BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengendalian Kualitas 2.1.1 Pengertian Kualitas Profitabilitas adalah salah satu faktor utama dalam upaya pencapaian sukses bisnis sebuah korporasi. Keuntungan yang besar ditentukan dari tingkat keberhasilan aktivitas penjualan yang disertai dengan pemanfaatan biaya produksi-operasional yang rendah. Kesuksesan penjualan adalah langkah awal yang banyak ditentukan dari derajat kualitas suatu produk/jasa yang ditawarkan dengan harga yang rasional. Peningkatan kualitas dan upaya penekanan biaya produksi-operasional adalah masalah penting di keseluruhan proses industrialisasi, baik di industri-industri manufaktur maupun jasa pelayanan. Six Sigma adalah sebuah inisiatif dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai keunggulan korporasi dalam menghadapi tingkat persaingan bisnis global yang sangat intensif.
8
9
Sementara itu, untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan dan sesuai dengan kebutuhan pasar, perlu dilakukan pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian kualitas yang berdasarkan inspeksi dengan penerimaan produk yang memenuhi syarat dan penolakan yang tidak memenuhi syarat sehinggan banyak bahan, tenaga dan waktu yang terbuang sehingga muncul pemikiran untuk menciptkan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai kualitas agar kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi. Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lainnya. Pengertian kualitas menurut ahli yang banyak kita kenal antara lain: Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya.” Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability dan cost effectiveness.” Deming (1982) “kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang.” Feigenbaum (1991) “kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture dan maintenance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
10
Scherkenbach
(1991)
“kualitas
ditentukan
oleh
pelanggan;
pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.” Elliot (1993) “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan.” Goetch dan Davis (1995) “kualitas adalah sesuatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.” Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-84021991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu.
2.1.2 Pengertian Pengendalian Kualitas Statistik Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Sementara itu menurut Maleyeff (1994), pengendalian kualitas statistik mempunyai cakupan yang lebih luas karena didalamnya terdapat pengendalian
11
proses statistik, pengendalian produk (acceptance sampling), dan analisis kemampuan proses (Ariani, 2004 : 54). Pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu pengendalian proses statistik (statistical proses control) atau yang sering disebut dengan control chart dan rencana penerimaan sampel produk atau yang sering dikenal dengan acceptance sampling. Dari sumber mitra, 1993 hal tersebut dapat digambarkan seperti gambar berikut :
Pengendalian Kualitas Statistik
Pengendalian Kualitas Proses Statistik (Control Chart)
Data Variabel
Data Attribut
Rencana Penerimaan Sampel Produk (Acceptance Sampling)
Data Variabel
Gambar 2.1 Pengendalian Kualitas Statistik
Data Attribut
12
2.1.3 Pandangan Perspektif terhadap Kualitas Banyak ahli yang mendefinisikan kualitas secara garis besar orientasinya adalah kepuasan pelanggan yang merupakan tujuan perusahaan atau organisasi yang berorientasi pada kualitas. Dari beberapa definisi diatas, dapat dikatakan bahwa secara garis besar kualitas adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk atau jasa dalam tujuannya memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas produk atau jasa itu akan dapat diwujudkan bila orientasi seluruh kegiatan perusahaan atau organisasi tersebut berorientasi pada kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction). Apabila diutarakan secara rinci, kualitas memiliki dua perspektif, yaitu perspektif produsen dan perspektif konsumen, dimana bila kedua hal tersebut disatukan maka akan dapat tercapai kesesuaian antara kedua sisi tersebut yang dikenal sebagai kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen. Menurut Russel (1996), hal ini dapat digambarkan seperti dalam Gambar 2.1.
Arti Kualitas
Produksi
Pandangan Produsen
Pandangan Konsumen
Kualitas Kesesuaian
Kualitas Desain
Sesuai dengan standar Biaya
Karakteristik kualitas Harga
Fitnes for Customer Use
Sumber : Russel, 1996 Gambar 2.2 Dua Perspektif Kualitas
Pemasaran
13
Menurut David Garvin (1994) mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan: 1. Transcedental Approach Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas. 2. Product-Based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individu. 3. User-Based Approach Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran kualitas tergantung pada orang yang memandangnya dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitness for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakan. 4. Manufacturing-Based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur.
14
Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan dan bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-Based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang bernilai adalah produk yang paling tepat beli.
2.1.4 Konsep Kualitas pada Industri Manufaktur Selanjutnya ada beberapa dimensi kualitas untuk industri manufaktur, dimensi ini digunakan untuk melihat dari sisi manakah kualitas dinilai. Yang dimaksud dimensi kualitas tersebut, telah diuraikan oleh Garvin (1996) untuk industri manufaktur seperti Tabel 2.1. Tabel 2.1 Dimensi Kualitas untuk Industri Manufaktur Dimensi
Maksud Kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau
Performance karakteristik operasi dari suatu produk Ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang Feature merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan
15
kesan yang baik pada pelanggan. Kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya Reliability atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah. Kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau Conformance
sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Durability
Tingkat ketahanan produk atau lama umur produk Kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan
Serviceability memperoleh komponen produk tersebut. Aesthetic
Keindahan atau daya tarik produk tersebut. Fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu karena
Perception citra atau reputasi produk itu sendiri.
Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi. Bahkan, yang terbaik apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir, melainkan proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (Work in Process), sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih dapat diperbaiki. Dengan demikian, produk akhir yang dihasilkan adalah produk bebas cacat dan tidak ada lagi pemborosan yang harus dibayar mahal karena produk tersebut harus dibuang atau dilakukan pengerjaan ulang.
16
2.2 Fundamental Six Sigma 2.2.1 Pengertian Six Sigma Six Sigma adalah sebuah konsep dan metodologi yang terfokus pada upaya penciptaan nilai produk dan jasa yang bertaraf “world class”, yang bergerak seiring dengan upaya pengembangan dan peningkatan kinerja di dalam aktivitas bisnis pembangunan struktur organisasional kerja yang terlibat di dalamnya, serta penyusunan peta proses kerja bisnis korporasi secara aktual dan nyata . Proses adalah sesuatu yang dimulai dari perencanaan, desain produksi sampai dengan fungsi-fungsi konsumen (kebutuhan, keinginan dan ekspektasi). Dalam konsep Six Sigma dikenal dua proses kerja yang disebut proses kerja internal dan eksternal. Proses internal meliputi seluruh aspek fungsi dan kegiatan yang ada di dalam perusahaan, sedangkan proses eksternal adalah seluruh kegiatan yang dimulai dari pengelolaan produk jadi/promosi hingga distribusi ke konsumen. Tujuan Six Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan, mereduksi kegagalankegagalan
produk/proses,
menekan
cacat-cacat
produk,
meningkatkan
keuntungan, mendongkrak moral personil/karyawan dan meningkat kualitas produk pada tingkat yang maksimal. Inti dari filosofi Six Sigma bertumpu pada beberapa konsep penting : 1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelanggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan. 2. Memusatkan
perhatian
pada
para
pendukung
perusahaan
yang
bertanggung jawab menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung
17
kerja kelompok, membantu mengatasi keengganan untuk berubah dan menggalang daya. 3. Menekankan sistem pengukuran yang bisa dikuantifikasi, seperti cacat per satu juta kemungkinan (defects per million opportunities – dpmo) yang bisa diterapkan di setiap bagian perusahaan: produksi, rekayasa, administrasi, peranti lunak dan lain-lain. 4. Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tepat teridentifikasi di awal setiap proses serta memastikan bahwa sistem tersebut berfokus pada pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan sistem insentif dan akuntabilitas. 5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus. 6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim. 7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan. Konsep-konsep ini memberikan sebuah pendekatan yang logis dan disiplin untuk meningkatkan kinerja bisnis, melibatkan seluruh jajaran pekerja dan mencapai sasaran dan tujuan para manajer. Dengan demikian, tidak seperti metode perbaikan lainnya seperti rekayasa ulang, Six Sigma dapat disesuaikan dengan struktur organisasi yang sudah ada.
18
Proses Bisnis yang Sudah Ada
Pemasok
Input
Proses Produksi dan Jasa
Perumusan
Metodologi Six Sigma
Output
Pelanggan
Pengukuran
DMAIC Pengendalian
Analisis
Perbaikan
Kinerja Bisnis yang Meningkat
Kualitas
Produktivitas
Biaya
Profitabilitas
Gambar 2.3 Six Sigma dan Perbaikan Proses
2.2.2 Sejarah dan Evolusi Six Sigma Carl Frederick Gauss (1777-1885) yang pertama kali memperkenalkan konsep kurva normal dalam bidang statistik. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Walter Shewhart di tahun 1920 yang menjelaskan bahwa 3 (tiga) sigma dari nilai rata-rata (mean) mengindikasikan perlunya perbaikan dalam sebuah proses. Pada akhir tahun 1970, Dr. Mikel Harry, seorang insinyur senior pada Motorola Government Electronics Group (GEG) memulai percobaan untuk melakukan pemecahan masalah dengan menggunakan analisa statistik. Metode tersebut kemudian ia tuliskan dalam sebuah makalah dengan judul “The Strategic Vision for Accelerating Six Sigma Within Motorola”, menyusun suatu konsep
19
manajemen yang didasarkan pada data. Hasil dari kerjasama tersebut adalah sebuah pengukuran kualitas yang sederhana yang kemudian menjadi filosofi kemajuan bisnis yang dikenal dengan nama Six Sigma. Six Sigma tidak muncul dalam sekejap. Dari konsep-konsep ilmu manajemen yang dikembangkan di Amerika Serikat, sampai terobosan manajemen Jepang, sampai pada usaha-usaha “Total Quality” pada tahun 1970-an dan 1980-an. Namun pengaruh riilnya dapat terlihat dalam gelombang perubahan dan hasil-hasil positif yang menjalar di perusahaan – perusahaan seperti General Electric (GE), Motorola, Johnson and Johnson dan America Express. Six Sigma dikembangkan di Motorola pada akhir tahun 1980-an sebagai sebuah cara untuk memberikan suatu fokus yang jelas pada perbaikan dan membantu mengakselerasi tingkat perubahan dalam lingkungan kompetitif yang sangat berat. Konsep, alat dan Six Sigma telah dikembangkan dan diperluas sepanjang
tahun
dan
dalam
hal
ini
membantu
untuk
terus-menerus
membangkitkan kembali minat dan melipatduakan usaha pada proses dan perbaikan kualitas.
2.2.3 Prinsip Six Sigma Prinsip dasar implementasi Six Sigma adalah “on a project by project team”, dengan pemanfaatan personil atau tenaga kerja yang terdidik dan terlatih. Dalam memahami perbedaan interpretasi dan sudut pandang berbagai konsep manifestasi kualitas adalah dengan memerhatikan prinsip-prinsip aktivitas proses kerja, esensi metodologi yang digunakan atau dengan model pendekatan statistika
20
lainnya adalah Six Sigma merupakan sebuah konsep strategi pengembangan dan peningkatan proses/produk/jasa yang menggunakan pendekatan pada berbagai prinsip-prinsip dan model-model statistika. Pendekatan
prinsip-prinsip
dan
model-model
statistika
tersebut
diterapkan dalam mendukung aktivitas pendefinisian subjek-objek, pemetaan matriks kerja atau proses, perhitungan level-level sigma dan pengukuran tingkat kinerja proses maupun produk/jasa. Dalam aktivitas pengembangan dan peningkatan Six Sigma akan dipengaruhi oleh tiga elemen dasar, yaitu : 1. Pendekatan proyek ke proyek. 2. Infrastruktur organisasional kerja. 3. Peningkatan kompetensi dan kapabilitas dari personil atau sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya.
Statistik Sigma
Pengukuran Sigma
Pendekatan P-K-P
Model Statistika
Inisiatif Six Sigma
Total Ukur Kinerja
Peningkatan Proses
Infrastruktur Organisasional Kompetensi Utama
Gambar 2.4 Prinsip-prinsip Six Sigma dalam Siklus/Daur Hidup Aktivitas Bisnis
21
2.2.4 Infrastruktur dan Kompetensi Utama Six Sigma Konsep dan pendekatan infrastruktur Six Sigma adalah unik. Pendekatan tersebut didasari oleh konsep tingkatan pada para pemegang sabuk di dalam seni beladiri Judo. Berikut ini adalah konsep infrastruktur Six Sigma : • Menyajikan dan mengendalikan segenap aktivitas fungsi-fungsi tenaga kerja dalam proses Six Sigma. • Memastikan orientasi bisnis berfokus pada penyelesaian masalah-masalah “bottom-line”. • Membangun dan memastikan komitmen manajemen puncak dalam fungsifungsi pengembangan dan peningkatan secara berkelanjutan dengan Six Sigma sebagai landasan kerja. • Menciptakan situasi yang kondusif dalam lingkungan kerja dan membangun motivasi kerja untuk meningkatkan efektivitas kerja. • Memastikan penggunaan metodologi yang tepat dalam aktivitas-aktivitas pelatihan kerja. • Konsentrasi pada fungsi-fungsi progresif dari aktivitas proses Six Sigma. • Memahami apa yang menjadi kontribusi dari seluruh anggota organisasional kerja. • Memfasilitasi adanya persaingan yang sehat antar anggota organisasional kerja dalam upaya pencapaian prestasi kerja yang tinggi.
22
Pengendalian Fasilitas
Kontribusi
Fokus
INFRASTRUKTUR SIX SIGMA
Komitmen
Keterlibatan
Progresif Kompetensi
Gambar 2.5 Pedoman Teknis Infrastruktur Six Sigma
Dua aspek penting yang berkaitan dengan tingkat kompetensi dari segenap anggota organisasional kerja dalam inisiatif Six Sigma adalah sebagai berikut : 1. Keahlian dan keterampilan, pemahaman tentang perangkat-perangkat kerja, dan pemahaman tentang teknis-teknis Six Sigma. Keahlian (skill) merupakan bagian dari pemahaman tentang teknik-teknik dan metodemetode statistika dan daya nalar logika matematis. 2. Kapabilitas dasar (umum) yang memiliki nilai-nilai kompetensi diri. Kompetensi dapat dilihat dan diukur dari tingkat pendidikan atau pengetahuan, perilaku, kemampuan non-spesifik dan karakteristikkarakteristik kompetensi lainnya.
23
Pengendali/CEO Master Black Belt/Mentor Black Belt Green Belt Yellow Belt
Gambar 2.6 Konsep Infrastruktur Sederhana dalam Six Sigma
2.3 Six Sigma dalam Model Statistika Dalam model statistika, Six Sigma dikembangkan dengan tiga tujuan, antara lain membangun/menyusun matriks-matriks kinerja secara umum, atau disebut
dengan
“measure”.
Matriks-matriks
tersebut
difungsikan
pada
produk/jasa, proses produksi/manufaktur dan proses bisnis dengan segenap kompleksitasnya. Model Statistika diterapkan guna mendukung implementasi tiga elemen Six Sigma, yaitu : • Statistika sigma, adalah pendekatan dalam mengukur tingkat variabilitas dan standar penyimpangan/deviasi. (Standar penyimpangan/deviasi disebut dengan sigma). • Perhitungan sigma, adalah perhitungan skala kinerja dalam bilangan numerik.
24
• Tolak ukur kinerja, adalah representasi dari “world-class performance standards” yang diilustrasikan dalam level nilai datau level harga sigma. Level nilai atau level harga sigma tertinggi adalah 6 (enam) dan level sigma 6 (enam) tersebut adalah gambaran dari sebuah kinerja bisnis dengan tingkat keberhasilan aktivitas sebesar 99.9996%. Ini sama artinya dengan adanya aktivitas proses bisnis yang hanya mengalami defektif (kegagalan proses/produk/jasa)
sebesar
3.4
satuan
per
juta
kesempatan
(proses/produk/jasa). Tingkatan kualitas sigma enam adalah tingkatan yang setara dengan variasi proses sejumlah setengah dari yang ditoleransi oleh tahap desain dan dalam waktu yang sama memberi kesempatan agar rata-rata produksi bergeser sebanyak 1.5 deviasi standar dari target.
Gambar 2.7 Dasar Teori Six Sigma
25
Dalam Gambar 2.7, wilayah di bawah ekor kurva yang bergeser di luar sigma enam (baik di atas maupun di bawah batas toleransi) hanya berukuran seluas 0.0000034 atau 3.4 per satu juta. Artinya jika rata-rata tersebut dapat dijaga tepat sesuai target (area distribusi yang diarsir di Gambar 2.7), maka kemungkinan terjadinya cacat di luar wilayah sigma enam ke dua arah ekor hanyalah satu per satu milliar kejadian. Jika pergeseran terjadi ke dua arah, maka kemungkinan cacat pada tingkatan sigma enam paling banyak hanyalah 6.8 per satu juta kejadian dan jika pergeseran terjadi pada targt distribusi, maka jumlah cacat hanyalah dua per satu milliar. Dengan cara yang sama maka kita juga dapat membuat definisi kualitas 3 sigma, kualitas 5 sigma dan seterusnya. Cara termudah untuk mempelajari konsep ini adalah dengan membayangkan jarak dari target ke batas atas atau bawah spesifikasi (setengah batas toleransi), yang diukur oleh deviasi standar variasi yang terlibat, pada tingkatan sigma. Suatu tingkatan kualitas k-sigma harus memenuhi persamaan: k*devuasi standar proses = batas toleransi/2 Perlu dicatata bahwa dalam Gambar 2.7, jika batas spesifikasi desain hanya berjarak empat deviasi standar dari target, maka ekor dari kurva distribusi yang bergeser akan melebihi batas spesifikasi dalam jumlah yang signifikan.
26
Tabel 2.3 Jumlah Cacat (Per Satu Juta) untuk Beberapa Pergeseran Proses dari Titik Tengah dan Tingkat Kualiatas (Satu Ekor Saja)
Tingkat Kualitas 44.55sigma sigma sigma
3sigma
3.5sigma
5.5sigma
6sigma
0
1350
233
32
3.4
0.29
0.017
0.001
0.25 - sigma
3577
666
99
12.8
1.02
0.1056
0.0063
0.5 – sigma
6440
1382
236
32
3.4
0.71
0.019
0.75 - sigma
12288
1 – sigma
22832
3011
665
88.5
11
1.02
0.1
6433
1350
233
32
3.4
0.39
1.25 - sigma
40111
12201
3000
577
88.5
10.7
1
1.5 – sigma
66803
22800
6200
1350
233
32
3.4
1.75 - sigma
105601
40100
12200
3000
577
88.4
11
2 – sigma
158700
66800
22800
6200
1300
233
32
Pergeseran
Tabel 2.3 menunjukkan jumlah cacat per satu juta pada satu ekor kurva distribusi normal untuk tingkatan kualitas sigma yang berbeda serta pergeseran yang berbeda. Di sini dapat dicatat bahwa tingkatan kualitas dengan jumlah cacat sejumlah 3.4 per satu juta dapat dicapai melalui beberapa cara, sebagai contoh: • Dengan pergeseran sigma dari target sebanyak 0.5 dan kualitas 5 sigma. • Dengan pergeseran sigma dari target sebanyak 1.0 dan kualitas 5.5 sigma. • Dengan pergeseran sigma dari target sebanyak 1.5 dan kualitas 6 sigma. Dalam kebanyakan kasus, mengendalikan proses agar sesuai dengan target merupakan pilihan yang lebih mudah dibandingkan mengurangi variabilitas proses. Tabel ini dapat membantu menentukan mana pilihan yang lebih baik.
27
Tabel 2.4 Perbandingan 3σ dengan 6σ
Perusahaan 3σ
Perusahaan 6σ
- Menghabiskan 15-25% dari hasil penjualan terhadap failure cost
- Menghabiskan 5% dari hasil penjualan terhadap failure cost
- Menghasilkan 66807 ppm
- Menghasilkan 3.4 ppm
- Menyadari bahwa dengan inspeksi dapat menemukan defect
- Menyadari bahwa dengan proses yang capable tidak akan memproduksi produk cacat
- Percaya bahwa kualitas tinggi adalah mahal
- Paham bahwa menghasilkan produk yang berkualitas adalah murah
- Tidak ada metode pendekatan yang tepat untuk mengumpulkan dan menganalisa data
- Menggunakan tahap Measure, Analyze, Improve Control
- Benchmarks agar dapat lebih baik dari competitornya
- Benchmarks guna mencapai yang terbaik di dunia
- Percaya 99% cukup bagus
- Percaya 99% belum cukup bisa diterima
- Menemukan CTQ secara internal
- Define CTQ's externally
2.4 Bahasa Six Sigma Untuk mencapai tujuan Six Sigma diperlukan peningkatan dan terobosanterobosan di setiap bidang dari sebuah operasi. Dalam istilah statistik “mencapai Six Sigma” berarti proses atau produk Anda akan berkinerja hampir tanpa cacat. Huruf Yunani untuk sigma (σ) merupakan kependekan dari standar deviasi. Standar deviasi adalah cara statistical untuk menggambarkan seberapa banyak variasi terjadi dalam sekumpulan data, sekelompok item atau sebuah proses. Menurut Vincent Gasperz (2002) ada beberapa istilah dalam konsep Six Sigma, diantaranya adalah: CTQ (Critical to Quality) merupakan atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.
28
Defect merupakan kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan pelanggan. Defect Per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan program peningkatan kualitas Six Sigma yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per sejuta kesempatan. Process Capability merupakan kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Process Capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
2.4.1
Critical to Quality (CTQ) Banyak karakter produk dan jasa bersifat “Critical to Quality (CTQ)”
dari sudut pandang pelanggan. Critical to Quality (CTQ) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, seperti yang disarankan oleh profesor dari Jepang Noriaki Kano : 1. Penyebab ketidakpuasan : sesuatu yang diharapkan di dalam suatu produk atau jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas dan fitur-fitur keselamatan yang penting merupakan beberapa contoh
yang tidak diminta secara langsung oleh
pelangan tetapi diharapkan ada di dalam produk tersebut. Jika fitur-fitur ini tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas.
29
2. Penyebab kepuasan : sesuatu yang diinginkan pelanggan. Banyak pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela otomatis atau rem antikunci. Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini biasanya tidak diminta oleh pelanggan, memenuhi kebutuhan ini akan sangat menciptakan kepuasan. 3. Pembuat senang : Fitur baru atau inovatif yang tidak diharapkan oleh pelanggan. Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol prakiraan cuaca di radio atau kontrol audio kursi belakang yang terpisah yang memberi kesempatan pada anak-anak untuk mendengarkan musik yang berbeda dari orang tua mereka, menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi. Memenuhi kebutuhan pelanggan (dengan kata lain menyediakan penyebab kepuasan) sering kali dianggap sebagai batas minimum yang dibutuhkan suatu bisnis untuk terus beroperasi. Untuk menjadi benar-benar kompetitif suatu perusahaan harus mengejutkan serta menyenangkan pelanggan lebih dari yang diharapkan. Dalam sistem klasifikasi Kano, penyebab ketidakpuasan dan penyebab kepuasan cukup mudah ditemukan dengan menggunakan riset pemasaran rutin. Namun upaya-upaya riset pasar tradisional dapat menjadi tidak efektif untuk memahami faktor penyenang dan bahkan mungkin malah balik menyerang.
30
Pemahaman akan Critical to Quality (CTQ) pelanggan akan membantu kita untuk menyeleksi proyek-proyek Six Sigma yang terpenting. Identifikasi Critical to Quality (CTQ) membutuhkan pemahaman akan suara pelanggan (Voice of Customer) yaitu kebutuhan pelanggan yang diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu sendiri. Beberapa pendekatan penting untuk mengumpulkan informasi pelanggan antara lain : • Kartu komentar dan survei formal. • Fokus Group. • Kontak langsung dengan pelanggan. • Intelijen lapangan. • Analisis keluhan pelanggan. • Pengawasan melalui Internet.
31
Survei serta pengukuran kepuasan pelanggan formal memungkinkan suatu perusahaan menerjemahkan persepsi pelanggan mengenai berapa baik perusahaan
tersebut
memenuhi
kebutuhan
pelanggan,
untuk
kemudian
mengidentifikasi faktor penyebab ketidakpuasan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi maupun faktor penyenang, menemukan ruang untuk melakukan perbaikan desain serta perbaikan pengiriman barang dan jasa, serta memantau tren untuk menentukan apakah perubahan yang dilakukan benar-benar menghasilkan perbaikan dan membenarkan diadakannya upaya Six Sigma.
Gambar 2.8 Contoh Critical to Quality
32
2.4.2
Defect Per Million Opportunities (DPMO) Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan
nilai simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati. Rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau Upper Specification Limit (USL) dan batas bawah atau Lower Specification Limit (LSL) proses yang terjadi di luar rentang disebut cacat. Proses Six Sigma adalah proses yang menghasilkan 3.4 DPMO (defect permillion opportunity). Dalam statistik Six Sigma kita mengenal beberapa jenis istilah untuk menghitung defect antara lain : • Defects Per Unit (DPU) : jumlah defect per unit Menentukan proses tidak bagus atau kita tidak dapat mengetahui bahwa proses tersebut mengandung defect. Six Sigma dapat mengatasi hal tersebut. • Defects Per Opportunity (DPO) : jumlah defect disesuaikan dengan kesempatan defect per unit. Pengembangan dari konsep DPU ditambah dengan variabel opportunity (kemungkinan). • Defect Per Million Opportunities (DPMO) : Nilai dari DPO x 1000000. Mengubah DPO menjadi sejuta unit karena dalam Six Sigma biasanya menggunakan PPM (Parts Per Million).
33
Tabel 2.5 Hubungan antara Harga/Nilai Sigma dan Tingkat Kegagalan per juta Peluang/Kesempatan dan Ekuivalen “Yield” Yield (probabilitas tanpa cacat)
DPMO (defect permillion opportunity)
Sigma
30.9% 69.2% 93.3% 99.4% 99.98% 999997%
690000 308000 66800 6210 320 3.4
1 2 3 4 5 6
2.4.3
Z-Value (Nilai Z) Nilai z merupakan standard terhadap nilai normal untuk variasi normal
distribusi sehingga memudahkan untuk analisa statistik. Z adalah perbandingan nilai perbedaan antara x (USL atau LSL) dan target dibagi dengan standard deviasi (σ).
Ttansformasi ini menghasilkan suatu nilai dari suatu distribusi
dimana mean = 0 dan sigma = 1. Nilai dari z mengindikasikan seberapa jauh sebuah data (x) dari nilai rata-ratanya (Mean) dalam satuan standard deviasi. Dengan menggunakan metode ini, kita dapat mengkalkulasi proporsi dari produk yang keluar dari spec berdasarkan proses sekarang.
34
2.5 Pemecahan Masalah dengan Six Sigma Pemecahan masalah (problem solving) adalah aktivitas yang melibatkan perubahan suatu keadaan yang sedang berlangsung sebagaimana seharusnya. Bertahun-tahun lalu, Juran mendefinisikan terobosan (breakthrough) sebagai pencapaian suatu tingkat perbaikan yang membawa perusahaan ke tingkatan yang belum pernah dicapainya. Pendekatan terobosan menyerang kerugian yang bersifat kronis atau dengan kata lain, dalam bahasa Deming, sebab variasi umum. Tujuan Six Sigma sering kali berfokus pada perbaikan terobosan yang menambah nilai kepada perusahaan dan pelanggan tersebut melalui pendekatan pemecahan masalah yang sistematis. Perbaikan kinerja bisnis dan kualitas yang sukses bergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Kemampuan ini adalah landasan dari filosofi Six Sigma. Metode pemecahan masalah yang digunakan dalam Six Sigma yaitu DMAIC – merumuskan, mengukur, menganalisis, meningkatkan dan mengendalikan. Menurut Gasperz (2002) urutan langkah – langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan Six Sigma adalah sebagai berikut : 1. Define (Perumusan) Pada tahap ini masalah yang penting dalam proses didefinisikan, agar lebih mudah untuk dipahami selain itu melanjutkan penyelidikan terhadap unsurunsur Critical to Quality (CTQ). Langkah pertama dalam mendefinisikan kebutuhan spesifik pelanggan adalah memahami dan membedakan diantara dua kategori kritis yaitu :
35
• Persyaratan output, berkaitan dengan karakteristik dan features dari produk akhir (barang atau jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses. • Persyaratan pelayanan, merupakan petunjuk bagaimana pelanggan seharusnya diperlakukan atau dilayani selama eksekusi dari proses itu sendiri. • Persyaratan output dan persyaratan pelayanan tersebut didefinisikan melalui karakteristik kualitas yang selanjutnya akan menjadi Critical to Quality (CTQ) dalam proyek Six Sigma. 2. Measure ( Pengukuran) Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 2 (dua) hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap measure, yaitu : • Mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dilakukan pada tingkat output. • Mengukur kinerja saat ini (current performance) pada tingkat output untuk ditetapkan sebagai tolak ukur kinerja (performance baseline) pada awal proyek Six Sigma. Pengukuran pada tingkat output merupakan pengukuran yang dilakukan terhadap kinerja karakteristik kualitas output (barang/jasa), disebut juga dengan pengukuran internal. Berkaitan dengan pengukuran ini, perlu membedakan jenis data yang akan diambil. Terdapat jenis data yang umum digunakan yakni :
36
1. Data Atribut Merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan (tally) untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh : ketiadaan label pada kemasan produk, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll. 2. Data Variabel Merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Hasil pengukuran pada tingkat output dapat berupa data variabel maupun data atribut, yang akan ditentukan kinerjanya menggunakan satuan pengukuran DPMO (Defects Per Million Opportunities) dan SQL (kapabilitas sigma). 3. Analyze (Analisis) Kekurangan utama yang ditemui pada kebanyakan
pada kebanyakan
pendekatan pemecahan masalah adalah kurangnya penekanan pada analisis yang tajam. Tahap Analyze merupakan fase mencari dan menentukan akar permasalahan. Pada tahap ini perlu dilakukan beberapa hal berikut : • Menganalisis stabilitas dan kapabilitas proses. • Mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kecacatan atau kegagalan. Setelah variabel yang dicurigai terkumpul dan diukur, dilakukan eksperimen untuk memverifikasi hubungan yang telah dihipotesiskan sebelumnya.
37
Eksperimen ini seringkali dilaksanakan dengan cara memformulasikan beberapa hipotesis untuk menyelidiki data yang dikumpulkan atau melakukan percobaan yang lain, sehingga dapat disimpulkan secara beralasan serta dapat didukung secara statistik sebagai akar dari permasalahan yang sebenarnya. 4. Improve (Peningkatan) Tahap improve adalah fase meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab timbulnya cacat. Setelah sumber-sumber penyebab masalah kualitas dapat diidentifikasi, maka dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma. Design of Experiment (DOE) merupakan salah satu metode statistik yang digunakan untuk meningkatkan dan melakukan perbaikan kualitas. Design of Experiment (DOE) dapat didefinisikan sebagai suatu uji atau rentetan uji dengan mengubah-ubah variabel sehingga bisa diketahui penyebab perubahan output (respon). Terdapat beberapa jenis Design of Experiment (DOE) yaitu DOE satu faktor, Desain Faktorial dan Desain Taguchi. 5. Control (Pengendalian) Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus distandarisasikan dan selanjutnya dilakukan peningkatan terusmenerus pada jenis masalah yang lain mengikuti konsep DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali.
38
Gambar 2.9 Lima Fase Six Sigma (DMAIC)
2.6 Alat dalam Six Sigma Six Sigma adalah suatu pendekatan “process focused” dalam upaya pengembangan dan peningkatan aktivitas bisnis. Kuncinya adalah meningkatkan seluruh proses pada waktu yang bersamaan. Proses disini dapat berupa suatu sistem produksi, sistem transaksi bisnis dan sistem pengembangan produk. Roland Snee (1999) menggambarkan Six Sigma adalah sebuah konsep strategi dalam peningkatan bisnis yang menggunakan pendekatan pada kepuasan pelanggan dan kekuatan fungsi-fungsi keuangan (finansial) organisasional yang
39
sehat. Tujuan program Six Sigma adalah peningkatan kinerja kualitas dan produktivitas diukur dari tujuh parameter yaitu : 1. Customer rentention 2. Market share growth 3. Defect reduction 4. Cost reduction 5. Cycle time reduction 6. Quick product/service development 7. High level of capital return Dalam mengukur dan mengontrol kinerja dan produktivitas dalam Six Sigma, ada beberapa macam alat (tools) untuk mengontrol proses yang sedang diamati. Untuk tugas akhir ini Penulis menggunakan 10 (sepuluh) macam alat (tools) dalam Six Sigma dan dijelaskan seperti berikut ini :
40
2.6.1 Pemetaan Process (Process Mapping) Pemetaan proses adalah sebuah model skema aktivitas proses dalam bentuk visual yang menggambarkan suatu proses kerja yang akan menjelaskan bagaimana hubungan antara bagian input dan output yang berinteraksi (Anjard, 1998). Menurut Soliman (1998) mendeskripsikan peta proses sebagai elemen fundamental dalam “business process reengineering”. Sebuah pemetaan proses memberikan : • Cara komunikasi. • Format untuk perencanaan dan perbaikan (improvement) proses tersebut.
41
Gambar 2.10 Contoh Pemetaan Proses
42
2.6.2 Diagram SIPOC Diagram SIPOC adalah salah satu diagram model yang sangat penting dalam fungsi-fungsi operasional bisnis. Diagram SIPOC juga dapat dimanfaatkan ke dalam model manufaktur. Adapun elemen diagram SIPOC antara lain : 1. Supplier : Individu atau institusi yang menyediakan informasi, material dan sumber guna lainnya. 2. Input : Segala sesuatu yang disediakan. 3. Process : Suatu langkah yang mentransformasikan input. 4. Output : Produk akhir dari suatu proses. 5. Customer : Individu, group atau proses yang menggunakan output. Konsumen secara umum mempunyai kebutuhan implisit dan eksplisit yang disebut dengan “customer requirement”. Dalam model SIPOC, daftar kebutuhan konsumen tersebut harus sudah tersaji dengan jelas dan lengkap.
Gambar 2.11 Contoh Diagram SIPOC
43
2.6.3 Diagram Pareto Diagram pareto adalah teknik grafis sederhana yang menggambarkan relativitas dari tingkat-tingkat penting atau tidaknya berbagai permasalahan yang membedakan antara “vital few” dan “trivial many”, yang terfokus pada isu-isu pengembangan dan peningkatan kualitas maksimal beserta relevansinya. Diagram pareto juga dapat menggambarkan dan menyederhanakan fungsi-fungsi “order (pemesanan)” yang terkontribusi relatif oleh berbagai elemen “sebab-sebab” ke dalam situasi “permasalahan” secara total. Kontribusi relatif dalam diagram pareto kemungkinan besar terletak pada nilai-nilai frekuensi relatif, biaya relatif dan lain-lainnya. Kontribusi relatif digambarkan sebagai garis lintasan tebal dalam diagram, sedangkan garis kumulatif adalah fungsi dari kontribusi kumulatif. Prosedur penentuan prioritas dalam diagram pareto sebagai berikut : • Pemilihan konsistensi yang akan diranking dan diukur (misalnya frekuensi, biaya dan lain-lain). • Menyusun daftar-daftar elemen dari kiri ke kanan di atas aksis garis horisontal sebagai ukuran order. • Mengatur kesesuaian skala vertikal pada bagian kiri dan di atas klasifikasinya. • Mengatur skala 0 – 100% di bagian kanan dan menarik garis tegas yang lebih tinggi dari garis yang tertinggi dan menggesernya pada posisi di atas basis kumulatif yang ditarik dari kiri ke kanan.
44
Gambar 2.12 Contoh Diagram Pareto
2.6.4 Attribut Gauge Ga R&R Attribut Gauuge R& R digunakan untuk mengetahui kualitas inspektor dalam hal pengambilan sampel, untuk mengetahui kualitas inspektor dalam hal skill dan pengetahuan dan menentukan kriteria seorang inspektor dalam hal pengambilan sampel. Gauge Reproducibility adalah suatu variasi pengukuran dari suatu pengukuran yang dilakukan oleh operator yang berbeda dengan menggunakan gauge (alat ukur) yang sama ketika mengukur part yang sama atau yang mempunyai karakteristik yang identik. Gauge Repeatibility adalah variasii pengukuran yang dihasilkan ketika seorang operator mengukur part yang sama dengan karakteristik identik dengan menggunakan alat ukur yang sama.
45
Prosedur penentuan attribut Gauge R & R antara lain : • Pilih lebih dari 100 part termasuk part yang good maupun no good. • Dua atau tiga pengukur (operator) secara independen mengukur setiap part sebanyak dua kali dengan cara random. • Gunakan tabel untuk mencatat data dan menghitung nilainya. • Nilai pengukuran yang diterima minimal 90% atau lebih.
Tabel 2.6 Contoh Perhitungan Attribut Gauge R&R
46
2.6.5 Analisis Kapabilitas (Process Capability) Kapabilitas proses adalah kisaran di mana variasi alami suatu proses terjadi akibat penyebab umum suatu sistem atau dengan kata lain, pencapaian suatu proses dalam kondisi stabil. Kapabilitas proses penting baik bagi desainer produk dan teknisi produksi dan amat penting untuk mencapai tingkatan kerja Six Sigma. Memahami kapabilitas suatu proses memungkinkan kita untuk memprediksi secara kuantitatif berapa baik suatu proses dapat memenuhi spesifikasi serta untuk menentukan kebutuhan suatu peralatan serta pengendalian yang dibutuhkan. Kapabilitas proses harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam menentukan spesifikasi desain dalam Six Sigma. Perhitungan Kapabilitas Proses : 1. Satu Batas Spesifikasi ( USL atau LSL) − = [ ] 3
=
() ( )!
2. Dua Batas Spesifikasi ( USL dan LSL) − ' − = "#" $ [ %&%$ ] 3 3 =
USL − LSL 6 ! + (X − T)2
dimana, SL
= Batas spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan
USL
= Batas atas spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan
47
LSL
= Batas bawah spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan
T
= Target spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan
S
= Standar deviasi proses
X
= Nilai rata-rata contoh proses Indeks kapabilitas proses diartikan sebagai rasio lebar spesifikasi
terhadap toleransi alami proses tersebut. Cp merupakan variasi natural suatu proses dengan suatu spesifikasi desain dala, suatu tolak ukur yang kuantitatif. Kelemahan utama pada indeks Cp adalah pada kenyataannya sangat sedikit proses yang tetap berpusat pada rata-rata proses. Untuk memperoleh pengukuran akan kinerja proses yang lebih baik, maka harus dipertimbangkan di mana rata-rata proses berlokasi relatif terhadap batas spesifikasi. Cpk mencari jarak terdekat lokasi pusat proses dengan USL atau LSL kemudian dibagi dengan rentang proses. Kapabilitas proses potensial pada proses dengan tingkat kualitas Six Sigma : 0 − ' − 0 = "#" $ [ %&%$ ] 31 31 61 61 = "#" $ [ %&%$ ] 31 31 Cpk = 2 dimana : USL
= batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit)
LSL
= batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit)
48
0
= rata-rata proses
1
= simpangan/standar deviasi
2.6.6 Digram Sebab-Akibat (Fishbone Diagram) Diagram sebab-akibat digunakan untuk melihat hubungan sebab dan akibat yang ditinjau dari akar penyebab dan akar permasalahan dalam aktivitas kerja. Secara umum, diagram sebab akibat lebih dikenal dengan istilah diagram “Fishbone” atau diagram Ishikawa. Ada beberapa tipe dan bentuk dari diagram sebab-akibar yang berbasis dalam formasi cabang-cabang utamanya (bersifat kategori). Cabang utama dapat diartikan sebagai variabel-variabel proses yang disebut dengan “4M” (Man power, Machines, Material, Methods) atau “4P” (People, Prosedur, Plants, Process). 4M atau 4P tersebut tersusun dalam langkahlangkah proses.
Gambar 2.13 Contoh Diagram Sebab-Akibat (Fishbone Diagram)
49
2.6.7 Analisis Varians (ANOVA) ANOVA adalah metodologi untuk menarik kesimpulan mengenai kesamarataan rata-rata pada beberapa populasi yang berbeda. Dalam bentuknya yang paling sederhana – ANOVA satu arah – kita berminat untuk membandingkan rata-rata dari respons yang terlihat pada beberapa tingkat yang berbeda dari sebuah faktor. ANOVA menguji hipotesis bahwa rata-rata dari semua populasi setara dibandingkan dengan hipotesis alternatif bahwa setidaknya satu rata-rata berbeda dari yang lain. Untuk melaksanakan ANOVA kita perlu : • Dengan hati-hati menentukan tujuan dan asumsi dari percobaan tersebut. • Mengumpulkan data yang berhubungan dengan tingkat faktor yang diminati. • Menghitung statistik ANOVA. • Menginterpretasikian makna data. • Mengambil tindakan. Tujuan ANOVA adalah untuk menguji secara statistik perbedaan antara berbagai rata-rata dari kelompok tersebut untuk menentukan apakah mereka semua sama ataukah setidaknya salah satu rata-rata berbeda. Untuk menentukan hal ini ANOVA membagi total variabilitas data ke dalam dua bagian, variasi antara kelompok dan variasi dalam kelompok. Jika total variasi antara kelompok cukup kecil dibandingkan dengan variasi di dalam kelompok, hal ini menandakan bahwa terdapat perbedaan dalam rata-rata populasi yang tidak diketahui. Variasi dalam data dihitung dengan jumlah kuadrat deviasi dari rata-rata sampel yang
50
memadai dan ditentukan dalam skala sebagai tolak ukur varian atau “kuadrat ratrata”. Dengan membagi kuadrat rata-rata antara kelompok dengan kuadrat ratarata dalam kelompok, kita dapat menghitung statistik F. Jika nilai ini lebih besae dibandingkan suatu nilai kritis, Fcrit, maka data tersebut menandakan bahwa terdapat perbedaan dalam rata-rata.
2.6.8 Analisis Regresi Analisis regresi merupakan suatu perangkat untuk menyusun modelmodel statistik yang menyatakan hubungan antara variabel dependen dan salah satu atau lebih variabel independen, yang semuanya berbentuk numerik. Hubungan ini dapat berbentuk linear, salah satu dari berbagai bentuk nonlinear atau bahkan tidak saling berhubungan sama sekali. Model regresi yang melibatkan sebuah variabel tunggal yang independen disebut regresi sederhana. Suatu model regresi yang melibatkan beberapa variabel yang independent disebut regresi berganda. Untuk menyusun suatu model regresi, pertama-tama harus menentukan jenis fungsi yang paling baik mendeskripsikan data. Langkah ini penting karena menggunakan model yang linear untuk data yang jelas-jelas tidak linear, misalnya, akan dapat menghasilkan keputusan-keputusan serta hasil bisnis yang tidak memuaskan.
51
2.6.9 Design of Experiment (DOE) Design of Experiment (DOE) adalah metode penentuan awal mengenai pengambilan data dari proses eksperimen dan analisa data sehingga kita mendapatkan informasi yang akurat melalui eksperimen. Tujuan Design of Experiment (DOE) antara lain : - Menentukan hubungan cause-effect antara proses input dan karakteristik produk. - Menentukan kondisi proses dari faktor. - Menentukan sumber variasi pada Critical Process. - Menentukan persamaan model pada proses. Suatu faktor (input) yang mempengaruhi response (output) dan dapat merupakan
variabel
terkontrol
(controllable)
atau
tidak
terkontrol
(uncontrollable). Suatu faktor dapat saja bersifat kuantitatif (misal : temperatur, waktu) atau bersifat kualitatif (perbedaan mesin, perbedaan operator, bersih atau tidak). Level suatu faktor adalah nilai-nilai dari faktor dalam suatu eksperimen. Misal eksperimen yang dilakukan terhadap 2 perbedaan temperatur (10oC dan 20oC) maka faktor temperatur mempunyai 2 level. Perlakuan adalah eksperimen yang dilakukan terhadap satu level pada faktor. Misal pada tingkat temperatur 250oC kita lakukan eksperimen. Suatu eksperimen yang menggunakan level-level yang spesifik dari tiap faktor. Jumlah perlakuan kombinasi pada full experiment adalah percobaan yang dilakukan terhadap seluruh kombinasi level pada tiap faktor.
52
Beberapa proses untuk melakukan Design of Experiment (DOE) antara lain : -
Menemukan masalah
-
Menemukan tujuan
-
Menentukan variabel respon (Y)
-
Menentukan variabel independen (X)
-
Menentukan levelnya
-
Menentukan design eksperimen
-
Mengumpulkan data
-
Analisis data
-
Menyimpulkan berdasarkan penggambaran dari hasil analisis statistik
-
Membuat solusi
Sedangkan prinsip – prinsip dalam Design of Experiment adalah : -
Prinsip pengacakan (randomization)
-
Prinsip pengulangan (replication)
-
Prinsip pemblokiran (blocking)
-
Prinsip pembauran (compounding)
-
Prinsip ortogonal
53
2.6.10 Peta Kendali Proporsi Kesalahan (P-Chart) Pengendalian proses statistik adalah metodologi untuk memonitor proses agar ditemukan sebab-sebab khusus variasi dan memberi tanda jika dibutuhkan tindakan korektif. Jika terdapat penyebab khusus, proses tersebut diluar pengendalian. Jika variasi dalam proses tersebut hanya disebabkan oleh penyebab yang biasa saja, proses tersebut disebut berada dalam pengendalian statistik. Definisi praktis dari pengendalian statistik adalah baik rata-rata proses maupun varian bersifat konstan seiring dengan waktu. Karena SPC mengharuskan proses untuk menunjukkan variasi yang terukur, maka metode ini tidak efektif bagi tingkat kualitas yang mendekati 6-sigma, namun cukup bermanfaat untuk tahaptahap awal upaya Six Sigma. Pengendali proporsi kesalahan (p-chart) digunakan untuk mengetahui apakah cacat produk yang dihasilkan masih dalam batas yang diisyaratkan. Untuk peta pengendali proporsi digunakan bila kita memakai ukuran cacat berupa proporsi produk cacat dalam setiap sampel yang diambil. Sampel yang diambil untuk setiap kali melakukan observasi jumlahnya sama maka digunakan peta pengendali proporsi kesalahan (p-chart). Namun bila sampel yang diambil bervariasi untuk setiap kali melakukan observasi berubah-ubah jumlahnya atau memang perusahaan tersebut akan melakukan 100% inspeksi maka kita harus menggunakan peta pengendali proporsi kesalahan (p-chart). Pengguna sampel yang besarnya bervariasi tersebut selain perusahaan menggunakan 100% inspeksi atau inspeksi total, juga dapat disebabkan karena kurangnya karyawan dan biaya. Perubahan dalam banyaknya sampel yang diambil atau ukuran sub kelompok tersebut menyebabkan perubahan dalam batas-batas
54
pengendali, meskipun garis pusatnya tetap. Apabila ukuran sampel atau sub kelompok yang digunakan pada setiap observasi naik atau lebih banyak, maka batas-batas pengendali menjadi lebih rendah. Namun apabila banyaknya sampel atau sub kelompok yang digunakan pada setiap kali observasi turun atau berkurang, maka batas-batas pengendali menjadi lebih tinggi atau meningkat. Kondisi ini dapat mempengaruhi karakteristik kualitas proses produksi yang dimiliki perusahaan. Hal ini merupakan kelemahan dalam pengendalian kualitas proses statistik untuk data atribut. Selanjutnya formula yang digunakan untuk menyelesaikan kasus pengendali kualitas proses statistik untuk data atribut seperti berikut ini : Mengetahui proporsi kesalahan atau cacat pada sampel atau sub kelompok untuk setiap kali melakukan obervasi :
P=
2 3
Dimana, p = proporsi kesalahan dalam setiap sampel x = banyaknya produk yang salah dalam setiap sampel n = banyaknya sampel yang diambil dalam tiap inspeksi Garis pusat (centre line) peta pengendali proporsi kesalahan ini adalah : 7
CP = GP = p =
∑89: 56 ;
7
=
∑89: 56 3.;
Dimana, p = garis pusat peta pengendalian proporsi kesalahan
55
Pi = proporsi kesalahan setiap sampel atau sub kelompok dalam setiap observasi n = banyaknya sampel yang diambil setiap kali observasi g = banyaknya observasi yang dilakukan Sedangkan untuk batas pengendali atas (BPA) atau Upper Control Limit (UCL) dan batas pengendali bawah (BPB) atau Lower Control Limit (LCL) untuk peta pengendali proporsi kesalahan tersebut adalah :
Gambar 2.14 Contoh Peta Pengendali Proporsi Kesalahan
56
2.7 Minitab Salah satu kunci sukses usaha Six Sigma adalah penyelesaian masalah menggunakan statistik. Minitab merupakan paket software statistik terkemuka yang telah digunakan pada banyak usaha peningkatan kualitas Six Sigma. Minitab mengkombinasikan kemudahan penggunaan layaknya Microsoft Excel dengan kemampuannya melakukan analisis statistik yang kompleks. Paket program Minitab merupakan salah satu software yang sangat besar kontribusinya sebagai media pengolahan data statistik. Software ini menyediakan berbagai jenis perintah yang memungkinkan proses pemasukan data, manipulasi data, pembuatan grafik dan berbagai analisis statistik. Minitab mempunyai dua layar primer, yaitu Worksheet (lembar kerja) untuk melihat dan mengedit lembar kerja, serta sesi Command yang merupakan layar untuk menampilkan hasil. Perintah-perintah Minitab dapt diakses melalui menu, kotak dialog maupun perintah interaktif.
Layar Sesi Command
Layar Worksheet
Gambar 2.15 Contoh Menu pada Software Minitab