BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan Musyarakah 1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah Musyarakah berasal dari kata syirkah. Syirkah menurut etimologi (bahasa) berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Maksud percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil dimana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. 1 Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan dari calon anggota dan pengurus lembaga kuangan untuk memulai kerjasama para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan seluruh sumber daya. Dari segi istilah atau secara terminologi, musyarakah adalah perjanjian yang dimaterai antara 2 pihak atau lebih sebagai rekan kongsi untuk berkongsi modal dan keuntungan dalam suatu perniagaan atau sebuah perusahaan. Sekiranya perusahaan mengalami kerugian, maka pembagian kerugian mestilah
1
Sohari Sahroni, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 177.
29
30
berdasarkan modal masing-masing yang dikatengahkan. Tidak disyaratkan modal semua rekan kongsi sama jumlahnya.2 Berikut pengertian syirkah berdasarkan pendapat di kalangan ulama: a. Menurut Hanafiah: Syirkah adalah suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua orang yang berserikat di dalam modal dan keuntungan. b. Menurut Malikiyah: Syirkah adalah persetujuan untuk melakukan tasarruf bagi keduanya beserta diri mereka, yakni setiap orang yang berserikat memberikan persetujuan kepada teman serikatnya untuk melakukan tasarruf terhadap harta keduanya di samping masih tetapnya hak tassaruf bagi masing-masing peserta. c. Menurut Syafi‟iyah: Syirkah adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama. d. Menurut Hanabilah: Syirkah adalah berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan atas hak atau tassaruf. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah akad kerja sama anatara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2
Hendi Suhendi, Fikih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 125
31
2. Landasan Syariah Musyarakah Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur‟an, hadits, ataupun ijma ulama. Diantara dalil (landasan syariah) yang memperbolehkan praktik akad syirkah adalah sebagai berikut: a. Al-Qur‟an Ayat Al-Qur‟an menjelaskan bahwa musyarakah merupakan bentuk penerapan dari sistem bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan Islam. Landasan dalam musyarakah terdapat dalam AlQur‟an Qs. An-Nissa ayat 12 dan Qs. Shaad ayat 24.3
Artinya: “Mereka bersekutu dalam yang sepertiga.”(Qs. An Nissa 12)
Artinya: “Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan amat sedikitlah mereka ini.”(Qs. Shaad 24).
3
Dwi Swiknyo, Ayat-Ayat Ekonomi Islam (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2010), hlm. 117.
32
Ayat
ini
merujuk
pada
dibolehkannya
praktik
akad
musyarakah. Lafadz “al-khulata“ dalam ayat ini bisa diartikan saling bersekutu/partnership, bersekutu dalam konteks ini adalah kerjasama dua atau lebih pihak untuk melakukan sebuah usaha perniagaan. Berdasarkan pemahaman ini jelas sekali bahwa pembiayaan musyarakah mendapatkan legalitas dari syari‟ah. b. Hadits
ِإ يبَعَع يب َع اِإ ُه يب َّن:َع ْن يب أيب ُه َعْنْيَعَعيب َعَعْي َع ُهيب َع َعايبِإ َّن يب الَّن َعيب َعْي ُه ُهيبا َعا ُه ُهَع يب َع اَعيبُه ال ِإ َعي ْن ِإ يب َع يب َعْنيب َع ُه ْن يب َع
Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman, Aku pihak ketigadan dua orang yang bertransakksi selama salah satunya tidak menghianatinya yang lainnya‟.”.(HR. Abu Dawud No.3383 dalam Kitab al-Buyu dan Hakim)4
Hadits tersebut di atas merupakan dalil lain dibolehkannya praktik musyarakah.Hadits
ini
merupakan
hadits
qudsi
dan
kedudukannya shahih menurut hakim. Dalam hadits ini Allah memberikan pernyataan bahwa Dia akan bersama dua orang yang saling bersekutu dalam suatu usaha perniagaan, dalam arti, Allah akan menjaga, memberikan pertolongan dan berkah-Nya atas usaha perniagaan yang dilakukan, usaha yang dijalankan akan semakin berkembang sepanjang tidak ada pihak yang berkhianat.
4
Al-Imam Al-Hafidz Sulaiman Ibnu Al-Asyast at Sajistani, Sahih Sunan Abi Dawud III, Edisi 2, (Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif, 2000), hlm.256.
33
c. Ijma‟ Berdasarkan sumber hukum di atas maka secara „Ijma para ulama sepakat bahwa hukum musyarakah yaitu boleh. Hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang jenisnya. Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni telah berkata: kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.5 3. Macam-Macam Musyarakah Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni musyarakah kepemilikan (syirkah al amlak) dan musyarakah akad (syirkah al „aqd). Musyarakah kepemilikan tercipta karena adanya warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata, dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut. Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan, dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan kontribusi modal musyarakah, mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi: syirkah al „Inan. Al mufawadlah, al a‟maal, dan syirkah al wujuh.
5
Zulafa,“Musyarakah(Kerjasama)”,diaksesdarihttp://kamihausilmu.blogspot.com/2013 /12/musyarakah-kerjasama_25.html , padatanggal 10 Maret 2015 pukul 13.00.
34
a. Syirkah Inan Syirkah inan adalah persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang secara bersama-sama, dan membagi laba atau kerugian bersama-sama. Perkongsian ini banyak dilakukan oleh manusia karena didalamnya tidak diisyaratkan adanya kesamaan dalam modal dan pengolahan. Boleh saja modal satu orang lebih banyak dibandingkan yang lainnya, sebagaimana dibolehkan juga seseorang bertanggung-jawab sedang yang lain tidak. Begitu pula dengan bagi hasil, dapat sama dan dapat juga berbeda, bergantung pada persetujuan , yang mereka buat sesuai dengan syarat transaksi. Hanya saja kerugian didasarkan pada modal yang diberikan.6 b. Syirkah Mufawadhah Syirkah Mufawadhah adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengolahan, serta agama yang dianut. Dengan demikian, setiap orang akan menjamin yang lain, baik dalam pembelian atau penjualan. Orang yang bersekutu tersebut saling mengisi dalam hak dan kewajibannya, yakni masing-masing menjadi wakil yang lain atau menjadi orang yang diwakili oleh lainnya. Selain itu, dianggap tidak sah jika modal salah seorang lebih besar daripada yang lainnya, antara seorang anak kecil dengan orang dewasa, juga antara muslim dengan kafir, dll. Apabila salah satu dari syarat di atas
6
Hendi Suhendi, Op.Cit, hlm 45
35
tidak dipenuhi, perkongsian ini berubah menjadi perkongsian inan karena tidak adanya kesamaan. c. Syirkah Wujuh Syirkah wujuh adalah bersekutunya dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang secara tidak kontan dan akan menjualnya secara kontan, kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi diantara mereka dengan syarat tertentu. Penamaan wujuh karena tidak terjadi jual beli secara tidak kontan jika keduanya tidak dianggap pemimpin dalam pandangan manusia secara adat. Perkongsian inipun dikenal sebagai bentuk perkongsian karena adanya tanggung jawab bukan karena modal atau pekerjaan. d. Syirkah Al a‟maal atau Abdan Syirkah Al a‟maal adalah persekutuan dua orang untuk menerima suatu pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersamasama. Kemudian keuntungan dibagi diantara keduanya dengan menetapkan persayaratan tertentu. Perkongsian jenis ini terjadi, misalnya diantara dua orang penjahit, tukang besi, dan lain-lain.7 Pembiayaan musyarakah memiliki beberapa rukun yang telah digariskan oleh ulama guna menentukkan sahnya akad tersebut, rukun yang dimaksud adalah sighat (ijab dan qabul), pihak yang bertransaksi, dan objek transaksi (modal dan kerja). Ulama juga
7
Rachmat Syafei, FiqihMuamalah (Bandung: PustakaSetia, 2004),hlm. 189-192.
36
mengajukan beberapa syarat terhadap rukun-rukun yang melekat dalam pembiayaan musyarakah: 1) Sighat atau ijab dan qabul harus diucapkan oleh kedua pihak atau lebih untuk menunjukkan kemauan mereka, dan terdapat kejelasan tujuan mereka dalam melakukan sebuah kontrak. 2) Syarat bagi mitra yang melakukan kontrak musyarakah adalah harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. 3) Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, atau juga berupa inventori, properti, perlengkapan dan lainnya. Madzhab Syafii dan Maliki mensyaratkan modal yang disediakan oleh masingmasing mitra harus dicampur supaya tidak terdapat keistimewaan tetapi Madzhab hanafi tidak mencantumkan syarat ini jika modal dalam bentuk uang tunai.8 Berdasarkan
penjelasan
sebelumnya
menunjukkan
musyarakah dalam perspektif fiqih klasik yang ada dalam kitab-kitab fiqih muammalah. Dalam perkembangannya di era modern ini musyarakah dijadikan produk perbankan syariah yang dikelola secara modern. Dan produk musyarakah ini dalam perbankan syariah menjadi salah satu produk dalam pembiayaan. Berdasarkan kajian itulah dibawah ini akan saya jelaskan prosedur Musyarakah.
8
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muammalah (Yogyakarta:PustakaPelajar, 2008), hlm. 213-214.
37
4. Prosedur Pembiayaan Musyarakah Prosedur pembiayaan musyarakah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang diadopsi oleh lembaga keuangan makro maupun mikro yang dijalankan oleh lembaga keuangan mikro syariah yaitu BMT. a. Syarat-syarat pembiayaan musyarakah Adapun syarat pembiayaan musyarakah adalah: 1) Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun yang lainnya. Dalam hal ini terdapat 2 syarat yaitu: yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, dan yang berkenaan dengan keuntungan yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui oleh kedua belah pihak. 2) Suatu yang berkaitan dengan syirkah al-mal (harta). Dalam hal ini ada dua hal yang harus dipenuhi: modal yang dijadikan akad obyek adalah alat pembayaran, seperti dalam sebutan Rupiah, dan yang dijadikan modal atau harta pokok ada ketika akad dilakukan baik jumlahnya sama ataupun berbeda. 3) Sesuatu yang berkaitan dengan syarikat mufawadhah. Bahwa dalam mufawadhah disyaratkan: modal (pokok harta) harus sama, bagi yang ber-syirkah ahli untuk kafalah, bagi yang dijadikan obyek akad disyaratkan syirkah umum yakni semua macam jual beli maupun perdagangan. 9
9
Hendi Suhendi, FiqihMuammalah (Depok: PT. Raja GrafindoPersada, 2007), hlm 127.
38
b. Ketentuan dasar pembiayaan musyarakah 1) Perjanjian ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan pada tujuan kontrak (akad). b) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat terjadinya kontrak (akad). c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 2) Pihak-pihak
yang
berkontrak
harus
cakap
hukum,
dan
memperhatikan hal-hal berikut: a) Kompeten dalam memberikan atau diberi kekuasaan b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan juga setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil c) Setiap mitra berhak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan
mitranya,
kelalaian dan kesalahan yang disengaja. 10
10
Ibid., hlm 128.
tanpa
melakukan
39
c. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan, kerugian) 1) Modal Ketentuan modal diantaranya adalah modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang bernilai sama; modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang, property, dsb. Jika modal berbentuk asset, harus terlebih dahulu dinilai dengan uang tunai dan disepakati oleh mitra; para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan, dan menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan. 2) Kerja Ketentuan dalam sistem kerja adalah partisipasi para mitra dalam melakukan pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, tapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari lainnya, dalam hal ini boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya; dan seorang mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi harus dijelaskan dalam kontrak. 11
11
Ibid., hlm 129.
40
3) Keuntungan Ketentuan
dalam
pembagian
keuntungan
adalah
keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah; setiap keuntungan harus dibagi secara proporsional; atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan jadwal yang ditetapkan bagi seorang mitra; seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan tersebut melebihi jumlah tertentu, kebolehan dan prosentase itu diberikan kepadanya; sistem pembagian keuntungan harus jelas dengan yang tertuang di akad; dan kerugian harus dibagi sesama mitra proporsional menurut saham masing-masing dalam modal. 4) Biaya operasional dan persengketaan Pembagian dalam biaya operasional dan ketentuan dalam persengketaan adalah biaya operasional dibebankan pada saham bersama;
dan
jika
salah
satu
pihak
tidak
menjalankan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak, maka perselisihannya diselesaikan di Badan Arbitrase Syariah(BAS) setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah (fatwa Dewan Syariah Nasional No.08/DSNMUI/IV/2000).12
12
Ibid., hlm 130.
41
5. Standar Akad Dalam Pembiayaan Musyarakah Pada
setiap
permohonan
pembiayaan
musyarakah,
BMT
berkentetuan internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan musyarakah serta kondisi penerapannya. Hal yang wajib dijelaskan meliputi: esensi pembiayaan musyarakah sebagai bentuk kerjasama investasi bank ke nasabah, definisi dari terminology, profit sharing atau revenue sharing, keikutsertaan dalam skema penjaminan, term and condition dan tata cara perhitungan bagi hasil. BMT wajib meminta nasabah untuk mengisi formulir permohonan pembiayaan musyarakah, dan formulir tersebut wajib diinformasikan: a.
Usaha yang ditawarkan untuk dibiayai
b.
Jumlah kebutuhan dana investasi
c.
Jangka waktu investasi Dalam proses pembiayaan musyarakah BMT wajib melakukan
analisis mengenai: a.
Kelengkapan administrasi yang disyaratkan
b.
Aspek hukum
c.
Aspek personal
d.
Aspek usaha yang meliputi pengelolaan, manajemen produksi, pemasaran dan keuangan. 13 BMT harus menyampaikan tanggapan atas permohonan yang
dimaksud, dengan adanya tawaran atas penerimaan. Pada waktu 13
hlm. 234.
Ascarya, Akad Produk Bank Syariah (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2007),
42
penandatangan akad diantara nasabah dan pihak BMT pada kontrak akad wajib diinformasikan: a.
Tanggal dan tempat melakukan akad
b.
Definisi dan esensi pembiayaan musyarakah
c.
Usaha yang dibiayai
d.
Posisi para nasabah dan shohibul mal adalah pemilik modal
e.
Hak dan kewajiban para pihak
f.
Investasi yang ditanamkan dijamin atau tidak
g.
Jumlah uang yang akan disetorkan atau diinvestasikan oleh para pihak
h.
Jangka waktu pembiayaan
i.
Pembagian keuntungan
j.
Metode perhitungan (profit sharing or revenue sharing)
k.
Status penjaminan pembiayaan revenue sharing
l.
Rumus perhitungan dan factor-faktor yang mempengaruhi nilai yang akan dibagi
m. Contoh perhitungan bagi hasil n.
Tata cara pembayaran baik penarikan atau pengembalian dana
o.
Kondisi-kondisi tertentu yang akan mempengaruhi keberadaan investasi tersebut, seperti: biaya pembuatan akad seperti pihak notaris dan pihak penanggung, biaya operasional menjadi beban bersama,
para
pihak
dilarang
mencairkan
modal
untuk
43
kepentingannya sendiri, pengelola harus tunduk kepada prinsip hukum positif yang berlaku. 14
B. Manajemen Risiko 1. Pengertian Manajemen Risiko Manajemen kepemimpinan,
merupakan
perencanaan,
ilmu
yang
berhubungan
pengorganisasian,
dengan
pelaksanaan
dan
pengawasan terhadap fungsi perbankan untuk mencapai tujuannya, kepemimpinan dan pengawasan terhadap suatu cabang bank atau bagian bank yang dilakukan oleh manajer.15 Sedangkan risiko merupakan kemungkinan, kerugian, akibat.16 Risiko di sini merupakan risiko-risiko yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan fungsional BMT An-Najah Wiradesa. Adiwarman A Karim dalam buku yang berjudul Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, menjelaskan bahwa Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari suatu kegiatan usaha.17 Manajemen risiko adalah pengelolaan berbagai bentuk risiko yang berhubungan dengan operasional bank, sesuai dengan prinsip kehati-
14
Ibid., hlm. 234. Komarudin, Kamus Perbankan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 90. 16 Yasyin Sulchan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Amanah, 1997), hlm. 15
402. 17
Karim Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 255.
44
hatian. Guna mengontrol risiko pembiayaan yang terdiri atas risiko kredit, risiko suku bunga dengan cara cegah risiko (hedging), Financial Futures dan batas atau suku bunga (interest rate caps), tujuannya untuk mengendalikan biaya dana, anggaran biaya bunga dan membatasi tekanan terhadap perubahan tingkat suku bunga. Meskipun BMT tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari sisi pendanaan maupun sisi pembiayaan, tetapi BMT tidak akan dapat terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau oleh bank syariah tidak hanya nasabah-nasabah yang loyal penuh terhadap syariah. 18 Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. 2. Landasan Syariah Manajemen Risiko a. Al-Qur‟an Dalam Islam, konsep dasar manajemen risiko sudah dituliskan dalam Al-Qur‟an sekitar 14 abad yang lalu. Prinsip dasar dalam konsep manajemen risiko ditunjukkan oleh Allah, Saat Nabi Ya‟qub memberi perintah kepada anak-anaknya sebelum mereka berangkat ke Mesir.
18
Sudarso Heri, , Istilah-Istilah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 84.
45
Artinya: Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersamasama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri". (QS. Yusuf: 67)
Sangat jelas bahwa dalam sudut pandang manajemen risiko, Islam mengandung upaya untuk mengeliminasi atau memperkecil risiko, sekaligus mempercayai bahwa hanya keputusan Allah-lah yang akan menentukan hasilnya. Islam tidak bertentangan dengan prinsipprinsip
manajemen
risiko.
Sepanjang
praktik
tersebut
tidak
mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maisir (perjudian), riba (bunga) dan dzulum (ketidakpastian terhadap sesama).19 b. Hadist tentang Menghindari Risiko
يب ايب جليب يب س ايب هلليب(ص)يب له يب و ت يبكليب؟يبيب:يب سيبب يب اكيب(يب صيب)يب ا يب( و هيب ارتيب ذى)يبيبيب.يب له يبوت كل:يب ا Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bertanya seseorang kepada Rasulullah SAW. Tentang (untanya): “Apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakkal pada (Allah SWT.)? “ Bersabda Rasulullah SAW.: “pertama ikatlah unta itu kemudian bertakwalah kepada Allah SWT.”(HR. at-Turmudzi)
19
hlm 22.
Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2006),
46
Rasulullah SAW. Memberi tuntunan pada manusia agar selalu bersikap waspada terhadap kerugian atau musibah yang akan terjadi, bukannya langsung menyerah segalanya (tawakkal) kepada Allah SWT. Hadist di atas mengandung nilai implisit agar kita selalu menghindar dari risiko yang membawa kerugian pada diri kita, baik itu berbentuk kerugian materi ataupun kerugian yang berkaitan langsung dengan diri manusia (jiwa)20. c. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Dijelaskan pada bab IV bagian ketiga tentang kewajiban pengelolaan risiko, pasal 38 ayat 1 dan 2, 21yaitu: 1) Bank syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. 2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Bank Indonesia. 3. Proses Manajemen Risiko Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada tahap awal BMT harus secara tepat mengenal dan memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara berturut-turut, BMT perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan
20
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 119 21 http: // www.google.com / UU no.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, diakses 18 Agustus 2015.
47
pengendalian risiko. Proses ini terus berkesinambungan sehingga menjadi sebuah lifecycle. a. Identifikasi Risiko Identifikasi risiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya mencakup berbagai risiko yang ada pada bank-bank pada umumnya, melainkan juga meliputi berbagai risiko yang khas hanya ada pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, keunikan bank Islam terletak pada enam hal: Pertama, proses transaksi pembiayaan. Karakteristik bank Islam dalam proses ini setidaknya terlihat pada tiga aspek, yaitu proses transaksi pembiayaan syariah, proses transaksi bagi hasil dana pihak ketiga dan proses transaksi devisa. Kedua, proses manajemen. Keunikan bank Islam dalam proses manajemen terlihat pada sistem dan prosedur operasional akuntansi dan Chart of Account (CoA), sistem dan prosedur operasional teknologi informasi, sistem dan prosedur operasional tutup buku, serta sistem dan prosedur operasional pengembangan produk. Ketiga, sumber daya manusia. Keunikan bank Islam dalam sumber daya manusia terlihat pada spesifikasi kapabilitas yang tidak hanya mencakup dalam bidang perbankan secara umum tetapi juga meliputi aspek-aspek syariah. Keempat, teknologi. Keunikan bank Islam dalam bidang teknolgi terlihat pada Business Requitment Specification (BRS) untuk
48
pembiayaan berbasis bagi hasil dan Business Specification (BRS) dan pihak ketiga. Kelima, lingkungan eksternal. Keunikan bank Islam dalam hal ini terlihat pada keberadaan dual regulatory body, yaitu bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional. Keenam, kerusakan. Keunikan bank Islam dalam hal ini terlihat misalnya ketika terjadi kerusakan pada objek ijarah atau IMBT. 22 b. Penilaian Risiko Level-level risiko atau taksiran risiko, menjelaskan semua dampak dari semua kondisi yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian atau kerusakan yang terkait dengan operasi, yaitu: 1) Sangat tinggi (extremely high): kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan operasi 2) Tinggi
(high):
kehilangan
kemampuan
untuk
memenuhi
persyaratan standar operasi 3) Sedang (medium): turunnya kemampuan dalam pemenuhan persyaratan standar operasi 4) Rendah (low): tidak (sedikit) berdampak pada penyelesaian operasi 5) Sangat rendah (residual risk): risiko tersisa setelah dilakukan usaha pengurangan risiko. 23
22
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm 4. 23 Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN, 2002), hlm. 314.
49
c. Antisipasi Risiko Antisipasi risiko dalam bank Islam bertujuan untuk: 1)
Preventive. Dalam hal ini, bank Islam memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Di samping itu, bank Islam juga memerlukan opini bahkan bahkan fatwa DSN bila Bank Indonesia memandang persetujuan
DPS
belum
memadai
atau
berada
di
luar
kewenangannya. 2)
Detective. Pengawasan dalam bank Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh Bank Indoensia dan aspek syariah oleh DPS. Kadangkala timbul pemahaman yang berbeda atas suatu transasksi apakah melanggar syariah atau tidak.
3)
Recovery. Koreksi atas suatu kesalahan dapat melibatkan Bank Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah.
d. Monitoring Risiko Aktivitas monitoring dalam bank Islam tidak hanya meliputi manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah. Secara sederhana, hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
50
Tabel 2.1 Status dan Kondisi Setiap Langkah Yang Diambil Frekuensi DEWAN PENGAWAS 6 bulanan SYARAIAH (DPS) BOARD LEVEL & RISK Tahunan MANAGEMENT COMMITTEE
Materi/Isi Laporan Hasil Pengawasan Syariah
Contoh Hasil Pengawasan (Narrative Summary)
Summary
- Risk Map - Narrative Summary
MIDDLE MANAGEMENT
Triwulan
Summary + Detail
- Kuadran Operational Risk Management Plan (ORMP)
DAY TO DAY OPERATION
Bulanan
Detail
Frekuensi
4. Jenis-Jenis Risiko Secara umum, risiko-risiko yang telah menjadi konsekuensi pada aktivitas fungsional bank syariah dapat diklarifikasikan ke dalam tiga jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar, serta risiko operasional.24 a. Risiko Pembiayaan Yang dimaksud dengan risiko pembayaran adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan korporasi. 1) Risiko Terkait Produk Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan 24
Hasan Ali, Op.Cit, hlm 262.
51
pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran atau maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Dengan demikian, pemberian pembiayaan
murabahah
dengan
jangka
waktu
panjang
menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga. Oleh karena itu, bank dapat menetapkan jangka waktu maksimal
untuk
pembiayaan
mudharabah
dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut ini: a) Tingkat
(marjin)
keuntungan
saat
ini
dan
prediksi
perubahannya di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan syariah (Direct Competitor‟s Market Rate-DCRM). Semakin cepat perubahan DCRM diperkirakan akan terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan. b) Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya dimasa mendatang yang berlaku di pasar perbankan konvensional (Indirect Competitor‟s Market Rate-ICRM). Semakin cepat perubahan ICRM diperkirakan akan terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan. 25 c) Ekspektasi bagi Hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di pasar perbankan syariah (Expected Competitive Return for Investors-ECRI). Semakin besar perubahan ECRI
25
53.
Imam Wahyudi, Manajemen Risiko Bank Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm.
52
diperkirakan akan terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan. 2) Risiko Terkait Pembiayaan Ijarah Risiko yang terkait dengan pembiayaan ijarah mencakup beberapa hal berikut: a) Dalam hal barang yang disewakan adalah milik bank, timbul tidak produktifnya aset ijarah karena tidak adanya nasabah. Hal ini merupakan business risk yang tidak dapat dihindari. b) Dalam hal barang yang disewakan bukan milik bank, timbul risiko rusaknya barang oleh nasabah di luar pemakaian normal. Oleh karena itu, bank dapat menetapkan kovenan ganti rugi kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh pemakaian normal. c) Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewa bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul risiko tidak perform-nya pemberi jasa. Oleh karena itu, bank dapat menetapkan konvenan bahwa risiko tersebut merupakan tangung jawab nasabah karena pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah. 26 3) Risiko Terkait Pembiayaan Salam dan Istishna‟ Pembiayaan salam dan istishna‟ merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan pembayaran di muka dan penyerahan barang secara tangguh. Dengan demikian, belum wujudnya barang yang menjadi objek pembiayaan menimbulkan dua risiko yakni: 26
Ibid., hlm. 54.
53
a) Risiko gagal-serah barang (non-deliverable risk) Risiko gagal-serah dapat diantisipasi bank dengan menetapkan konvenan rasio kolateral 220 %, yaitu 100% lebih tinggi daripada rasio standar 120%. b) Risiko jatuhnya harga barang (price-drop risk) Risiko jatuhnya harga barang diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak (pesanan) yang telah ditentukan harganya. 4) Risiko Terkait Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu sebagai berikut: a) Business Risk (risiko bisnis yang dibiayai), dipengaruhi oleh: (1) Industry Risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan dan kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan. (2) Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi usaha, permasalahan hukum, pemogokan, riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan. (3) Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai (4) Penurunan drastis harga jual/barang dari bisnis yang dibiayai
54
(5) Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai b) Shrinking
Risk
(risiko
berkurangnya
nilai
pembiayaan
mudharabah dan musyarakah). Unusual Business Risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh: Penurunan di atas drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai, Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai, Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai, Bagi hasil yang dilakukan. c) Character Risk (risiko karakter buruk mudharib), dipengaruhi oleh hal berikut: Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank, Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai
bank
Pengelolaan
tidak
internal
lagi
sesuai
dengan
kesepakatan,
perusahaan,
seperti
manajemen,
organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan, yang tidak dilakukan secara profesional sesuai standar pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah. 5) Risiko Terkait Pembiayaan Koorporasi Kompleksitas
dan
volume
pembiayaan
koorporasi
menimbulkan risiko tambahan selain risiko yang terkait dengan produk, risiko tambahan yang harus diantisipasi adalah sebagai berikut:
55
a) Risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis setelah pencairan pembiayaan b) Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan c) Risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank d) Keterbatasan intstrumen keuangan untuk solusi likuiditas e) Bagi hasil antar bank kurang menarik b. Risiko Operasional (Operational Risk) Riskio operasional (Operational Risk) adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Ada tiga faktor yang menjadi penyebab timbulnya risiko ini, yaitu: 1) Infrastruktur,
seperti
teknologi,
kebijakan,
lingkungan,
pengamanan, perselisihan dan sebagainya. 2) Proses, dan 3) Sumber daya. Risiko ini mencakup lima hal, yaitu risiko reputasi (reputation risk),
risiko
kepatuhan
(compliance
risk),
risiko
transaksi
(transactional risk), risiko strategis (strategic risk), dan risiko hukum (legal risk).27
27
Hasan Ali, Op.Cit., hlm. 275
56
1) Risiko Reputasi (Reputation Risk) Risiko Reputasi (Reputation Risk) adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya persepsi negatif terhadap bank. Hal-hal yang
sangat
berpengaruh
terhadap
reeputasi
antara
lain:
Manajemen, Pemegang saham, Pelayanan yang disediakan, Penerapan prinsip-prinsip syariah, Publikasi. Alasan-alasan turunnya reputasi antara lain: Kesalahan manajemen, Melanggar peraturan, Melanggar fatwa DSN, Skandal keuangan, Kurang kompeten baik dalam pengelolaan maupun pelayanan, Integritas yang diragukan, Performance keuangan yang kurang baik. 28 2) Risiko Kepatuhan (Compliance Risk) Risiko Kepatuhan (Compliance Risk) adalah risiko yang disebabkan oleh tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal, seperti berikut: Ketentuan GWM dan Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan, Ketentuan dalam penyediaan produk, Ketentuan dalam pemberian pembiayaan, Ketentuan perpajakan, Ketentuan dalam pelaporan baik internal, laporan kepada BI maupun kepada pihak ketiga lainnya, Fatwa Dewan Syariah Nasional.
28
228.
Arifin Zainul, Manajemen Pengawasan Risiko (Jakarta: Alvabet, 2003), Cet. 2, hlm.
57
3) Risiko Transaksi (Transactional Risk) Risiko Transaksi (Transactional Risk) adalah risiko yang disebabkan oleh permasalahan dalam pelayanan atau produkproduk yang disediakan. Penyebab timbulnya risiko ini antara lain adalah Kekeliruan, Kecurangan, Kesempurnaan akad, Kekeliruan dalam penetapan akad, Kasus-kasus hokum, Sistem teknologi dan informasi. 4) Risiko Strategik (Strategic Risk) Risiko strategik (Strategic Risk) adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidka tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau bank tidak mematuhi/tidak melaksanakan perubahan perundangan-undangan
dan
ketentuan
lain
yang
berlaku.
Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapaan sistem pengendalian internal secara konsisten. 5) Risiko Hukum (Legal Risk) Risiko Hukum (Legal Risk) adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis, seperti: adanya tuntunan hukum,
ketiadaan
peraturan
perundangan-undangan
yang
mendukung atau kelemahan perikatan (perjanjian) seperti tidak terpenuhinya syarat keabsahan suatu kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan risiko hukum ini adalah keharusan memiliki
58
kebijakan dan prosedur tertulis, keharusan melaksanakan prosedur analisis aspek hukum terhadap produk dan aktivitas baru, keharusan memiliki satuan kerja, tidak saja terhadap hukum positif tetapi juga terhadap fatwa DSN dan ketentuan-ketentuan lainnya berdasarkan prinsip syariah, keharusan untuk menerapkan sanksi secara
konsisten,
keharusan
menilai
dampak
perubahan
ketentuan/peraturan terhadap risiko hokum, keharusan untuk melakukan kajian secara berkala terhadap akad, kontrak dan perjanjian-perjanjian
bank
dengan
pihak
lain
dalam
hal
efektivitas.29 6) Risiko Pasar (Market Risk) Yang dimaksud dengan risiko pasar (Market Risk) adalah risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakan variabel pasar (Adverse Movement) berupa suku bunga dan nilai tukar. Risiko Pasar ini mencakup empat hal, yaitu risiko tingkat suku bunga (interest rate risk), risiko pertukaran mata uang (foreign exchange risk), risiko harga (prince risk), dan risiko likuiditas (liquidity risk). 7) Risiko Tingkat Suku Bunga (Interest Rate Risk) Risiko Tingkat Bunga adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari fluktuasi tingkat bunga. Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari sisi pendanaan maupun sisi 29
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008), hlm. 14.
59
pembiayaan, tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau oleh bank syariah tidak hanya untuk nasabah-nasabah yang loyal penuh terhadap syariah. 8) Risiko Pertukaran Mata Uang (Foreigh Exchange Risk) Risiko Pertukaran Mata Uang (Foreigh Exchange Risk) adalah suatu konsekuensi sehubungan dengan pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank. Mengingat bank syariah tidak diperkenankan berspekulasi, maka transaksi yang diperkenankan adalah untuk kebutuhan transaksi atau berjaga-jaga (simpanan) dan transaksi yang dilaksanakan harus tunai atau spot. Termasuk tunai di sini adalah pembayaran dengan cek, pemindahbukuan, transfer dan sarana pembayaran tunai lainnya. 9) Risiko Harga (Price Risk) Risiko
harga
adalah
kemungkinan
kerugian
akibat
perubahan harga instrumen keuangan. Untuk perbankan syariah, di samping risiko harga atas instrumen keuangan yang masih sangat terbatas (obligasi syariah, reksadana syariah, dan saham syariah), juga terkait risiko harga komoditas, baik dalam transaksi ijarah, murabahah, salam, istishna‟ maupun ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT). Risiko tersebut terjadi bila harga barang yang dibeli/dipesan turun, sehingga nasabah tidak berminat untuk membeli, meskipun pada awalnya telah setuju untuk membeli.
60
Sebaliknya bila harga naik, maka secara tidak langsung bank akan terkena risiko tingkat bunga. Selain itu, dengan dimungkinkannya bank syariah untuk memiliki stock barang dagangan, maka sangat rentan terhadap risiko turun-naiknya harga barang. 10) Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) Risiko likuiditas muncul manakala bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera, dan dengan biaya yang sesuai, baik untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak. Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh terkait kecil sehingga menganggu kebutuhan operasional sehari-hari, tapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan efisiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas. Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syariah juga menghadapi risiko likuiditas sebagai berikut: Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem
perbankan,
khususnya
perbankan
syariah
yang
bersangkutan, Ketergantungan pada sekelompok deposan, Dalam mudharabah kontrak memungkinkan nasabah untuk menarik dananya kapan saja, tanpa pemberitahuan lebih dulu.30
30
Ibid., hlm. 15.