baik. Berbagai inovasi dapat dijalankan dengan lebih terarah dan lebih fokus, tanpa memikirkan kembali konflik internal di tahap sebelumnya. Misi utama dalam fase ini adalah mempertahankan dan meningkatkan kinerja perusahaan dan melakukan berbagai inovasi yang berarti untuk meraih posisi pemimpin pasar. Pada tahap inilah tahap yang paling ideal, sebuah perusahaan melakukan replika atau melakukan ekpansi ke berbagai lokasi atau kota atau negara lain.
2.4 FAMILY BUSINESS TRANSITION Pada buku Family Business (pp: 208-209) yang ditulis oleh AB. Sutanto, ketahanan perusahaan keluarga akan melewati berbagai ujian yang tentunya akan membawa mereka pada suatu persimpangan jalan “transisi”. Transisi antar generasi dari suatu perusahaan keluarga adalah salah satu fenomena kritis yang tidak pernah terjadi secara alamiah, dan selalu akan ada ketegangan yang akan terjadi. Berbagai ketegangan ini tentu datang dari dua arah, baik dari segi generasi terdahulu, maupun dari generasi penerus. Terkadang terjadi suatu lompatan 1 generasi, bahkan terkadang ada perrebutan hak ahli waris diantara saudara dan
33
bahkan dapat terjadi penolakan dari generasi berikutnya untuk meneruskan usaha keluarga karena ketidaktertarikan si generasi. Sebagian besar transisi antar generasi dari suatu perusahaan keluarga tidak berjalan dengan mulus, maka dari itu perlu direncanakan secara bijaksana. Tentu saja rencana tersebut tidak perlu menjadi sesuatu yang harus terjadi, namun harus memiliki arah yang lebih jelas yang akan sangat membantu the outgoing generation untuk mempersiapkan generasi berikutnya dalam menerima tongkat estafet dengan lebih mudah. Selain itu terdapat pula perusahaan keluarga yang membuat semacam proses magang bagi kandidat penerus sejak dini. Merancang proses transisi yang baik bukanlah agenda yang dapat diabaikan, jika kelanjutan usaha keluarga ingin dipertahankan dalam garis darah anggota keluarga. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi kesalahpahaman di antara anggota keluarga saat menjalankan bisnis, yaitu pentingnya komunikasi yang transparan, konsisten dan digunakan sebagai jembatan untuk mengatasi berbagai masalah atau diskusi demi kemajuan perusahaan. Bantuan tenaga professional yang kompeten dari luar juga dibutuhkan sebagai pelengkap dan memberikan bantuan terhadap masalah perusahaan. Selain itu di dalam perusahaan harus diciptakan susasana kesetaraan diantara pengelola yang berasal dari dalam keluarga dan karyawan yang berasal dr luar keluarga, agar para karyawan tetap memiliki motivasi yang tinggi dalam keiikutsertaannya mengelola perusahaan.
34
Dalam pemilihan generasi penerus perusahaan harus memastikan “The Right People on The Right Place” yang sesuai dengan kompetensi agar kedepannya tidak terdapat berbagai masalah yang akan merugikan perusahaan. Di dalam bisnis, keterlibatan seseorang harus berdasarkan keberhasilan, kemampuan, dan sesuai standar.
Kelemahan yang menjadi Penghambat Pengelolaan dan Transformasi Perusahaan Keluarga Kelemahan inheren (inherent competitive disadvantages) yang seringkali menghambat pengelolaan dan transformasi dalam Perusahaan Keluarga, yaitu: 1. Sulit berubah dan melakukan transformasi Perusahaan keluarga pada umumnya sulit berubah dan melakukan transformasi karena para perintis dan founding father perusahaan keluarga umumnya sangat dominan. Implikasinya, perubahan terhadap warisan (legacy) pendahulu baik berupa strategi, sistem, budaya, maupun gaya kepemimpinan umumnya sulit dilakukan bahkan dianggap tabu oleh generasi penerusnya. 2. Konflik kepentingan antar anggota keluarga Studi yang dilakukan oleh Grant Thornton terhadap 275 perusahaan keluarga pada tahun 2002, menunjukkan bahwa penyelesaian konflik antar anggota keluarga ternyata merupakan masalah yang dianggap paling penting oleh perusahaan keluarga.
35
Tingginya konflik antar keluarga ini seringkali menyebabkan tingginya corporate politic di dalam perusahaan yang pada akhirnya berdampak pada tidak fokusnya perusahaan dalam membangun strategi, melakukan pengambilan keputusan, alokasi sumber daya, dan sebagainya. 3. Suksesi Suksesi menjadi agenda sangat penting bagi perusahaan keluarga, karena suksesi secara langsung menentukan sustainability perusahaan dalam jangka panjang, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Suksesi ini seringkali menimbulkan masalah, karena munculnya persoalan
non-teknis
dan
muatan
emosional
yang
tinggi
dalam
pelaksanaannya. Perusahaan keluarga umumnya tidak secara formal dan sistemik dalam mengelola persoalan suksesi ini sehingga persoalan ini umumnya tak terkelola dengan baik. Apabila terjadi kegagalan dalam pengelolaan suksesi ini seringkali akan berakibat fatal, yaitu berupa ambruknya dinasti perusahaan keluarga tersebut.
2.5 Masalah dan Mitos pada Perusahaan Keluarga Menurut Dr. Norman Marpa Ada tiga pilar yang perlu dimiliki sebuah perusahaan keluarga, agar dapat melakukan transformasi bisnisnya kepada generasi berikutnya, guna menjaga kesinambungan bisnis keluarga. Ketiga pilar itu adalah memiliki perencanaan bisnis yang bagus, perencanaan untuk kesejahteraan dan
36
kemakmuran bagi keluarga yang juga harus bagus, dan perencanaan keberhasilan usaha pun harus bagus. Menurut John L. Ward, dalam bukunya Perpetuating to Family Business (2004), menyatakan bahwa terdapat tiga pilar yang harus direncanakan dan dikelola dengan baik jika perusahaan keluarga ingin hidup berkelanjutan (sustain), ketiga hal ini merupakan satu kesatuan yang masing-masing tidak dapat dihilangkan atau diabaikan.
Ketiga pilar itu dikenal dengan sebutan segitiga perencanaan
berkelanjutan (continuity planning triangle), yaitu:
Gambar 2.3: Continuity Planning Triangle
•
perencanaan strategis perusahaan (pengelolaan bisnis)
•
perencanaan kekayaan dan keuangan keluarga
•
perencanaan suksesi kepemimpinan dan kepemilikan
Dengan melihat hubungan antar ke tiga pilar tersebut, perusahaan tidak boleh hanya memikirkan perencanaan dan pengelolaan perusahaan dengan mengabaikan
37
dua pilar lainnya. Karena jika salah satu pilar diabaikan, dengan tanpa disadari akan terjadi ketidakseimbangan yang dapat membawa perusahaan ke arah kehancuran. Rata- rata perusahaan hanya disibukkan hanya oleh pilar pertama, yaitu perencanaan strategis perusahaan. Ilmu manajemen telah berkembang dengan demikian pesatnya dan telah berhasil menjadikan perusahaan-perusahaan kelas dunia pada jamannya. Namun kenyataannya tidak berhasil membawanya melewati batas jaman, terutama pada perusahaan-perusahaan keluarga. Hal inilah yang telah membuat banyak perusahaan keluarga hanya dapat berjaya pada satu generasi, hanya sedikit perusahaan yang berhasil melewati generasi pertama dan lebih sedikit lagi yang mampu melewati generasi kedua. Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa tanpa adanya perencanaan suksesi yang dirancang dengan baik dan sistematis, sebuah organisasi dapat mengalami kemunduran. Dari suatu penelitian yang dilakukan (www.woodenbenson.com, 2001), hanya sedikit organisasi yang melakukan perencanaan suksesi sehingga kelancaran suksesi menjadi terganggu. Bahkan dalam bisnis keluarga pada umumnya tidak akan terhindar dari berbagai masalah, terutama masalah profesionalisme. Menurut A.B Sutanto, masalah yang sering terjadi pada Perusahaan Keluarga, yaitu diantaranya:
3 38
Gambar 2.4: 2 Masalah pada p Perusahaaan Keluarga ( A.B A Sutanto)
1. Lead dership Salah saatu permasaalahan yangg akan dihhadapi padaa perusahaaan keluaarga adalah disaat adik atau kakak pemilik p massuk ke dalam m perusahaaan. Kem mudian ada salah s satu annggota keluarga yang menikah m dann berkeluargga. Atau u generasi kedua k mulaii ikut menggelola perussahaan. Disiinilah munccul multiiple leadersship, masinng-masing anggota a kelluarga bertinndak sebaggai pemiimpin yang harus h ditaatii. Kelemahan apabila terjadi multiple m leaadership di dalam saatu perussahaan, yaituu: •
Ketik ka emosi berrmain, sisi raasionalitasnyya dipinggirkkan
•
Jika salah satu pihak dom minan, pihaak lain terppaku pada pertimbangaan pimp pinan yang laain.
39 •
Jika masing-masing pimpinan ini sama-sama dominan. Hal ini bisa memengaruhi jalannya usaha, jika terjadi pertengkaran yang sengit di antara keduanya.
•
Apabila terjadi dua pendapat atau kebijakan yang berbeda dan dipertahankan dengan sama kuat, akan membuat bingung anak buah.
2. Conflict Mengingat generasi baru cenderung mempunyai pandangan berbeda karena umumnya jenjang pendidikan yang ditempuhnya pun lebih tinggi maka biasanya terjadi konflik di dalam perusahaan. Meskipun demikian, konflik nilai dalam perusahaan keluarga bisa terjadi lebih dari itu, antara keluarga dan perusahaan, antara anggota keluarga, dan antara keluarga dan stakeholders yang lain. Biasanya konflik terjadi karena perbedaan nilai antara bisnis dan keluarga. Nilai-nilai yang ditekankan dalam keluarga adalah inward looking, berdasarkan emosi, sharing, ‘lifelong membership’, dan keengganan untuk berubah. Sedangkan nilai-nilai yang ditekankan dalam bisnis adalah outward looking atau melihat keluar, berdasarkan tugas, tidak emosional, pemberian penghargaan berdasarkan prestasi, keanggotaan berdasarkan kinerja, dan mengacu pada perubahan. 3. Succession planning Suksesi kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan perusahaan untuk tetap eksis dan mencatat keberhasilan dalam waktu yang lama.
40
Rencana suksesi (Succession Plan) penting tidak hanya untuk jabatan CEO atau direktur, tetapi juga untuk jabatan-jabatan lain yang vital bagi kelangsungan hidup perusahaan. Agar bisnis keluarga mampu bertahan dan beradaptasi dengan perubahan zaman, pendiri atau penerusnya perlu mempersiapkan regenerasi. Suksesi kepemimpinan yang mumpuni perlu dipersiapkan dalam jangka waktu panjang dan tidak bisa dilakukan secara instan. Meninggalnya seorang pendiri bisa menjadi malapetaka jika rencana suksesi yang sebaik-baiknya tidak dilakukan. Kematian memang tak bisa dihindari, maka sebelumnya harus 'menciptakan' seorang putra mahkota agar suksesi mulus. Penerus yang melanjutkan bisnis keluarga juga hendaknya diberikan pilihan. Artinya, apakah penerus bersedia, mau dan mampu menjalankan bisnis atas dasar keinginan, dan dengan rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi. Jika tidak ada seorangpun dalam keluarga yang tertarik dengan bisnis tersebut, penting bagi pendiri untuk menjual usaha tersebut atau melatih seseorang (diluar anggota keluarga) untuk mengambil alih. Sebuah survey pada tahun 2002 tentang 800 bisnis keluarga yang diadakan oleh Family Firm Istitute, mendapati bahwa penyebab utama kegagalan adalah tidak memadainya perencanaan suksesi, dan kelalaian untuk merencanakan transisi. Pergantian puncuk pimpinan di
dalam perusahaan (suksesi)
merupakan suatu masalah yang tidak dapat dianggap ringan. Banyak
41
perusahaan keluarga yang mengalami kegagalan dalam proses suksesi ini. Konflik yang terjadi di perusahan sebagai akibat dari suksesi yang gagal sehingga membawa dampak ketidakstabilan dalam perusahaan. Akibat yang paling buruk apabila suksesi gagal, dan berlangsung berlarut-larut sehingga perusahaan tidak lagi mampu menjalankan tugasnya untuk tujuan yang ingin dicapai, maka perusahaan akan terbawa ke arah kehancuran. 4. Competences Satu hal penting yang juga perlu untuk dipahami dalam suatu perusahaan keluarga adalah kompetensi. Dalam melibatkan anggota keluarga, sebaiknya memilih tidak hanya karena nama besar keluarga, namun apakah anggota keluarga tersebut memiliki kompetensi untuk menduduki suatu posisi di perusahaan tersebut, dan mampu membantu kelancaran jalannya usaha yang ada, atau bahkan sebaliknya. Akan lebih baik usaha tetap dapat berjalan dan terus berkembang walaupun dijalankan oleh anggota diluar keluarga yang kompeten, dibandingkan tetap dijalankan anggota keluarga yang tidak berkompeten di bidangnya namun dampaknya akan menghancurkan usaha tersebut. Namun ada perusahaan yang anggota-anggotanya secara individual kompeten namun kinerja perusahaannya sangat tidak memuaskan selama bertahun-tahun. Namun orang-orang yang sama di perusahaan yang sama dengan kompetensi yang relatif sama kemudian menunjukkan kinerja jauh lebih baik dari sebelumnya sesudah adanya perubahan di perusahaan tersebut.
42
Sebaliknya, ada juga perusahaan yang selama bertahun-tahun kinerjanya bagus, namun tiba-tiba kinerjanya menurun sangat menyolok padahal di perusahaan tersebut tetap bekerja orang-orang yang sama, dengan kompetensi individual yang sama. Jeffrey Pfeffer dalam ‘The Knowing-Doing Gap”, menunjukkan bahwa dalam beberapa jenis situasi dalam sebuah organisasi akan menyebabkan
orang-orang
dalam
organisasi
tersebut
tidak
dapat
mempempraktekkan pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya. Jadi dari pernyataan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa ada hal-hal lain di luar kompetensi yang berpengaruh besar terhadap kinerja sebuah institusi. Kompetensi dapat dinyatakan membantu terwujudnya kinerja perusahaan. Namun menurut Kenneth, kompetensi juga bukan untuk mengatasi masalah karyawan, disfungsi organisasi, perubahan teknologi yang cepat, atau berbagai isu bisnis lainnya. Kompetensi adalah pendekatan teknikal dalam bekerja yang bila diterapkan secara efektif akan membantu mewujudkan kinerja yang optimal. Tidak ada yang menjamin bahwa kompetensi adalah resep “ajaib” bagi kesuksesan organisasi. Kompetensi harus berjalan bersama-sama dalam organisasi sehingga dampaknya bersifat sistemik.
43
4. Culture Budaya organisasi dalam perusahaan keluarga memiliki sisi negatif, dimana sangat tergantung pada suasana hati atau mood pemiliknya atau serung disebut The Moon Culture. Karakteristik dari The Moon Culture, yaitu: 1. Terjadinya kepemimpinan ganda. 2. Tidak adanya garis tegas antara persoalan perusahaan dengan persoalan pribadi 3. Loyalitas lebih pada pribadi individu daripada kepada perusahaan 4. Prosedur lebih bertumpu pada situasi dan sangat untuk keputusan tergantung pada keputusan pemilik. 5. Tingkat transparansi rendah.
2.5.1 SUCCESSION PLANNING (Masalah Suksesi) Dari kelima masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan keluarga, Succession Planning adalah hal yang paling begitu rentan menyebabkan kegagalan didalam perusahaan keluarga, apabila gagal dalam pelaksanaannya. Menurut Lansberg, 2005: pp:12, Suksesi merupakan suatu proses yang harus dilalui oleh setiap perusahaan keluarga dengan tetap memberikan kesempatan kepada anggota keluarga dan orang lain untuk dapat menduduki posisi jabatan strategis dan non strategis.
44
Suksesi merupakan suatu perjalanan atau mekanisme dari berjalannya roda bisnis dengan memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pencapaian keberhasilan bisnis, suksesi memberikan pemahaman bahwa suksesi yang sebenarnya merupakan kekuatan didalam perusahaan keluarga dan kekuatan itu adakah pemilik perusahaan itu sendiri. Menurut survey yang telah dilakukan oleh Lansberg pada tahun 1999 yang diadakan diseluruh dunia, menunjukkan rendahnya “survival rate” dari perusahaan keluarga, dimana hanya 30% perusahaan keluarga di seluruh dunia yang mampu bertahan hingga generasi kedua. Dan salah satu faktor utama, yaitu karena rendahnya survival rate, yang terletak pada lemahnya perencanaan suksesi (succession planning) yang dilakukan. Sedangkan pernyataan dari Moores and Barrett (2002, pp: 6) menyatakan bahwa “sustainability of Family Business depends on success of succession”. Sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa masa depan perusahaan keluarga juga tergantung pada keberhasilan suksesi. Menurut Tracey (2001, pp:115-116) Bagi pendiri perusahaan keluarga, keberhasilan suksesi adalah ujian akhir kejayaannya. Penanganan suksesi yang buruk akan membuat pesaing mendapat keuntungan yang signifikan. Kunci sukses bisnis keluarga yang berkesinambungan terletak pada regenerasi dan suksesi kepemimpinan yang terencana dengan matang. ( Mooryati Soedibyo, 2011).
45
Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, Prof Emeritus Dorodjatun Kuntjoro-Jakti juga mengatakan salah satu indikator sebuah perusahaan telah mampu berkelanjutan adalah dengan terlaksananya pergantian pimpinan pada tingkat tinggi secara tertib dan dengan mengikuti aturan main, baik formal maupun informal. Menurut AB.Sutanto, CEO dari The Jakarta Consulting Group, dalam bukunyaa The Family Business, beliau mengungkapkan bahwa masalah terpenting dalam keberlanjutan bisnis keluarga adalah masalah suksesi. Suksesi memang bukan satu-satunya penentu kelanggengan bisnis keluarga. Namun, generasi pendahulu harus memberikan tongkat estafet perusahaan kepada generasi berikutnya. Suksesi tidak hanya berarti pada tingkat pimpinan dan managerial saja, namun termasuk pada kebijakan-kebijakan perusahaan. Bahkan dari hasil beberapa penelitian tentang perusahaan keluarga yang dilakukan oleh Neuberger and Lank (1998: pp:133), maka mereka
membuat
kesimpulan sebagai berikut: 1. Suksesi CEO sejauh ini merupakan isu yang paling sering dibicarakan di dalam bisnis perusahaan keluarga. 2. Faktor kritis yang menentukan apakah suatu perusahaan keluarga dapat bertahan adalah kemampuannya mengelola proses suksesi.
Maka dari itu juga munculah sebuah mitos mengenai bisnis keluarga, yaitu “Generasi Pertama Membangun, Generasi Kedua Menikmati, dan Generasi Ketiga Menghancurkan”.
4 46
Menu urut AB Suttanto, Chairrman the JCG “ Hanyaa 5% dari 1000 perusahaaan k keluarga di Indonesia I yaang langgengg hingga ke generasi ke 4. Selebihnyya berguguraan d generasi ke 2 dan 3”” Dan dari hasil di h survey JCG, tren kelanggenga k an perusahaaan k keluarga meengalami pennurunan di generasi g keduua yang berkkisar 61%, generasi g ketigga 2 24% dan tinggal 5% padda generasi berikutnya. b mun menurutt Kets de Vrries (1993) 70% 7 dari perusahaan keeluarga di U.S U Nam g gagal untuk berjuang hinngga ke gennerasi ke duaa dan 90% gaagal hingga generasi ke 3. S Sedangkan apabila meerujuk pada penelitian yang dilakkukan oleh Family Firrm I Institute unttuk the Fam mily Businesss Review (Hall, ( 2008)), diketahui bahwa hanyya 3 30% dari keeseluruhan perusahaan p yang dimiliiki oleh keluuarga bisa bertahan b padda m masa transissi antar geneerasi pada geenerasi ke-ddua, sementaara itu hanyaa 12% mamppu b bertahan pad da generasi ke-tiga k dan hanya 3% saja yang maampu berkem mbang samppai p pada generasi ke-empat dan seterusnnya.
Gambar 2.55 : Tren Kelangggengan Perussahaan Keluargga di Indonesiaa
47
2.5.2 Pengaruh Suksesi dalam Perusahaan Keluarga Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Tuhardjo (2008) di salah satu sentra industry kecil di daerah Jawa Tengah, menyimpulkan bahwa: 1. SUKSESI BISNIS berpengaruh signifikan terhadap STRATEGI BERSAING Æ terbukti 2. SUKSESI BISNIS dan STRATEGI BERSAING mempunyai Æ pengaruh langsung. Hasil penelitian Tuhardjo ini, sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Zaudtke dan Dough (1997), Frieswick (1996), Goodchild (2003), Zimmerer (2002), dan Welson (1996). Terdapat kesimpulan bahwa Suksesi Bisnis terbukti berpengaruh secara signifikan dan mempunyai pengaruh langsung terhadap strategi bersaing perusahaan.
Lima fakta Penting dalam Perusahaan Keluarga Soedibyo (2007) menemukan dalam penelitiannya, bahwa terdapat lima fakta penting dalam proses suksesi di perusahaan keluarga, yaitu: 1. Persiapan suksesi adalah sangat penting, itulah sebabnya persiapan suksesi harus dikerjakan secara bersama-sama antara generasi tua dan generasi penerus. Keberlanjutan perusahaan keluarga tergantung pada kualitas persiapannya. 2. Generasi muda yang kompeten adalah prasyarat untuk memelihara dan meningkatkan kinerja perusahaan keluarga.
48
3. Mutu suksesi ditentukan oleh variable yang dapat mengkomunikasikan konsep dan filosofi kepada generasi muda. 4. Penanaman nilai-nilai keluarga adalah sangat penting untuk dilakukan bersama. Untuk menghindari konflik, diperlukan pernyataan yang jelas atas hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga sejak dini. Konsep unit entity (pembedaan antara milik sendiri dan milik perusahaan) harus betul-betul dipahami dengan jelas diantara anggota keluarga. 5. Faktor lain yang menentukan keberhasilan suksesi adalah semangat, pamrih (intention), kejujuran, dan honesty, and ketulusan (sincerity) dalam melakukan bisnis. Konflik antara generasi tua dan muda berasal dari perlakuan yang berbeda dalam memandang bagaimana melanjutkan perusahaan keluarga.
Dalam hubungannya dengan suksesi, Craight (2003) dalam studinya menemukan beberapa hal, yaitu: (a) Generasi pendiri mempunyai derajat individualitas dan kepercayaan (selfbelief) yang lebih tinggi dibanding generasi kedua atau ketiga dari perusahaan keluarga. (b) Generasi pendiri berbeda secara signifikan dengan generasi ketiga (tapi tidak dengan generasi kedua) pada masalah-masalah pelaksanaan (direction) dan perencanaan.
49
2.6
PERSIAPAN
PROSES
SUKSESI
PERUSAHAAN
KELUARGA Rumus sukses dalam menjalankan perusahaan keluarga adalah sukses dalam menjalankan
proses
suksesi.
Hal
pertama
yang
harus
disiapkan
adalah
mempersiapkan generasi penerus terlebih dahulu. Secara umum kendala yang dihadapi adalah faktor selera dari orang tua (pendiri) yang dikuasai sebagian besar oleh emotional. Memilih penerus hanya berdasar pada kelakuan baiknya terhadap keluarga namun ternyata lemah secara kompetensi dan kepemimpinan. Untuk proses persiapan ini dibutuhkan suatu perencanaan (Perencanaan Suksesi). Perencanaan suksesi ini memiliki tujuan yaitu untuk mendapatkan pemimpin yang sesuai, sesuai yaitu dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat memberikan dampak positif bagi orang disekitarnya. Pemimpin yang dicari yaitu pemimpin yang memiliki visi yang jelas, mampu untuk mengkomunikasikan visinya tersebut dengan baik dan mampu memilih tim dalam bekerja dan tentunya mempunyai hubungan yang jelas. Selain mempersiapkan siapa generasi penerus untuk melanjutkan perusahaan keluarga, menurut Alan Carsrud, konsultan perusahaan keluarga dari Amerika dalam Brännback M., Carsrud, A. L., Hudd, I., Nordberg, L. & Renko, M. (2006) menyarankan beberapa hal untuk rencana suksesi yang berhasil (Golden Rules for Succession Planning), yaitu: 1. Menyusun rancangan tugas dan peran secara jelas 2. Gaji yang diberikan berdasarkan kinerja, bukan berdasar kebutuhan personal.
5 50
3. Mengatur supervvisi, pemantaauan, dan sarran bagi pem mbimbing noon keluarga.. 4. Menyediakan tannggung jawab yang sessungguhnya berdasar kinnerja masingmasiing. 5. Rotaasi pekerjaann untuk perioode tertentu. 6. Menyediakan
p prosedur
teertulis
baggi
anggota
keluarga
yang
inggin
meniinggalkan peerusahaan keeluarga.
Nam mun dari bebrrapa rumus sukses yangg didapat, keeberhasilan suksesi s sanggat t tergantung pada p kepedulian sang pendiri untuk tetap t melakuukan inovasii. Pendiri jugga h harus tetap melakukann ‘alignmennt’ antara pemegang saham dann manajemeen. S Sedangkan percikan keecil yang tim mbul harus segera dibbereskan, sebbelum timbul k ketegangan dalam d berbissnis dan mennghindari addanya perpeccahan keluarrga.
2 PERS 2.7 SPEKTIF STAKE-H S HOLDER
Gambar 2.6 : Perspektif Stakeholder Sumber: Susanto, Wij ijanarko dan Mertosono M (2007, P:319)
51
Perspektif keluarga dalam memandang sebuah perusahaan yaitu sebagai bagian penting dari identitas dan warisan keluarga, selain itu juga sebagai sumber penghidupan keluarga untuk memenuhi gaya hidup yang diinginkan. Namun selain keluarga, terdapat beberapa prespektif lain dari para stakeholder. Bagi pihak manajemen, sudut pandangnya terhadap sebuah perusahaan adalah sebagai sarana bagi pengembangan professional dan pencapaian ekonomi yang meningkatkan karir mereka. Sedangkan manajer memiliki perspektif terhdap perusahaan yang mereka jalankan, yaitu dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan dan menjamin pertumbuhan karir mereka. Beberapa hambatan dan kendala yang ada pada pola pikir para stakeholder, yaitu: a. Pendiri Salah
satu
hambatan
yang
paling
sulit
dihilangkan
adalah
ketidakmauan pendiri perusahaan untuk berpikir tentang kematian pada saat mereka masih merasa sehat dan kuat. Pendiri menolak perencanaan suksesi karena hal itu berarti mereka harus rela melepas kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki dalam memnjalankan aktifitas bisnis sehari-hari. Pendiri biasanya juga menolak perencanaan suksesi karena ketakutan akan hilangnya bagian terpenting dari identitas yang mereka miliki. b. Keluarga Akibat factor usia, timbul ketakutan dan ketergantungan yang semakin meningkat terhadap orang lain. Padahal mereka bisa mengurus diri
52
mereka sendiri, yang merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang pengusaha. Akibatnya mereka mengalami masalah emosional, seperti menolak adanya kebutuhan untuk perencanaan suksesi, keenganan utntuk melepaskan kekuasaan dan menyatakan kembali otoritas mereka baik atas keluarga dan hirarki bisnis. c. Manajer Banyak menejer senior yang enggan beranjak dari hubungan pribadi dengan pendiri kepada hubungan yang lebih formal dengan pengganti. d. Lingkungan Kenyataan
lingkungan
juga
menciptakan
penghalang
bagi
perencanaan suksesi. Kekuatan ini terdiri dari klien dan supplier yang memiliki ketergantungan kepada pendiri. Perspektif setiap orang dalam perusahaan pasti berbeda, namun tetap pada dasarnya mereka memiliki satu tujuan yaitu memperoleh kenyamanan secara financial. Maka dari itu hendaknya dalam perusahaan dapat memberikan memotivasi kepada setiap stakeholder yang ada agar mereka dapat secara nyaman bekerja dan tentunya produktivitas kinerja mereka dalam meningkatkan pertumbuhan perusahaan juga lebih maksimal.
Arti Pentingnya Pembahasan Persiapan Suksesi (Succession Planning) Salah satu tanggung jawab pendiri perusahaan keluarga adalah memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, keluarga, dan orang-orang yang bekerja
53
dengannya. Berdasarkan pemahaman inilah pendiri perusahaan keluarga dapat menempatkan anggota keluarga dan professional nonkeluarga pada posisi dan tugas yang tepat. Perencanaan suksesi akan menjadi lebih baik apabila dikaji ulang secara berkala mengingat perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam lingkungan keluarga dan perusahaan. Demi keberlanjutan bisnis pada masa depan, perencanaan suksesi yang baik wajib menjadi bagian dari model kepemimpinan perusahaan keluarga termasuk menentukan calon-calon yang berpotensi menjadi pemimpin masa depan untuk kemudian mempersiapkan mereka sejak dini.
2.8 Strategi Bisnis Untuk menjaga posisi yang kompetitif di mata konsumen, sebuah perusahaan harus memiliki perencanaan jangka panjang. Untuk mewujudkan perencanaan jangka panjang ini, maka perusahaan membutuhkan tujuan untuk jangka panjang, mengerti, memahami keadaan dan perubahan yang terjadi di pasar, serta memiliki strategi yang berbeda dibandingkan dengan kompetitor lain. Semua keputusan yang akan diambil oleh perusahaan, nantinya harus didukung oleh perencanaan jangka panjang ini.
54
2.8.1 Pengertian Strategi Definisi strategi menurut Chandler (1962) merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta proritas alokasi sumber daya. Sedangkan menurut pendapat Glueck dan Jauch (1989, p:9) pengertian strategi adalah rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Pengertian secara umum, Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan pengertian strategi secara khusus menurut Hamel dan Prahalad (1995), yaitu merupakan tindakan yang bersifat senantiasa meningkat (incremental) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi” dan bukan dimulai dari “apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Menurut Arthur A. Thompson, Jr. dan A.J. Strickland, (2003, p:3) Strategic Management menggambarkan proses manajerial dalam membuat strategic vision,
55
setting objectives, membuat, menerapkan dan melaksanakan strategi, kemudian secara
berkala
melakukan
evaluasi
terhadap
visi,
objectif,
strategi
dan
pelaksanaannya.
2.8.2 Perumusan Strategi Menurut Hariadi, (2005), terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan perusahaan dalam merumuskan strategi, yaitu: 1. Identifikasi Lingkungan 2. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal 3. Merumuskan Key Success Factors 4. Menentukan Tujuan dan Mengevaluasi Strategi 5. Pemilihan Strategi Suatu strategi dibutuhkan karena adanya persaingan dan strategi yang tepat adalah bagaimana memenangkan persaingan. M. E. Porter (1980) bahwa
menyatakan
perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan perusahaan dengan
lingkungannya. Walaupun lingkungan yang relevan sangat luas, meliputi kekuatankekuatan sosial sebagaimana juga kekuatan-kekeuatan ekonomi, aspek utama dari lingkungan perusahaan adalah industri atau industri-industri dalam mana perusahaan tersebut bersaing. Sedangkan menurut Ardianto (1997), mengatakan bahwa strategi disusun untuk meningkatkan peluang-peluang lewat keunggulan yang diandalkan dan
5 56
m menghindari i ancaman--ancaman serta s menekkan dan memperbaiki m i kelemahank kelemahan manajemen. m
2 2.9
5 Fo orces Mod del of Com mpetition Salah h satu keranngka kerja yang y banyakk digunakan untuk meniilai daya tarrik
i industri adaalah Lima Kekuatan K Poorter. Keranngka kerja inni digagas oleh Profesor M Michael E Porter P dari Harvard Businness School.. Hasil dari kekuuatan dan kelemahan k liima kekuataan ini akann menentukaan a apakah satu u industri ini menarik, serta s bertujuuan untuk memahami m l lima kekuataan p persaingan pokok p dalam m suatu indusstri. Dengann alat ini makka dapat terllihat kekuataan k kompetitif dari d industri pakaian p jadi ini.
Gamb bar 2.7 : Porteer Five Forces Model of Com mpetition
57
2.9.1 Persaingan Kompetitif Dalam Industri (Competitive Rivalry within an Industry) Persaingan adalah salah satu kekuatan yang menentukan menarik atau tidakya suatu industri. Hal ini digunakan mengingat persaingan di dalam industri garment di Indonesia sangat keras sehingga perlu strategi – strategi bisnis yang jitu untuk mempertahankan serta merebut posisi dalam industri. Menurut Porter (1998), persaingan terjadi karena salah satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan pada posisi atau melihat peluang untuk menaikkan serta memperbaiki posisi.
2.9.2 Potensi Pendatang Baru (Threat of New Entrants) Profitabilitas suatu industri dipengaruhi baik oleh kompetitor baru (new entrants) maupun yang sudah lama (existing competitor). Kunci untuk mengatasi ancaman ini adalah menciptakan hambatan (barrier) dengan melakukan tindakan untuk mencegah invasi suatu perusahaan ketika mendapatkan keuntungan. Menurut Thompson et al,. (2010, p: 66 – 68) Ada beberapa sumber utama dari rintangan masuk yang dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya ancaman masuk pada sebuah industri : 1. Besarnya Skala Ekonomis 2. Tingginya switching costs 3. Brand Awareness 4. Biaya Modal (capital costs)
58
5. Akses saluran distribusi 6. Kebijakan dari Pemerintah setempat 7. Kemampuan dan kemauan dari perusahaan yang sudah mapan untuk memblokir masuknya para pendatang baru.
2.9.3 Produk Subtitusi (Threat of Subtitute Product) Menurut Porter (1998), mengenali produk – produk pengganti atau subtitusi adalah persoalan mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama dan serupa seperti produk dalam industri. Kuatnya ancaman dari produk pengganti menurut Thompson et al,. (2010, p:70) dalam sebuah industri dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni jika : 1. Produk pengganti tersedia dengan harga yang lebih menarik dibandingkan produk yang telah ada. 2. Pembeli dapat menilai atau melihat bahwa produk pengganti yang ada memiliki kualitas, performa serta beberapa nilai yang lebih baik jika dibandingkan dengan produk yang telah ada. 3. Tinggi atau rendahnya biaya peralihan (switching cost) antar produk yang sudah ada dengan produk pengganti yang harus ditanggung pembeli.
59
2.9.4 Kekuatan Tawar Menawar Pemasok (Bargaining Power of Suppliers) Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar – menawar terhadap para pelaku industri dengan memberikan pilihan antara menaikan atau menurunkan harga atau menurunkan kualitas produk yang akan dipasok.
2.9.5 Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Bargaining Power of Customers) Pembeli memiliki kemampuan tawar menawar dan bersaing dengan industri dengan memaksa permintaan harga yang lebih murah. Tawar menawar tersebut dilakukan untuk memperoleh mutu serta pelayanan yang lebih baik. Menurut Thompson et al,. (2010) hal ini dapat berperan sebagai ukuran yang dijadikan sebagai pesaing antar pembeli satu dengan yang lainnya. Bagi para produsen hal ini tentu saja akan mengorbankan laba atau keuntungan mereka, serta pada akhirnya akan mempengaruhi biaya operasional dan investasi perusahaan.
2.10 Strategi Generik (Generic Strategy) Menurut Porter (1980) Terdapat tiga pendekatan strategi generic yang secara potensial akan berhasil mengungguli perusahaan lain dalam suatu industri, adapun strategi generik Porter tersebut adalah : 1. Keunggulan biaya menyeluruh ( Cost Leadership)
60
Strategi keunggualan biaya meneyeluruh, yaitu strategi guna mencapai keunggulan biaya secara menyeluruh dalam industri melalui seperangkat kebijakan fungsional yang ditujukan kepada sasaran pokok. Merupakan strategi yang dilakukan dengan memproduksi dengan biaya produksi yang lebih rendah dari produk yang dimiliki konsumen dan sensitive terhadap harga. Akan tetapi, penggunaan strategi ini dapat memicu pesaing memberikan harga yang lebih murah lagi dan kedepannya akan menghantam bisnis kita yang mengandalkan pada biaya rendah. M. A. Hitt, R. D. Ireland dan R.E. Hoskisson (1997) mengatakan bahwa Strategi keunggulan biaya (cost leadership strategy) menyediakan barang atau jasa dengan karakteristik yang dapat diterima pelanggan pada harga bersaing yang serendah mungkin. Strategi ini beranggapan bahwa bila elemen-elemen biaya dapat diminimalkan melalui aktivitas dan upaya efisiensi maka hal ini akan memperkuat posisi bersaing badan usaha. Jadi tujuan utama adalah menentukan harga jual dibawah pesaing, memperbesar pangsa pasar dan penjualan, mengendalikan pesaing di pasaran. 2. Diferensiasi (Differentiatian) Diferensiasi yaitu menciptakan sesuatu yang baru yang dirasakan oleh keseluruhan industri sebagai hal yang unik. Menurut pendapat M. A. Hitt, R. D. Ireland dan R.E. Hoskisson (1997) Strategi pembedaan (differentiatiaon strategy) menyediakan produk
61
yang diyakini konsumen sebagi suatu yang unik dalam hal yang penting bagi mereka. Perusahaan berkonsentrasi mencapai kinerja yang maksimal untuk mencapai kebutuhan pelanggan yang dinilai penting oleh mayoritas pasar. Perusahaan yang menganut strategi ini akan membangun kekuatan dengan memberikan keunikan. Seperti bisnis yang berkomitmen menjadi pemimpin kualitas yang tentunya memerlukan elemen-elemen pembentuk kualitas yang terbaik, dengan memadukan elemen-elemen tersebut dengan baik, dan mengkomunikasikannya dengan efektif. Strategi ini berlaku pada industri yang pelanggannya relatif sensitif terhadap
harga.
Keberhasilan
melakukan
diferensiasi
dapat
berarti
memperbesar fleksibilitas produk, mempertinggi kecocokan, mengurangi biaya, meningkatkan layanan, mengurangi pemeliharaan, kemudahan perolehan atau menambah ciri tertentu. 3. Fokus (Focus) Strategi fokus dibangun untuk melayani target tertentu secara baik. Strategi fokus (focus strategy) dilaksanakan ketika perusahaan
mencoba
untuk menggunakan kompetensi intinya untuk menyediakan kebutuhan suatu kelompok pembeli tertentu dalam suatu industri. Perusahaan memfokuskan diri demi satu atau lebih segmen pasar yang sempit. Pemilihan strategi fokus dalam keberadaannya mampu mengcover cost leadership dan differensiasi. Untuk menjadi unik memerlukan tambahan
6 62
sumb ber daya yanng tidak lainn akan menaaikkan cost. Tambahan T b biaya tersebuut, menjjadikan prodduk unik atauu khusus untuk segmen tertentu dim mana keunikaan mam mpu memberiikan peluangg pengesetann harga yangg sesuai dan tidak terjebaak peran ng harga. Strategi ini i menjadi paling efekttif bila konssumen memiiliki keunikaan prefeerensi atau kebutuhan dan pesaingg tidak dilaayani segmeen yang sam ma akibaat melihat keeberhasilan badan b usahaa menggunakkan strategi ini. i Penetapaan fokus dalam strrategi ini dapat diarahkkan kepada segmen, pasar p geograafi terten ntu, lini prooduk dan beerada pada pasar p yang sempit s semeentara pesainng melaayani pasar yang y luas.
G Gambar 2.8 : Tiga T Strategi Generic G by Porrter
( Hasil studi yangg dilakuan oleh Hill (1980),
padda 64 perussahaan dan 8
industri utaama menemuukan bahwaa banyak darri perusahaann yang beroorientasi proffit mencapai sukses s dengaan menggunnakan salah satu dari sttrategi murnni Porter yaiitu low cost ataau deferensiaasi dalam inddustri merekka.
63
Sedangkan Miller dan Toulouse (1986), dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat perbedaan antara para manajer yang mempraktekkan strategi “diferensiasi” dan para manajer yang mempraktekkan strategi “cost leadership”. Para
manajer
yang
mempraktekkan
tipe
strategi
diferensiasi
memiliki
kecenderungan sifat berani menanggung resiko (risk-taking) yang lebih besar, tingkat toleransi yang lebih besar, serta lebih bersifat internal di dalam kontrol mereka secara relatif terhadap para manajer yang menerapkan tipe strategi cost leadership. Charles W. L. Hill (1988) pada jurnalnya dengan judul : “ Differentiation Versus Low Cost Or Differentiation And Low Cost : A Contingency Framework”. Menyimpulkan bahwa diferensiasi dapat digunakan sebagai cara untuk mencapai posisi low cost. Ada dua lingkungan industri utama dimana diferensiasi dapat digunakan untuk mencapai low cost. Jurnal ini mendiskusikan bahwa kombinasi antara differentiation dengan low cost dapat digunakan oleh perusahaan untuk membentu keunggulan bersaing secara terus menerus.
2.11 Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan salah satu metode yang diperkenalkan oleh Albert Humprey, untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor Internal (dalam) dan faktor Eksternal (luar) yaitu Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam metode evaluasi bisnis dalam mencari strategi yang
64
akan dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi, bukan sebagai pemecah masalah. Teknik analisis ini banyak digunakan oleh manajer guna menciptakan gambaran singkat situasi strategis suatu perusahaan. Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu: 1. Strengths (kekuatan) Merupakan sumber keuntungan relative terhadap pesaing dan kebutuhan pasar perusahaan dan merupakan kompetensi khusus ketika memberikan perusahaan keunggulan komparatif di pasar, yang membantu perusahaan mencapai tujuan. 2. Weakness (kelemahan) Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. 3. Opportunities (peluang) Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri, misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar. Tren merupakan salah satu kunci sumber peluang.Identifikasi segmen pasar yang terlewatkan sebelumnya, perubahan keadaan yang kompetitif atau peraturan, perubahan atau perkembangan teknologi serta pembeli atau pemasok yang meningkatkan hubungan dapat menjadi peluang bagi perusahaan.
65
4. Threats (ancaman) Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, peraturan baru dan lainnya dapat menjadi ancaman bagi perusahaan. Dengan melakukan analisis SWOT kita akan mengetahui potensi perusahaan, serta diharapkan perusahaan akan siap menghadapi perubahan. Perubahan lingkungan luar dapat diantisipasi oleh internal. Internal dapat diperbaiki sehingga mampu membaca atau menghadapi perubahan eksternal.