BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Tegangan Pipa Perhitungan tegangan pipa merupakan salah satu bagian dari proses perancangan sistem pemipaan yang berkaitan erat dengan perencanaan tata letak pipa dan perencanaan sistem spesifikasi pipa, serta perencanaan tumpuan / penyangga pipa (pipe support). Perhitungan tegangan pipa merupakan teknik yang diperlukan oleh enjineer untuk mendesain sistem perpipaan tanpa tegangan berlebih dan beban berlebih pada komponen pipa dan peralatan yang terhubung oleh pipa 1. Beban (gaya, momen, dan tegangan) yang terjadi secara aktual pada pipa dan nozzle dibuat sedemikian rupa sehingga beban tersebut tidak melebihi batasan yang telah ditetapkan oleh kode dan standard internasional (ASME, ANSI, API, WRC, NEMA, dll). Dalam berbagai kasus dan dianalisis menyatakan bahwa beban terjadi karena adanya pengaruh perlakuan beban statis dan perlakuan beban dinamis. Hal tersebut dapat diminalisir dengan cara
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pemasangan penyangga pada pipa agar pengaruh dari pembebanan statis dan dinamis selama sistem pemipaan beroperasi tidak mengalami kerusakan, tentunya dilakukan dengan perencanaan yang benar dan dengan memilih jenis penyangga yang benar. Beban statis (sustain load, expansion load, dan operating load) pada dasarnya adalah suatu beban yang disebabkan oleh pengaruh internal seperti tekanan, temperatur, dan berat material pipa serta semua komponen sistem 2. Selain itu beban statis dapat juga disebabkan oleh adanya beban external seperti gempa, angin, gelombang, dan beban ultimate tanah bila pipa dirancang untuk kondisi terkubur didalam tanan (Underground pipe). Beban statis selain akibat dari beban ultimate tanah sering disebut dengan “static occational” atau lebih dikenal dengan quasi dynamic, dikatakan demikian karena beban dianggap seolah-olah sebagai beban dinamis, namun bukan merupakan fungsi waktu. Batasan beban aktual yang terjadi pada beban quasi dinamis tidak diperkenankan melebihi dari 1.33 Sh (nilai tegangan izin berdasarkan kode ASME B31.3). Beban dinamis (Occational) mempertimbangkan adanya beban external sebagai fungsi waktu [W = f (t)], antara lain gempa, operasi katub pengaman, getaran dan fluid hammer. Dalam analisis dinamika, besaran frekwensi pribadi sistem pemipaan diketahui terlebih dahulu, frekwensi extrasi mesin rotasi (pompa, turbin, kompressor) dapat diketahui dari informasi vendor, sedangkan frekwensi pribadi sistem pemipaan dapat dihitung dengan berdasarkan pada model rute sistem pemipaan tersebut. Dalam melakukan perancangan sistem perpipaan, tidak semua sistem perpipaan perlu dilakukan perhitugan tegangan pipa ataupun perhitungan 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
fleksibilitas pipa, hanya sistem perpipaan yang dinyatakan dalam kondisi kritis saja yang perlu dilakukan perhitungan tegangan pada pipa. Penentuan kondisi tersebut didasarkan pada diameter pipa yang digunakan dalam desain sistem perpipaan, serta temperatur yang beroperasi pada sistem tersebut. Terdapat 2 kategori sistem perpipaan yang dinyatakan berada pada kondisi kritis yang perlu dilakukan perhitungan tegangan yakni:
Kategori 1: Sistem perpipaan yang dihubungkan dengan nozzle dari peralatan statis (static equipment) seperti bejana bertekanan dan tanki-tanki penyimpanan.
Grafik 2.1 Pemilihan Kriteria Kondisi Kritis Pada Sistem Perpipaan yang Dihubungkan Dengan Nozzle Static Equipment 2.
Kategori 2: Sistem perpipaan yang dihubungkan dengan nozzle peralatan yang memiliki rotor bergerak (rotating equipment) berputar seperti pompa, kompresor, turbin, air cooler, dll).
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Grafik 2.2 Pemilihan Kriteria Kondisi Kritis Pada Sistem Perpipaan yang Dihubungkan Dengan Nozzle Rotating Equipment 2. Untuk kategori 1, seluruh sistem perpipaan yang tidak termasuk dalam kriteria “C”, tidak perlu dilakukan perhitungan tegangan pipa secara intensif, hanya perlu dilakukan koreksi penempatan penyangga pipa dengan standar pipe span yang sudah ada. Sedangkan pada kategori 2, sistem perpipaan yang berada pada kriteria “A” tidak perlu dilakukan analisis tegangan, pada kriteria “B” diperlukan koreksi metode analisis fleksibilitas sederhana, sedangkan pada kriteria “C”, diperlukan perhitungan tegangan pipa secara mendetil baik menggunakan software komputer atau perhitungan matematis dengan teori-teori yang berkaitan.
2.1.1 Teori Dasar Tegangan Pipa Sifat material mempunyai karateristik yang berbeda-beda antara satu denga lainya, tidak terkecuali material penyusun pipa atau komponen-komponen pipa seperti fitting, flange, katub, dll. Namun material tersebut mempunyai 11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
persamaan prinsip dalam hal menerima beban dan tegangan, yaitu setiap material mampu melakukan ekspansi bila masih berada dalam batas elestisnya, hingga mecapai batas elastisitasnya (yield point) dan akan bersifat plastis jika pembebanan bertambah yang mengakibatkan material tidak bisa kembali ke bentuk semula (deformasi). Material tersebut akan patah setelah melewati fasa plastis.
Gambar 2.1 Diagram Tegangan Regangan Faktor penentu terhadap keberhasilan dari suatu rancangan sistem perpipaan adalah dengan mengetahui dan memahami nilai dari tegangan yang terjadi dalam kode standar, dan mengetahui variable apa saja yang mempengaruhi perancangan tersebut. Dalam menerapkan kode standar desain, engineer harus mengerti prinsip dasar dasar tegangan pipa dan hal-hal yang terkait dengan sistem pemipaan. Sebuah pipa dinyatakan rusak / gagal apabila tegangan dalam yang terjadi pada pipa melebihi batas tegangan pipa yang diizinkan (maksimum allowable stress). Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh beban luar seperti benda 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mati, tekanan, pemuaian karena ekspansi termal dan bergantung pada geometri pipa serta jenis material pipa serta metode memproduksinya. Dalam membahas kode standar pipa, kita harus membedakan pengeritian tegangan pipa menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran dengan strain gauge atau dengan perhitungan secara manual ataupun dengan software komputer. 2. Tegangan pipa code, yaitu tegangan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan tegangan yang tertera dalam kode standar tertentu yang digunakan untuk merancang sistem pemipaan yang telah disepakati. Tegangan adalah besaran vektor yang selain memiliki nilai juga memerlukan arah. Nilai dari tegangan didefinisikan sebagai Gaya (F) per satuan luas (A). Untuk mendefinisikan arah tegangan pipa, sebuah sumbu prinsip pipa dibuat saling tegak lurus seperti yang terlihat di bawah ini.
Gambar 2.2 Arah Tegangan Pada Pipa
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sumbu ini terletak pada bidang tengah dinding pipa dan satu arahnya yang sejajar dengan panjang pipa disebut dengan sumbu axial atau longitudinal. Sumbu yang tegak lurus terhadap dinding pipa dengan arahnya bergerak dari pusat pipa menuju luar pipa disebut radial. Sumbu yang sejajar dengan dinding pipa namun tegak lurus dengan sumbu axial disebut dengan sumbu tangential atau circumferencial.
2.1.2 Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress) Longitudinal stress adalah tegangan yang mana arah teganganya sejajar dengan sumbu pipa atau tegangan ke arah panjang pipa. Nilai tegangan ini dinyatakan positif apabila tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik, dan bernilai negative apabila tegangan tersebut merupakan tegangan tekan (compress). Tegangan longitudinal pada sistem pemipaan disebabkan oleh gaya aksial, tekanan dalam pipa dan momen tekuk (bending moment). 1. Akibat gaya aksial (Fax) Tegangan aksial (σax) adalah tegangan yang ditimbulkan oleh gaya aksial (Fax) yang bekerja searah dengan sumbu pipa, gaya yang diberikan tersebut dapat berupa gaya tekan atau gaya tarik terhadap luas penampang pipa. Nilai tegangan aksial dapat dirumuskan sebagai berikut:
σax =
𝐹𝑎𝑥 𝐴𝑚
........................................................... (2.1)
Fax = P.A ........................................................... (2.2) Dimana: P
= Tekanan fluida dalam pipa (N/m2)
Fax
= Gaya aksial (N) 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
A
= Luas diameter dalam pipa (m2)
Am
= Luas permukaan pipa (m2) Am =
𝜋 4
(do2 – di2) ............................................... (2.3)
Dimana: do
= diameter luar pipa (m)
di
= diameter dalam pipa (m)
Gambar 2.3 Gaya Aksial Pada Pipa 2. Akibat tekanan dalam pipa (internal pressure) Jika fluida yang mengalir melewati pipa, maka praktis akan memberikan tekanan terhadap dinding pipa baik searah dengan panjang pipa maupun merata pada dinding pipa, hal tersebut akan memberikan tegangan internal pada pipa (σIP). Seperti yang terlihat pada gambar 2.4 dan 2.5 berikut.
Gambar 2.4 Tekanan Dalam Pipa Searah Aliran Fluida
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.5 Tekanan Dalam Pipa Ke Segala Arah 𝑃.𝐴𝑖
σip = Ai =
𝜋 4
.......................................................... (2.4)
𝐴𝑚
di2 ............................................................. (2.5)
Maka bila rumus diatas disederhanakan akan menjadi
σip = σip =
𝑃.𝑑𝑖² 4𝑑𝑚.𝑡 𝑃.𝑑𝑜 4𝑡
......................................................... (2.6)
............................................................ (2.7)
Dimana: P
= tekanan fluida dalam pipa (N/m2)
Ai
= luas permukaan dalam pipa (m2)
t
= ketebalan dinding pipa (m)
3. Akibat momen tekuk (bending moment) Gaya momen dibagi menjadi dua kategori, yakni momen bending dan momen torsi. Pada tegangan longitudinal yang terjadi pada pipa merupakan fenomena bending momen sedangkan momen torsi tidak terjadi. Momen bending menghasilkan distribusi teghangan yang linear dengan tegangan terbesar berada pada bagian terluar permukaan yang terjauh dari sumbu aksis bending.
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.6 Tegangan Longitudinal Akibat Momen Tekuk Perlu menjadi pertimbangan dalam menggunakan pipa yang ditujukan untuk menahan momen bending dalam aplikasinya, seperti pada gambar 2.7 di bawah ini.
Gambar 2.7 Tegangan Tekuk Pada Pipa Lurus 3 Pada permukaan luar pipa sisi atas (bagian B-G) akan memendek akibat gaya tekan yang diterima sedangkan pada bagian sisi bawah pipa (bagian C-H) akan mengalami pertambahan panjang akibat gaya tarik yang diterima. Adapun perhitungan tegangan longitudinal yang disebabkan oleh bending momen adalah sebagai berikut: 𝑀 𝐼
=
𝑆𝑏 𝑦
=
𝐸 𝑅
........................................................ (2.8)
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dimana: Sb
= tegangan tekuk (kN/m2)
M
= bending momen (Nm)
Ip
= momen inersia penampang pipa (m4)
R
= radius lengkungan pusat bending pipa (m)
E
= modulus Elastisitas (N/m2)
y
= radius pipa dari pusat netral ke titik yang diperhatikan (m)
Z
= modulus cross section pipa (I / y)
Ketika E dan R dianggap tetap / konstan dikarenakan material di jaga dalam kondisi elastisnya, maka perhitungan akan tertuju kepada momen inersia dan jarak radius pipa dari pusat netral ke bagian terluar pipa, maka rumus akan disederhanakan menjadi: Sb =
𝑀 𝐼𝑃
.y=
𝑀 𝐼𝑃/𝑦
=
𝑀 𝑍
....................................... (2.9)
Tabel 2.1 Properti Profil Penampang Bangun Ruang 3
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dengan demikian tegangan longitudinal (σl) secara keseluruhan adalah jumlah dari gaya aksial + tekanan dalam pipa + bending momen pipa, sehinnga dapat dituliskan seperti persamaan berikut ini:
σl = σax + σip + Sb ................................................ (2.10) σl =
𝐹𝑎𝑥 𝐴𝑚
+
𝑝.𝑑𝑜 4𝑡
+
𝑀 𝑍
........................................... (2.11)
2.1.3 Tegangan Radial Tegangan radial adalah tegangan yang bekerja pada dalam arah radial pipa atau jari-jari pipa. Besar tegangan ini bervariasi dari permukaan dalam pipa ke permukaan luarnya dan dapat dinyatakan dengan persamaan tegangan tangensial. Dimana pada permukaan dalam pipa, besarnya sama dengan tekanan dalam atau tekanan yang disebabkan oleh fluida yang ada dalam pipa dan permukaan luar pipa besarnya sama dengan tekanan atmosfer. Tegangan ini berupa tegangan kompresi (negatif), dan jika ditekan dari dalam pipa akibat tekanan dalam (internal pressure) dan berupa tegangan Tarik (positif) jika didalamnya pipa terjadi tekanan hampa (vacuum pressure).
Gambar 2.8 Tegangan Radial Pada Pipa
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dengan perhitungan sebagai berikut:
σr =
𝑟𝑖2 𝑟0² ) 𝑟² (𝑟02 − 𝑟𝑖 2 )
𝑃(𝑟𝑖 2 −
.......................................... (2.12)
Dimana: ro
= Radius luar pipa (m)
ri
= Radius dalam pipa (m)
P
= Tekanan fluida dalam pipa (N/m2)
r
= Radius pipa yang diperhatikan (m)
Karena jika r = r0 maka σr = 0 dan jika r = ri maka σr = -p. yang artinya tegangan ini bernilai 0 pada titik dimana tegangan lendutan maksimum, oleh karena itu tegangan ini seringkali diabaikan.
2.1.4 Tegangan Sirkumferensial Atau Tegangan Tangensial (Hoop Stress) Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa dimana tekanan ini bersumber dari fluida dan nilainya selalu positif jika tegangan cenderung membelah pipa menjadi dua. Tekanan dalam ini bekerja kearah tangensial dan besarnya bervariasi terhadap tebal dinding dari pipa, nilai tekanan yang diberikan kepada dinding pipa atau nilai tekanan yang dialami dinding pipa sama dengan tekanan yang diberikan oleh fluida. Besar teganan ini dapat dihitung berdasarkan persamaan Lame’s, dimana tekanan Sirkumferensial atau tegangan Tangensial (Hoop Stress).
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.9 Tegangan Sirkumferensial (Hoop Stress) Persamaan Lame’s.
σr =
𝑟𝑖2 𝑟0² ) 𝑟² (𝑟02 − 𝑟𝑖 2 )
𝑃(𝑟𝑖 2 +
.......................................... (2.13)
Dimana: ro
= radius luar pipa (m)
ri
= radius dalam pipa (m)
P
= tekanan fluida dalam pipa (N/m2)
r
= radius pipa yang diperhatikan pipa (m)
Secara konservatif, untuk pipa yang memiliki ketebalan dinding tipis dapat dilakukan penyederhanaan penurunan rumus tegangan pipa tangensial ini dengan mengasumsikan gaya akibat tekanan dalam bekerja sepanjang pipa yaitu F = Pdil ditahan oleh dinding pipa seluas Am = 2tl sehingga rumus untuk tegangan tangential dapat ditulis sebagai berikut:
σH =
𝑃𝑑𝑜 2𝑡
............................................................ (2.14)
Formula Hoop Stress ini bisa dikatakan sama dengan panjang pipa. Sama halnya dengan Longitudinal Stress, Hoop Stress ini juga dibandingkan dengan Tegangan izin pada temperatur saat beroperasi.
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.2
Teori Dasar Kegagalan Setelah kita melakukan perhitungan tegangan yang terjadi pada sistem pemipaan, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan tegangan yang terjadi tersebut dengan batasan tegangan yang diizinkan oleh material penyusun pipa tersebut. Batasan dari material tersebut diperoleh dari hasil unaxial tensile test, Oleh karena tegangan yang sudah dihitung tersebut harus dihubungkan dengan hasil tes, hubungan ini yang dijelaskan dalam teori dasar kegagalan (failure theory). Ada berbagai macam mengenai teori kegagalan material, namun pada sistem pemipaan ini umumnya mengacu kepada 3 (tiga) teori kegagalan yakni: 1.
Teori kegagalan Von Mises - Hencky (teori tegangan geser octahedral). Teori kegagalan ini diperkenalkan oleh Huber (1904) dan kemudian
disempurnakan melalui kontribusi Von Mises dan Hencky. Teori ini menyatakan bahwa “kegagalan diprediksi pada keadaan tegangan multiaksial bilamana energy distorsi per unit volume sama atau lebih besar dari energi distorsi per unit volume pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial terhadap specimen dari material yang sama”. Tegangan geser octahedral dinyatakan dengan rumus: 1
τoct = √(𝜎1 − 𝜎2)2 + (𝜎2 − 𝜎3)2 + (𝜎3 − 𝜎1)2 ...... (2.15) 3
Dalam uji tarik uniakial diperoleh apabila specimen berada pada titik yield.
σ1 = σyield ,
σ2 = σ3 = 0
22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Maka dengan mensubsitusikan σ1, σ2, σ3 ke dalam persamaan oktahedral diatas, didapatkan tegangan oktahedral sebagai berikut:
τoct =
1
τoct =
𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 √2
3
√(𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 − 0)2 + (0 − 0)2 + (0 − 𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑)2 ....... (2.16)
3
= 0.4714 σyield .......................................... (2.17)
Artinya bahwa deformasi plastis terjadi apabila tegangan geser octahedral melebihi dari 0.4714 σyield 2.
Teori kegagalan tegangan geser maksimum atau Tresca Kegagalan akan terjadi apabila tegangan geser maksimum dalam bahan
adalah sama dengan tegangan luluh geser (yield shear) maksimum dalam uji tari uniaksial. Tegangan geser maksimum diberikan dengan persamaan berikut: 1
τmax = (σ1 – σ3) ................................................................ (2.18) 2
Untuk uji beban Tarik uniaksial, berlaku σ1 = σyield , σ2 = σ3 = 0, sehingga diperoleh :
τmax = σyield / 2 ..................................................................... (2.19) 3.
Teori kegalan tegangan maksimum atau Rankine Kegagalan terjadi apabila tegangan tarik maksimum pada suatu titik pada
spesimen sama atau lebih besar dari tegangan tarik maksimum pada suatu material luluh dalam uji tarik uniaksial. Tegangan tarik maksimum menurut definisi adalah tegangan prinsip positif terbesar = σ1. Untuk uji beban Tarik uniaksial, berlaku σ1 = σyield , σ2 = σ3 = 0, sehingga diperoleh:
σ1 > σyield ............................................................................ (2.20) 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3
Tegangan Code Tegangan Code diturunkan dari teori dasar tegangan dan teori kegagalan yang diuraikan di atas dengan mempertimbangkan hasil penelitian serta pengujian. Dalam hampir semua hal prioritas utama apabila hendak melakukan suatu analisis fleksibilitas pipa adalah harus memenuhi persyaratan – persyaratan kode yang digunakan dalam merancang pipa yang diterapkan pada proyek nantinya. Tegangan code memberikan standar kriteria kegagalan untuk perancangan sistem pipa. Ada 2 (dua) kriteria kegagalan yang berbeda, yaitu: 1. Kegagalan katastrofis yang disebabkan oleh beban sustain (primer). 2. Kegagalan kelelahan material (fatigue) disebabkan oleh beban sekunder. Setiap mode kegagalan tersebut mempunyai karateristik yang berbeda antara lain: Karateristik beban primer:
Beban primer biasanya disebabkan oleh gaya (force) seperti tekanan, gaya berat / bobot mati, gaya pegas, gaya popping pressure relief valve, dan fluid hammer.
Kegagalan yang terjadi menimbulkan deformasi plastis yang sangat besar. Selama beban itu bekerja maka deformasi akan berlanjut sampai kesetimbangan gaya tercapai atau terjadi patah / kerusakan.
Beban primer bersifat tidak berulang (kecuali beban karena pulsasi dan variasi tekanan yang dikategorikan sebagai beban primer, juga merupakan beban sekunder).
Batasan tegangan yang diizinkan untuk tegangan primer didapat melalui kegagalan seperti teori Von Mises, Tresca dan Rankine yang didasarkan 24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pada tegangan lelah (σyield). Tegangan patah (σultimate), atau tegangan rupture (creep).
Terjadinya kegagalan tersebut diawali dengan peringatan, karena akibat berat sehingga dapat menimbulkan perpindahan (displacement) yang besar dan tidak diduga.
Karateristik beban sekunder:
Beban sekunder biasanya disebabkan oleh perpindahan (displacement), seperti ekspansi termal, getaran, perpindahan anchor dan settlement.
Sering menimbulkan kegagalan yang sangat membahayakan setelah menggunakan sejumlah beban (biasanya tinggi). (bukan hanya karena suatu sistem dijalankan bertahun-tahun berarti sistem layak di desain untuk fatigue).
Beban sekunder selalu bersifat membatasi diri sendiri (self-limiting), maksudnya setelah deformasi plastis terjadi, deformasi tidak berlanjut terus karena tegangan berkurang dengan sendirinya dan cenderung menghilang.
Kegagalan tejadi tanpa peringatan. Selama siklus berulang-ulang, keretakan (crack) menjalar keseluruh permukaan hingga kapasitas beban yang cukup menjadi hilang.
Permukaan yang sudah korosi akan lebih mudah menimbulkan perningkatan tegangan dan sebagai titik awal terjadinya crack.
Pengelasan yang tidak terselesaikan, pengelasan yang tidak di gurinda dan pengelasan yang tidak rata (rapih) menyebabkan peningkatan tegangan dan mengurangi kekutatan lelah (fatigue strength). 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dalam analisis sistem pemipaan ini, penulis mengacu kepada standar ASME B31.3 yang diperuntukan untuk pengolahan bahan kimia dan petroleum. Dimana pada standar tersebut terdapat 3 (tiga) persamaan tegangan yang menjadi fokus perhatian dalam melakukan analisis tegangan pipa, tegangan tersebut antara lain: 1. Tegangan karena beban tetap (sustain load). 2. Tegangan karena beban okasional (Occasional load). 3. Tegangan karena beban ekspansi termal (Thermal Expansion load).
2.3.1 Tegangan Karena Beban Tetap (Sustain Load) Tegangan yang terjadi pada beban sustain merupakan jumlah dari tegangan longitudinal (σl) akibat efek tekanan, berat, dan beban sustain yang lain, dengan tidak melebihi batasan tegangan dasar yang diizinkan (Sh) yang didasarkan pada standar ASME B31.3 edisi 2014. Adapun persamaan tegangan akibat sustain load antara lain: Sl = √(|𝜎𝑎𝑥| + 𝑆𝑏)2 + (2𝑆𝑡)² ≤Sh ........................................ (2.21)
σax = St =
𝐼𝑎𝐹𝑎𝑥 𝐴𝑚
𝐼𝑖.𝑀𝑡 2𝑍
........................................................................ (2.22)
............................................................................ (2.23)
Dimana: Sl
= Tegangan akibat beban tetap (sustain load) (kN/m2). 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sb
= Tegangan tekuk (kN/m2).
Sip
= Tegangan yang disebabkan tekanan dalam pipa (kN/m2).
Sh
= Tegangan dasar yang diizinkan material, berdasarkan ASME B31.3
ii ,io
= Faktor intensifikasi tegangan (SIF) in-plane dan out-plane.
Mi
= momen lendutan dalam bidang (in-plane) karena beban tetap (Nm).
Mo
= momen lendutan luar bidang (out-plane) karena beban tetap (Nm).
Z
= effective modulus section
Fax
= Gaya aksial yang disebabkan oleh tekanan pipa (kN)
Ia
= Sustain load faktor (1,00)
Am
= Luas penampang pipa (m2)
Gambar 2.10 Momen Tekuk Yang Terjadi Pada Elbow 90° Dan Percabangan Tee 4
Sb =
√(𝑖𝑖.𝑀𝑖)2 +(𝑖𝑜.𝑀𝑜)2 𝑍
................................................... (2.24)
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Untuk mendapatkan momen dan reaksi yang terjadi pada penyangga, dapat menggunakan persamaan kesetimbangan gaya yang umum digunakan atau teori batang sederhana. Atau dapat menggunakan rumus cepat seperti dibawah ini.
Gambar 2.11 Model Tumpuan Sederhana Dengan Beban Merata Untuk tumpuan sederhana dengan beban merata di sepanjang batang dimana rotasi bebas sepenuhnya (gambar 2.11), maka nilai momen maksimal berada di tengah. MMax =
𝑊.𝐿² 8
...................................................... (2.25)
Untuk model tumpuan sederhana dengan pembebanan menumpu pada titik tengah dari panjang batang (gambar 2.12) adalah:
Gambar 2.12 Model Tumpuan Sederhana Dengan Beban Terpusat Di Tengah MMax =
𝑃.𝑙 4
........................................................ (2.26)
Untuk model tumpuan sederhana dengan beban tidak berada di tengah (gambar 2.13).
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.13 Model Tumpuan Sederhana Dengan Beban Di Salah satu Sisi MMax =
𝑃.𝑎.𝑏 𝐿
.............................................. (2.27)
Untuk model tumpuan cantilever dengan beban yang merata sepanjang batang (gambar 2.14), maka besarnya momen maksimum adalah:
Gambar 2.14 Model Tumpuan Cantilever Dengan Beban Merata MMax =
𝑊.𝑙² 2
............................................... (2.28)
Untuk model cantilever dengan beban menumpu ujung titik yang lain (gambar 2.15), maka untuk momen maksimalnya adalah.
Gambar 2.15 Model Tumpuan Cantilever Dengan Beban Terpusat Di Sisi Lain MMax = P.l .................................................. (2.29)
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3.2 Tegangan Karena Beban Okasional (Occasional load) Beban okasional adalah beban yang bekerja secara berubah-ubah menurut fungsi waktu 5. Suatu sistem perpiaan yang terletak di outdoor haruslah mampu menahan beban dinamis, seperti beban terpaan angin maksimum, gempa bumi (seismic) dan beban transient karena perubahan tekanan. Karena beban ini terjadi dengan siklus waktu yang singkat, kegagalan beban ini tidak akan mengakibatkan kegagalan karena rangkak (creep), sehingga tegangan yang terjadi diperbolehkan melebihi tegangan akibat beban primer yang tetap (sustained load). Keringanan ini berbeda antara kode pipa, yaitu 33% pada ASNI / ASME B31.3 dan 15% 20% untuk ASME B31.3. Tegangan akibat beban okasional dikombinasikan dengan beban tetap seperti persamaan berikut: Sl + Socc ≤ 1.33Sh ................................................................ (2.30) Dimana: Sl
= Tegangan Sustain (N/m2).
Socc
= Tegangan Occasional (N/m2).
Sh
= tegangan dasar yang diizinkan material, berdasarkan ASME B.31.3.
Beban ini bersifat dinamis karena perubahan dari beban ini, baik besarnya maupun arahnya sangat cepat, sehingga pipa tidak cukup waktu untuk merespon seperti beban statis. Karena itu untuk mengevaluasi akibat beban ini seharusnya dilakukan dengan analisis dinamis. Teknik analisis kuasi statis tidak menghasilkan perhitungan yang lebih akurat dibandingkan dengan analisis dinamis. Oleh karena itu pada tugas akhir ini hal tersubut menjadi batasan bagi penulis. 30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3.3 Tegangan Karena Beban Ekspansi (Expansion Load) Expansion load adalah tegangan yang terjadi akibat adanya perubahan temperatur, jika temperatur naik maka mengakibatkan pemuaian, sedangkan jika temperatur menurun maka akan mengakibatkan penyusutan pada pipa. Pemuaian dan penyusutan akan mengakibatkan kegagalan dan kebocoran pada sambungan, misalnya sambungan pada kompresor, pompa, bejana bertekanan, serta peralatan lainya. Beban ekspansi memiliki beberapa karateristik, antara lain adalah:
Dapat menimbulkan kegagalan yang sangat membahayakan setelah menggunakan sejumlah beban (biasanya tinggi).
Kegagalan terjadi tanpa didahului oleh peringatan. Selama siklus berulang, keretakan pada pipa menjalar keseluruh permukaan hingga kapasitas beban yang cukup menjadi hilang.
Sifat kegagalannya merupakan suatu siklus alami, yaitu karena penjalaran atau pemuaian (expansion) thermal.
Ciri-cirinya adalah suatu crack kecil karena adanya kenaikan tegangan atau ketidaksempurnaan material pada inner ataupun outer permukaan pipa. Se = α.L.E ........................................................... (2.31)
Gambar 2.16 Perubahan Panjang Pipa Akibat Perubahan Temperatur 6 31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Δl = α.L. ΔT ...................................................................... (2.32) Dimana: Se
= Tegangan ekspansi akibat ekspansi thermal atau pergerakan anchor (kN/m2)
α
= Koefisen ekspansi linear material akibat beda temperature tertentu = αm.ΔT
ΔT
= Perubahan temperatur pada sistem (°C)
L
= Panjang Pipa
ΔL
= Perubahan Panjang Pipa
Jika perubahan panjang ΔL ini tertahan oleh suatu sebab tertentu seperti anchor-anchor seperti pada gambar 2.17, maka akan tejadi gaya aksial yang diakibatkan oleh tekanan akibat pemuaian pipa.
Gambar 2.17 Gaya Aksial Karenakan Tekanan Akibat Perubahan Temperatur 6 P = E.A. ΔL/L = E.A.α ..................................................... (2.33) Fax = P.A ........................................................................... (2.34) Dimana: P
= Tekanan akibat perubahan panjang pipa (kN/m²)
Fax
= Gaya Aksial akibat perubahan panjang (kN) 32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
E
= Modulus Elastisitas bahan
A
= Luas Permukaan Pipa (m²)
Pada ASME B31.3 edisi 2014 yang dievaluasi pada beban ekspansi adalah tegangan aksial akibat pertambahan panjang, akibat momen lentur dan tegangan geser akibat momen torsi, dari persamaan tegangan geser maksimum dapat diperoleh persamaan: Se = √(|𝜎𝑎𝑥| + 𝑆𝑏)2 + (2𝑆𝑡)² ≤ Sa ..................................... (2.35) Adapun batasan tegangan maksimum yang diizinkan karena beban ekspansi adalah sebagai berikut: Sa = f (1.25Sc + 0.25Sh) ...................................................... (2.36) Dimana: Sb
= Resultan tegangan tegangan tekuk (kN/m2).
Se
= Tegangan ekspansi akibat ekspansi thermal atau pergerakan anchor (N/m2)
σax
= Tegangan aksial akibat pertambahan panjang = Fax / Am (kN/m2).
Sc
= Basic material allowable stress pada temperatur minimum dari tabel tegangan izin (kN/m2).
Sh
= Basic material allowable stress pada temperatur maximum dari tabel tegangan izin (kN/m2).
St
= Mt / 2Z = tegangan puntir (N/m2).
Mt
= Momen puntir (Nm)
Am
= Luas Penampang pipa (m²)
f
= faktor siklus yang dialami oleh pipa tersebut. 33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.2 faktor reduksi siklus f
4
Untuk mendapatkan nilai faktor reduksi siklus, maka hal yang perlu dipertimbangkan adalah kondisi pada saat melakukan start up / shut down. Dalam hal ini seringkali ditemukan lonjakan temperature hingga mencapai harga Te, apabila dalam kondisi operasi terjadi penurunan suhu misalkan T1, T2…, Tn. Untuk mengantisipasi hal ini, kode sistem perpipaan telah menetapkan metode evaluasi kerusakan kamulatif selama penguragan siklus termal. Untuk itu hal yang perlu dipertimbangkan adalah Te
= Temperatur maksimum (tertinggi) pada saat start up.
T1
= Temperatur desain dari sistem perpipaan.
T2
= Temperatur operasi dari sistem perpipaan.
ΔT1 = perubahan temperatur dari kondisi start up hingga temperatur desain Te – T1 ΔT2 = perubahan temperatur dari kondisi operasi hingga temperatur operasi Te – T2 N1
= siklus yang berlangsung terjadi pada ΔT1
N2
= siklus yang berlangsung terjadi pada ΔT2
Ne
= siklus yang berlangsung terjadi pada temperatur ambient (suhu kamar).
Maka unttuk menghitung jumlah siklus secara keseluruhan adalah N = Ne + (m1)(N1) + (m2)(N2) ........................... (2.37) Dimana: m1
= (ΔT1 / Te)5 ........................................................................................ (2.38) 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
m2
= (ΔT2 / Te)5 ........................................................................................ (2.39)
Dari hasil N siklus yang terhitung, akan diperoleh faktor reduksi siklus f berdasarkan tabel 2.2 yang mengacu kepada tabel 302.35 dari ASME B31.3 / B31.1. Dalam menghitung tegangan tekuk (bending stress) yang disebabkan oleh perubahan temperatur baik pemuaian ataupun penyusutan tidaklah sama dengan tegangan tekuk yang diakibatkan oleh beban tetap dari pipa dan fluida itu sendiri (sustain load). Pada sustain load, penyangga didesain khusus untuk menahan beban pipa dan fluida agar tidak terjadi defleksi yang besar, namun dalam kasus teganganan ekspansi penyangga harus didesain dapat menahan laju perpindahan pipa akibat pemuaian atau penyusutan yang mengakibatkan timbulnya tegangan pada pipa. Tegangan tersebut haruslah berada di bawah tegangan maksimum yang diizinkan (maximum allowable stress) yang diatur oleh kode standar desain tertentu.
Gambar 2.18 Ekspansi Pada Pipa Akibat Perubahan Temperatur 7 Untuk menganalisis momen tekuk yang terjadi akibat perubahan temperatur, maka terdapat teknik tersendiri yang dijadikan penulis sebagai acuan, yakni membuat rangkaian pipa 3 dimensi yang diproyeksikan menjadi 2 dimensi 35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan dianalsisis secara single plane, dimulai dengan menentukan momen inersia bidang dan menemukan lokasi titik centeroid atau pusat bidang, kemudian semua titik menerima momen berdasarkan titik pusat bidang tersebut.
Gambar 2.19 Momen Akibat Ekspansi Pada Pipa 7
(b)
(a)
Gambar 2.20 Perpindahan Pipa Akibat Pemuaian (a), Lokasi Centeroid Bidang X-Y 7 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan menghitung momen tekuk pada sistem perpipaan dengan teknik single plane antara lain: 1. Menentukan Titik Berat Dari Setiap Komponen Pipa Dalam Satu Rangkaian Untuk Pipa Lurus
36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.21 Posisi Titik Berat Untuk Pipa Lurus 7 2. Penenentuan titik Pusat (Centeroid) Untuk Satu Bidang Acuan Untuk Pipa Lurus = L.X’ ....................................................................... (2.40)
Gambar 2.22 Posisi Titik Pusat Pada Pipa Lurus 7 Untuk Pipa Lurus Yang Tegak Lurus Dengan Sumbu Acuan = 1,3 L.X’ ............................................................................................... (2.41)
Gambar 2.23 Posisi Titik Pusat Pada Pipa Yang Tegak Lurus Sumbu Acuan 7 37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dimana : L = Panjang pipa (m) X’ = Jarak titik berat pipa terhadap sumbu acuan (X, Y, Z) 3. Menentukan Momen Inersia Suatu Bidang (Jarak Titik Berat Terhadap Garis Sumbu) Untuk Pipa Lurus Ixy = L.X.Y .............................................................. (2.42) Untuk Pipa Lurus Yang Tegak Lurus Dengan Sumbu Acuan Ixy= 1,3 L.X.Y ....................................................................................... (2.43) Dimana : L = Panjang pipa (m) X= Jarak titik berat pipa terhadap sumbu X Y = Jarak titik berat pipa terhadap sumbu Y 4. Menentukan Momen Inersia Pada Satu Sumbu Untuk Pipa Lurus Horizontal Ix = L.Y² ................................................................................................ (2.44) Iy =
𝐿³ 12
+ LX² ......................................................................................... (2.45)
Gambar 2.24 Momen Inersia Satu Sumbu Dengan Orientasi Pipa Lurus Horizontal 8
38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Untuk Pipa Lurus Vertikal
Gambar 2.25 Momen Inersia Satu Sumbu Dengan Orientasi Pipa Lurus Vertikal 8 Ix =
𝐿³ 12
+ LY² ......................................................................................... (2.46)
Iy = L.X² ................................................................................................ (2.47) Untuk Pipa Lurus Yang Tegak Lurus Dengan Bidang
Gambar 2.26 Momen Inersia Satu Sumbu Dengan Orientasi Pipa Lurus Yang Tegak Lurus Dengan Bidang Acuan 8 Ix = 1,3.L.Y² .......................................................................................... (2.48) Iy = 1,3.L.X² .......................................................................................... (2.49)
39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5. Menentukan Gaya Yang Bekerja Pada Sumbu X, Y, Z Setelah momen inersia bidang dan momen inersia pada satu sumbu telah diketahui, maka langkah selanjutnya adalah menentukan gaya-gaya yang bekerja pada sumbu x, y, dan z dengan cara sebagai berikut 7: Fx.Ix – Fy.Ixy – Fz.Ixz = ΔxEIp ................................................................ (2.50) -Fx.Ixy + Fy.Iy – Fz.Iyz = ΔyEIp .............................................................. (2.51) -Fx.Ixz – Fy.Iyz + Fz.Iz = ΔzEIp .............................................................. (2.52) Dimana : Fx, Fy, Fz = Gaya yang bekerja pada sumbu X, Y, Z (N) Ix, Iy, Iz
= Momen inersia satu sumbu yang bekerja pada sumbu X, Y, Z (m³)
Δx, Δy, Δz = Pertambahan panjang pada sumbu X (mm) Ixy
= Momen inersia bidang X-Y (m³)
Ixz
= Momen inersia bidang X-Z (m³)
Iyz
= Momen inersia bidang Y-Z (m³)
E
= Modulus elastisitas bahan
Ip
= Momen inersia polar pipa Tabel 2.3 Modulus Elastisitas Material 4
40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4.
Batasan Beban Pada Kompresor Kompresor adalah jenis peralatan berputar (rotating equipment) yang banyak dijumpai pada industri atau perlatan di sekitar kita. Kompresor berfungsi meningkatkan memindahkan fluida berupa udara / gas dari suatu tempat ketempat lain dengan cara mengkompresi fluida tersebut. Prinsip kerja kompresor hampir serupa dengan pompa, dimana kedua mesin tersebut memanfaatkan energi luar kemudian diubah menjadi energi tekanan. Salah satu tipe kompresor yang banyak digunakan dalam industri pengolahan gas adalah kompresor sentrifugal, dimana kompresor tersebut memiliki satu atau beberapa rotating impeller yang dapat meningkatkan kecepatan gas / udara secara radial dan kemudian diubah menjadi tekanan dengan adanya struktur casing dan diffuser yang tergantung dari transfer energi oleh impeller.
Gambar 2.27 Penampang Kompresor Sentrifugal
41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.28 Momen dan Gaya Pada Nozzle Kompresor Ambang batas beban yang diperbolehkan pada masing-masing nozzle telah diatur dalam kode standar tersendiri. Untuk kompresor sentrifugal perhitungan batas beban tersebut diatur di dalam standar API-617 (American Petroleum Institute) yang mengacu kepada perhitungan steam turbine yang terdapat pada standar NEMA SM-23, hanya saja pada kompresor sentrifugal nilai batas beban yang diizinkan sebesar 85% atau 1.85 kali.
2.5
Batasan Beban Pada Air Cooler Air cooler merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk menurunkan temperatur fluida dengan cara menghembuskan udara oleh fan / kipas secara continue pada pipa pipa / tube yang dilewati oleh fluida, sehingga dengan terlepasnya kalor tersebut dapat menurunkan temperatur fluida sampai batas yang dikehendaki untuk kemudian di proses lebih lanjut.
42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.29 Contoh Air Fin Cooler 9. Dalam menentukan gaya dan momen yang diizinkan pada nozzle air cooler tersebut, ketentuan sudah di atur berdasarkan kode standar API 661 (untuk ukuran nozzle dengan NPS ≤ 14 ) sedangkan untuk ukuran nozzle ≥ NPS 14, maka manufaktur harus memberikan nilai beban dan momen maksimum yang diizinkan. Adapun gaya dan momen yang diizinkan yang diambil dari tabel 4 API 661. Tabel 2.4 Standar Gaya dan Momen Maksimum Pada Air Cooler 9
43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.30 Beban dan Momen Pada Nozzle Air Cooler 9 2.6
Penyangga Pipa (Pipe Supoport) Support adalah alat yang digunakan untuk menahan atau menyangga suatu sistem pemipaan. Support dirancang untuk dapat menahan berbagai macam bentuk pembebanan baik secara statis ataupun dinamis. Penempatan pipe support haruslah memperhatikan dari sistem pemipaan terhadap profil pembebanan yang mungkin terjadi pada berbagai kondisi 4.
2.6.1 Filosofi Penyangga Pipa
Pembebanan atau gaya yang terjadi pada sistem pemipaan meliputi berat pipa dalam kondisi operasi, insulasi, serta gaya-gaya lain yang terjadi pada beban penyangga yang kemudian gaya-gaya tersebut akan 44
http://digilib.mercubuana.ac.id/
didistribusikan pada seluruh sistem penyangga sebelum di teruskan pada pondasi.
Bagian penyangga yang bersentuhan langsung dengan sistem pemipaan harus kuat dan mampu menahan beban tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Memperhatikan
pemasangan
dari
pipe
support
sehingga
tidak
mengganggu akses bagi operator untuk melakukan maintenance atau mengoperasikan perlatan yang terpasang pada pipa, dll.
2.6.2 Jenis-Jenis Penyangga Pipa Ada beberapa tipe support atau penyangga yang digunakan dalam sistem pemipaan, namun dalam buku Design of Piping System dari The MW. Kellog, disebutkan terminology dari jenis-jenis support yang biasa terdapat dalam sebuah plant, antara lain: 1. Anchor, merupakan jenis tumpuan yang tidak mengizinkan adanya gerakan translasi maupun rotasi semua derajat kebebasan, sering disebut juga sebagai rigid restraint dengan full fixation. 2. Restraint, merupakan sebutan bagi semua peralatan yang berfungsi untuk mencegah, menahanm atau membatasi pergerakan pipa akibat thermal. 3. Support, sebuah peralatan yang tujuan utamanya adalah menahan sebagian berat pipa termasuka didalamnya berat isi dan pengaruh sekelilingnya.
45
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Brace, merupakan sebuah peralatan yang bertujuan untuk menahan displacement / perpindahan pipa akibat gaya yang bekerja bukan karena gravitasi, tetapi juga bukan karena ekspansi thermal. 5. Stop, suatu jenis support yang mengizinkan pipa untuk bergerak scara rotasi tetapi tidak dalam arah aksial atau longitudinal. 6. Limit Stop, adalah suatu support yang berfungsi untuk menahan gerakan pipa pada arah aksial atau translator pada jumlah tertentu. 7. Guide, suatu penyangga yang berfungsi untuk mencegah terjadinya rotasi pada pipa akibat momen lentur dan momer puntir. 8. Hanger, suatu penyangga dimana pipa ditahan dari sebuah struktur atau support yang ditempelkan pada struktur yang berada di atas pipa (gantung). Jenis tumpuan ini digunakan untuk menahan adanya gerakan translasi pada arah vertikal. Tumpuan jenis ini terdiri dari dua macam, yaitu spring (variable) hanger dan constant force hanger. 9. Constant Effort Support, yaitu penyangga yang mampu menahan gaya yang constant walaupun terjadi perpindahan yang besar.
46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.31 Simbol Penyangga Pipa 6
2.6.3 Jarak Penyangga Pipa (Pipe Span Support) Jarak peletakan penyangga pipa sangat berpengaruh terhadap stabilitas sistem perpipaan, oleh karena itu perlu dipertimbangkan jarak antar masingmasing support secara optimal dan efisien.
L=√
0.4 𝑍 .𝑆ℎ 𝑊
.................................................................... (2.53) 47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dimana: L = panjang span maksimum (m). Z = modulus penampang (modulus section). Sh = tegangan dasar yang diizinkan material, berdasarkan ASME B.31.3. W = bobot total pipa (kg/m). Nilai L merupakan nilai jarak spak maksimum agar tidak terjadi tegangan melebihi tegangan yang diizinkan oleh kode standar desain, serta menghindari terjadinya defleksi yang besar pada pipa. Untuk beberapa kasus tertentu perhitungan diatas tidak berlaku, semisal untuk perubahan arah horizontal akan lebih baik jika panjang maksimum span dikurangi hingga 75% dari perhitungan. Untuk kasus dimana terdapat beban terkonsentrasi seperti valve, maka direkomendasi agar pipe support di letakan sedekat mungkin dengan valve atau maksimal dibawah 50% dari perhitungan.
2.7
Program CAESAR II.5.10 CAESAR II.5.10 merupakan salah satu program versi lanjutan dari program CAESAR II dengan basis fenite element yang mampu melakukan analisis tegangan baik pada sistem perpipaan ataupun struktur kerangka suatu bangunan. Namun program ini lebih terkenal digunakan untuk menganalisis tegangan sistem perpipaan yang berorientasi berdasarkan berat, tekanan, temperatur, gaya, momen, seismic, angin serta beban dinamik yang dianalisis. CAESAR II diperkenalkan tahun 1984 yang dibuat oleh perusahaan perangkat lunak bernama COADE Inc. Dengan menggunakan program CAESAR 48
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II maka akan didapatkan hasil perhitungan dalam analisis dengan tingkat akurasi yang tinggi dan mempersingkat waktu dalam melakukan pemecahan kasus bagi seorang engineer dalam merancang sistem perpipaan. CAESAR II juga menyediakan standar-standar Internasional seperti ASME, NEMA, API, dsb. untuk melakukan pendekatan terkait sifat-sifat fisis material dan juga mengatur batasan-batasan demi sebuah keamanan desain. Dari sana lah kita dapat mengetahui bahwa apakah desain jalur pipa mengalami kegagalan dan dievaluasi atau dapat dinyatakan aman untuk kondisi operasi nantinya.
2.7.1 Melakukan Input Data Terdapat beberapa parameter yang penting untuk dimasukan pada program CAESAR II agar program dapat berjalan dan memberikan hasil yang benar, antara lain: a. Memasukan nilai node pada dialog box. Biasanya dimulai dari angka 10 sebagai awal dari pembuatan model sistem perpipaan yang dilakukan sesuai dengan data awal seperti piping isometric ataupun stress sketch. b. Memasukan data-data desain seperti diameter pipa, temperatur kerja dan temperatur desain, tekanan kerja dan tekanan desain serta tekanan hydrotesting, corrosion allowance, ketebalan pipa, serta material yang digunakan c. Memasukan beban angin (wind load) atau uniform load d. Memasukan data-data restraint atau penyangga pipa. e. Memasukan kode standar yang menjadi acuan desain. f. Masukan data lain bila diperlukan. 49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.72 Output Pada CAESAR II Hasil output pada CAESAR II merupakan hasil perhitungan fleksibilitas dan kekuatan jalur perpipaan berdasarkan data-data input, dan disajikan dalam bentuk tampilan animasi 3 dimensi dan berupa data-data dalam bentuk angka sebagai indikasi letak dan arah gaya-gaya, momen dan besar tegangan yang terjadi.
50
http://digilib.mercubuana.ac.id/