BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) merupakan Pembangkit daya siklus gabungan pada dasarnya terdiri dari dua siklus utama, yakni siklus Brayton (siklus gas) dan siklus Rankine (siklus uap) dengan turbin gas dan turbin uap yang menyediakan daya ke jaringan. Dalam pengoperasian turbin gas, gas buang sisa pembakaran yang keluar mempunyai suhu yang relatif tinggi. Sehingga jika dibuang langsung ke atmosfer merupakan kerugian energi. Oleh karena itu, panas hasil buangan turbin gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas ketel uap yang dalam hal ini disebut Heat Recovery Steam Generator (HRSG), disamping menghasilkan efisiensi yang tinggi dan keluaran daya yang lebih besar, siklus gabung bersifat luwes, mudah dinyalakan dengan beban tak penuh, cocok untuk operasi beban dasar dan turbin bersiklus dan mempunyai efisiensi yang tinggi dalam daerah beban yang luas. Kelemahan berkaitan dengan keruwetannya, karena pada dasarnya instalasi ini mengabungkan dua teknologi didalam satu kompleks pembangkit daya. Penggabungan siklus tunggal PLTG menjadi unit pembangkit siklus kombinasi akan diperoleh beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut antara lain adalah : -
Efisiensi termalnya tinggi,
-
Biaya pemakaian bahan bakar (konsumsi energi) lebih rendah,
-
Pembangunannya relatif cepat,
-
Kapasitas dayanya bervariasi dari kecil hingga besar,
-
Menggunakan bahan bakar gas yang bersih dan ramah lingkungan,
-
Fleksibilitasnya tinggi.
PLTGU pada dasarnya ada dua sistem yakni : Unfired Recovery Boiler Energi panas yang didapatkan oleh HRSG berasal dari flue gas unit turbin gas, jadi dalam sistem ini tidak membutuhkan bahan bakar tambahan.
Supplementary Firing In Heat Recovery Boiler Sistem ini dibutuhkan bahan bakar tambahan baik pada beban puncak maupun untuk beban dasar.
2.1.1. Prinsip Kerja PLTGU Kompresor berfungsi untuk memampatkan udara dari luar menjadi udara yang bertekanan tinggi, gas alam dibakar di ruang bakar bersama- sama dengan udara yang bertekanan tinggi. Udara untuk pembakaran diperoleh dari kompresor utama, sedangkan panas untuk awal pembakaran diihasilkan oleh ignitor. Didalam sistem turbin gas, gas panas hasil pembakaran bahan bakar dialirkan untuk memutar turbin gas sehingga menghasilkan energi mekanik yang digunakan untuk memutar generator. Gas buang dari turbin gas yang masih mengandung energi panas tinggi dialirkan ke HRSG untuk memanaskan air sehingga dihasilkan uap. Setelah menyerahkan panasnya, gas buang di lepas ke atmosfir dengan temperatur yang jauh lebih rendah, keluar menuju saluran buang (exhaust) dan selanjutnya ke bypass stack. Uap dari HRSG dengan tekanan dan temperatur tertentu diarahkan untuk memutar turbin uap yang dikopel dengan generator sehingga dihasilkan energi listrik. Uap bekas keluar turbin uap didinginkan didalam kondensor sehingga menjadi air kembali. Air kondensat ini dipompakan sebagai air pengisi HRSG untuk dipanaskan lagi agar berubah menjadi uap dan demikian seterusnya.
Gambar 2.1 Prinsip Kerja PLTGU (Arismunandar, 2002).
2.1.2. Siklus PLTGU Siklus PLTGU terdiri dari gabungan siklus PLTG dan siklus PLTU. Siklus PLTG menerapkan siklus Brayton, sedangkan siklus PLTU yang merupakan siklus tertutup menerapkan siklus ideal Rankine. Kedua siklus tersebut dapat digambarkan dengan diagram T – s. Siklus PLTU memanfaatkan daerah pembuangan panas turbin gas atau berada dibawah siklus turbin gas, tetapi diatas daerah temperatur udara luar (ambient temperatur). Karena siklus PLTU berada dibawah, maka sering disebut bottoming cycle, sedangkan siklus PLTG karena diatas biasa disebut toping cycle. Siklus gabung atau siklus kombinasi adalah suatu siklus yang memanfaatkan gas buang dari turbin gas untuk memanaskan air yang dalam hal ini digunakan ketel atau pembangkit uap atau boiler. Panas gas buang dari PLTG biasanya 500°C. Panas ini dapat dimanfaatkan dengan untuk memproduksi uap yang digunakan sebagai fluida kerja di PLTU oleh Heat Recovery Steam Generator(HRSG).
Gambar 2.2 Siklus Kombinasi(Kehlhofer,1991)
Gambar 2.3 Siklus Bryton, Siklus Rankine, Siklus Kombinasi (Michael J. Moran dan Howard N. Shapiro, 2004).
2.1.3. Bagian Utama PLTGU Adapun bagian utama Turbin Gas dan Uaptersebut adalah : 1. PLTG 2. HRSG 3. Turbin Uap 2.1.3.1. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) Unit ini selain sebagai pembangkit utama yang menghasilkan daya tersendiri juga sebagai sumber energi panas yang dialirkan ke unit Boiler/HRSG
Gambar 2.4 Komponen Penyusun PLTG (dietzel, 1993).
Keterangan Gambar : 1. Udara Masuk
4.Turbin
2. Kompresor
5.Keluaran Turbin
3.Ruang Bakar
2.1.3.2. HRSG ( Heat Recovery Steam Generator ) Unit ini adalah penghasil uap dengan menggunakan sumber energi panas dari flue gas yang dihasilkan unit Turbin Gas. Unit ini pada dasarnya hanyalah suatu alat penukar panas (Heat Exhanger). HRSG ini terdiri dari satu unit atau lebih yang menghasilkan kondisi uap yang superheat
Gambar 2.5 Heat Recovery Steam Generator (Sumber: PT.PLN(Persero) Sektor Belawan)
2.1.3.3. Turbin Uap ( Steam Turbine ) Turbin ini dapat digerakan oleh tingkat tekanan uap yang berbeda (single pressure, dual pressure). Turbin dengan dual pressure tersebut terdiri dari High Pressure dan Low Pressure.
Gambar 2.6 Turbin Uap (Sumber: PT.PLN (Persero) Sektor Belawan)
2.2.
Pemeliharaan (Maintenance) PLTGU Maintenance adalah perawatan untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kerusakan terlalu cepat terhadap semua peralatan di pabrik, baik yang sedang beroperasi maupun yang berfungsi sebagai suku cadang. Kerusakan yang timbul biasanya terjadi karena mesin mengalami keausan dan umur limit pakai akibat pengoperasian yang terus-menerus, dan juga akibat langkah pengoperasian yang salah. Secara umum maintenance dapat dibagi dalam beberapa bagian, diantaranya adalah: 1.
Preventive Maintenance Preventive maintenance adalah suatu kegiatan perawatan yang direncanakan
baik itu secara rutin maupun periodik, karena apabila perawatan dilakukan tepat pada waktunya akan mengurangi down time dari peralatan. Preventive maintenance dibagi menjadi: a. Routine Maintenance, adalah suatu kegiatan prmrliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin.sebagai contoh dari kegiatan ini adalah pembersihan fasilitas maupun peralatan, pelumasan, serta pemeriksaan bahan bakarnya dan mungkin termasuk pemanasan (warming-up)mesinmesin selama beberapa menit sebelum dipakai beroperasi sepanjang hari(Assauri, 1993). b. Periodic Maintenance, adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu.sebagai contoh untuk kegiatan periodik adalah penyetelan katup-katup pemasukan dan pembuangan(Assauri, 1993). 2.
Repair Maintenance Repair Maintenance merupakan perawatan yang dilakukan terhadap
peralatan yang tidak kritis, atau disebut juga peralatan-peralatan yang tidak mengganggu jalannya operasi. 3.
Predictive Maintenance Predictive Maintenance merupakan kegiatan monitor, menguji, dan
mengukur peralatanperalatan yang beroperasi dengan menentukan perubahan
yang terjadi pada bagian utama, apakah peralatan tersebut berjalan dengan normal atau tidak. 4.
Corrective Maintenance Corrective Maintenance adalah perawatan yang dilakukan dengan
memperbaikidan meningkatkan kondisi fasilitas/peralatan sehingga mencapai standar yang diterima.seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik. 5.
Break Down Maintenance. Kegiatan perawatan yang dilakukan setelah terjadi kerusakan atau kelainan
pada peralatan sehingga tidak dapat berfungsi seperti biasanya dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat, dan tenaga kerjanya. 6.
Modification Maintenance. Pekerjaan yang berhubungan dengan disain suatu peralatan atau unit.
Modifikasibertujuan menambah kehandalan peralatan atau menambah tingkat produksi dan kualitas pekerjaan. 7.
Shut Down Maintenance Shut Down adalah kegiatan perawatan yang dilakukan terhadap peralatan
yang sengaja dihentikan pengoperasiannya. Shutdown maintenance pada turbine gas terdiri dari Boroscope Inspection, Combustion Inspection, Hot Gas Path Ispection dan Major Inspection.
2.3. PLTGU ST 1.0 PLTGU ST 1.0. merupakan mesin yang menjadi objek peneliti dengan beban atau energi yang dihasilkan 50 MW, menggunakan bahan bakar Gas, yaitu Liquid Natural Gas (LNG) juga bisa menggunakan dengan High Speed Diesel (HSD). Mesin ini mulai dioperasikan sejak 5 November 1993 memiliki waktu pemeliharaan preventif yang dilakukan PLN Sicanang terhadap Turbin Gas dan Uap ST 1.0. sesuai dengan waktu mesin beroperasi. Berikut adalah jadual pemeliharaan mesin beroperasi yaitu :
Tabel 2.1 Jadual Pemeliharaan Mesin Turbin Gas dan Uap ST 1.0 Hours Equivalent
25.000
50.000 75.000 100.000
125.000
150.000
operating hours Inspection
2 sampai 5 kali sesuai dengan kebutuhan
Hot Gas Path item
(x)
X
(x)
X
(x)
X
maintenance Major
x
X
X
Inspection Sumber : PT. PLN (Persero) Sektor Belawan
Dengan: x (x)
: dilakukannya pemeliharaan : pemeliharaan Hot Gas Path bersamaan
Pada saat mesin telah beroperasi mencapai 8.000 jam maka akan dilakukan pemeliharaan Inspection atau biasanya disebut Minor Inspection yaitu MI 1. Pengecekan oli, pembersihan mesin, pengecekan mesin, pengencangan mur-mur telah longgar, serta pengecekan yang lain. Diusia pakai mesin 16.000 jam juga akan dilakukan Minor Inspection yaitu MI 2 begitu seterusnya. Saat mesin mencapai usia pakai 25.000 jam, msin akan diberhentikan untuk pemeliharaan Major Inspection, disini akan dilakukan pergantian mesin-mesin yang sudah tak layak pakai ataupun telah mengalami kerusakan, bersamaan dengan pemeliharaan di bagian Hot Gas Path (tempat terjadinya pembakaran). Biasanya komponenkomponen Hot Gas Path akan diganti.
2.4.
Pengertian Pemeliharaan (Maintenance) Maintenance merupakan suatu fungsi dalam suatu manufaktur yang sama
pentingnya dengan fungsi - fungsi lain seperti produksi. Hal ini dilakukan dengan tujuan supaya kegiatan produksi dapat berjalan secara berkesinambungan. Dalam usaha untuk dapat menggunakan terus mesin/peralatan agar kontinitas produksi
dapat terjamin, maka dibutuhkan kegiatan – kegiatan pemelihaaan dan perawatan yang meliputi: a. Kegiatan pengecekan b. Memberikan minyak (lubrication) c. Perbaikan/reparasi atas kerusakan - kerusakan yang ada d. Penyesuain/penggantian spare part atau komponen Ada dua jenis penurunan kemampuan mesin/peralatan yaitu: 1. Natural Deterioration yaitu menurunya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin /peralatan selama waktu pemakaian walaupun penggunaan secara benar 2. Accerated Deterioration yaitu menurunya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat keausan mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan pelakuan yang tidak seharusnya di lakukan terhadp mesin/peralatan.
Dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan keausan yang timbul ketika proses produksi berjalan, dubutuhkan cara dan metode untuk mengantisipasi dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan. Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga mesin atau peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi dengan adanya kegiatan maintenance maka mesin/peralatan dapat di pergunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu direncanakan tercapai. Menurut Corder et al.,dalam Dewi Mulyati yang mengatakan bahwa hasil yang diharapkan dari kerugian pemeliharaan mesin/peralatan (equipment maintenance) merupakan berdasarkan dua hal sebagai berikut : 1. Perawatan
dalam
bentuk
kondisi
(condition
maintenance)
yaitu
mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar berfungsi dengan baik sehingga komponen - komponen yang terdapat dalam mesin juga berfungsi umur ekonomisnya.
2. Pergantian komponen (replacement maintenace) yaitu melakukan tindakan perbaikan dan penggatian komponen komponen mesin tepat waktunya sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi.
2.4.1. Tujuan Maintenance Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai. Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain (Assauri, 1993): 1.
Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan dengan rencan produksi.
2.
Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang di butuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.
3.
Untuk membantu mengurangi pemakain dan penyimpangan yang di luar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi tersebut.
4.
Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya.
5.
Untuk menjamin keselamatan orang yang mengunakan keselamatan tersebut
6.
Memaksimumkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi (mengurangi downtime)
7.
Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan.
2.4.2. Jenis- jenis Maintenance Menurut (Assauri, 1993) maintenance dibagi menjadi : 1. Pemeliharaan terencana(planned maintenance ) Planned maintenance adalah yang terorganisir dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu program maintenance yang
akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pemeliharaan secara aktif bagian maintenance melalui informasi dari catatan riwayat mesin/peralatan. Konsep planned maintenance di tunjukan untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi manejer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance.komunikasi dapat di perbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk mengambil keputusan.Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance antara lain laporan permintaan pemeliharaan,laporan pemeriksaan, laporan perbaikan, dan lain-lain.pemeliharaan terencana dibagi menjadi tiga yaitu: a. Pemeliharaan pencegahan(preventive maintenance) Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi (Assauri, 1993). Dengan demikian semua fasilitas produksi yang di berikan preventive maintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu du usahakan dalam kondisi atau kedaan yang siap di pergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat.Sehingga dapatlah di mungkinkan pembuatan suatau rencana dan jadual pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat. b. Pemeliharaan perbaikan(corrective maintenance) Corrective maintenance adalah suatu kegiatan maintenance yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. c. Pemeliharaan yang telah diprediksi(predictive maintenance) Predictive maintenance adalah tindakan - tindakan maintenance yang dilakukan pada tanggal yang di tetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu dapat berupa data getaran,temperature,vibrasi,flow rate, dan lain lainnya. Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari operator di lapangan yang di ajukan melalui work order ke departement
maintenance untuk di lakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan. 2. Pemeliharaan tak terencana(unplanned maintenance) Unplanned
maintenance
biasanya
berupa
breakdown/emergency
maintenance. Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah tindakan maintenance yang dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur dari mesin/peralatan, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan. 3. Pemeliharaan mandiri(autonomous maintenance) Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu kegiatan untuk dapat meningkatakan produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan melalui
kegiatan
yang
dilaksanakan
oleh
operator
untuk
memelihara
mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri. Prinsip-prinsip yang terdapat pada 5S, merupakan prinsip yang mendasari kegiatan autonomous maintenance, yaitu: 1) Seiri (clearing up) : Pembersihan Memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. Membuang benda-benda yang tidak diperlukan. Hal ini merupakan kegiatan klasifikasi barang yang terdapat ditempat kerja. Biasanya tempat kerja dimuati dengan mesin yang tidak terpakai, cetakan , dan peralatan , benda cacat, barang gagal, barang , barang dalam proses material, persedian dan lain-lain. 2) Seiton (organazing) : Pengelompokan yang rapi Menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah penggunaanya. Kata seiton berasal dari bahas jepang yang artinya menyusus berbagai benda dengan cara yang menarik. Maksudnya dalam 5-S ini berarti mengatur barang-barang sehingga setiap orang dapat menemukannya dengan mudah dan cepat. Untuk mencapai langkah ini, pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan nama tiap barang dan tempat penyimpanan.
Dengan kata lain menata semua barang yang ada setelah ringkas, dengan pola teratur dan tertib. 3) Seiso (cleaning) : Membersihkan peralatan dan tempat kerja Menjaga kondisi mesin yang siap pakai dan keadaan bersih. Selalu membersihkan, menjaga kerapian dan kebersihan. Ini adalah proses pembersihan dasar dimana disuatu daerah dalam keadaan bersih. Meskipun pembersihan besar-besaran dilakukan oleh pihak perusahaan beberapa kali dalam setahun. Aktivitas itu cenderung mengurangi kerusakan mesin yang diakubatkan oleh tumpahan minyak, abu dan sampah. Untuk itu bersihkan semua mesin, peralatan dan tempat kerja, mengilangkan noda, dan limbah serta menanggulangi sumber limbah. 4) Seikatsu (standarizing) : Penstandarisasian Memperluar
konsep
memperaktekkan
tiga
kebersihan langkah
pada
diri
sebelumnya.
sendiri
terus-menerus
Membuat
standarisasi
pemeliharaan di tempat kerja seperti membuat standar pelumasan, standar pengeceikan ataupun inspeksi mesin, membuat standar pencapaia, dan lainb sebagainya. 5) Shitsuke (training and discipline) : Meningkatkan skil dan moral Shitsuke merupakan sifat 5-S yang menitik beratkan pelatihan dan pendisiplinan dengan pendidikan yang dilakukan sebelum memulai dunia kerja, pelatihan, pengarahan serta diklat yang umumnya diberlakukan sesuai dengan standar organisasi ataupun perusahaan.
Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan membangun keahlian yang di butuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan. Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah: 1.
Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect)
2.
Membuat standar pembersihan dan pelumasan
3.
Menghilangakan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminete problem and anaccesible area)
4.
Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous maintenance)
5.
Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection)
6.
Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance)
7.
Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidies)
Tugas dan Pelaksanaan kegiatan maintenance Semua tugas tugas
atau kegiatan daripada maintenance dapat di
golongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut: 1. Inspeksi (Inspections) Kegiatan inpeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara berkala (routine scedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai denagn rencana yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilitas mesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi. 2. Kegiatan Teknik (Engineering) Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru di beli,dan kegiatan pengembangan komponen komponen atau peralatan yang perlu di
ganti,
serta
melakukan
penelitian
penelitian
terhadap
kemingkinan
pengembanga komponen atau peralatan, juga berusaha mencegah terjadinya kerusakan. 3. Kegiatan Produksi Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya yaitu dengan memperbaiki seluruh mesin/peralatan produksi, hal yang direkam saat operasi hingga dapat dilakukannya perawatan. 4. Kegiatan Adminitrasi Kegiatan adminitrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan sceduling, yaitu rencana kapan kegiatan suatu mesin/peralatan tersebut harus di periksa, diservice dan di perbaiki. 5. Pemeliharaan bangunan Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang dilakukan tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance.
2.4.3. Total Productive Maintenance Agar perusahaan tetap mampu bersaing dalam kompetisi global yang semakin menantang dan innovatif, maka diperlukan strategi penerapan yang terbaik dalam mengelola sumber daya yang terdapat di dalam organisasi perusahaan tersebut dilakukan secara tepat, efisien serta efektif. Just In Time (JIT) dan Total Quality Management (TQM) adalah dua strategi yang banyak digunakan oleh dunia industri dan beberapa waktu belakangan ini lahirlah Total Productive Maintenance (TPM) sebagai sebuah strategi yang diyakini mampu menjadi sarana pemeliharaan berkualitas yang strategis dan modern yang merupakan hasil pengembangan dari JIT dan TQM itu sendiri. Managemen pemeliharaan mesin/pemeliharaan modern yang dimulai dengan apa yang disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya di singkat dengan PM dan pertama kali di terapkan di industri-industri manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya di tempatkan satu departemen yang di sebut maintenance departement. Preventive maintenance mulai di kenal pada tahun 1950-an, yang kemudian berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan kemudian berkembang pada tahun 1960-an muncul yang disebut productive maintenance. Total productive maintenance (TPM) mulai berkembang pada tahun1970-an pada perusahaan di negara jepang yang merupakan pengembangan konsep maintenance yang di terapkan pada perusahaan industri manufaktur Amerika Serikat yang disebut preventive maintenance. Seperti dapat dilihat pada masa periode perkembangan PM di jepang di mana pada priode tahun1950-an juga bisa di kategorikan sebagai priode “breakdown maintenance”. Peralatan yang telah rusak harus mengalami pergantian, jadi banyak menghabiskan waktu sehingga dikeluarkan banyak pemikiran untuk mengubah prinsip ini menjadi prinsip pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance) serta dikembangkan menjadi prinsip total productive maintenance. Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan
pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai yang disebut dengan profitable PM.
2.4.3.1. Pengertian Total Productive Maintenance TPM sesuai dengan nama kepanjangannya yang terdiri atas tiga buah suku kata, yaitu : (1)
Total Total berarti menyeluruh, yang menjelaskan bahwa aspek ini melibatkan dari seluruh karyawan yang terdapat di dalam perusahaan, mulai dari tingkat atas hingga karyawan tingkat bawah baik dalam mengoperasi maupun dalam memelihara mesin ataupun peralatan.
(2)
Productive Productive merupakan upaya yang dilakukan supaya mesin maupun peralatan tetap beroperasi secara produktif serta meminimaliskan atau menghilangkan
kerugian-kerugian
yang
terjadi
diproduksi
saat
pemeliharaan dilakukan. (3)
Maintenance Berarti memelihara serta menjaga mesin dan peralatan secara mandiri yang dilakuakan oleh operator produksi agar kondisi mesin atau peralatan tersebut dalam keadaan prima dan terpelihara dengan menjaga kebersihan mesin, melakukan pemeriksaan pelumasan dan hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan.
Total productive maintenanceyang menekankan pada pendayagunaan dan keterlibatan sumber daya manusia dan sistem Preventive Maintenance untuk memaksimalkan efektifitas peralatan dengan melibatkan semua departemen dan fungsional organisasi (Nakajima, 1988). TPM adalah hubungan kerja sama yang erat antara perawatan dan organisasi produksi
secara
menyeluruh
produksi,mengurangi
bertujuan
untuk
meningkatkan
pemborosan(waste),mengurangi
biaya
kualitas produksi,
meningkatakan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem
perawatan pada perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh defenisi dari total productive maintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut: 1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatau sistem preventive maintenance (PM) untuk memperpanjang umur pengunaan mesin/peralatan. 2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall equipment effectiveness). 3. TPM
dapat
diterapkan
pada
berbagai
departemen
(seperti
engineering,bangian produksi, bagian maintenance). 4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkat managemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai produksi. 5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui manajemen motivasi.
Kemudian menambahkan bahwa OEE juga merupakan cara efektif menganalisis efisiensi sebuah mesin tunggal atau sebuah sistem permesinan terintegrasi
.Bagaimanapun
suatu
perusahaan
menginginkan
peralatan
produksinya dapat beroperasi 100% tanpa ada downtime, pada kinerja 100% tanpa ada speed losses, dengan output 100% tanpa ada reject. Dalam kenyataannya, hal ini sangat sulit tapi bukan tidak mungkin hal ini dapat dicapai. Menghitung OEE merupakan salah satu komitmen untuk mengurangi kerugian-kerugian dalam peralatan produksi maupun proses melalui aktivitas TPM dan hal ini merupakan tujuan utamanya (Ljungberg, 1998). Menurut Nehete, S., et al, TPM terangkum di dalam delapan pillar yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.7 Pillar-pilar TPM Sumber : http://www.euskalit.net/gestion/?p=855
Dengan pengertian : 1.
5S : TPM dimulai dari 5S. Masalahtidak dapatdengan jelasterlihat ketikatempatkerja
tidak
terorganisir.
Membersihkandanmengaturtempat
kerjamembantutimuntuk
mengungkapmasalah.
Membuatmasalahterlihatdengan langkah pertamadariperbaikan. Definisi dari 5S is SEIRI (Sort Out), SEITON (Organize), SEISO (Shine the workplace), SEIKETSU (Standardization), SHITSUKE (Self descipline). 2.
Autonomous Maintenance : pilar ini diarahkan untuk mengembangkan operator supaya dapat mengurus tugas pemeliharaan-pemeliharaan
kecil,
sehingga tidak selalu tergantung kepada para maintenance terampil sehingga waktu tidak terbuang banyak dan hal ini menjadi nilai tambah kegiatan dan perbaikan teknis. Operator bertanggung jawab untuk memeliharaan peralatan mereka dengan tujuan mencegah peralatan memburuk. 3.
KOBETSU KAIZEN (Continuous Improvement) : “Kai” berarti mengubah, and :”Zen” adalah baik (untuk mendapatkan lebih baik). Pada dasarnya kaizen adalah penambahan-penambahan kecil yang mengarah perbaikan, yang dilakukansecara terus menerusdan melibatkan seluruh staf dan
karyawan perusahaan. Kaizen bertolak belakang dengan inovasi-inovasi besar. Kaizen tidak memerlukan banyak investasi. Dibelakang prinsipnya yang adalah “ Banyak melakukan penambahan kecil yang bergerak secara efektif dalam sebuah lingkungan perusahaan daripada perubahan yang besar dalam kuantitas sedikit.pilar ini bertujuan mengurangi kerugian yang mempengaruhi efisiensi pada lahan kerja. Jika diterapkan secara detail serta melalui prosedur dapat menghilangkan kerugian metode sistematis saat menggunakan peralatan Kaizen. Aktivitas ini tidak hanya dibatasi pada area produksi, hal ini juga baik jika diterapkan pada bagian administrasi. 4.
Planned Maintenance : tujuannya untuk membebaskan mesin dan peralatan produksi dari produk cacat yang dihasilkan dengan tujuan memuaskan para konsumen. Pemeliharaan ini dibagi menjadi 4 grup : a. Preventive Maintenance b. Breakdown Maintenance c. Corrective Maintenance d. Maintenance Prevention
5.
Quality Maintenance : ini bertujuan untuk memuaskan konsumen melalui tingginya kualitas tanpa cacat manufaktur. Fokus menghilangkan cara sistematis yang tidak sesuai serta banyak fokus kepada perubahan. Meningkatkan
pengertian
mengenai
bagian-bagian
mesin
yang
mempengaruhi kualitas produk dan mulai konsen menghilangkan kualitas yang buruk, dan menyingkirkan keraguan mengenai qualitas serta menyingkirkan potensi keraguan tersebut. 6.
Education & Training : tujuannya meningkatkan kemampuan-kemampuan para pekerja yang bermoral tinggi dan yang menyukai pekerjaannya juga membentuk kebutuhan seluruh fungsitalitas dengan efektifdan independen. Pendidikan diberikan kepada operator untuk menambah kemampuannya.
7.
Office TPM : Office TPM harus dimulai setelah mengaktifkan empat pillar TPM
lainnya
seperti
Autonomous
Maintenance
(AM),
Countinous
Improvement (CI), Planned Maintenance (PM), dan Quality Maintenance (QM). Office TPM harus dijalankan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi fungsi administrasi, dan mengidentifikasi serta menghilangkan
kerugian. Termasuk proses analisis dan prosedur-prosedur yang secara otomatis meningkatkan kantor. Office TPM menggambarkan dua belas kerugian besar, diantaranya : a. Kerugian pada bagian prosedur, akuntan, pemasaran, penjualanpenjualan. b. Kerugian komunikasi. c. Kerugian saat mesin mengalami perhentian mendadak. d. Kerugian saat penyetelan mesin. e. Kerugian akurasi mesin f. Peralatan rusan g. Sambungan komunikasi rusak. h. Membuang waktu. i. Ketidak ketersediaan. j. Konsumen yang mengeluh. k. Beban darurat. l. Kerugian start up 8.
Safety, Hygiene and Environment Control : fokusnya bagian ini adalah membentuk lapangan kerja yang aman di daerah sekitar sehingga tidak rusak akibat proses dan prosedur. Pillar ini akan saling membutuhan antar yang satu dengan yang lain secara teratur. Kesatuan dari pillar-pilar ini merupakan gabungan representif para pekerja yang sama baik dari sebuah perusahaan. Kesatuan ini dikepalai oleh wakil presiden direktur senior (secara teknis). Seluruh yang terpenting.
2.4.4. Tujuan Total Productive Maintenance Tujuan dari total productive maintenance baik secara langsung, maupun tidak langsung yaitu: 1.
Mencapai OPE (Overall Plant Efficiency) paling minimum 80 %
2.
Mencapai nilai OEE minimum 90 %
3.
Mengurangi biaya manufaktur sebesar 30 %
4.
Memenuhi pesanan konsumen sebesar 100 %
5.
Mengurangi kecelakaan
6.
Mencapai tujuan dengan bekerja sebagai tim
7.
Perubahan perilaku kerja operator
8.
Membagi pengetahuan dan pengalaman
9.
Menambah tingkat keyakinan karyawan dalam bekerja.
2.4.5. Manfaat Total Productive Maintenance Manfaat dari studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut: 1. Peningkatan produktifitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan 2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus 3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan 4. Biaya produksi rendah karena rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai tambah dapat dikurangi 5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja baik 6. Meningkatkan motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab dilegasikan pada setiap orang. Kegiatan dan tindakan tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan meminimalkan downtime mesin/peralatan akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin/peralatan saja. Rendahnya produktifitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan sering diakibatkan oleh pengguna mesin/peralatan yang tidak efektif dan efesien terdapat pada enam faktor yang disebut kerugian besar (six big losses). Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output, efisiensi merupakan karakteristik proses mengukur perpormasi aktual dari sumberdaya yang relative terhadap standar yang digunakan, ditetapkan.
Sedangkan efektifitas merupakan karakteristik lain dari proses mengukur derajat penyampaian output dari sistem produksi, efektifitas diukur dari rasio aktual output terhadap output yang direncanakan. Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kualitas output semata akan dapat menyesatkan, karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari proses yaitu : kapasitas efesiensi dan efektifitas. Taisir, Osama (2010) berkata bahwa satu tujuan dari TPM dan OEE adalah mengurangi atau menghilangkan apa yang disebut dengan six big losses yang merupakan penyebab umum terjadinya kerugian efisiensi saat proses manufaktur. Berlangsungnya kerugian dari efektifitas di dalam TPM tersebut didefinisikan dengan istilah dari kualitas yang disebut kualitas produk dan kesediaan waktu mesin. Mesin /peralatan seefisien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna, Untuk dapat meningkatkan produtifitas mesin/peralatan yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan pada six big losses. Merumuskan six big losses dalam formula dibawah ini (Nakajima, 1988): 2.4.5.1. Penurunan Mesin (Downtime) 1)
Kerugian karena kerusakan mesin/peralatan (equipmentfailure/breakdown) Kerusakan
mesin/peralatan
(equipment
failure
breakdown)
akan
mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian material akibar dari produk yang di hasilkan cacat. Formula matematis untuk breakdown losses sebagai berikut: EF =
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
x 100%
2) Kerugian karena pemasangan dan penyetelan (set-up and adjustment losses) Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang di butuhkan untuk kegiatan kegiatan menggati jenis produk ke jenis berikutnya untuk produksi selanjutnya. Dengan kata lain total yang di butuhkan mesin tidak berproduksi guna menggati peralatan (dies) bagi jenis produksi berikutnya sampai dihasilkan produksi sesuai untuk proses selanjutnya.
Formula matematis untuk set-up and adjusment losses sebagai berikut : SA =
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 −𝑢𝑢𝑢𝑢 /𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
x 100 %
2.4.5.2. Kerugian akibat penurunan kecepatan (speed losses) 1) Kerugian kerena beroperasi tanpa beban maupun berhenti sesaat (Idling and minor stoppages) Kerugian kerena beroperasi tanpa beban maupun karena berhenti sesaat muncul jika factor ekternal mengakibatkan mesin/peralatan berhenti berulang ulang mesin/peralatan beroperasi tampa mengahasilkan produk. Formula matematis untuk idling and minor stoppages losses sebagai berikut: IMS
=
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
x 100 %
2) Kerugian karena menurunnya kecepatan Produksi(Reduced speed) Menurunnya kecepatan produksi timbul jika operasi lebih kecil dari kecepatan yang di rancang beroperasi dalam kecepatan normal. Menurunnya kecepatan produksi antara lain di sebabkan oleh: 1. Kecepatan mesin yang dirancang tidak dapat dicapai karena berubahnya jenis produk atau material yang tidak sesuai dengan mesin dan peralatan yang digunakan. 2. Kecepatan produksi mesin/peralatan menurun akibat operator tidak mengetahui berapa kecepatan normal mesin/peralatan sesungguhnya. 3. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah pada mesin/peralatan dan kualitas produksi yang dihasilkan jika di produksi pada kecepatan produksi yang lebih tinggi. Formula matematis reduce speed losses sebagai berikut: RS =
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴
–𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
x 100 %
2.4.5.3. Kerugian karena terjadinya cacat (Defects) 1) Kerugian karena produk cacat maupun karena kerja produk di proses ulang(Rework Losses)
Produk
cacat
yang
dihasilkan
akan
mengakibatkan
kerugian
material,mengurangi jumlah produksi, limbah produksi produksi meningkat dan biaya untuk mengerjakan ulang, kerugian akibat pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan waktu yang di butuhkan untuk mengolah dan mengerjakan kembaliataupun memperbaiki cacat produk Cuma sedikit akan tetapi kondisi seperti ini bias menimbulkan masalah yang semakin besar. Formula matematis untuk rework losses sebagai berikut: RL =
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
x 100 %
2) Kerugian pada awal waktu produksi hingga mencapai waktu produksi yang stabil(Reduced yield/scrap losses) Reduced yieled losses adalah kerugian waktu dan material yang timbul selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin/peralatan untuk menghasilkan produk baru dengan kwalitas produk yang di harapkan. Kerugian yang timbul tegantung pada faktor-faktor seperti keadaan operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan mesin/peralatan atau cetakan (dies) ataupun operator tidak mengerti dengan kegiatan proses produksi yang ditimbulkan. Formula matematis yield/scrap losses sebagai berikut: YS
=
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
x 100 %
2.5. Overall Equipment Effectiveness Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big losses pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk digunakan dalam mengukur kinerja mesin/peralatan yakni downtimes losses, speed losses dan defect losses. OEE merupakan ukuran menyeluruh yang mengidentifikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerja secara teori. OEE adalah tingkat keefektifan fasilitas secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan Availability, Performance Efficiency, dan Rate of Quality Product (Roy Davis, 1996.,dalam Dewi Mulyati). Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui
area mana yang perlu untuk ditingkatkan produktivitas
maupun effisiensi
mesin/peralatan dan dapat juga menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesin/peralatan. Formula matematis dari overall equipment effectiveness (OEE) di rumuskan sebagai berikut : OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100%
Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat di tunjukkan jika hanya didasari oleh perhitungan satu faktor saja, misalnya performance efficiency saja. Dari enam pada six big losses baru minor stoppages saja yang dihitung pada performance efficiency mesin/peralatan. Keenam faktor data six big losses harus diikutkan dalam penghitungan OEE, kemudian kondisi aktusal dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat. OEE dihitung dengan menghasilkan produk dari ketersediaan peralatan, efisiensi kerja proses dan tingkat kualitas produk (Ljungberg, 1998; Dal et al, 2000.).
2.5.1. Kesediaan Waktu Mesin (Availability) Availability merupakan rasio operation time terdapat waktu loading timenya, sehingga dapat menghitung availability mesin di butuhkan nilai dari Operation time, Loading time dan Downtime : Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut: Availability =
𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙
x 100 %
Loading time adalah waktu yang tersedia (avaibility) per hari atau per bulan di kurang dengan waktu downtime direncanakan (planned downtime). Planned time adalah jumlah waktu mesin pada saat dilakukannya pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan management lainya. Lamanya Loading time dapat dicari dengan formula : Loading time = Total avaibility – Planned downtime
Operation time merupakan hasil pengurangan loading dengan waktu down time (non operation time), dengan kata lain operation time adalah waktu operasi tersedia (avaibility time) setelah waktu downtime mesin keluarkan dari total avaibility time yang di rencanakan. Planned time mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures/breakdown) mengakibatkan tidak ada output yang di hasilkan downtime meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, pelaksanaan prosedur set-up and adjustment dan lain - lainya. Untuk mencari lamanya terjadi Downtime maka diperlukan formula sebagai berikut : Downtime = Setup + Breakdown +waktu saat mesin berhenti Operation time didapat dari data PT.PLN (Persero) sektor belawan
2.5.2. Efisiensi Performansi (Performance Efficiency) Performnace efficiency merupakan hasil perkalian dari operation speed rate dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang di hasilkan di kalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia yang melakukan prosesn produksi (operation time). Operation speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin berdasarkan kapasitas mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan actual mesin (actual cycle time). Persamaan matematikanya di tunjukkan sebagai berikut : Operation speed rate =
𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
Net operatiaon rate merupakan perbandingan antara jumlah produk yang di proses (processed amount) dikali actual cycle time dengan operation time. Net operatioan time menghitung rugi-rugi yang diakibatkan oleh minor stoppages dan menurunya kecepatan produksi (reduced speed). Adapun cara mencari besarnya net opertation dapat dicari dengan formula dibawah ini : Net operation rate =
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑚𝑚𝑚𝑚
Tiga faktor penting yang di butuhkan untuk menghitung performance efficiency: 1.
Ideal cycle (waktu siklus ideal mesin saat operasi)
2.
Processed amount (jumlah produk yang di proses)
3.
Operation time (waktu operasi mesin)
Performance efficiency dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut : Performance efficiency = net operating x operating cycle time Performance effciency =
𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
x
𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
2.5.3. Perbandingan Kualitas Produk yang dihasilkan (Rate of quality product) Rate of quality product adalah rasio jumlah yang lebih baik terhadap jumlah total produk yang di proses. Jadi rate of quality produk adalah hasil perhitungan dengan menngunakan dua faktor berikut: a.
Processed amount (jumlah produk yang di proses)
b.
Defect amount (jumlah produk yang cacat)
Rate of quality product dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Rate of Quality Product =
𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
x 100 %
2.5.4. Diagram Pareto Diagram Pareto diperkenalkan oleh Alfredo Pareto (1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan diagram yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut tingkatan tertinggi hingga ke tingkatan terendah. Diagram ini digunakan untuk membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk masalah yang segera diselesaikan. Diagram ini akan digunakan pada bab IV. Menurut Dr. Vincent Gaspersz (2001:46), bahwa diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk :
1. Menetukan ferekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada. 2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
Menurut Munro-Faure at al (1992 : 254), bahwa analisis Pareto dirancang untuk membantu menandai penyebab masalah utama dengan demikian memungkinkan untuk memusatkan perhatian pada menghilangkan penyebabpenyebab utama ini dan mempunyai dampak yang berarti atas pemecahan masalah. Sumbangan yang diberikan oleh setiap penyebab kepada masalah secarah keseluruhan dapat dianalisi dengan menggunankan suatu keragamana penilaian-penilaian yang umum termasuk : 1. Frekuensi terjadinya. 2. Lamanya waktu berhenti (downtime) 3. Biaya ketidakpuasan ukuran ketidakpuasan pelanggan. 4. Jumlah cacat.
Adapun bentuk Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar 2.8. dibawah ini :
F r e
A B
k u e n s i
C D E
Faktor Kesalahan
Gambar 2.8 Diagram Pareto (Sumber : Gaspersz, diagram pareto 2001: 51)
2.5.5. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fishbone diagram) di perkenalkan pertama kalinya pada tahun 1943 oleh Prof. Kaoru Ishikawa (Tokyo University). Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan karakteristik kualitas output kerja. Dalam hal ini metode sumbang saran akan cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail. Gaspersz (2001:58) mendefinisikan diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antar sebab dan akibat. Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut : •
Membantu mengidentifikasikan akar penyebab dari suatu masalah.
•
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
•
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas
hasil kerja maka, ada lima faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu di perhatikan yaitu : 1.
Manusia (man).
2.
Metode kerja (work method)
3.
Mesin atau peralatan kerja (machine/equipment).
4.
Bahan baku (raw material).
5.
Lingkungan kerja (work environment). Adapun gambar diagram dapat dilihat dari gambar 2.9. di bawah ini : Equipment/Mesin
Konsumtif/Material
Problem
Person/Manusia
Proses/Metode
Gambar 2.9 Diagram Sebab Akibat