BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengenalan Secara Umum
2.1.1 Definisi sampah Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume serta jenis sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang digunakan sehari-hari. "Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis." (Istilah Lingkungan untuk Manajeman, Ecolink, 1996).
2.1.2 Jenis dan pengelompokan sampah Berdasarkan asalnya, sampah menurut Prihanto (1996) dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: 1.
Sampah- Anorganik Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral
dan minyak bumi, atau dari proses industri. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol kaca, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.
7
2.
Sampah Organik Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, rumah tangga atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun.
2.1.3 Definisi plastik Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik. Mereka terbentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan performa atau ekonomi. (Sumber: www.wikipedia.com)
2.1.4 Pengelompokan plastik Berdasarkan sifat fisiknya, plastik dapat digolongkan menjadi 2 macam: a. Termoplastik. Merupakan jenis plastik yang bisa didaur-ulang/dicetak lagi dengan proses pemanasan ulang. Contoh: polietilen (PE), polistiren (PS), ABS, polikarbonat (PC) b. Termoset. Merupakan jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang/dicetak lagi. Pemanasan ulang akan menyebabkan kerusakan molekul-molekulnya. Contoh: resin epoksi, bakelit, resin melamin, urea-formaldehida.
8
2.1.5 Tujuan pengelolaan sampah Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . (Sumber: http://www.wikipedia.com) Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan: 1.
mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis;
2.
mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.
2.1.6 Metode daur ulang Berdasarkan Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas “Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah, yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru.” Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga dalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle).
9
Daur ulang lebih difokuskan kepada sampah yang tidak bisa didegradasi oleh alam secara alami demi pengurangan kerusakan lahan. Secara garis besar, daur ulang adalah proses pengumpulan sampah, penyortiran, pembersihan, dan pemrosesan material baru untuk proses produksi.
` Gambar 2.1 Simbol Internasional untuk Daur Ulang (Sumber: http://www.wikipedia.com)
Ada banyak material-material yang dapat didaur ulang, salah satu diantaranya adalah plastik. Hanya saja, terdapat berbagai jenis plastik di dunia ini. Saat ini di berbagai produk plastik terdapat kode mengenai jenis plastik yang membentuk material tersebut sehingga mempermudah untuk mendaur ulang.
2.2
Quality Function Deployment Quality Function Deployment (QFD) didefinisikan sebagai suatu metode,
tool yang terstruktur di dalam pengembangan produk yang memungkinkan tim pengembangan produk untuk menetapkan dengan jelas semua keinginan dan kebutuhan konsumen dan kemudian mengevaluasi masing-masing kemampuan produk atau servis yang ditawarkan secara sistematis untuk memenuhi kebutuhan konsumen [Cohen95].
10
Quality Function Deployment adalah seperangkat alat pengembangan produk yang dikembangkan di Jepang untuk mentransfer konsep control kualitas dari proses manufaktur ke dalam proses pengembangan produk baru. Fitur Utama dari QFD adalah focus pada pemenuhan kebutuhan pasar dengan menggunakan pernyataan yang sebenarnya dari pelanggan (disebut sebagai “Suara Pelanggan”) dengan menggunakan matrik yang komprehensif (yang disebut House of Quality”) untuk mendokumentasikan informasi, persepsi dan keputusan. Beberapa manfaat dari mengadopsi QFD sebagai berikut : 1.
Menurunkan waktu peluncuran produk ke pasar
2.
Menurunkan biaya desain dan manufaktur
3.
Meningkatkan kualitas
4.
Meningkatkan kepuasan pelanggan Yoji Akao yang dianggap sebagai orangtua QFD karena karyanya mengarah
pada pelaksanaan QFD pertama kali di perusahaan pelayaran Mitsubishi Heavy Industries Kobe pada tahun 1972. Sementara itu minat tentang QFD di barat dipicu oleh laporan dari prestasi yang dibuat oleh Toyota antara tahun 1977 dan 1984 tentang pengurangan biaya pengembangan produk hingga 61 % ( Sullivan ; 1986 ) Menurut Yoji Akao, QFD adalah sebuah metode untuk mengembangkan desain yang bertujuan untuk memuaskan konsumen dengan menerjemahkan kebutuhan konsumen ke dalam rancangan target dan jaminan kualitas yang digunakan di seluruh tahap produksi. Metode QFD
ini digunakan pada awal tahap perancangan dan
pengembangan suatu produk seperti yang dijelaskan oleh Ulrich [1995] bahwa
11
tahapan pengembangan produk dimulai dari mengidentifikasi kebutuhan konsumen yang dilanjutkan pada penentuan target spesifikasi termasuk melakukan substitusi terhadap karakteristik kualitas. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa input utama metode QFD adalah permintaan konsumen sehingga akan menentukan langkah-langkah pengembangan produk yang akan dilakukan. QFD merupakan suatu metode yang dipakai dalam tahap awal perancangan dan pengembangan produk. QFD adalah suatu metode untuk membuat rancangan kualitas dari suatu produk berdasarkan atas permintaan kualitas dari pemesan (customer) atau pasar (market).
Substitude Customer
Customer
Next
Customer Customer
Needs
quality
Next
characteristic
Gambar 2.2 Customer Needs desain produk (Ulrich, 1995)
Manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan QFD dalam proses perancangan produk adalah (Dale, 1994) : 1.
Meningkatkan keandalan produk
2.
Meningkatkan kualitas produk
3.
Meningkatkan kepuasan konsumen
4.
Memperpendek time to market
12
5.
Mereduksi biaya perancangan
6.
Meningkatkan komunikasi
7.
Meningkatkan produktivitas
8.
Meningkatkan keuntungan perusahaan
2.2.1 Tahapan Implementasi QFD Tahap-tahap dalam melaksanakan pengembangan produk menggunakan metode QFD menurut Liu, Klewer, Stephen dan Weening adalah melalui beberapa phase sebagai berikut : 1.
Phase I/ Product Planning (Penyusunan House of Quality) Tujuan tahapan ini adalah untuk mendapatkan nilai prioritas masing-masing
substitute Quality Characteristic (SQC) yang nantinya pada matriks Design Deployment akan menjadi “whats”. SQC merupakan spesifikasi teknis secara umum pada suatu produk yang diterjemahkan langsung dari Costumer needs dan dilakukan oleh disainer produk. Langkah ini meliputi pengumpulan informasi tentang permintaan kaulitas dari konsumen tentang keseluruhan performance dan feature produk yang diinginkan konsumen, penterjemahan kualitas secara kualitatif ke kuantitatif (penentuan technical response/SQC) dan penentuan prioritas masing-masing costumer needs dan tehnical response.
13
Gambar 2.3 Rumah Mutu (House of Quality)
House Of Quality adalah susunan beberapa matriks yang komplek. Tetapi jika kita mengikuti aturan pembentukan atau pengisian dari tabel matrik tersebut dengan benar, maka HoQ tersebut menjadi alat bantu yang sederhana, terutama untuk menentukan urutan prioritas, target kontruksi serta pemenuhan permintaan kualitas. Gambar 5 menunjukan suatu HoQ lengkap dengan bagian-bagiannya. Bagian pertama (kolom A) menunjukan bagian analisa kebutuhan atau kepentingan costumer. Untuk mengisi kolom-kolom pada bagian ini dapat dilakukan wawancara terhadap costumer. Matriks rancangan (planning matrix) atau sering disebut dengan preplanning matrix akan ditampilkan pada bidang kedua (kolom B). Matrix ini dipakai untuk menganalisa prioritas permintaan kualitas costumer. Untuk itu dibuat rangking kebutuhan costomer.
14
Bagian ketiga dari HoQ adalah technical respon (kolom C). Pada bagian ini akan dianalisa hubungan antara kebutuhan-kebutuhan customer dengan sifat teknik dari sifat produk yang akan dirancang atau diproduksi. Dalam terjadi, bahwa customer lebih dari satu, maka penetapan customer kunci sangat diperlukan. Untuk menunjang QFD, maka distributor sangat diperlukan. Disini akan dilakukan perbandingan antara customer satu dengan customer yang lainnya. Untuk itu, maka karakteristik sampingan/ pengganti kualitas (substitute Quality characteristic) akan ditetapkan. Hal ini akan ditangani distributor. Pada bagian ini akan ditetapkan hubungan antara SQC dengan kebutuhan atau kepentingan customer secara sistematis. Bagian tengah dari HoQ (kolom D) adalah bagian matrik hubungan antara permintaan customer itu sendiri. Bagian ini adalah bagian matrix terbesar dari HoQ. oleh karena itu pengisian kolom itu membutuhkan waktu yang paling lama menjalankan QFD. Hanya saja pengisian ini sangat rumit, sehingga analisa yang cermat sangat diperlukan. Bagian ke 5 (kolom E) dan ke 6 (kolom F) dari HoQ adalah bagian untuk menampilkan tanda kompetisi dari beberapa customer target yang dicapai. Sedangkan bagian pengisian untuk prioritas respon secara teknik dipakai untuk langkah pengembangan proyek selanjutnya.
2.
Phase II/ Design Deployment / Parts Deployment Pada tahap ini akan ditetapkan nilai prioritas masing-masing karakteristik
komponen dasar penyusun suatu produk dan nantinya akan menjadi “whats” pada matriks manufacturing planning. Pada langkah ini dijabarkan karakteristik
15
masing-masing komponen yang membentuk suatu produk. Dengan Tree Diagram suatu produk dapat dibagi menjadi sunsistem-subsistem dan masing-masing subsistem terbagi lagi menjadi komponen-komponen dasar. Selanjutnya dari masing-masing komponen dasar ditentukan karakteristiknya masing-masing sesuai dengan spesifikasi umum total produk. Karakteristik tersebut sebaiknya dapat diukur. Karaktristik komponen diletakkan dibagian atas Design Deployment Matrik, kemudian tim pengembang menentukan masing-masing hubungan antara karakteristik komponendan basis SQC-nya. Nilai prioritas masing-masing SQC (dari kolom House of Quality) dikalikan dengan nilai hubungan karakteristik komponen dan SQC akan menghasilkan nilai prioritas karakteristik komponen (Batan07).
Gambar 2.4 Diagram Part Characteristic Deployment (Cohen95)
3.
Phase III/ Process Planning / Manufacturing Planning Tujuan pashe ini adalah untuk mendapatkan nilai prioritas masing-masing
parameter proses yang diperlukan untuk membuat komponen dasar dengan
16
karakteristik tertentu. Pada langkah ini tim perancang dan pengembangan produk menjabarkan aliran proses utama atau system assembly process utama, selanjutnya ditentukan pula subassembly process-nya. Operasi yang diperlukan untuk menghasilkan setiap sub-assembly process ditambahkan pada setiap diagram. Pendekatan ini merupakan top-down approach seperti halnya Tree Diagram. Pendelkatan lainya dengan menggunakan layout proses yang telah ada juga bisa diterapkan (bottom-up approach) dari operasi sampai ke system assembly process (Batan07)
Gambar 2.5 Diagram Process Parameter Deployment (Cohen)
4.
Phase IV/ (Production Process) Pada tahap ke empat ini akan ditentukan langkah-langkah pengendalian
kualitas yang diperlukan berdasarkan besarnya prioritas pada masing-masing proses produksi yang telah disusun pada matrik Manufacturing Planning. Merupakan checklist yang akan menjadi pertimbangan dalam merencanakan langkah-langkah produksi. Langkah-langkah tersebut a.l (Cohen95) :
Setting alat ukur
Metode control
17
Ukuran sampel
Dokumen control Langkah-langkah di atas disusun pada bagian atas table dan proses
parameter yang didapat pada matrik sebelumnya yang disusun disisinya. Perencanaan proses produksi mengisi table dengan komentar dan target value. Tahap ini merupakan perencanaan kualitas akhir produk. Setiap komponen yang dibuat direncanakan dahulu kualitasnya sekaligus macam alat ukur yang akan digunakan.
2.3
RULA (Rapid Upper Limb Assesment)
2.3.1 Definisi Rula Rula dikembangkan oleh Dr. Lynn Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan
ergononom
dari
universitas
di
Nottingham
(University’s
NottinghamInstitute of Occupational ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomic pada tahun 1993 (Lueder, 1996). Rapid Upper Limb Assesment adalah suatu metode penilaian terhadap sistem kerangka dan otot individu seorang pekerja, yang diukur dengan suatu tingkat resiko cedera (degree of injury risk). Resiko yang dimaksud adalah resiko kecelakaan atau cedera tubuh atau otot akibat dari bagian tubuh bergerak tidak sesuai dengan pola gerak yang benar (ergonomi). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard.
18
Oleh sebab itu metode RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996).
2.3.2 Aplikasi Rula
Gambar 2.6 Rula Employee Assessment worksheet Penilaian menggunakan RULA merupakan metode yang telah dilakukan oleh Mcatamney dan Corlett (1993)..Dalam aplikasinya, metode Rula dilengkapi dengan diagram sikap tubuh. Sedangkan outputnya adalah sebuah nilai (value), yang menunjukkan tingkat resiko cidera dari sikap tubuh manusia pada saat beraktifitas. Untuk mendapatkan tingkat nilai resiko cidera pada sistem otot dan kerangka tubuh, maka dilakukan penilaian terhadap bagian tubuh (lihat gambar 8). Gerakan bagian tubuh dibagi menjadi 2 grup, yaitu grup A (lengan atas dan bawah
19
serta pergelangan tangan) dan grup B (leher, punggung dan kaki). Rentang nilai resiko cidera yang mungkin diberikan kepada bagian tubuh untuk kedua grup adalah antara 1 s/d 4. Nilai 1 menunjukkan resiko cidera minimal sedangkan 4 adalah resiko cidera tertinggi. Semakin tinggi nilai resiko, semakin besar kemungkinan timbul cidera pada sistem otot dan kerangka tubuh. A Upper Arm Use Tabel A
Muscle
Force
Lower Arm
+
Score C
+
Wrist
Wrist Twist
Grand Score
B Neck
Trunk
Use Tabel B
Muscle +
Force +
Score D
Leg
Gambar 2.7 Skema penilaian resiko dengan RULA
Nilai akhir menunjukkan resiko cedera tubuh yang disebabkan karena beban pada sistem otot dan rangka tubuh. Nilai akhir ini mulai dari angka 1 sampai 7.
20
Nilai tersebut didapat dari penjumlahan antara score C dan D yang dimatrixkan seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.8 Nilai total (grand score) resiko cedera pada tubuh
Sikap tubuh yang mempunyai rentang nilai 1 dan 2 menunjukkan bahwa sikap tubuh tersebut diterima (risiko cedera tidak ada) oleh karena itu posisi tubuh tersebut tidak perlu dirubah untuk jangka panjang, artinya rancangan dengan nilai total ini dapat memberikan keamanan yang cukup tinggi. Nilai 3 dan 4 menandakan, bahwa sikap kerja berada diantara range gerakan yang ditentukan akan tetapi untuk kerja berulang-ulang investigasi lebih lanjut diperlukan. Nilai 5 dan 6 menunjukkan bahwa sikap kerja berada diluar range gerakan yang ditentukan. Oleh karena itu diperlukan suatu pengecekan/ investigasi dan adanya perubahan terhadap sikap tubuh untuk jangka pendek dan panjang. Nilai 7 menunjukkan bahwa terjadinya kelebihan beban, agar tidak timbul cedera tubuh harus dilaksanakan baik untuk jangka pendek maupun panjang.
21
2.4
Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang penulis gunakan untuk menyelesaikan
penelitian dan penyusunan makalah ini, yaitu dengan menggunakan alur flow chart kegiatan yang akan penulis jadikan sebagai pedoman dalam menentukan tindakan agar lebih terarah dan tidak terjadi penyimpangan dari target yang diharapkan. `
Mulai
Identifikasi Permasalahan
Pengumpulan Data
Perancangan QFD
Sesuai dengan kebutuhan
Tidak
Ya Analisa
Kesimpulan
Selesai
Gambar 2.9 Flow Chart Metodologi Penelitian
22
2.4.1 Identifikasi Permasalahan Identifikasi permasalah menjelaskan permasalahan apa yang sedang terjadi saat ini dan mengapa mesin pencacah sampah plastik ini dirancang.
2.4.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode yang bertujuan untuk mendapatkan data-data yang mendukung untuk pembuatan mesin pencacah sampah plastik, yaitu: 1.
Kepustakaan Telah dikumpulkan data-data dan teori-teori yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan dibahas melalui buku-buku panduan yang dilengkapi
dengan
dokumen-dokumen
yang
berhubungan
dengan
perancangan. 2.
Observasi Telah dilakukan observasi (pengamatan langsung) ke lapangan, sehingga lebih mengetahui secara jelas dan detail permasalah-permasalahan yang sering timbul di home industry saat proses pengiriman sampah plastik.
3.
Wawancara Telah dilakukan wawancara pada pengepul mengenai permasalahan yang terjadi dan yang diharapkan pada mesin pencacah sampah plastik yang akan dirancang. Untuk memperjelas informasi, penulis telah memberikan kuisioner kepada pengepul sampah plastik di seputaran kota Sungailiat.
23
4.
Internet Untuk menambah dan melengkapi lebih mendalam mengenai permasalahan yang dihadapi dalam menyelesaikan karya tulis, maka dilakukan pencarian data melalui internet.
2.4.3 Perancangan QFD Mulai
Inventaris Permintaan Kualitas Customer ( PKC )
Pengelompokan Permintaan Kualitas Customer
Pengelompokan Umum Permintaan Kualitas Customer (PKC)
Prioritas Permintaan Kualitas Customer
Penilaian Permintaan Kualitas Customer (PKC)
Penyusunan Performance Kualitas Konstruksi (PKK)
Strukturisasi Performance Kualitas Konstruksi
Optimasi dan Matrik Atap
Matrik Hubungan antara PKC dan PKK
A
24
A
Penentuan Rangking PKK
Penyusunan Rumah Kualitas
Pengembangan Konsep
Pemilihan Konsep
Penilaian Konsep
Selesai
Gambar 2.10 Flow Chart Prosedure Perancangan QFD
1.
Inventaris Permintaan Kualitas Customer Permintaan ini berdasarkan pada daftar yang ada didalam kuisioner yang
dibuat. Setelah memberikan kuisioner kepada pengepul, tahap selanjutnya adalah merekapitulasi hasil kuisioner. Kuisioner yang kurang lengkap tidak dapat diikutsertakan dalam rekapitulasi sehingga hasil kuisioner dapat menggambarkan kebutuhan konsumen yang sesungguhnya.
2.
Pengelompokan Permintaan Kualitas Customer Selanjutnya dibuat pengelompokan atas permintaan kualitas konsumen.
Pengelompokan ini bertujuan untuk menyederhanakan berbagai keinginan kualitas konsumen sehingga akan lebih mudah menganalisa kualitas konstruksinya.
25
3.
Pengelompokan Umum Permintaan Kualitas Customer Dalam rekapitulasi ini, permintaan kualitas konsumen dikelompokkan pada
jenis yang telah ditetapkan.
4.
Prioritas Permintaan Kualitas Customer Pada tahap ini adalah menentukan prioritas permintaan kualitas customer
dengan cara melihat hasil kuisioner yang paling banyak dipilih oleh pelanggan untuk menentukan prioritas primer, sedang untuk menentukan skunder dan yang paling sedikit untuk menentukan tersier.
5.
Penilaian Permintaan Kualitas Customer (PKC) Permintaan kualitas konsumen pada tahap ini akan dibandingkan dengan
masing-masing unsur yang ada.
6.
Penyusunan Performance Kualitas Konstruksi (PKK) Selanjutnya
masing-masing
permintaan
kualitas
konsumen
dibuat
performansi kualitas konstruksi. Performansi dari tiap permintaan kualitas konsumen harus terukur atau bersifat kuantitatif.
7.
Strukturisasi Performance Kualitas Konstruksi Berikutnya dibuat strukturisasi performansi kualitas konstruksi berdasarkan
data sebelumnya. Strukturisasi ini mengacu pada level yang telah dibuat pada saat melakukan prioritas permintaan kualitas konsumen.
26
8.
Optimasi dan Matrik Atap Pada langkah optimasi dibuat arah optimasi desain yang dilakukan. Setiap
performansi kualitas konstruksi dibuat arah optimasinya dan bagaimana hubungan antara performace kualitas konstruksi. Arah maksimalisasi ditandai dengan tanda panah ke kanan dan arah minimalisasi dengan tanda panah ke kiri. Sedangkan hubungan antara PKK diberi tanda “++” untuk hubungan yang positif sekali, tanda “+” untuk hubungan yang positif, tanda “-“ untuk hubungan yang negative, tanda “- - “ untuk hubungan yang negative sekali.
9.
Matrik Hubungan anatara PKC dan PKK Pada tahap ini akan diberikan nilai hubungan permintaan kualitas konsumen
terhadap performansi kualitas konstruksi yang telah dibuat.
10.
Penentuan Rangking PKK Langkah selanjutnya adalah menentukan urutan performansi kualitas
konstruksi berdasarkan nilai yang telah didapatkan pada matrik sebelumnya. Bobot PKC diambil dari jumlah nilai kolom (bobot) pada matrik penilaian permintaan konsumen. Nilai tersebut dikalikan dengan nilai kolom yang sejenis pada matrik hubungan permintaan kualitas konsumen dengan performansi kualitas konstruksi. Berikutnya setiap kolom dijumlahkan untuk mendapatkan rangking setiap komponen performansi kualitas konstruksi.
27
11.
Penyusunan Rumah Kualitas (HoQ) Pada dasarnya House of Quality ( HoQ ) dibangun berdasarkan matrik-
matrik optimasi dan lain-lain yang telah dibuat sebelumnya.
12.
Pengembangan Konsep Setelah
tahap
pembuatan
rumah
kualitas,
berikutnya
dilakukan
pengembangan konsep untuk menerjemahkan keinginan konsumen sehingga produk yang dibuat dapat memenuhi kebutuhan.
13.
Pemilihan Konsep Dalam melakukan pemilihan konsep, dibutuhkan beberapa kriteria yang
diperlukan untuk memudahkan proses pemilihan konsep. Kriteria-kriteria tersebut kemudian dilakukan penilaian dengan membandingkan data-data tersebut kedalam suatu tabel matrik yang didalamnya membandingkan antara pengembangan konsep pertama,
pengembangan konsep kedua, serta pengembangan konsep
ketiga serta konsep referensi.
14.
Penilaian Konsep Pada tahap ini, penulis akan menentukan bobot relative dari masing-masing
kriteria dan memberikan penjelasan lebih rinci pada perbandingan konsep. Pemberian bobot diutamakan pada prioritas kebutuhan yang telah ditetapkan.
28
2.4.4 Analisa Perhitungan Dari perancangan QFD tersebut, konsep mesin yang terpilih dilakukan analisa perhitungan yang menyangkut dengan sistem
perancangan. Dalam
penelitian ini penulis hanya membahas komponen sistem pencacahnya saja. Beberapa part dari sistem pencacah harus dilakukan analisa mengenai kekuatannya, material, dan faktor keamanannya serta harus memiliki nilai ekonomis yang baik agar dapat menurunkan harga jual.
1.
Gaya pemotongan Gaya yang diperlukan untuk memotong sampah plastik diperoleh dari hasil
uji coba pemotongan pada bahan baku sampah plastik dengan ketebalan ± 2mm menggunakan gunting yang tajam, dimana proses pemotongan dilakukan diatas timbangan untuk mengetahui besar gaya potong. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, proses uji coba dilakukan sebanyak 10 kali. Dari percobaan yang dilakukan gaya potong yang diambil adalah gaya yang paling besar .
2.
Penentuan jumlah putaran pada poros pencacah Berdasarkan data survei yang penulis dapatkan melalui pengisian
kuisioner dari beberapa pengepul sampah plastik di Sungailiat, kapasitas mesin yang diinginkan ±25-30 kg/jam dengan ukuran hasil cacahan 10-15mm. Dari data tersebut, dilakukan uji coba pemotongan untuk mendapatkan jumlah potongan. Jadi jumlah putaran yang diinginkan jika proses pemotongan tersebut di inginkan selama satu menit adalah:
29
3.
Penentuan momen puntir yang dibutuhkan Momen puntir yang dibutuhkan pada poros pencacah adalah besarnya gaya
gunting yang dibutuhkan dikali besar jari-jari (r).
Gambar 2.11 Gaya Gunting pada Sistem Pemotong
Besarnya r adalah angka pendekatan space/area yang dibutuhkan untuk pemasangan elemen dengan asumsi diameter area pisau pencacah 2r, maka jarak yang diambil adalah harga r dari titik pusat lingkaran hingga ujung mata potong.
4.
Penentuan daya motor yang dibutuhkan Untuk mengetahui daya motor yang dibutuhkan digunakan rumus sebagai berikut:
5.
dalam watt.
Penentuan motor yang akan digunakan Dalam menentukan daya motor, ada beberapa tahap yang sebelumnya harus dilakukan yaitu: a) Mencari perbandingan putaran dari asumsi putaran yang ada di pasaran (n1) dengan putaran yang dibutuhkan (n2).
30
b) Mencari momen puntir yang akan digunakan (Mp1) berdasarkan ratio dari asumsi. Mp1 =
Mp 2 Ratio
dalam (Nmm)
c) Mendapat daya motor yang dipakai berdasarkan daya yang diketahui. P =
Mp 1.n1 9550
dalam (watt)
Konversi 1 pk = 746 watt
6.
Perhitungan Kekuatan Bahan Kekuatan bahan (strength of material) berkaitan dengan hubungan antara
gaya luar yang bekerja dan pengaruhnya terhadap gaya dalam benda. Dalam menganalisis kekuatan bahan, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: a) Kasus pembebanan Kasus pembebanan pada suatu sistem dapat dibagi menjadi beberapa kasus, yaitu: a. Kasus pembebanan statis (kasus I) b. Kasus pembebanan dinamis berulang (kasus II) c. Kasus pembebanan dinamis berganti (kasus III) Kasus pembebanan yang terjadi pada poros pencacah dari mesin tugas akhri ini adalah kasus pembebanan dinamis berulang (kasus II) b) Diagram benda bebas (DBB) Untuk mengetahui secara pasti semua gaya-gaya dan momen pada suatu sistem, perlu digambar diagram benda bebas secara akurat pada masing-
31
masing bagian dari sistem dan menampilkan semua gaya-gaya dan momen yang terjadi. c) Analisis beban/gaya Dalam menganalisis beban, semua gaya-gaya dan momen yang tidak diketahui pada sistem diasumsikan menjadi positif, yang mengacu pada diagram benda bebas yang menunjukkan kemungkinan arah-arah gaya dan momen. Sebaliknya, semua komponen gaya-gaya yang telah diketahui disesuaikan dengan tanda dan arahnya. Analisis gaya dan momen dapat dilakukan dengan analisis dua dimensi dan analisis tiga dimensi. Pada tugas akhir ini, penulis melakukan analisis dengan menggunakan analisis tiga dimensi. d) Pemecahan masalah Untuk menganalisis gaya-gaya dan momen yang terjadi digunakan beberapa pendekatan, yaitu: a. Secara statis Analisis dengan asumsi pendekatan semua komponen berada dalam ruang dan gaya ditunjukkan pada suatu basis tertentu. ∑Fx = 0, ∑Fy = 0, ∑M = 0 b. Secara kinematika Mekanisme yang berpindah tanpa adanya perubahan percepatan yang berarti atau variasi yang sederhana. c. Secara dinamika Pada kasus ini yang pertama dilakukan adalah menunjukkan arah dengan memecahkan perhitungan gerakan dan kemudian dengan solusi tersebut digunakan untuk menunjukkan gaya-gaya yang terjadi.
32
2.4.5 Analisa Software Setelah analisa perhitungan dilakukan, langkah selanjutnya dilakukan analisa pada sistem pencacahnya dengan menggunakan bantuan Simulation Express pada software Solidwork. Proses analisa dilakukan dengan memberikan beban (tegangan) pada poros dan pisau pencacah. Hasil dari analisa ini dapat dilihat dari warna merah menunjukkan bagian/titik kritis.
2.4.6 Analisa RULA Sebagai tambahan, hasil rancangan dianalisa dengan menggunakan RULA, untuk melihat apakah mesin pencacah sampah plastik hasil rancangan sesuai dengan pola gerak yang benar (ergonomi) dengan mengukur tingkat resiko cedera.
33