BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran (KBBI, 2011). Budiman (2014) mengatakan pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan yang dimaksud dengan tingkat pengetahuan ibu merupakan sesuatu yang diketahui oleh ibu. b. Tingkat Pengetahuan Tingkatan pengetahuan meliputi: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahap ini merupakan tahap paling rendah. Indikatornya yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, dan menyatakan (Wawan, 2011). 2) Memahami (Comprehention) Memahami
artinya
kemampuan
untuk
menjelaskandan
menginterpretasikan secara benar pada suatu obyek. Indikatornya
6
7
yaitu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan (Budiman, 2014). 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang sebenarnya. Indikatornya yaitu penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip (Mubarak, 2011). 4) Analisis (Analysis) Analisis merupakan kemampuan menyatakan materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain (Budiman, 2014). 5) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan pada bagian-bagian di dalam keseluruhan yang baru (Wawan, 2011). 6) Evaluasi (Evaluation) Budiman (2014) mengatakan bahwa evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.
8
c. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang meliputi: 1) Faktor Internal a) Pendidikan Pendidikan
merupakan
bimbingan
yang
diberikan
seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk perilaku dan pola hidup. Pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Mubarak, 2011). b) Pekerjaan Lingkungan
pekerjaan
dapat
menjadikan
seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Wawan, 2011). c) Umur Mubarak (2011) mengatakan bahwa semakin cukup umur, maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. 2) Faktor Eksternal a) Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
9
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan, 2011). b) Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Mubarak, 2011). d. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau menggunakan angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Budiman, 2014). Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu: 1) Baik
: hasil persentase 76%-100%
2) Cukup : hasil persentase 56%-75% 3) Kurang: hasil persentase >56% (Wawan, 2011). 2. Stimulasi Motorik Halus a. Pengertian Stimulasi
secara
bahasa
adalah
“dorongan”
atau
“rangsangan” (KBBI, 2011). Perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Stimulasi dari lingkungan merupakan hal penting dalam perkembangan anak yang akan mengoptimalkan potensi genetiknya (Soetjiningsih, 2014). Stimulasi berarti rangsangan yang datang dari lingkungan luar anak dapat berupa latihan atau bermain.
10
Memberikan stimulasi secara berulang dan terus menerus pada setiap aspek perkembangan anak berarti telah memberikan kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (Nursalam, 2014). Stimulasi merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar anak pada umur 0-6 tahun agar anak dapat mencapai tumbuh dan kembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi rutin, sedini mungkin, dan terus menerus pada setiap kesempatan. Kemampuan dasar anak yang perlu dirangsang dengan stimulasi terarah yaitu kemampuan gerak kasar, gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian (Depkes, 2014). Stimulasi motorik halus merupakan kegiatan atau aktivitas yang diberikan kepada anak untuk merangsang kemampuan motorik halus anak tersebut. Stimulasi ini sangat penting untuk mengasah pertumbuhan dan perkembangan sel-sel saraf di otak (Atikah, 2007). b. Fungsi Stimulasi pada Anak Fungsi stimulasi pada anak meliputi: 1) Perkembangan sensori motor Perkembangan sensori motor didukung oleh stimulasi visual, pendengaran, sentuhan, dan kinetik. Stimulasi visual akan
membuat
lingkungan
anak
sekitar
meningkatkan melalui
perhatiannya
penglihatannya.
pada
Stimulasi
pendengaran (auditif) sangat penting untuk perkembangan
11
bahasa anak. Stimulasi sentuhan (taktil) akan menimbulkan rasa percaya diri sehingga anak lebih responsif dan berkembang. Stimulasi kinetik akan membantu anak mengenali lingkungan yang berbeda (Wong, 2011). 2) Perkembangan kognitif (intelektual) Stimulasi membantu perkembangan keterampilan dan mengenal dunia nyata atau fantasi. Pemberian stimulasi anak membuat anak belajar mengenal warna, bentuk, tekstur, angka, dan benda (Nursalam, 2014). 3) Sosialisasi Pemberian stimulasi membuat anak mengembangkan dan memperluas sosialisasi, belajar mengatasi persoalan, mengenal nilai, norma, dan etika, belajar mengenai apa yang salah dan benar, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu yang diperbuatnya (Wong, 2011). 4) Kreativitas Stimulasi akan membuat anak lebih bereksperimen dan mencoba ide-idenya. Sekali anak merasa puas untuk mencoba sesuatu yang baru dan berbeda, ia akan memindahkan kreasinya ke situasi yang lain (Nursalam, 2014).
12
c. Prinsip Dasar Stimulasi Prinsip dasar stimulasi meliputi: 1) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya. 2) Tunjukkan sikap dan perilaku yang baik, karena anak akan meniru tingkah laku orang-orang terdekatnya. 3) Berikan stimulasi secara bertahap sesuai kelompok usia anak. 4) Stimulasi dilakukan dengan cara bervariasi, menyenangkan bagi anak, tanpa paksaan, dan tanpa hukuman. 5) Gunakanlah alat bantu yang sederahana, aman, ada di sekitar anak, dan memiliki unsur edukatif. 6) Berikan kesempatan stimulasi yang sama pada anak laki-laki maupun perempuan. 7) Selalu berikan pujian, bila perlu diberikan hadiah atas keberhasilannya (Depkes, 2014). d. Tahapan Stimulasi Motorik Halus Batita Tahapan stimulasi meliputi: 1) Usia 12-15 bulan Memasukkan benda ke dalam wadah, bermain dengan mainan yang mengapung di air, menggambar, dan menyusun kubus mainan. Stimulasi yang diberikan yaitu permainan balok menggunakan balok kayu ukuran 2,5 cm x 2,5 cm disusun tanpa
13
menjatuhkannya, memasukkan benda ke dalam suatu wadah seperti pot, kaleng, dan botol, serta mengeluarkannya. 2) Usia 15-18 bulan Melanjutkan stimulasi sebelumnya yaitu bermain balok, memasukkan benda ke dalam wadah dan mengeluarkannya, dan menggambar dengan krayon atau pensil warna. Stimulasi yang diberikan yaitu meniup busa sabun lalu mendeskripsikan bentuk dan hasil perabannya serta membuat untaian benda seperti manikmanik besar dan kancing besar. 3) Usia 18-24 bulan Melanjutkan stimulasi sebelumnya yaitu bermain balok, memasukkan benda ke dalam wadah dan mengeluarkannya, serta menggambar dengan krayon atau pensil warna. Stimulasi yang diberikan yaitu mengenal berbagai bentuk dan ukuran, bermain puzzle, menggambar wajah dan bentuk, dan membuat berbagai bentuk dari adonan kue atau lilin mainan. 4) Usia 24-36 bulan Melanjutkan stimulasi sebelumnya yaitu bermain puzzle, balok, dan menggambar. Stimulasi yang diberikan yaitu membuat gambar tempelan, memilih dan mengelompokkan benda-benda menurut jenisnya, mencocokkan gambar dengan benda, dan konsep jumlah (Nursalam, 2014).
14
3. Kemampuan Motorik Halus a. Pengertian Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan (Putra, 2014). Perkembangan merupakan keadaan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kembang dan belajar (Yuniarti, 2015). Perkembangan merupakan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta kemandirian dan sosialisasi (Depkes, 2014). Motorik halus (fine motor adaptive) yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dengan bantuan otot-otot kecil, serta tidak memerlukan banyak tenaga misalnya memasukkan manik-manik ke dalam botol, menempel, dan menggunting (Nursalam, 2014). Dewi (2015) mengatakan bahwa gerak halus atau motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, dan memerlukan koordinasi yang cermat misalnya
menulis, menggambar, memotong, melempar, dan
menangkap bola serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan
15
yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Soetjiningsih (2014) mengatakan, keterampilan motorik halus merupakan koordinasi halus pada otot-otot kecil yang memainkan suatu peran. Keterampilan motorik halus melibatkan gerakan-gerakan yang diselaraskan.
Memegang
mainan,
menggunakan
sendok,
mengancingkan baju, atau meraih sesuatu yang memerlukan ketangkasan jari menunjukkan keterampilan motorik halus (Santrock, 2011). b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang meliputi: 1) Faktor Genetik Faktor genetik menjadi modal dasar dan sebagai peran utama dalam mencapai hasil akhir tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas tumbuh kembang (Depkes, 2014). 2) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan merupakan faktor penentu tercapai tidaknya suatu potensi genetik. Lingkungan yang baik akan memungkinkan tercapainya potensi genetik, sedangkan yang tidak baik akan menghambatnya.
16
Faktor lingkungan meliputi biopsikososial yaitu: a) Faktor biologis 1)) Umur Masa
balita
merupakan
dasar
pembentukkan
kepribadian anak, sehingga diperlukan perhatian khusus. Lima tahun pertama kehidupan, anak sangat rentan terhadap penyakit dan sering terjadi kurang gizi . 2)) Gizi Ketahanan
dan
keamanan
pangan
sangat
menentukan tumbuh kembang anak. Diperlukann zat makanan yang adekuat untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. 3)) Kesehatan Penyakit kronis atau kelainan konginetal seperti TBC, anemia, dan kelainan jantung bawaan akan mengakibatkan retardasi pertumbuhan dan perkembanga. b) Faktor psikososial 1)) Stimulasi Perkembangan memerlukan rangsangan khususnya dalam keluarga. Anak yang mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang atau tidak mendapatkan stimulasi.
17
2)) Kualitas interaksi anak dan orang tua Kualitas interaksi orang tua terhadap anak yang baik, di dalamnya terdapat cinta dan kasih sayang. Interaksi ini sangat diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang anak. c) Faktor keluarga dan adat istiadat 1)) Pekerjaan atau pendapatan keluarga Pendapatan
keluarga
yang
memadai
akan
menunjang tumbu kembag anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan dasar anak. 2)) Pendidikan ayah atau ibu Orang
tua
dengan
pendidikan
yang
baik
membuatnya dapat menerima segala informasi dari luar termasuk cara optimalisasi tumbuh kembang anak. 3)) Adat istiadat Adat istiadat yang berlaku di masyarakat akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Budaya yang merugikan kesehatan anak, akan menimbulkan gangguan tumbuh kembang (Soetjiningsih, 2014).
18
c. Perkembangan Motorik Halus Perkembangan motorik halus berdasarkan usia yaitu: 1) 10-12 bulan: anak dapat melemparkan objek, melihat objek yang dijatuhkannya, mengambil remah-remah dari karpet, menjepit dengan jari, dan membenturkan/membanting objek. 2) 13-18 bulan : jari anak dapat menjepit dengan tepat (mengambil benang dan peniti), membuat coretan dengan pensil digenggam, menyusun 3-4 balok setinggi 2,5 cm, dan membalik 2 halaman buku sekaligus. 3) 24-30 bulan : anak dapat membalik halaman buku, meniru garis lurus vertikal, horizontal dan lingkaran, membuka penutup, serta menyusun 6-8 balok setinggi 2,5 cm. 4) 36-42 bulan : anak dapat menggenggam pena dengan semestinya, menyalin simbol + dan 0, mencocokkan 2 warna atau lebih dengan benar, dan menyusun 9 balok setinggi 2,5 cm (Brough, 2010). d. Gangguan Perkembangan Motorik Halus Gangguan motorik halus yang paling sering terjadi yaitu : 1) Palsy Cerebral Palsy Cerebral merupakan kelainan motorik yang banyak ditemukan pada anak-anak. Kondisi ditandai dengan adanya kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif karena
19
gangguan pada sel-sel motorik di susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. 2) Retardasi Mental Retardasi
mental
merupakan
kondisi
keterlambatan
perkembangan yang dimulai pada masa anak-anak yang ditandai dengan intelegensi atau kemampuan kognitif di bawah normal dan terdapat kendala pada perilaku adaptif sosial. Anak dengan retardasi mental, tingkat perkembangannya akan berada di bawah normal dikarenakan daya tangkap, daya ingat, cara berfikir, dan berhitungnya sangat lemah. Dengan demikian, kondisi retardasi mental akan menghambat perkembangan motorik halus anak (Soetjiningsih, 2014). e. Alat Ukur Perkembangan Motorik Halus Perangkat skrining perkembangan, terdiri dari beberapa perangkat salah satunya yaitu DDST yang telah direvisi menjadi Tes Denver II (Soetjiningsih, 2014). Santrock (2014) mengatakan bahwa DDST marupakan metode sederhana, tidak mahal, dan cepat untuk mendiagnosis gangguan perkembangan pada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun dengan 125 gugus tugas. Tes tersebut diberikan secara individual, meliputi penilaian terpisah keterampilan motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan personal sosial. Tugas yang diperiksa setiap kali skrining motorik halus hanya berkisar 29 item tugas perkembangan. Penilaian menggunakan Tes
20
DDST dilakukan dengan memberikan tugas sesuai dengan sektor perkembangan motorik halus untuk membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak lain yang seumur. Penilaian tiap item pada pemeriksaan DDST mempunyai kriteria skor, yaitu: 1) “P“ : Pass (“lulus”) bila anak melakukan tes dengan baik, atau orangtua dan pengasuh anak memberi laporan bahwa anak dapat melakukannya. 2) “F“ : Fail (“gagal”) bila anak tidak dapat melakukan tes dengan baik, atau orangtua dan pengasuh memberi laporan bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik. 3) “NO“ : No opportunity (tidak ada kesempatan) bila anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan tes karena ada hambatan. Skor ini hanya boleh dipakai pada tes dengan tanda “L”. 4) “R“ : Refusal (menolak) bila anak menolak untuk melakukan tes (Sulistyawati, 2014).
21
Penilaian individual tiap anak diberikan sesuai dengan skor item yang diperoleh anak ketika melaksanakan tugas dari setiap item pada masing-masing sektor perkembangan. Penilaian individual tiap anak tersebut diinterpretasikan sebagai berikut. 1) Penilaian “Lebih” (advanced). Seorang anak “lulus” (Pass) pada item tugas perkembangan yang terletak di kanan garis umur, karena anak sebayanya belum “lulus”. 2) Penilaian “Normal”. Seorang anak “gagal” (F) atau “menolak” (R) melakukan tes pada item di sebelah kanan garis umur. 3) Penilaian Caution “Peringatan”. Seorang anak “gagal” atau “menolak” tes pada item dimana garis umur terletak pada atau antara persentil 75 dan 90 (huruf “C” ditulis pada kanan kotak segi panjang). 4) Penilaian delayed “keterlambatan”. Seorang anak “gagal” atau “menolak” melakukan tes pada item yang terletak lengkap di sebelah kiri garis umur. Keterlambatan ditandai dengan memberi warna pada bagian akhir kotak segi panjang. 5) Penilaian No opportunity “tidak ada kesempatan” Anak tidak ada kesempatan untuk melakukan atau mencoba, diberi skor sebagai “NO” (Adriana, 2013).
22
Hasil interpretasi untuk keseluruhan tes semua sektor tugas perkembangan dikategorikan menjadi 4 yaitu: 1) Normal: jika tidak ada skor terlambat, dan atau maksimal satu peringatan. 2) Suspect: jika terdapat satu atau lebih skor terlambat dan/atau dua lebih peringatan. Jika hasil ini didapat, lakukan kajian ulang dalam 1-2 minggu mendatang untuk menghilangkan faktorfaktor sesaat seperti rasa takut, sakit atau keletihan. 3) Abnormal : jika terdapat 2 atau lebih keterlambatan (F) sehingga perlu dilakukan rujukan untuk evaluasi diagnostik. 4) Tidak dapat diuji : diberikan jika terdapat satu atau lebih skor terlambat dan atau lebih peringatan. Jika hasil ini didapat, lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu mendatang (Soetjiningsih, 2014). 4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Stimulasi Motorik Halus dengan Kemampuan Motorik Halus Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2012).
Peningkatan
pengetahuan
orang
tua
tentang
stimulasi
memungkinkan orang tua dan anaknya berpartisipasi bersama dalam kegiatan stimulasi dan menerima respon, sehingga perkembangan kemampuan motorik, bahasa, dan sosial emosional anak dapat dioptimalkan (Yousafzai, 2014).
23
Anak usia 1-3 tahun yang mendapatkan stimulasi dari orang tuanya dan peningkatan nutrisi, dapat mengoptimalkan potensi perkembangannya dibandingkan
dengan
anak
yang
hanya
mendapatkan
intervensi
peningkatan nutrisi (Gowani, 2014). Pengetahuan orang tua terutama ibu sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilakunya terhadap anak. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik diharapkan dapat memberikan stimulasi kepada anak, sehingga perkembangan anak termasuk di dalamnya kemampuan motorik halus dapat dioptimalkan. B. Kerangka Pemikiran
Pengetahuan Ibu
Sikap dan
tentang Stimulasi
Perilaku Ibu
Stimulasi
Kemampuan
Motorik
Motorik
Halus
Motorik Halus
Halus Anak
Faktor yang mempengaruhi : 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Umur 4. Lingkungan 5. Sosial Budaya Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Stimulasi Motorik Halus dengan Kemampuan Motorik Halus Anak (Kurniawati, 2014) Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti
24
C. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan kemampuan motorik halus”.