BAB II LANDASAN TEORI 2
2.1
2.1. Teori dan Pendekatan Leadership
Leadership adalah salah satu fenomena yang paling banyak dibicarakan di bumi tetapi paling sedikit dipahami, sehingga merupakan sumber kebingungan dan perselisihan mengenai definisi. Menurut Rivai (2008) leadership secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Menurut Basyarahil dan Thariq (2006) leadership adalah aktivitas menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut House (1999) dalam Yukl (2006) leadership adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan memungkinkan untuk berkontribusi terhadap efektivitas dan kesuksesan organisasi.
20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Gandossy dan Guarnieri (2008) leadership pada perusahaan terbaik dapat diukur menggunakan empat macam yaitu : people managers (personal manajer) kemampuan dalam tim, key talent (bakat kunci) kinerja leaders, business leaders (pemimpin bisnis) kemampuan leaders mencapai tujuan bisnis jangka panjang dan pendek dan HR professional (HR professional) mencari bakat dan pengembangan proses nilai bisnis. Menurut Yukl (2006) leadership sebagai subyek penelitian dengan berbagai konsep leadership yang berbeda seperti disebut diatas telah menghasilkan literatur yang sangat luas pembahasannya dan membingungkan. Lalu ia menawarkan, cara yang lebih berguna untuk menggolongkan teori dan riset leadership dengan tiga jenis variable, yaitu karakteristik leader, karakteristik pengikut dan karakteristik situasi. Kebanyakan teori leadership yang dikembangkan pada setengah abad terakhir lebih menekankan pada karakteristik leader, yang berfokus dengan ciri, perilaku atau kekuasaan. Oleh karena itu akan lebih baik jika menggolongkan teori dan riset empiris kedalam lima pendekatan. Pendekatan leadership akan dijelaskan untuk memberikan pemahaman kontektual studi. Lima pendekatan leadership adalah : (1) pendekatan sifat (trait approach), (2) pendekatan kekuatan-pengaruh (powerinfluence approach), (3) pendekatan situasional (situasional approach), (4) pendekatan terintegrasi (integrative approach) dan (5) pendekatan perilaku (behavior approach).
21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.1Hubungan Relasi Proses Leadership Dari beberapa teori pendekatan leadership dapat diketahui hubungan relasi proses leadership terjadi secara efektif, sehingga menghasilkan kinerja (performance) yang baik, melalui rangkaian proses. Mulai dari sifat (traits) dan kemampuan (skills) yang dimiliki oleh leader, perilaku (behavior) leader, proses pengaruh (influence processes) dan ditentukan pula oleh sikap atau perilaku pengikut (follower attitudes dan behavior) dan situasi (situasional) yang terjadi saat itu. Dalam analisa ini, yang akan di bahas mendalam adalah mengenai leadership behavior (perilaku kepemimpinan). Pendekatan Sifat, menurut Yukl (2006) pendekatan sifat menekankan pada sifat leader seperti kepribadian, motovasi, nilai dan keterampilan. Sifat-sifat leader yaitu kejujuran total, adil, mengenal diri sendiri dan orang lain, keterbukaan terhadap perubahan, cita rasa humor yang tinggi, visi jauh kedepan dan fokus yang cermat, disiplin diri yang ketat dan seimbang. Pendekatan Kekuatan – Pengaruh, ada dua hal penting dalam pendekatan ini, yang pertama adalah motif kekuasaan dan yang kedua adalah sumber daya. Apabila salah satu dari dua hal ini kurang, maka kekuasaan akan runtuh. Inti dari pendekatan kekuatan pengaruh adalah proses pengaruh yang terjadi antara leader
22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan pengikutnya. Beberapa pendapat bahwa pendekatan ini berfokus pada leader dengan asumsi sebab-akibat satu arah (leader bertindak dan pengikut memberikan reaksi). Pendekatan Situasional, leadership situasional menyatakan bahwa semua leadership tergantung kepada keadaan atau situasi. Bagi sebagian besar leader, situasi bisa menentukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi tidak tepat apabila terlalu menyalahkan situasi. Teori ini menekankan bahwa leader yang cocok untuk menjadi leader pada keadaan tertentu, belum tentu cocok untuk menjadi leader pada keadaan yang lain. Pendekatan Terintegrasi, terkadang seorang ahli teori atau para peneliti akan menggunakan lebih dari satu jenis variable leadership, yang dalam hal ini disebut sebagai pendekatan terintegrasi. Beberapa tahun belakangan ini sudah menjadi kebiasaan untuk menggunakan dua atau lebih jenis variable leadership dalam satu studi.
2.2
2.2. Leadership Behaviors
Leadership behaviors adalah perilaku pemimpin yang dapat teridentifikasi dalam sikap-sikap kepemimpinan yang efektif. Perilaku kepemimpinan yang baik antara lain, mencontohkan caranya (model the way), menginspirasikan visi bersama (inspire a shared vision), tantangan proses (challenge the process), memungkinkan orang lain bertindak (enable others to act) dan menyemangati hati (encourage the heart).
23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dalam 50 tahun terakhir terdapat ratusan penelitian yang telah menguji korelasi antara perilaku leadership dan berbagai indikator efektivitas leadership dengan metode menggunakan kuesioner. Ditinjau dari sejarah ditemukan beberapa pendapat dan perkembangan leadership behaviors. Pada tahun 1956 sekelompok peneliti, antara lain : Stogdill, Fleishman dan lainnya dari Ohio State University memulai serangkaian analisa leadership untuk mengetahui dimensi-dimensi dari leadership behaviors. Analisa ini menemukan dua dimensi leadership behaviors yaitu Consideration (pertimbangan) dan initiation structure (inisiasi struktur) dengan instrumen Leadership Behaviors Description Questionaire (LBDQ). Tahun 1950an University of Michigan dalam analisanya mengidentifikasikan dua leadership behaviors yang berbeda, antara lain, job-centered (berorientasi pada pekerjaan atau tugas) dan employee-centered (berorientasi pada bawahan). Kemudian di tahun 1960an, Blake dan Mounton memperkenalkan Managerial Grid yang mengidentifikasikan dua leadership behaviors, yaitu concern for production
(mengutamakan
hasil
produksi)
dan
concern
for
people
(mengutamakan manusia). Pada tahun 1960an juga, Fielder memperkenalkan Least Preferred Co-worker (LPC) yang mengidentifikasikan dua leadership behaviors, yaitu task oriented (orientasi pada tugas) dan relationship oriented (orientasi pada hubungan antar bawahan). Pada tahun 1977 Hersey dan Blanchard, mengaitkan leadership situasional dengan leadership behaviors yang terdiri dari task behaviors (perilaku tugas) dan relationship behaviors (perilaku hubungan antar bawahan).
24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.1Sejarah Penelitian Leadership Behaviors No. Tahun
Peneliti
1
OHIO
2
3
4
5
6
7
1950an
1950an
1960an
1960an
1977
1978
1985
Michigan
Blake
Fielder
Hersey
Burns
Bass
Variabel
Instrumen LBDQ
Consideration
Initiation structure
Job-centered
Employee-centered
Concern for production
Managerial
Concern for people
Grid
Task oriented
PLC
Relationship oriented
Task behavior
Relationship behavior
Transformasional
Transaksional
Transformasional
Transaksional
MLQ
Lalu pada tahun 1978, Burns mengidentifikasi dua tipe leadership, yaitu : tranformasional dan transaksional. Menurut Yukl (2006) pada tahun 1985 Bass memformulasikan leadership behaviors berbentuk Multifactor Leadership Quesionneire (MLQ) yang didalam kuesioner ini mengemukakan leadership behaviors yang terdiri dari leadership behaviors transformasional dan leadership behaviors transaksional.
25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Salah sau teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan leadership adalah teori leadership transformasional dan transaksional. Jadi pendekatan leadership behaviors transformasional dan transaksional yang telah disempurnakan oleh Bernard M. Bass dan Bruce J. Avolio merupakan salah satu pendekatan yang banyak dilakukan saat ini. Pendekatan ini adalah pendekatan atau teori leadership masa depan. Menurut Bass dan Avolio (2005) leadership behaviors terdiri dari tiga kategori, yaitu : transformasional, transaksional dan pasif.
2.2.1
2.2.1. Leadership Transformasional
Menurut Bass, perubahan organisasi yang dihadapi saat ini menuntut agar seorang leader dapat lebih adaptif dan fleksibel. Leader yang adaptif dapat bekerja lebih efektif dalam lingkungan yang berubah dengan cepat dan memahami tantangan yang dihadapi hingga kemudian dapat menanggapi tantangan-tantangan dengan tepat. Leadership yang adaptif bekerja dengan kreatif untuk mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan yang kompleks, serta mengembangkan bawahannya untuk menangani tanggung jawab yang lebih luas. Leadership yang adaptif adalah leadership transformasional. Leadership transformasional adalah proses mempengaruhi oleh seorang leader untuk melakukan perubahan agar mereka menyadari tentang hal yang penting, dan menggerakkan mereka untuk melihat diri mereka sendiri, peluang serta tantangan dari lingkungan eksternal yang baru. Leadership transformasional adalah proaktif,
26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
mereka berusaha untuk mengoptimalkan individu, kelompok dan pengembangan organisasi dan inovasi, bukan hanya mencapai kinerja, melainkan diatas harapan. Mereka meeyakinkan rekan-rekan mereka berjuang untuk melejitkan potensi serta tingkat
yang
lebih
tinggi
dari
standar
moral
dan
etika.
Leadership
transformasional memiliki perilaku yang proaktif, meningkatkan kepentingan kolektif dari bawahan dan membantu bawahan mencapai tujuan yang lebih tinggi (Bass dan Avolio, 2005). Leadership transformasional terdiri dari lima dimensi, yaitu : pengaruh ideal atribut (idealized influence : attributes), pengaruh ideal perilaku (idealized influence : behaviors), motivasi inspirasional (inspirational motivation), stimulasi intelektual (intellectual stimulation) dan pertimbangan individual (individualized consideration).
Pengaruh ideal atribut Para leader ini dikagumi, dihormati dan dipercaya karena memiliki kebanggaan mengajak orang lain bergabung dengannya, mengutamakan kepentingan kebaikan kelompok dan bertindak dengan cara-cara membuat orang lain menghargainya serta menunjukkan kekuasaan dan percaya diri.
Pengaruh perilaku ideal Leader ini dikagumi, dihormati, dan dipercaya kerena leader ini membicarakan tentang nilai-nilai dan keyakinan yang penting, menetapkan pentingnya fokus 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pada tujuan dan mempertimbangkan moral dan konsekuensi etika dari keputusan serta menekankan pentingnya memiliki rasa kebersamaan dalam misi.
Motivasi inspirasional Para leader ini berperilaku dalam cara-cara yang memotivasi orang di sekitar mereka dengan memberikan arti dan tantangan agar bawahan mereka bekerja. Selalu bicara optimis tentang masa depan dengan antusias tentang apa yang perlu dicapai
dan
mengucapkan
dengan
keyakinan
visi
masa
depan
serta
mengekspresikan dengan percaya diri bahwa tujuan akan tercapai.
Stimulasi intelektual Leader ini menstimulasi para pengikut mereka untuk menjadi inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi-asumsi, pembingkaian ulang masalah, dan mendekati situasi lama dengan cara baru. Sering mengetes asumsi kritikal dengan pertanyaan yang sesuai, mencari perspektif yang berbeda ketika memecahkan masalah dan mengajak orang lain melihat permasalahan dari sudut pandang yang berbeda serta menyarankan cara baru dengan memperlihatkan bagaimana tugastugas diselesaikan.
28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pertimbangan individu Leader ini menaruh perhatian pada masing-masing kebutuhan individu untuk pencapaian pertumbuhan dengan bertindak sebagai pelatih atau mentor. Sering meluangkan waktu untuk mengajar dan membimbing, suka memperlakukan orang lain sebagai individu, bukan hanya sebagai anggota kelompok dan melihat individu memiliki perbedaan kebutuhan, kemampuan, aspirasi diantara mereka serta membantu orang lain untuk mengembangkan kekuatan mereka.
Dengan demikian Leadership transformasional dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara atasan dengan bawahan dalam industri manufaktur. Hal ini sangat dibutuhkan
untuk
mencapai
kinerja
perusahaan,
karena
leadership
transformasional menggunakan kerangka teoritis semua orang yang bekerja untuk mencapai visi bersama yang lebih tinggi. Orang diberi wewenang untuk menjadi agen perubahan dalam proses tranformasi untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Leadership transformasional menggerakkan orang pada sebuat visi bersama dengan membangun kepercayaan dan pemberdayaan.
2.2.2
2.2.2. Leadership Transaksional
Leadership Transaksional berinteraksi dengan bawahan melalui proses transaksi. Pemimpin jenis ini memandu atau memotivasi pengikut mereka ke arah tujuantujuan yang ditetapkan degan memperjelas peran dan tugas. Leadership transaksional didefinisikan sebagai proses pertukaran yang didasarkan pada 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pemenuhan kewajiban kontrak dan melibatkan penetapan tujuan dan pemantauan dan pengendalian hasil. Leadership transaksional terjadi ketika satu orang mengambil inisiatif dalam membuat kontak dengan orang lain untuk tujuan pertukaran nilai yang berharga. Leadership transaksional adalah mereka yang memimpin melalui pertukaran sosial. Sebagai contoh, “Transaksi keuangan pemimpin bisnis menawarkan hadiah untuk kinerja tinggi atau menolak imbalan karena rendahnya kinerja”. Menurut Bass dan Avolio (2005) leadership transaksional terdiri dari dua dimensi, yaitu : faktor imbalan (contingent reward) dan manajemen pengecualian : aktif (management-by-exception : active).
Faktor imbalan Faktor imbalan adalah leadership transaksional yang menjelaskan harapan dan menawarkan pengakuan ketika tujuan dicapai. Memberikan bantuan imbalan atas upaya mereka, diskusi secara khusus siapa yang bertanggung jawab untuk mencapai target kinerja dan membuat secara jelas harapan apa yang bisa diterima ketika kinerja tujuan tercapai serta mengekspresikan kepuasan ketika orang lain memenuhi harapan.
Manajemen pengecualian : aktif Leader menetapkan standar kepatuhan, serta apa yang merupakan kinerja tidak efektif, dan mungkin menghukum pengikutnya bila tidak patuh terhadap standar30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
standar.
Leader
ini
memiliki
ciri-ciri,
yaitu
:
fokus
perhatian
pada
ketidakteraturan, kesalahan, keberatan, dan penyimpangan, konsentrasi dengan penuh perhatian untuk menangani kesalahan, keluhan dan kegagalan, mencatat segala kesalahan-kesalahan, dan perhatian secara langsung terhadap kegagalan untuk memenuhi standar.
2.2.3
2.2.3. Leadership Pasif
Leadership pasif (passive atau avoidant behavior) adalah bentuk lain dari manajemen leadership pengecualian lebih pasif dan “reaktif” : ia tidak merespon situasi dan masalah dengan cara sistematis. Leadership pasif mengjindar untuk menetapkan : perjanjian, harapan, tujuan dan standar yang harus dicapai oleh pengikut. Perilaku ini memiliki efek negatif pada hasil yang diinginkan berlawanan dengan apa yang dimaksudkan oleh pemimpin. Dalam hal ini adalah mirip dengan leadership behaviors laissez-faire atau “leadership masa bodoh”. Perilaku Leadership pasif memiliki dampak negatif terhadap pengikut dan rekan. Menurut Bass dan Avolio (2005) leadership pasif terdiri dari dua dimensi yakni : manajemen pengecualian : pasif (management-by-exception : passive) dan laissez-faire.
Manajemen pengecualian : pasif Leader ini berperilaku tidak ikut campur hingga masalah sampai serius, menunggu sesuatu menjadi salah sebelum mengambil tindakan dan memiliki 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
keyakinan yang kuat bahwa “Jika tidak rusak, jangan diperbaiki serta menunjukkan permasalahan harus menjadi kronis sebelum mengambil tindakan.
Laissez-faire Leader ini berperilaku masa bodoh seperti : menghindar untuk terlibat ketika muncul isu-isu penting, tidak hadir saat dibutuhkan dan menghindari membuat keputusan serta menunda menanggapi untuk pertanyaan yang urgen.
2.3
2.3. Multifactor Leadership Questionnaire
Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan analisa Leadership Behaviors, antara lain : LBDQ (Leadership Behaviors Description Questionaire), Managerial Grid, LPC (Least Preferred Co-worker) dan MLQ (Multifactor Leadership Questionnaire). Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) adalah instrumen yang terdiri dari dimensi dan indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran leadership behaviors yang terdiri dari beberapa kategori, yaitu : transformasional, transaksional dan pasif yang terkandung dalam MLQ. MLQ terdiri dari 36 indikator dengan empat indikator penilaian untuk masingmasing dari sembilan dimensi leadership yang terkait.
32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.2MLQ-5X Transformasional
Tabel 2.3MLQ-5X Transaksional
Tabel 2.4MLQ-5X Pasif
MLQ-5X telah digunakan lebih dari 200 peneliti sejak tahun 1990. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menggunakan pengukuran dengan instrumen 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/
MLQ-5X, yaitu : penelitian hubungan leadership transformasi dan transaksional terhadap potensi dan kinerja pleton dari 72 senapan ringan pada angkatan darat AS yang dilakukan oleh Bass. Pada tahun 2007 di universitas Cincinnati telah diteliti hubungan antara leadership behavior dan indeks pertumbuhan kinerja disekolah. Di tahun 2008 MLQ juga telah digunakan untuk menganalisa leadership pada indusri manufaktur pakaian di AS. Kemudian di tahun 2008, Amstrong melakukan penelitian dari salah satu instrumen leadership behaviors dengan judul, evaluating the structural validity of the multifactor leadership questionnaire (MLQ), capturing the leadership factors of transformational-transactional leadership. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keseluruhan dari sembilan dimensi MLQ berkorelasi hingga memiliki kelayakan. Jadi instrumen MLQ-5X secara pendekaan ilmu dapat dikatakan memiliki kelayakan untuk digunakan. Leadership transformasional dan transaksional dapat ditemukan di semua bagian dunia dan segala macam organisasi. Penggunaan MLQ telah dilakukan di hampir semua negara industri. Hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa leadership transformasional memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja pemimpin berbeda dengan pengaruh leadership transaksional. Leadership transformasional akan lebih efektif bagi leadership secara global karena pemimpin transformasional konsisten dengan prototipe bagi pemimpin yang ideal. Walaupun leadership yang terbaik adalah mencakup leadership behaviors transformasional dan transaksional. Dalam 20 tahun terakhir, telah banyak studi mengenai leadership transformasional terhadap kinerja dalam berbagai bidang. Mulai dari pendekatan sejarah dan
34 http://digilib.mercubuana.ac.id/
beberapa pendapat dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, tesis, telah dipelajari dan dipaparkan. Hal inilah yang menjadi alasan untuk menggunakan leadership transformasional dan transaksional sebagai laporan skripsi ini. Telah banyak hasil yang dapat dijadikan hipotesis awal dalam analisa ini, antara lain pengaruh leadership terhadap kinerja yang menggunakan indikator value chain sebagai pengukuran pada industri manufaktur.
2.4
2.4. Value Chain
Value chain adalah rantai nilai yang digunakan untuk mengetahui kondisi internal perusahaan (Kuncoro, 2006).
Gambar 2.2Value Chain
35 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Value chain terdiri dari dua aktivitas dengan sembilan dimensi. Pertama, lima dimensi primary activity (aktivitas utama) yakni mereka yang terlibat dalam pembuatan produk secara fisik yang terdiri dari aktivitas : inbound logistic, operations, outbound logistics, marketing atau sales dan service. Kedua, empat dimensi support activity (aktivitas pendukung), yang terdiri dari aktivitas : procurement, technological development, human resources management dan firm infrastructure atau general administration. Sembilan dimensi value chain ini dapat digunakan untuk mengukur dan mengetahui kondisi internal industri manufaktur.
Gambar 2.3Pengaruh Teknologi Informasi terhadap Value Chain
Menurut Polter (2008) value chain adalah konsep penting yang disoroti dalam era teknologi informasi agar mampu bersaing. Teknologi informasi mempengaruhi sembilan aktivitas pada value chain. Ini juga mempengaruhi lingkup kompetitif dan cara membuat produk agar sesuai kebutuhan pelanggan. Efek dasar ini 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/
menjelaskan mengapa teknologi informasi telah memperoleh arti penting dan strategis berbeda dari penggunaan teknologi lainnya. Selama revolusi industri, perusahaan mencapai keunggulan kompetitif dengan mesin menggantikan tenaga manusia. Namun sekarang laju pertumbuhan teknologi informasi terus bergerak maju lebih cepat.
2.4.1
2.4.1. Primary Activities Value Chain
Primary Activities value chain atau aktivitas utama value chain, terdiri dari lima dimensi kegiatan utama yang terlibat dalam proses manufaktur. Lima dimensi value chain yang dijabarkan berikut ini diadopsi dari berbagai sumber terutama Kuncoro (2006) dan Porter (2008).
1. Inbound Logistics Aktivitas
inbound
logistics
termasuk
penerimaan
(receiving),
penyimpanan (storing) dan penyaluran (distributing) pada proses produksi. Termasuk
penanganan
material
(material
handling),
pergudangan
(warehousing), inventory control, penjadwalan (scheduling) kendaraan, dan kembali ke pamasok (returns to suppliers). Adapun faktor-faktor inbound logistics adalah : lokasi fasilitas distribusi untuk meminimalkan waktu pengiriman, material yang baik dan sistem control inventory, sistem yang dapat mengurangi waktu pengembalian kepada pemasok, dan tata letak design pergudangan untuk meningkatkan efisiensi operasi. Sebagai
37 http://digilib.mercubuana.ac.id/
indikatornya adalah penerapan sistem just-in-time (JIT), gudang otomatis (automated warehouse), dan Informasi Teknologi (IT).
2. Operations Operations, serangkaian kegiatan yang merupakan proses transformasi dari input menjadi output sebagai produk akhir, seperti produk akhir, seperi machining, pengemasan (packing), perakitan (assembly), pengujian (testing), percetakan (printing) dan fasilitas operasi. Adapun faktor-faktor operations adalah : pabrik operasi yang efisien untuk meminimalkan biaya, otomatisasi manufaktur pada tingkat level yang tepat, sistem control kualitas produksi untuk mengurangi biaya, serta tata letak pabrik yang efisien dan design yang baik menyesuaikan dengan aliran kerja. Sebagai indikatornya
adalah
manufaktur
atau
pabrik
yang
mesin-mesin
dikendalikan komputer, hingga kerja mesin lebih cepat, lebih akurat dan lebih fleksibel sehingga operasi dapat dilakukan dengan baik untuk mancapai keunggulan kompetitif serta ramah lingkungan.
3. Outbound Logistics Outbound logistics, yang berhubungan dengan pengumpulan (collecting), penyimpanan (storing), dan distribusi (distributing) produk atau jasa kepada pembeli. Kegiatan ini meliputi barang jadi (finished goods), pergudangan (warehousing), penanganan material (material handling), operasi kendaraan pengiriman, proses (processing) order, dan penjadwalan (scheduling). Adapun faktor-faktor outbound logistics adalah proses
38 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pengiriman yang efektif agar bisa memberikan pelayanan antara dan meminimalkan kerusakan, proses pergudangan untuk produk jadi yang efisien,
proses
pengiriman
produk
pada
jumlah
besar
untuk
meminimalkan biaya transportasi, dan perlengkapan penanganan meterial yang berkualitas untuk meningkatkan penyelesaian order. Sebagai indikatornya adalah proses order yang otomatis (automated order processing) menggunakan jaringan IT.
4. Marketing and Sales Marketing dan sales adalah pemasaran dan penjualan yang berkaitan dengan proses mempengaruhi pembeli agar bersedia membeli, dari proses awal hingga kontrak penjualan, termasuk : iklan (advertising), promosi (promotion), usaha penjualan (sales force), penyeleksian saluran-saluran (channel selection), hubungan saluran distribusi (channel relations) dan harga. Adapun faktor-faktor marketing dan sales adalah tim penjualan yang mempunyai motivasi dan kompetisi yang tinggi, pendekatan yang inovatif untuk periklanan dan promosi produk, penyelesaian saluran distribusi yang paling tepat, identifikasi yang tepat terhadap kebutuhan, dan segmen konsumen dan strategi harga yang efektif. Sebagai indikatornya adalah telemarketing dan memiliki mitra saluran yang tidak hanya membeli produk tetapi juga memasarkan produk secara konsisten sesuai dengan strategi yang diingini.
39 http://digilib.mercubuana.ac.id/
5. Service Service dalah layanan setelah penjualan yang mencakup semua tindakan yang berkaitan dengan memberikan pelayanan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai produk, seperti instalasi (installation), perbaikan (repair), pelatihan (training), penyediaan sparepart (pars supply), dan penyetelah produk (product adjustment). Adapun faktor-faktor service adalah penggunaan prosedur yang efektif untuk mendapatkan umpan balik konsumen dan menanganinya, merespon secara cepat kebutuhan dan keperluan
mendesak
konsumen,
kemampuan
menyediakan
bahan
pengganti yang dibutuhkan, manajemen yang efektif untuk bahan dan inventaris peralatan, kualitas karyawan dalam memberikan pelayanan dan pelatihan yang berkelanjutan serta adanya kebijakan jaminan dan garansi yang sesuai. Sebagai indikatornya adalah memiliki pusat-pusat service dan peralatan yang mudah dijangkau atau diakses.
2.4.2
2.4.2. Support Activities Value Chain
Support Activities value chain atau aktivitas pendukung value chain, adalah infrastruktur pendukung untuk aktivitas utama pada proses manufaktur. Aktivitas value chain yang baik terjadi penambahan nilai melalui hubungan antara primary dan support activities. Dalam value chain support activities dapat dibagi menjadi empat kategori umum. Empat dimensi value chain yang dijabarkan berikut ini diadopsi dari berbagai sumber terutama dari Kuncoro (2006) dan Porter (2008).
40 http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Procurement Procurement merupakan aktivitas pembelian agar proses produksi dapat berlangsung yang meliputi, bahan baku (raw meterial), persediaan (supplies), dan barang konsumsi lainnya serta aset seperti mesin (machinery), peralatan laboratorium (laboratory equipment), peralatan kantor (office equipment) dan bangunan (building). Adapun faktor-faktor procurement adalah pengadaan bahan baku untuk mengoptimalkan kualitas,
kecepatan,
dan
meminimalkan
biaya
yang
terkait,
mengembangkan hubungan “win-win” yang berkolaborasi dengan pemasok, prosedur yang efektif dalam menggunakan iklan dan jasa media, analisis dan seleksi sumber daya alternatif input untuk meminimalkan ketergantungan dengan pemasok, dan kemampuan membuat keputusan peminjaman atau pembelian. Sebagai indikatornya adalah adanya kegiatan-kegiatan kualifikasi pemasok baru, pembelian kelompok yang berbeda input dan pemantauan kinerja pemasok.
2. Technology development Technology development adalah setiap kegiatan mengandung nilai teknologi. Pengembangan teknologi sangat luas, mulai dari teknologi yang digunakan untuk menyiapkan dokumen, pengangkutan barang dalam proses-proses dan mengorganisir alat atau produk sendiri. Aktivitas yang berkaitan dengan peningkatan proses, antara lain basic research (penelitian dasar), product design (perancangan produk), dan design review (tinjauan
41 http://digilib.mercubuana.ac.id/
rancangan). Pengambangan teknologi yang berkaitan dengan produk dan fitur-fiturnya mendukung seluruh value chain. Adapun faktor-faktor teknologi development adalah penelitian dan pengembangan kegiatan yang efektif untuk proses dan inisiatif produk, kolaborasi positif antara departemen R&D dengan departemen lain, fasilitas dan penguasaan peralatan, budaya yang dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi, karyawan yang mempunyai kualifikasi profesi yang baik, kemampuan untuk memenuhi target waktu yang baik. Sebagai indikatornya adalah adanya aktivitas design komponen dengan CAD/CAM, uji lapangan, rekayasa proses, seleksi teknologi dan riset.
3. Human Resources Management Human Resources Management (HRM) terdiri dari pengelolaan kegiatan yang terlibat dalam merekrut (recruiting), mempekerjakan (hiring), pelatihan (training), pengembangan (development) dan kompensasi dari semua jenis personil. Adapun faktor-faktor HRM adalah mekanisme perekrutan pengembangan dan mempertahankan karyawan yang efektif, kualitas hubungan dengan serikat pekerja, kualitas lingkungan kerja untuk memaksimalkan kinerja karyawan dan meminimalkan absen, dan sistem penghargaan dan insentif yang mampu memotivasi karyawan.
4. General Administration General Administration merupakan kegiatan administrasi yang terdiri dari sejumlah kegiatan, antara lain manajemen secara umum (general
42 http://digilib.mercubuana.ac.id/
management), perencanaan (planning), keuangan (finance), akuntansi (accounting), hukum (legal) dan urusan pemerintahan (goverment affairs), kualitas manajemen (quality management), sistem informasi dan administrasi. Adapun faktor-faktor general administration adalah sistem perencanaan efektif mempertahankan tujuan dan sasaran keseluruhan, kemampuan manajemen untuk mengantisipasi tren dan menghadapai kejadian-kejadian
kunci
yang
mempengaruhi
lingkungan
bisnis,
kemampuan memperoleh dana murah untuk modal dan membiayai modal kerja, membina hubungan baik dengan berbagai kelompok stakeholder, kemampuan untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan aktivitas, kemungkinan untuk menanamkan budaya organisasi, reputasi dan nilai, dan teknologi informasi yang efektif untuk mengintegrasikan kegiatan penciptaan nilai.
2.5
2.5. Leadership dan Value Chain dalam Industri Manufaktur
Menurut Kalpakjian dan Schmid (2001), manufaktur adalah suatu aktifitas yang kompleks yang melibatkan berbagai variasi sumberdaya dan aktivitas, seperti perencanaan produk, perencanaan proses, pengendalian produksi, pengendalian proses dan pengendalian peralatan. Industri adalah sebagai suatu lokasi atau tempat dimana aktivitas produksi akan diselenggarakan, sedangkan aktivitas produksi bisa dikatakan sekumpulan aktivitas yang diperlukan untuk mengubah suatu kumpulan masukkan atau sumberdaya seperti manusia, material, energi, informasi dan lain-lain, yang memiliki nilai tambah. Terdapat tiga input sumber 43 http://digilib.mercubuana.ac.id/
daya dalam melakukan proses manufaktur, yaitu manusia, modal dan manajemen yang diintegrasikan dalam suatu sistem industri manufaktur. Sesungguhnya manusia dalam hal ini seorang atau beberapa orang puncak pimpinan yang disebut top manajer atau leader yang memiliki peran penting untuk menciptakan sistem manufaktur yang menghasilkan proses transformasi dari input menjadi output. Dalam proses manufaktur akan terjadi suatu proses perubahan bentuk atau transformasi dari input yang dimasukan baik secara fisik (barang) maupun non fisik (jasa). Disini terjadi apa yang disebut dengan peningkatan nilai tambah (value added) dari input menjadi output. Salah satu input yang penting adalah sumber daya manusia. Dari uraian diatas sangat jelas bahwa industri manufaktur dapat dikatakan tidak dapat menghasilkan apa-apa tanpa peran manusia. Untuk menghasilkan output yang lebih baik dibutuhkan peran manusia yang baik pula, terutama peran leadership sebagai sumber input untuk melakukan proses transformasi.
Gambar 2.4Proses Industri Manufaktur
Dengan demikian peran leadership behaviors : transformasional dan transaksional adalah bagian yang sanga penting dalam proses industri manufaktur. Sedangkan value chain adalah dimensi atau aktivitas penting secara internal pada proses
44 http://digilib.mercubuana.ac.id/
industri manufaktur. Sehingga leadership dapat dikatakan sebagai motor untuk mendorong aktivitas-aktivitas pada value chain.
45 http://digilib.mercubuana.ac.id/